Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk lansia bertambah dengan pesat baik di negara
maju maupun negara berkembang hal ini disebabkan oleh peningkatan Usia
Harapan Hidup (UHH). Usia harapan hidup dunia pada tahun 2016 adalah 72
tahun (laki-laki usia 69,8 tahun dan perempuan 74,2 tahun) (World Health
Organization, 2018). Sedangkan UHH di Indonesia pada tahun 2017 adalah
70,9 tahun dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2035 menjadi 72,4
tahun. Besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki
masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya
pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan
disabilitas, tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan yang ramah
terhadap penduduk lansia (Kemenkes, 2018).
Menurut data World Health Organization (WHO), penduduk dunia
yang berusia diatas 60 tahun atau lebih, berjumlah 962 juta pada tahun 2017
dan diperkirakan akan berlipat ganda lagi pada tahun 2050, ketika
diproyeksikan mencapai hampir 2,1 miliar. Penduduk Asia juga diperkirakan
akan mengalami peningkatan dua kali lipat dalam jumlah lansia dengan
populasi berusia 60 atau lebih yang diperdiksi meningkat dari 549 juta pada
2017 menjadi hampir 1,3 miliar pada 2050 (United Nations, 2017).
Berdasarkan BPS (2018), pada tahun 2017 terdapat 23,4 juta lansia atau
8,97% dari total penduduk Indonesia. Dari angka tersebut, 52,52%
diantaranya adalah perempuan dan 48,78% adalah laki-laki. Prosentase lansia
di Asia Tenggara pada tahun 2015 paling banyak adalah di Singapura sebesar
16,1%; kemudian Thailand sebesar 14,8%; Vietnam sebesar 9,6%; Malaysia
sebesar 8,5%; Myanmar sebesar 8,0%; Indonesia sebesar 7,6%; dan Philipina
sebesar 7,2% (United Nations, 2017). Hal ini memposisikan negara Indonesia
telah memasuki era penduduk menua (ageing population) karena jumlah
penduduknya yang berusia 60 tahun ke atas (lansia) melebihi angka 7 persen
(Kemenkes RI, 2017).

1
2

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) lima provinsi dengan


jumlah lansia terbanyak di Indonesia pada tahun 2018 adalah DI Yogyakarta
12,3%; Jawa Tengah 12,34%; Jawa Timur 11,66%; Sulawesi Utara 10,26%;
dan Bali 9,68% (BPS, 2018). Sementara itu umur harapan hidup (UHH) di
DIY lebih tinggi dibandingkan dengan umur harapan hidup nasional dan
provinsi lainnya di Indonesia. Pada tahun 2017 UHH di DIY mencapai 74,74
tahun (laki-laki usia 76 tahun dan perempuan 72 tahun). Jumlah lansia di DIY
pada tahun 2017 sebanyak 479,767 jiwa dengan sebaran tertinggi di
Kabupaten Bantul sebanyak 135,640 jiwa; diikuti oleh Kabupaten Gunung
Kidul sebanyak 124,018 jiwa; Kabupaten Sleman sebanyak 106,127 jiwa;
Kabupaten Kulon Progo sebanyak 63,281 jiwa; dan yang paling rendah
adalah Kota Yogyakarta sebanyak 50,701 (Dinkes DIY, 2017). UHH di
Kabupaten Bantul cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun
2013 adalah 73,19 tahun meningkat menjadi 73,5 tahun pada tahun 2017
(Dinkes Bantul, 2018).
Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia diharapkan
disertai dengan peningkatan kualitas hidup lansia, tetapi pada kenyataanya
kualitas hidup penduduk Indonesia terbilang masih rendah. Berdasarkan
sesuai dengan hasil survey, Indonesia menempati urutan ke 53 dari 56 negara
dengan kualitas hidup yang rendah (Adina, 2017). Peningkatan kejadian
penyakit pada lansia bersamaan dengan penurunan fungsi organ tubuh dan
berbagai perubahan fisik yang terjadi pada semua tingkat seluler, organ, dan
sistem. Pada tahun 2015 angka kesakitan lansia sebesar 28,62%, artinya
bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat sekitar 28 orang diantaranya
mengalami sakit (Kemenkes RI, 2017). Sedangkan angka kesakitan lansia di
DIY tahun 2017 sebesar 72,68% mengalami penurunan di tahun 2018
menjadi 50,10% (Dinkes DIY, 2018). Berdasarkan data Riskesdas 2018,
penyakit yang ditemukan pada lanjut usia antara lain ginjal kronis, stroke,
diabetes mellitus, artritis, hipertensi, dan kanker, yang mengakibatkan lansia
menjadi rentan terkenal penyakit (Kemenkes RI, 2018).
Melihat kondisi kesakitan lansia semakin meningkat, menjadikan
3

