Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur
tingkat keberhasilan pembangunan. Adapun, kesehatan menurut
WHO (2006) adalah suatu keadaan sejahteraan meliputi fisik,
mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan. Undang undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992
menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayan
kesehatan. Hal ini terlihat dengan adanya pesan agar tenaga
kesehatan melakukan fungsinya secara profesional, sesuai
dengan standar dan pedoman.
Mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk. Hal ini tidak ringan karena peningkatan mutu tersebut
bukan hanya untuk rumah sakit saja tetapi berlaku untuk semua
tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu
dan Puskesmas, baik di fasilitas pemerintahan maupun swasta
(Ahmad Djojosugitjo, 2001).
Upaya peningkatan mutu adalah aksioma yang lemah
capaian individunya, pada umumnya mencerminkan kegagalan
sistem atau ketidakmampuan dari suatu organisasi memandang
dan mengimprovisasikan sistem jaminan mutu. Gagasan
peningkatan kualitas mutu merupakan tantangan di dalam suatu
organisasi pelayanan kesehatan (Sulastomo, 2006).
Kebutuhan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
di Indonesia dipengaruhi oleh 3 perubahan besar, yang
memberikan tantangan dan peluang. Perubahan yang dimaksud
adalah sumber daya yang terbatas, adanya kebijakan
desentralisasi (decentralization policy), dan berkembangnya
kesadaran akan pentingnya mutu (quality awareness) dalam
pelayanan kesehatan.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal,
banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud
mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar
(appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima
(acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau
(affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan
kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan
upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang
merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan
secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan
kualitas hospital care.
Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas
sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan
sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan
kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu dan
kinerja pelayanan, agar pelayanan kesehatan memberi jaminan
keamanan dan kepuasan kepada pasien dan masyarakat
pengguna. Oleh karena itu, mutu, keamanan atau keselamatan,
dan profesionalisme menjadi fokus perhatian bagi penyelenggara
pelayanan kesehatan baik pada pelayanan dasar maupun
pelayanan rujukan (Laksono, 2005).
Penyebaran dan jumlah sarana kesehatan dapat dikatakan
telah memadai, namun jika ditinjau dari aspek mutu, pelayanan
masih dibawah standar. Beberapa sarana kesehatan lainnya,
seperti rumah sakit bahkan belum memenuhi standar minimal.
Persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya

2
dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh
seluruh lapisan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menjadi masih jauh
dari yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang baik dan
sesuai dengan standar yang berlaku masih sulit diperoleh. Untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut
dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama
program menjaga mutu (Quality Assurance Program).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk program menjaga mutu kesehatan di
fasilitas kesehatan primer
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan dalam
program menjaga mutu pelayanan kesehatan
2. Tujuan khusus
Mengetahui langkah-langkah dalam menjaga mutu
pelayanan kesehatan

1.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Bagi penulis, untuk meningkatkan kemampuan penulis
mengenai program menjaga mutu pelayanan kesehatan
2. Bagi masyarakat, untuk menambah pengetahuan tentang
program menjaga mutu pelayanan kesehatan
3. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang penting bagi ilmu

3
pengetahuan dan dapat berguna sebagai acuan untuk
penulisan makalah dengan topik yang sama

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mutu Pelayanan


2.1.1. Pengertian

Mutu mengandung pengertian yang sangat luas dan


beragam, tergantung dari sudut pandang atau persepsi
masing masing orang. Para pakar mutu memberikan
definisi mutu yang sangat beragam pula. Empat pakar
yang dapat dianggap sebagai guru dibidang mutu
mengemukakan:

 Mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (Philip


B. Crosby)

4
Rumah sakit dianggap bermutu jika mempunyai tenaga
ahli, seperti dokter spesialis, ahli gizi, ahli rehabilitasi,
dan lain-lain.

