PENDAHULUAN
2
dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh
seluruh lapisan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menjadi masih jauh
dari yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang baik dan
sesuai dengan standar yang berlaku masih sulit diperoleh. Untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut
dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama
program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
3
pengetahuan dan dapat berguna sebagai acuan untuk
penulisan makalah dengan topik yang sama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Rumah sakit dianggap bermutu jika mempunyai tenaga
ahli, seperti dokter spesialis, ahli gizi, ahli rehabilitasi,
dan lain-lain.
5
kepuasan rata rata pelanggan, serta diberikan sesuai
dengan standard an etika profesi.
6
8. Kesinambungan: pelayanan kesehatan yang diberikan
dilaksanakan secara berkesinambungan, pasien yang
memerlukan tindak lanjut perawatan perlu ditindaklanjuti,
ibu hamil yang sudah mendapatkan pemeriksaan
pertama(K1) perlu ditinddak lanjuti untuk pemeriksaan
selanjutnya.
9. Legitimasi dan akuntabilitas: pelayanan yang diberikan
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek medik
maupun aspek hukum.
7
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi
efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,
atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi
kerugian dari penyandang dana (Garvin, 2008).
8
deduktif); pelayanan kesehatan mampu memenuhi
kebutuhann stakeholders (aspek induktif) berupa
kebutuhan masyarakat (societal needs), kebutuhan dunia
kerja (industrial needs), kebutuhan professional
(professional needs).
9
Sebaliknya pasien akan menganggap pelayanan
kesehatan adalah jelek apabila menurut dirinya sakitnya
tidak sembuh-sembuh, antri lama, petugas kesehatannya
tidak ramah meskipun dia profesional. Jadi mutu
pelayanan menurut pasien berkaitan dengan kepuasan.
Bagi petugas kesehatan mutu yang bagus dari suatu
organisasi pelayanan kesehatan mungkin adalah
tersedianya sarana prasarana yang bagus seperti:
peralatan diagnostik, obat-obatan yang cukup, peralatan
kedokteran yang canggih dan sebagainya.
10
merupakan tantangan di dalam suatu organisasi
pelayanan kesehatan (Sulastomo, 2006).
2.3.1. Pengertian
11
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun
rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang
terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok
yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama,
yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik
kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai
dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
12
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering
dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan
perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi
(Standardization), perizinan (Licensure), Sertifikasi
(Certification), akreditasi (Accreditation).
2. Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality
assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren
adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan
pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan
medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
3. Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective
Quality Assurance)
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu
restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah
pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan
pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan
dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja
pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai
jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu
retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei
klien dan lain-lain (Ahmad, 2005).
13
barang atau jasa yang di dalamnya terkandung rasa aman
atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (DIN ISO, 1996).
14
Dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat sepuluh
ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1. Tangible (nyata/berwujud)
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (Cepat tanggap)
4. Competence (kompetensi)
5. Access (kemudahan)
6. Courtesy (keramahan)
7. Communication (komunikasi)
8. Credibility (kepercayaan)
9. Security (keamanan)
10. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
15
Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam:
16
persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien.
Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu
lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup
penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan
(Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).
17
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana
fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum
disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas
dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (standard of personnel and facilities), serta jika
dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka
sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
2. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen.
Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau
tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan
baiknya mutu pelayanan.
3. Unsur proses
Unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non
medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu
pelayanan menjadi baik (Laksono, 2005).
18
khususnya dinas kesehatan dalam rangka untuk lebih
meningkatkan kualitas mutu pelayanan medis puskesmas
(Supari, 2005).
19
bagian yang tidak terpisahkan (built-in) dari pelayanan
itu sendiri, yang harus dilaksanakan secara terus
menerus dan berkesinambungan (Supari, 2005).
20
keputusan rasional yang berkaitan dengan perubahan
yang dilakukan.
2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
Walaupun implementasi manajemen mutu tidak harus
mahal, tetapi segala sesuatunya membutuhkan biaya
yang sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3. Steering Committee pada level puncak
Steering Committee berfungsi untuk menentukan
cara implementasi dan memantau pelaksanaan
manajemen mutu. Steering Committee secara
operasional bekerja sebagai suatu tim yang
menetapkan visi dan sasaran organisasi, membuat
upaya, memantau kemajuan dan memberikan
penghargaan atas prestasi tim tersebut.
4. Perencanaan dan publikasi
Perencanaan dan publikasi atas visi, misi, tujuan,
sasaran dan penghargaan prestasi yang merupakan
infrastruktur pendukung untuk penyebarluasan dan
perbaikan berkesinambungan (Supari, 2005).
21
masing-masing pelanggan dan tetapkan cara untuk
mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan.
5. Susun tahap perbaikan (jangan berambisi terlalu cepat
selesai dan cepat puas) (supari, 2005).
BAB III
KESIMPULAN
22
2.Terdapat sembilan dimensi mutu, yaitu manfaat, ketepatan,
ketersediaan, keterjangkauan, kenyamanan, hubungan
interpersonal, waktu, kesinambungan, legitimasi dan
akuntabilitas.
3.Terdapat langkah-langkah yang dilaksanakan dalam
penerapan manajemen mutu adalah yaitu: melatih Steering
Committee, tim yang terbentuk mengidentifikasi dan
memperhitungkan kekuatan dan kelemahan organisasi,
mengidentifikasi pendukung dan ancaman yang nyata
menetapkan pelanggan organisasi dan kenali karakteristiknya
serta susun indikator, dan menetapkan cara untuk
mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan, dan
susun tahap perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam
Pelayanan Kesehatan Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data
dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001
2. Dinas Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Strategis
Departemen Kesehatan 2005-2009. Jakarta. 2005.
3. Ibrahim, Amin. Administrasi Publik Kontemporer (Cakrawala
Baru Dalam Melihat Secara Sistemik Administrasi Publik),
Bandung. 2005.
4. Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga
Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.
24