kelompok lansia perlu diperhatikan. Hal ini tercantum dalam program


Sustainable Development Goals (SDG) pada tujuan ketiga (3), yaitu untuk
mencapai cakupan layanan kesehatan universal, termasuk lindungan resiko
finansial, akses terhadap layanan kesehatan dasar yang berkualitas dan akses
terhadap obat-obatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas dan
terjangkau bagi semua (SDG, 2018). Di Indonesia juga ada program untuk
meningkatkan derajat kesehatan bagi lansia yang dilaksanakan di puskesmas,
yaitu memberikatn pelayanan yang baik dan berkualitas, memberikan
prioritas pelayanan kepada lanjut usia dan penyediaan sarana yang aman dan
mudah diakses, memberikan dukungan atau bimbingan pada lanjut usia dan
secara berkesinambungan (continum of care), melakukan pelayanan secara
pro-aktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran lansia yang ada
di wilayah kerja Puskesmas, melakukan koordinasi dengan lintas program
dengan pendekatan siklus hidup dan melakukan kerjasama dengan lintas
sektor (Kemenkes RI, 2016). Adapun program yang dijalankan Puskesmas
yaitu posyandu lansia yang proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM),
lintas sektor pemerintah dan non pemerintah, swasta, organisasi sosial dan
lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif
dan preventif (Arfan, 2017).
Cakupan pelayanan kesehatan lanjut usia di Provinsi DI Yogyakarta
pada tahun 2016 sebesar 45,50%, dan pada tahun 2017 sebesar 54,71%
(Dinkes DIY, 2017). Nilai ini belum memenuhi target cakupan lansia yang
mendapatkan pelayanan kesehatan berdasarkan Permenkes RI nomor 25
tahun 2016 yaitu sebesar 75% (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan DIY (2017), Kabupaten Gunung Kidul memiliki cakupan
lansia dengan pelayanan kesehatan tertinggi, yakni sebesar 82,52%; diikuti
Kabupaten Sleman sebesar 76,14%; kemudian Kabupaten Kulon Progo
sebesar 33,73%; selanjutnya Kota Yogyakarta sebesar 32,41%; dan paling
sedikit Kabupaten Bantul sebesar 30,63%. Berdasarkan hasil ini, peneliti
berencana melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Bantul. Faktor-faktor
4

yang menyebabkan rendahnya kunjungan lansia ke posyandu lansia yaitu


pengetahuan lansia, jarak rumah dengan lokasi posyandu, fasilitas yang
kurang memadai, informasi mengenai posyandu lansia, status ekonomi,
dukung keluarga, dan sikap lansia yang tertutup (Juniardi, 2013). Sedangkan
faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan lansia ke posyandu
adalah jarak posyandu (Bukit, 2019).
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik akan memberikan
kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar,
sehingga kualitas hidup masyarakat di usia lanjut tetap terjaga dengan baik
dan optimal. Untuk itu seharusnya para lansia berupaya memanfaatkan
adanya posyandu tersebut (Harahap, 2018). Lansia yang kurang aktif dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu lansia, maka kondisi
kesehatan mereka tidak dapat terpantau dengan baik, sehingga apabila
mengalami suatu resiko penyakit akibat penurunan kondisi tubuh
dikhawatirkan dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa mereka (Mahardika.
2017).
Keluarga atau orang terdekat memiliki peran penting dalam
mempertahankan kesehatan lansia dan mendorong minat atau kesediaan
lansia dalam mematuhi jadawal kunjungan ke Posyandu Lansia (Astuti,
2017). Bentuk dukungan keluarga terhadap kepatuhan dalam berkunjung ke
Posyandu Lansia adalah berupa keluarga dapat menjadi motivator yang
sangat kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi
atau mengantar lansia ke Posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal
Posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama
lansia (Panjaitan, 2017).
Berdasarkan data dari Puskesmas Kasihan (2019) populasi lansia paling
banyak di Kabupaten Bantul adalah di wilayah Kecamatan Kasihan, yaitu
sebanyak 14,659 jiwa, yang terbagi menjadi Puskesmas Kasihan I sebanyak
6,997 jiwa, dan Puskesmas Kasihan II sebanyak 7,662 jiwa. Hasil ini
dijadikan dasar bahwa peneliti akan melakukan penelitian di wilayah
Puskesmas Kasihan II Bantul, Yogyakarta.
5