 Mutu merupakan pemecahan masalah untuk


mencapai penyempurnaan yang terus menerus (W.
Edwards Deming)
Pentingnya pembentukan tim mutu sangat ditekankan
seperti yang telah kita kenal selama ini, sebagai contoh
Tim Epidemiologi kabupaten/kota (TEK) dan Tim
Epidemiologi Puskesmas (TEPUS) atau Gugus Kendali
Mutu (GKM).
 Mutu adalah kesesuaian dengan harapan pelanggan
(Joseph M. Juran). Untuk itu pelayanan kesehatan harus
berorientasi dengan keinginan pelanggan yang
menginginkan pelayanan kesehatan yang baik, cepat,
ramah, nyaman dan terjangkau.
 Mutu merupakan kepuasan pelanggan, baik internal
maupun eksternal (K. Ishikawa). Kepuasan tidak hanya
bagi pelanggan atau pasien akan tetapi juga bagi
petugas kesehatan. Oleh karenanya, apabila kepuasan
petugas kesehatan terpenuhi, diharapkan akan dapat
memberikan pelayanan yang memuaskan pasien dan
pelanggan.

Dalam bidang kesehatn pengertian mutu dapat diwakili


oleh pandangan ovreitveit (1996) yang mendefinisikan
mutu sebagai terpenuhnya keinginan seseorang yang
paling membutuhkan pelayanan. Departemen
kesehatan mendefinisikan mutu pelayanan kesehatan
adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat

5
kepuasan rata rata pelanggan, serta diberikan sesuai
dengan standard an etika profesi.

2.1.2. Dimensi Mutu

Berdasarkan beberapa pengertian mutu, dipahami bahwa


mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila
sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik
terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud
serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan
sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah,
penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut
bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari
latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja
melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda.

Dari beberapa pakar mutu yang memperhatiakn berbagai


sudut pandang, dapat dirangkum ada 9 dimensi mutu:

1. Manfaat : pelayanan yang diberikan menunjukan menfaat


dan hasil yang diinginkan
2. Ketepatan: pelayanan yang diberikan relevan dengan
kebutuhan pasien dan sesuai dengan standar keprofesian.
3. Ketersediaan: pelayanan yang dibutuhkan tersedia.
4. Keterjangkauan: pelayanan yang diberikan dapat dicapai
dan mampu dibiayai oleh pasien.
5. Kenyamanan: pelayanan diberikan dalam suasana yang
nyaman
6. Hubungan interpesonal: pelayanan yang diberikan
memperhatikan komunikasi, rasa hormat, perhatian dan
empati yang baik.
7. Waktu: pelayanan yang diberikan memperhatikan waktu
tunggu pasien dan tepat waktu sesuai dengan perjanjian.

6
8. Kesinambungan: pelayanan kesehatan yang diberikan
dilaksanakan secara berkesinambungan, pasien yang
memerlukan tindak lanjut perawatan perlu ditindaklanjuti,
ibu hamil yang sudah mendapatkan pemeriksaan
pertama(K1) perlu ditinddak lanjuti untuk pemeriksaan
selanjutnya.
9. Legitimasi dan akuntabilitas: pelayanan yang diberikan
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek medik
maupun aspek hukum.

Contoh dari mutu pelayanan kesehatan yakni penilaian dari


pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut
ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan
kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan
kesehatan, perbedaan dimensi tersebut adalah:

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi


ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien,
kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam
melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang
diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi


kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu
dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan
adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.

7
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi
efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,
atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi
kerugian dari penyandang dana (Garvin, 2008).

2.1.3. Prinsip Jaminan Mutu

Secara umum, prinsip pendekatan jaminan mutu terdiri


atas:

1. Bekerja dalam tim


2. Memberikan fokus perubahan pada proses
3. Mempunyai orientasi kinerja pada pelanggan
4. Pengambilan keputusan berdasarkan data
5. Adanya komitmen pimpinandan keterlibatan bawahan
dalam perbaikan
proses pelayanan.