Berdasarkan catatan Laporan Pembinaan Lansia Puskesmas Kasihan II,


diperoleh data bahwa prosentase kehadiran lansia yang mengikuti Posyandu
Lansia di wilayah kerja Kelurahan Ngestiharjo adalah sebesar 18,08%, dan di
wilayah kerja Kelurahan Tirtonirmolo adalah sebesar 79,91%. Hasil ini
menunjukkan bahwa angka kunjungan lansia ke Posyandu di Kelurahan
Ngestiharjo masih rendah.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April
2019 terhadap kader posyandu di Kelurahan Ngestiharjo, prosentase
kehadiran di posyandu lansia tidak tetap pada setiap pertemuannya,
Prosentase kunjungan posyandu lansia pada bulan Januari sebesar 50,0%;
bulan Februari sebesar 49,2%; bulan Maret sebesar 36,7%; bulan April
sebesar 44,2%; dan bulan Mei sebesar 34,2%. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap 16 lansia, terdapat 4 lansia yang melakukan kunjungan ke Posyandu
lansia karena sadar akan kesehatan, serta mendapatkan dukungan keluarga
yaitu dengan mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan jadwal ke
posyandu, dan memberikan dorongan kepada lansia untuk menghadiri
posyandu lansia. Sedangkan 12 lansia lainnya mengatakan jarang mengikuti
kegiatan posyandu lansia dengan alasan karena lupa jadwal posyandu, tidak
ada anggota keluarga yang mengantar serta kurangnya dorongan dari keluarga
karena anggota keluarganya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Kunjungan ke Posyandu Lansia di Kasihan Bantul”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
diajukan pada penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan
keluarga dengan kepatuhan kunjungan ke Posyandu Lansia di Kasihan
Bantul?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
6

Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan


kunjungan ke Posyandu Lansia di Kasihan Bantul.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui tingkat dukungan keluarga di Posyandu Lansia di Kasihan
Bantul.
b. Diketahui tingkat kepatuhan kunjungan ke Posyandu Lansia di
Kasihan Bantul.

B. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan keperawatan gerontik dan keperawatan keluarga.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lansia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong para lansia
untuk memeriksakan kesehatannya serta aktif mengikuti program
yang dilakukan di Posyandu lansia.
b. Bagi Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong keluarga
untuk lebih meningkatkan motivasi lansia dalam mengikuti
Posyandu lansia.
c. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau
gambaran dalam meningkatkan dukungan keluarga pada lansia dan
dapat dijadikan sebagai langkah-langkah dalam memberikan
penyuluhan atau pendidikan agar meningkatnya lansia dalam
melakukan kunjungan.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
7

dan referensi tentang posyandu lansia bagi peneliti selajutnya tentang


hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan kujungan lansia ke
posyandu.

C. Keaslian Penelitian
1. Muttaqin (2017), dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat Kepatuhan Lanjut Usia dalam Melaksanakan Senam Lansia di
Posyandu Kondang Waras Desa Ngargorejo Boyolali. Penelitian
menggunakan metode korelasi dengan rancangan deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan
lanjut usia dalam melaksanakan senam lansia berdasarkan nilai p value=
0,001 (< 0,05). Perbedaan yang ada yaitu pada penelitian Muttaqin
menggunakan variabel terikat kepatuhan melaksanakan senam lansia,
sedangkan pada penelitian ini adalah kepatuhan kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia; teknik analisis pada penelitian Muttaqin menggunakan
uji Kendall Tau sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Chi
Square.
2. Rebu (2017), dengan judul Hubungan Antara Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Lanjut Usia dalam Melaksanakan Senam Lanjut Usia
di Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Penelitian
menggunakan metode korelasi dengan rancangan deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan
lanjut usia dalam melaksanakan senam lansia berdasarkan nilai p value=
0,482 (> 0,05). Perbedaan yang ada yaitu pada penelitian Rebu
menggunakan variabel terikat kepatuhan melaksanakan senam lansia,
sedangkan pada penelitian ini adalah kepatuhan kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia; teknik analisis pada penelitian Rebu menggunakan uji
Spearman Rho sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Chi
Square.
8

3. Wahyuni (2012), dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan


Kepatuhan Lansia dalam Mengikuti Posyandu Lansia Jetis Desa
Kerajan Kecamatan Weruk Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti
Posyandu Lansia berdasarkan nilai pvalue= 0,393 (> 0,05). Perbedaan yang
ada terdapat pada teknik sampling yaitu pada penelitian Wahyuni
menggunakan simple random sampling, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling.
4. Abas (2015), dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Minat Lansia
Dalam Mengikuti Posyandu Lansia di Wilayah Puskesmas Buko
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Desain penelitian yang
digunakan adalah Deskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
pengetahuan (pvalue = 0.000), jarak (pvalue = 0.000), dan dukungan keluarga
(pvalue = 0.001) terhadap minat lansia (p < 0.05). Perbedaan yang ada yaitu
pada penelitian Abas menggunakan variabel terikat minat lansia dalam
mengikuti Posyandu Lansia, sedangkan pada penelitian ini adalah
kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia; variabel bebas pada
penelitian Abas menggunakan tiga jenis, yang terdiri dari pengetahuan,
jarak, dan dukungan keluarga, sedangkan pada penelitian ini hanya
menggunakan satu variabel, yaitu dukungan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian Lansia
Menurut BPS (2018), lanjut usia atau lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. BPS
mengkategorikan lansia berdasarkan umur menjadi tiga, yang
pertama adalah lansia muda, yang berada dalam kelompok usia 60-
69 tahun; kedua adalah lansia madya, yang berada dalam kelompok
usia 70-79 tahun; dan ketiga adalah lansia tua, yang berada dalam
kelompok usia 80 tahun keatas.
Teori lansia dari BPS berbeda dengan teori dari World Health
Organization (2019), yang menyatakan bahwa definisi lansia adalah
seseorang yang telah berusia 65 tahun atau lebih.
b. Teori Penuaan pada Lansia
Menurut Stanley et al. (2012), teori penuaan pada lansia
dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori biologis dan teori
psikokososial.
1) Teori Biologis
Aspek-aspek penuaan berdasarkan teori biologis yang
pertama adalah teori genetika. Tingkat penuaan yang terjadi
berdasarkan teori genetika adalah gen yang diwariskan dan
dampak lingkungan. Aspek kedua adalah teori Wear and Tear
(dipakai dan rusak). Tingkat penuaan yang terjadi berdasarkan
teori wear and tear adalah karena adanya kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas yang berupa sampah
metabolisme. Aspek ketiga adalah riwayat lingkungan. Tingkat
penuaan yang terjadi berdasarkan riwayat lingkungan adalah
karena meningkatnya paparan terhadap hal-hal berbahaya yang
diterima. Aspek keempat adalah teori imunitas. Tingkat penuaan
yang terjadi berdasarkan teori imunitas adalah karena integritas

9
10

sistem tubuh untuk melindungi tubuh mulai menurun. Dan aspek


kelima adalah teori Neuroendokrin. Tingkat penuaan yang
terjadi berdasarkan teori neuroendokrin adalah karena kelebihan
atau kekurangan produksi hormon dalam tubuh.
2) Teori Psikokososial
Aspek-aspek penuaan berdasarkan teori biologis yang
pertama adalah teori kepribadian. Penuaan yang terjadi
berdasarkan teori kepribadian adalah berubahnya kepribadiaan
dari ekstrovert menuju ke introvert. Aspek kedua adalah teori
tugas perkembangan. Penuaan yang terjadi berdasarkan teori ini
adalah terjadinya maturasi di sepanjang rentang kehidupan.
Aspek ketiga adalah teori Disengagement (teori pemutusan
hubungan). Penuaan yang terjadi berdasarkan teori ini adalah
terjadinya kecenderungan antisipasi menarik diri dari
lingkungan. Aspek keempat adalah teori aktivitas. Penuaan yang
terjadi berdasarkan teori ini adalah adanya usaha untuk
mengembangkan usaha. Aspek kelima adalah teori kontinuitas.
Penuaan yang terjadi berdasarkan teori kontinuitas adalah
adanya usaha untuk pengembangan individualitas.
c. Perubahan pada Lansia
Menurut Stanley, et al., (2012), perubahan penuaan lansia pada
sistem penglihatan lansia adalah kesukaran dalam membaca huruf-
huruf yang kecil, penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap
cahaya, penurunan penglihatan pada malam hari, dan kesukaran
dengan persepsi kedalaman. Perubahan yang terjadi pada sistem
pendengaran lansia ditandai dengan kehilangan pendengaran secara
bertahap. Perubahan yang terjadi pada sistem perabaan lansia adalah
terjadinya penurunan sensitivitas terhadap sentuhan, serta
kemampuan dalam memegang obyek tertentu (koin, kerikil).
Perubahan yang terjadi pada sistem pengecapan lansia adalah
terjadinya penurunan kemampuan untuk rasa makanan, termasuk
11

sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin, dan pahit. Perubahan


yang terjadi pada sistem penciuman lansia adalah terjadinya
penurunan reaksi terhadap bau, yang ditandai dengan kesulitan
dalam mengidentifikasi bau dari berbagai unsur.
Selain itu ada juga bantuk penuaan yang dapat dilihat dari
terjadinya penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak
subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang
lambat, penurunan kekuatan, dan kekakuan pada sendi-sendi tubuh
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan penampilan,
kelemahan, dan lambatnya pergerakan seiring dengan penuaan
(Stanley, et al., 2012).
d. Kualitas Hidup Lansia
Menurut Chiquita (2017), kualitas hidup pada lansia diartikan
sebagai adalah persepsi lansia terhadap berbagai macam faktor yang
ada dalam hidupnya. Aspek-aspek yang ada dalam kualitas hidup
lansia adalah sebagai berikut:
1) Aspek kehidupan, yaitu persepsi lansia terkait dengan kehidupan
dirinya secara keseluruhan. Pada aspek ini dinilai bagaimana
lansia menikmati kehidupannya, apakah lansia merasa senang
menjalani hidupnya, harapan untuk melakukan hal-hal yang
berguna, serta masalah yang dihadapi lansia sehingga merasa
hidupnya merasa tertekan dan terpuruk.
2) Aspek kesehatan, yaitu persepsi lansia terkait dengan kesehatan
dirinya. Pada aspek ini dinilai bagaimana kekuatan fisik yang
dimiliki lansia, kondisi kesehatan yang dapat berefek terhadap
keluarga dan aktivitas sehari-hari, serta perasaan cukup kuat
untuk melakukan suatu kegiatan.
3) Aspek hubungan sosial, yaitu persepsi lansia terkait hubungan
lansia dengan keluarga maupun lingkungan sekitar. Pada aspek
ini dinilai bagaimana hubungan lansia dengan keluarga, teman,
dan tetangga ketika lansia membutuhkan bantuan; keinginan
12

lansia untuk menjalin persahabatan dengan orang lain; perasaan


memiliki keluarga yang memberikan cinta dan kasih sayang;
perasaan ingin menikmati kehidupan dengan orang-orang
terdekat; dan perasaan memiliki orang-orang yang penting bagi
kehidupannya.
4) Aspek kemandirian/kebebasan, yaitu persepsi lansia terkait
dengan kemampuan dalam melakukan sesuatu. Pada aspek ini
dinilai bagaimana lansia merasa sehat untuk menjadi pribadi
yang mandiri; merasa mampu melakukan hal-hal yang
menyenangkan; memiliki jaminan hari tua untuk membeli
sesuatu, serta tingkat perhatian terhadap kesehatan.
5) Aspek rumah dan lingkungan sekitar, yaitu persepsi lansia
terkait dengan keadaan lingkungan rumah dan lingkungan
sekitar. Pada aspek ini dinilai bagaimana lansia merasa aman di
lingkungan tempat tinggalnya; dekat dengan toko atau warung
yang cukup lengkap menyediakan barang sehari-hari; perasaan
senang berada di rumah; dan memiliki tetangga yang ramah.
6) Aspek psikologis dan kesejahteraan emosional, yaitu persepsi
lansia terkait dengan kondisi kehidupannya saat ini. Pada aspek
ini dinilai dari keingian lansia untuk melakukan suatu hal yang
terbaik bagi kehidupannya; perasaan memiliki kehidupan yang
lebih beruntung dibandingkan dengan kehidupan orang lain;
kecenderungan memikirkan hal-hal positif; keinginan
melakukan sesuatu ketika merasa sehat.
7) Aspek keadaan keuangan, yaitu persepsi lansia terkait dengan
keadaan keuangan keluarga. Pada aspek ini dinilai dari
kemampuan mencukupi kebutuhan rumah tangga, biaya
perbaikan rumah tangga; kemampuan membeli sesuatu yang
dinginkan; dan kemampuan untuk bepergian / berlibur dengan
keluarga.
8) Aspek kegiatan sosial/hobi, agama, dan budaya, yaitu persepsi
13

lansia terkaitdengan kegiatan sosial/hobi, agama, dan budaya.


Pada aspek ini dinilai dari kegiatan/ hobi yang digemari; usaha
untuk melakukan suatu aktivitas; keinginan untuk beraktivitas
dalam kehidupan; tanggung jawab yang membatasi lansia dalam
melakukan hobi; serta kegiatan agama dan nilai-nilai
budaya/tradisi yang menunjang kualitas hidup.
2. Posyandu Lansia
a. Program Pemerintah untuk Lansia
Berdasarkan Kemenkes RI (2016), Pemerintah RI menyusun
program kesehatan untuk lansia, diantaranya adalah: a) Program
Pelayanan Puskesmas Santun Lansia; b) Poliklinik Geriatri Terpadu
di Rumah Sakit; c) Posyandu Lansia; d) Pemberdayaan Lansia; e)
Program Home Care dan Long Term Care; f) Penyuluhan dan
Penyebaran Informasi Lansia; dan g) Program kemitraan kesehatan
dengan lembaga swadaya.
b. Pengertian Posyandu Lansia
Menurut Kemenkes RI (2016), yang dimaksud dengan Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia atau Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) adalah suatu wadah pelayanan kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) untuk melayani penduduk lansia, yang proses
pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat
bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor
pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-
lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya
promotif dan preventif.
c. Tujuan Posyandu Lansia
Di dalam Permenkes RI nomor 67 tahun 2015 pasal 2,
disebutkan bahwa tujuan dari Posyandu Lansia adalah sebagai
berikut:
1) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga kesehatan di
Puskesmas dan sumber daya manusia lainnya dalam
14

melaksanakan pelayanan kesehatan Lansia;