2.2. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan


Penjaminan mutu kesehatan adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan
kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan. Dalam proses
pelaksanaannya, penjaminan mutu didasarkan atas
dokumen, yaitu dokumen pelayanan kesehatan dan
dokumen mutu. Dokumen pelayanan keshatan dipakai
sebagai rencana atau dasar, sedangkan dokumen mutu
dipakai sebagai instrumen untuk mencapai dan memenuhi
standar yang tekah ditetapkan.

Pelayanan kesehatan dinyatakan bermutu atau berkualitas


jika, pelayanan kesehatan mampu menetapkan dan
mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek

8
deduktif); pelayanan kesehatan mampu memenuhi
kebutuhann stakeholders (aspek induktif) berupa
kebutuhan masyarakat (societal needs), kebutuhan dunia
kerja (industrial needs), kebutuhan professional
(professional needs).

Pelayanan kesehatan yang baik jika dilakukan praktik


rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan, menekan
pencegahan, kerjasama yang baik antara pasien yang
awam dengan praktisi medis, memperlakukan individu
sepenuhnya, hubungan dokter-pasien akrab dan
berkesinambungan, koordinasi dengan pekerja
kesejahteraan sosial, koordinasi semua jenis pelayanan
kesehatan, pelayanan intuk kebutuhan semua orang.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah
langkah terpenting untuk meningkatkan daya saing usaha
Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak ringan karena
peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah
sakit saja tetapi berlaku untuk semua tingkatan pelayanan
kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas, baik di fasilitas pemerintahan maupun swasta
(Amin, 2005).

Mutu barang pada umumnya dapat diukur (tangible),


namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur (intangible)
karena umumnya bersifat subyektif karena menyangkut
kepuasan seseorang, bergantung pada persepsi, latar
belakang, sosial ekonomi, norma, pendidikan, budaya
bahkan kepribadian seseorang. Bagi seorang pasien mutu
yang baik biasanya dikaitkan dengan sembuhnya dari
sakit atau berkurangnya rasa sakit, kecepatan pelayanan,
keramah tamahan, dan tarif pelayanan yang murah.

9
Sebaliknya pasien akan menganggap pelayanan
kesehatan adalah jelek apabila menurut dirinya sakitnya
tidak sembuh-sembuh, antri lama, petugas kesehatannya
tidak ramah meskipun dia profesional. Jadi mutu
pelayanan menurut pasien berkaitan dengan kepuasan.
Bagi petugas kesehatan mutu yang bagus dari suatu
organisasi pelayanan kesehatan mungkin adalah
tersedianya sarana prasarana yang bagus seperti:
peralatan diagnostik, obat-obatan yang cukup,  peralatan
kedokteran yang canggih dan sebagainya.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa masyarakat


pengguna pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta
semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tak dapat
dipungkiri bahwa kini pasien semakin kritis terhadap
pelayanan kesehatan dan menuntut keamanannya
(Sulastomo, 2005).

Berbagai fakta menunjukkan adanya masalah serius


dalam mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena belum adanya sistem pengendali mutu
yang terbaik yang dapat diterapkan. Pemahaman secara
lebih mendalam tentang good governance merupakan
salah satu upaya terhadap perwujudan pelayanan
kesehatan yang lebih bermutu (Laksono, 2005).

Upaya peningkatan mutu adalah aksioma yang lemah


capaian individunya, pada umumnya mencerminkan
kegagalan sistem atau ketidakmampuan dari suatu
organisasi memandang dan mengimprovisasikan sistem
jaminan mutu. Gagasan peningkatan kualitas mutu

10
merupakan tantangan di dalam suatu organisasi
pelayanan kesehatan (Sulastomo, 2006).

2.3. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan

2.3.1. Pengertian

Beberapa pengertian program menjaga mutu pelayanan


kesehatan yakni sebagai berikut:

1. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang


berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam
memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta
menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk
memperbaiki mutu pelayanan.

2. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk


memperkecil kesenjangan antara penampilan yang
ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu
sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki
oleh sistem tersebut).

3. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang


mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah
pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan
memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan.

4. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut


yang disusun secara objektif dan sistematis dalam
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan,
menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk
meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta
menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan.

11
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun
rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang
terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok
yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama,
yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik
kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai
dari pelaksanaan kegiatan tersebut.

Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat


pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah
dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih
terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif
dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab
masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang
tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran
tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

2.4. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)


Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga
jenis :
1. Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality
Assurance)
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan
sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian
utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan
standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian
terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping
terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi
kesehatan.

12
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering
dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan
perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi
(Standardization), perizinan (Licensure), Sertifikasi
(Certification), akreditasi (Accreditation).
2. Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality
assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren
adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan
pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan
medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
3. Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective
Quality Assurance)
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu
restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah
pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan
pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan
dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja
pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai
jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu
retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei
klien dan lain-lain (Ahmad, 2005).

1.5. Mutu Pelayanan Kesehatan Terkait Pada Pola


Peningkatan Mutu Wilayah Kota dan Desa
Banyak definisi tentang mutu, antara lain : sifat yang dimiliki
oleh suatu program, kepatuhan terhadap standar yang telah
ditetapkan (Crosby, 1984), totalitas dari wujud serta ciri suatu

13
barang atau jasa yang di dalamnya terkandung rasa aman
atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (DIN ISO, 1996).

Pengertian mutu yang pada intinya memuaskan pelanggan


(internal, eksternal, intermediate) dan sesuai standar (dalam
bidang kesehatan medis, keperawatan, profesi lain dan non-
medis) bukan hanya sekedar "slogan". Dalam upaya
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan yaitu
masyarakat Indonesia yang sehat, bugar, produktif, maju dan
mandiri, mutu melekat erat dengan sistem pelayanan
kesehatan maupun sistem pembiayaan kesehatan. Dalam
sistem pelayanan kesehatan mutu dimulai dari input, proses
sampai produk jasa pelayanan yang dihasilkan sehingga
mempercepat pencapaian tujuan secara optimal. Sedangkan
pada pembiayaan kesehatan, mutu adalah efektivitas dan
efisiensi biaya dalam pencapaian tujuan yaitu kesehatan
merupakan hak, sehingga semua masyarakat tanpa kecuali
dapat akses terhadap pelayanan kesehatan. Untuk
melakukan berbagai upaya peningkatan mutu, kita perlu
menghayati dan mengkaji beberapa hal yang melandasi
tujuan pembangunan yaitu: pertama faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan yaitu genetik, sarana
pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan lingkungan
(Henry Bloom), kedua visi Indonesia Sehat 2015 yang diikuti
dengan misi dan strategi yang meliputi paradigma sehat,
profesionalisme, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) serta desentralisasi. Ketiga organisasi di
mana kita berada yaitu organisasi pelayanan kesehatan yang
merupakan "organisasi Nir-Laba" (Not for Profit Organization).
Ketiganya memerlukan data dan informasi yang akurat
sehingga keberhasilan pencapaian tujuan secara bertahap
dapat dinilai dengan indikator yang terukur pula.

14
Dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat sepuluh
ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1. Tangible (nyata/berwujud)
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (Cepat tanggap)
4. Competence (kompetensi)
5. Access (kemudahan)
6. Courtesy (keramahan)
7. Communication (komunikasi)
8. Credibility (kepercayaan)
9. Security (keamanan)
10. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)

2.6. Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu


2.6.1. Pengertian

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan


kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah
ditetapkan (Dinkes, 2005).

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai


dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui
tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena
untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni
rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang
pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk
dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan
setiap kegiatan profesi.

15
Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam:

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar


dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa
pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian
dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu
pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar
dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien.
Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan
kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada
penerapan standar serta kode etik profesi yang baik
saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya
mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien
mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien
(Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik
knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).