2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga kesehatan
dalam merujuk pasien Lansia yang membutuhkan penanganan
lebih lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan;
3) meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) bagi kesehatan Lansia; dan
4) menyelenggarakan pelayanan kesehatan Lansia secara
terkoordinasi dengan lintas program, organisasi kemasyarakatan,
dan dunia usaha dengan asas kemitraan (Kemenkes RI, 2015).
d. Sasaran Posyandu Lansia
Menurut Depkes RI (2013), sasaran pelaksanaan pembinaan
Posyandu Lansia, terbagi dua yaitu:
1) Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun),
usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun
atau 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
2) Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia
lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi
sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut,
petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut, petugas
lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat
luas.
e. Kegiatan Posyandu Lansia
Berdasarkan Kemenkes RI (2015), jenis pelayanan yang dapat
diberikan kepada lanjut usia di posyandu/paguyuban/perkumpulan
lanjut usia sebagai berikut:
1) Pelayanan kesehatan, diantaranya adalah:
a) Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activity of daily
living), meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan.
b) Pemeriksaan status mental, berhubungan dengan mental
emosional lansia.
15

c) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan


dan pengukuran tinggi badan.
d) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter
dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi.
e) Pemeriksaan laboratorium sederhana yang meliputi: (1)
pemeriksaan hemoglobin; (2) pemeriksaan gula darah
sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes
melitus); (3) pemeriksaan adanya zat putih telur (protein)
dalm air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal;
(4) pemeriksaan kolesterol darah; dan (5) pemeriksaan asam
urat darah.
f) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan
dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan
2) Pemberian makan tambahan (PMT).
3) Kegiatan olahraga untuk meningkatkan kebugaran lansia.
4) Kegiatan non kesehatan.
Menurut Artinawati (2014), kegiatan posyandu lansia ini
mencakup upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kesehatan
masyarakat, meliputi:
1) Kegiatan promotif, yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya
penyuluhan perilaku hidup sehat, gizi usia lanjut dalam upaya
meningkatkan kesegaran jasmani.
2) Kegiatan preventif, yaitu upaya pencegahan penyakit,
mendeteksi dini adanya penyakit dengan menggunakan KMS
lansia.
3) Kegiatan kuratif, yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang
diderita lansia.
4) Kegiatan rehabilitatif, yaitu upaya untuk mengembalikan
kepercayaan diri pada lansia.
f. Penjadwalan Posyandu Lansia
Berdasarkan Kemenkes RI (2012), penyelenggaraan Posyandu
16

Lansia sekurang-kurangnya satu (1) kali dalam sebulan. Jika


diperlukan, hari buka Posyandu Lansia dapat lebih dari satu (1) kali
dalam sebulan. Hari dan waktunya disesuaikan dengan kesepakatan
masyarakat sebagai peserta Posyandu Lansia.
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu Lansia
Berdasarkan Sunaryo et al. (2016), beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kunjungan Posyandu Lansia adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan lansia terhadap manfaat posyandu dapat
diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-
harinya. Lansia yang menghadiri kegiatan posyandu akan
mendapatkan penyuluhan tantang bagaimana cara hidup sehat
dengan segalah keterbatasan atau masalah kesehatan yang
dihadapi. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia akan
meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat
mendorong minat atau motivasi lansia untuk selalu mengikuti
kegiatan posyandu lansia.
2) Jarak Rumah ke Posyandu
Jarak Posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah
menjangkau Posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau
kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan
fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi
lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan
kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat
mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan
posyandu.

3) Dukungan Keluarga
Keluarga dapat menjadi motivator kuat bagi lansia apabila
17

selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar


lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal
posyandu, dan berusaha membantu mengatasi permasalahan
bersama lansia.
4) Sikap terhadap Petugas
Penilaian pribadi atau sikap terhadap petugas merupakan
dasar atau kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti
kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik, lansia cenderung
untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di
posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang
adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek.
3. Kepatuhan
a. Pengertian Kepatuhan
Menurut Stanley, et al., (2012), kepatuhan adalah tingkat
perilaku pasien setuju terhadap instruksi atau petujuk yang diberikan
dalam bentuk terapi apapun yang diberikan, baik itu diet, latihan,
pengobatan, atau menepati janji pertemuan dengan dokter.
Kepatuhan mengacu kepada situasi ketika perilaku seorang
individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang
diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan atau informasi yang
diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang
diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu
kampanye media massa (Ian & Marcus, 2011).
Berdasarkan pendapat di atas, kepatuhan dalam melakukan
kunjungan adalah perilaku yang dimiliki seseorang (lansia) untuk
mentaati instruksi, nasehat, atau petunjuk yang diberikan oleh
praktisi kesehatan untuk melakukan kunjungan (ke Posyandu).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Menurut Stanley (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi
18

kepatuhan adalah sebagai berikut:


1) Pemberi Informasi
Tenaga kesehatan mempunyai interaksi yang besar dan
memiliki pengaruh penting dalam kepatuhan klien. Hal ini dapat
terjadi karena pendidikan tentang ketrampilan komunikasi yang
dimiliki tenaga kesehatan mampu mendekati klien untuk patuh
terhadap instruksi yang diberikan. Hal ini juga didukung dengan
hasil diagnosa dan observasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan, sehingga klien bersikap patuh terhadap instruksi.
2) Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan dan penyakit dapat
mempengaruhi keputusan klien. Lansia yang ingin mengetahui
tentang kondisi kesehatannya dan bagaimana tindakan yang
diberikan serta obat yang dikonsumsi cenderung memiliki
kepatuhan pada bidang kesehatan.
3) Dukungan Keluarga
Dukungan dari keluarga mungkin dapat memainkan suatu
peran penting dalam kepatuhan pada jangka panjang. Keluarga
yang mengingatkan lansia tentang kesehatan cenderung
memiliki kepatuhan terhadap instruksi serta nasihat yang
diberikan.
4) Kompleksitas Program Pengobatan
Suatu program pengobatan yang rumit, dilakukan dalam
jangka panjang, dan memiliki efek samping cenderung menjadi
faktor predisposisi pada lansia untuk memiliki perilaku tidak
patuh. Seseorang yang diberikan rekomendasi pengobatan yang
rumit, serta jenis obat yang banyak cenderung akan memiliki
kepatuhan yang menurun selama kegiatan kesehatan.

5) Intervensi Keperawatan
Lansia yang diikutsertakan dalam menentukan kegiatan
19

kesehatan cenderung memiliki kepatuhan dalam menjalankan


rekemondasi yang diberikan. Hal ini dapat terjadi karena lansia
diperbolehkan untuk berpendapat tentang kondisi kesehatannya,
sehingga dapat menentukan waktu yang sesuai dengan kondisi
lansia.
c. Alat Ukur Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu. Jumlah
pernyataan pada instrument ini sebanyak 15 nomor dengan empat (4)
alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS); Sesuai (S); Kurang
Sesuai (KS); dan Tidak Sesuai (TS). Instrumen ini mengukur
kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu berdasarkan dua indikator
penilaian, yaitu: 1) Melakukan kunjungan ke Posyandu Lansia; dan
2) Mengikuti kegiatan di dalam Posyandu Lansia. Kategorisasi
kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu adalah dengan rumus
prosentase yaitu sebagai berikut:
1) Baik : >75%
2) Cukup : 56 - 75%
3) Kurang : <56% (Nursalam, 2013).
4. Dukungan Keluarga
a. Pengertian Dukungan Keluarga
Pengertian dukungan keluarga menurut Friedman et al. (2014),
adalah sikap dan tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota
keluargannya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional.
b. Bentuk Dukungan Keluarga
Menurut Friedman et al. (2014), terdapat empat jenis
dukungan keluarga yakni:

1) Dukungan Emosional
Dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga
20

berupa fungsi internal keluarga dalam memenuhi kebutuhan


psikososial dengan saling mengasuh, memberikan cinta kasih,
kehangatan, saling mendukung dan menghargai antar anggota
keluarga, memberikan kepercayaan, perhatian, mendengarkan
dan didengarkan. Dukungan emosional keluarga dapat berupa
perhatian, kasih sayang dan empati.
2) Dukungan Informasi
Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau
bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan
saran atau masukan, nasehat atau arahan dan memberikan
informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan dalam
upaya meningkatkan status kesehatannya. Manfaatnya adalah
dapat menekan munculnya stressor karena informasi yang
diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
lansia. Kegiatan yang termasuk dalam dukungan ini adalah
nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
3) Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental keluarga merupakan dukungan
atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan
bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk
membantu atau melayani dan mendengarkan klien ketika
menyampaikan perasaannya.
4) Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan diberikan untuk membangun
perasaan pasien, memberikan nilai positif terhadap seseorang
ketika menghadapi keadaan yang berat, baik secara mental
ataupun fisik. Bentuk dukungan ini dapat membantu
membangun harga diri serta semangat pada diri pasien.