2. Kepuasan Yang Mengacu Pada Penerapan Semua


Persyaratan Pelayanan Kesehatan

Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa


pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan
semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu
pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua

16
persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien.
Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu
lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup
penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan
(Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).

2.7. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan


Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada
penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang
dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan
dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap
pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat
dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan
lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau
tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
unsur-unsur tersebut dan untuk menjamin baiknya mutu
pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan
sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau
kebutuhan.
1. Unsur masukan

17
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana
fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum
disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas
dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (standard of personnel and facilities), serta jika
dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka
sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
2. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen.
Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau
tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan
baiknya mutu pelayanan.
3. Unsur proses
Unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non
medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu
pelayanan menjadi baik (Laksono, 2005).

2.8. Program Menjaga Mutu Kesehatan di Fasilitas


Kesehatan Primer

Sebagai sarana terdepan pelayanan kesehatan di Indonesia,


Puskesmas berperan sebagai ujung tombak sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia. Melalui penerapan program jaminan
mutu puskesmas diharapkan dapat menjadi salah satu
pilihan utama sarana pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat. Puskesmas harus memiliki loyalitas tinggi dalam
menjalankan komitmennya untuk memberikan pelayanan
bermutu sesuai dengan program kerja tahunan yang telah
ditetapkan. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah,

18
khususnya dinas kesehatan dalam rangka untuk lebih
meningkatkan kualitas mutu pelayanan medis puskesmas
(Supari, 2005).

2.8.1. Kebijakan Peningkatan Mutu Pelayanan


Puskesmas

1. Meningkatkan mutu SDM melalui  tugas belajar, izin


belajar, pelatihan teknis fungsional, kursus, seminar,
lokakarya. Penerapan SPMKK Kebidanan  dan
Keperawatan.
2. Meningkatkan prasarana dan sarana seperti :
rehabilitasi gedung Puskesmas, melengkapi sarana
medis dan non medis
3. Menerapkan manajemen pelayanan sesuai ISO 9001-
2000 Puskesmas Umbulharjo II dan Mantrijeron
(2005 )
4. Perubahan Pola Tarif Puskesmas Perda no 5/Th. 2006
5. Menyusun Sistem Kesehatan Kota (Th.2005 )
6. Menetapkan Standar Teknis Pelayanan (2006 )
7. Melaksanakan Unsur-Unsur dalam Pelayanan Prima
sesuai KepMenPan tentang Pelayanan Publik.
8. Melaksanakan Akuntabilitas Publik.
9. Pemanfaatan SIK dg TI untuk peningkatan pelayanan
dan surveilans epidemiologi (dalam taraf proses
pengembangan)

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah


penting dan sudah merupakan tuntutan karena adanya
berbagai faktor penyebab. Untuk mencapai hasil yang
baik maka upaya tersebut harus dilaksanakan secara
terpadu, multi disiplin, melibatkan seluruh karyawan
terkait, pasien/keluarganya, serta hendaknya menjadi

19
bagian yang tidak terpisahkan (built-in) dari pelayanan
itu sendiri, yang harus dilaksanakan secara terus
menerus dan berkesinambungan (Supari, 2005).

2.8.2. Pelaksanaan Jaminan Mutu Di Puskesmas

Kunci keberhasilan penerapan jaminan mutu di


puskesmas tergantung pada kemempuan petugas
Puskesmas untuk merubah budaya kerja. Perubahan
budaya kerja ini membutuhkan komitmen pimpinan dan
keterlibatan bawahan, kerjasama dalam tim, focus
perbaikan pada proses pelayanan, mendengarkan
keinginan dan harapan pelanggan serta pengambilan
keputusan yang berdasarkan data. Oleh sebab itu,
pelaksanaan jaminan mutu di Puskesmas difokuskan
pada peningkatan keterampilan manajerial petugas
Puskesmas dan perubahan kebiasaan kerja dalam
organisasi (Supari, 2005).

2.8.3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Manajemen


Mutu
Sebelum memulai langkah perlu diketahui dulu
beberapa persyaratan untuk melaksanakan manajemen
mutu yaitu :
1. Komitmen dari manajemen puncak
Keterlibatan langsung dari manajemen puncak
bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa
manajemen mutu sangat penting bagi organisasi.
Selain itu perubahan ke arah manajemen mutu
merupakan suatu pengalaman belajar sehingga
melalui keterlibatan langsung dalam pelaksanaan
sehari-hari, manajemen puncak dapat mengambil

20
keputusan rasional yang berkaitan dengan perubahan
yang dilakukan.
2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
Walaupun implementasi manajemen mutu tidak harus
mahal, tetapi segala sesuatunya membutuhkan biaya
yang sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3. Steering Committee pada level puncak
Steering Committee berfungsi untuk menentukan
cara implementasi dan memantau pelaksanaan
manajemen mutu. Steering Committee secara
operasional bekerja sebagai suatu tim yang
menetapkan visi dan sasaran organisasi, membuat
upaya, memantau kemajuan dan memberikan
penghargaan atas prestasi tim tersebut.
4. Perencanaan dan publikasi
Perencanaan dan publikasi atas visi, misi, tujuan,
sasaran dan penghargaan prestasi yang merupakan
infrastruktur pendukung untuk penyebarluasan dan
perbaikan berkesinambungan (Supari, 2005).

2.9. Langkah-Langkah Penerapan Manajemen Mutu


Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penerapan
manajemen mutu adalah sebagai berikut :

1. Melatih Steering Committee


2. Team yang terbentuk mengidentifikasi dan
memperhitungkan kekuatan dan kelemahan organisasi.
3. Mengidentifikasi pendukung dan ancaman yang nyata.
4. Tetapkan pelanggan organisasi dan kenali karakteristiknya,
susun indikator

21
masing-masing pelanggan dan tetapkan cara untuk
mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan.
5. Susun tahap perbaikan (jangan berambisi terlalu cepat
selesai dan cepat puas) (supari, 2005).

BAB III
KESIMPULAN

Pada makalah ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai


berikut:
1.Mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk.

22
2.Terdapat sembilan dimensi mutu, yaitu manfaat, ketepatan,
ketersediaan, keterjangkauan, kenyamanan, hubungan
interpersonal, waktu, kesinambungan, legitimasi dan
akuntabilitas.
3.Terdapat langkah-langkah yang dilaksanakan dalam
penerapan manajemen mutu adalah yaitu: melatih Steering
Committee, tim yang terbentuk mengidentifikasi dan
memperhitungkan kekuatan dan kelemahan organisasi,
mengidentifikasi pendukung dan ancaman yang nyata
menetapkan pelanggan organisasi dan kenali karakteristiknya
serta susun indikator, dan menetapkan cara untuk
mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan, dan
susun tahap perbaikan

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam
Pelayanan Kesehatan Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data
dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001
2. Dinas Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Strategis
Departemen Kesehatan 2005-2009. Jakarta. 2005.
3. Ibrahim, Amin. Administrasi Publik Kontemporer (Cakrawala
Baru Dalam Melihat Secara Sistemik Administrasi Publik),
Bandung. 2005.
4. Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga
Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.

5. Supari, Siti Fadilah. Indonesia Masih Menghadapi Mutu


Pelayanan Kesehatan Yang Rendah, Gizinet, Jakarta, 2005.

6. Delapan Dimensi Kualitas David Garvin.


http://hardipurba.com/?p=45. 2008. Diakses tanggal 11
Juni 2016.

7. Sertifikasi ISO untuk Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.


OPINI Fatmah Afrianty Gobel. 2010. Diakses  tanggal 11
Juni 2016.

8. WHO. 2006. International Classification of Disease-10.


10’th Revision. World Health Organization. 10 : 150-152.

24

Anda mungkin juga menyukai