c. Manfaat Dukungan Keluarga


Firedman menyatakan bahwa dukungan keluarga dapat
21

menimbulkan efek penyangga, yaitu dukungan keluarga menahan


efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan dan efek utama, yaitu
dukungan keluarga secara langsung dapat mempengaruhi
peningkatan kesehatan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan
sosial keluarga terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas,
lebih mudah sembuh dari sakit dan di kalangan lansia dapat menjaga
fungksi kognitif, fisik, dan kesehatan emosional. Secara lebih
spesifik, dukungan sosial dianggap dapat mengurangi atau
menyangga efek serta meningkatkan kesehatan mental individu atau
keluarga secara langsung, yang menunjukkan bahwa dukungan sosial
adalah strategi penting yang harus ada dalam masa stress bagi
keluarga (Friedman, 2014).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Friedman et al. (2014), terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi dukungan keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Internal
a) Tahap perkembangan
Dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia,
dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan
lanisa, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan
kesehatan yang berbeda-beda.
b) Pendidikan / pengetahuan / pengalaman
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan
terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari
pegetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman
masa lalu. Tingkat pengetahuan pada lansia cenderung
berguna dalam proses timbal balik ketika memperoleh
dukungan, sehingga lansia dapat bersikap aktif ketika
didukung. Hal ini dapat berjalan ketika lansia pernah
mengalami atau memberikan dukungan sosial, sehingga
22

lansia dapat mengapresiasikan dukungan yang diberikan


melalui mengikuti nasihat dari keluarga.
c) Emosional
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap
perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai
tanda sakit, yang mungkin dilakukan dengan cara memiliki
rasa khawatir bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat
tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil
selama sakit.
d) Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari berbagai mana
seseorang menjalani kehidupanya, yang mencakup nilai dan
keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga
atau teman, serta kemampuan mencari harapan dan arti
dalam hidup.
2) Faktor Eksternal
a) Praktik keluarga
Cara keluarga dalam memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi seseorang dalam menangani kesehatanya.
Misalnya: klien juga kemungkinan besar akan melakukan
tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang
sama.
b) Sosio-ekonomi
Faktor sosial dan psikososisal dapat meningkatkan
resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara
seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakit.
Aspek psikososial mencakup stabilitas perkawinan, gaya
hidup, dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan
mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok
sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan
dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi
23

seseorang, biasanya akan lebih cepat tanggap terhadap


gejala penyakit yang dirasakan sehingga akan segara
mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatan.
c) Budaya
Budaya dapat mempegaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk
cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
e. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Menurut Friedman et al. (2014), tugas kesehatan yang harus
dilakukan oleh keluarga adalah sebagai berikut:
1) Mengenal adanya gangguan kesehatan setiap anggotanya.
2) Mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat.
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
cacat, maupun yang tidak sakit dan memerlukan bantuan.
4) Mempertahankan keadaan lingkungan keluarga yang dapat
menunjang peningkatan status para anggotannya.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga-lembaga kesehatan.
f. Penilaian Dukungan Keluarga
Pengukuran dukungan keluarga menggunakan kuesioner yang
diadopsi dari Maharani (2015). Jumlah pernyataan pada instrument
ini sebanyak 20 nomor dengan empat (4) alternatif jawaban, yaitu
selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Instrumen ini mengukur
dukungan keluarga berdasarkan empat bentuk dukungan keluarga,
yaitu: 1) dukungan emosional; 2) dukungan penilaian; 3) dukungan
instrumental; dan 4) dukungan informasional (Friedman et al.,
2014). Kategorisasi tingkat dukungan keluarga adalah dengan rumus
prosentase yaitu sebagai berikut:
1) Baik : >75%
2) Cukup : 56 - 75%
24

3) Kurang : <56% (Nursalam, 2013).

B. Kerangka Teori

Lanjut Usia (Lansia) Proses Menua

Kesadaran terhadap Penurunan Kesehatan


Kesehatan
Kepatuhan Memeriksa Faktor-faktor yang 25
Diri: Mempengaruhi Kunjungan
Posyandu ke Posyandu Lansia
Pengetahuan
Jarak Rumah ke Posyandu
Bentuk Dukungan
Keluarga: Dukungan Keluarga
3. Dukungan Keluarga
Dukungan emosional
Dukungan penilaian Sikap terhadap Petugas
Dukungan instrumental (Sunaryo et al, 2016)
Dukungan informasional

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Dukungan
Keluarga:
Tahap perkembangan
Pendidikan / pengetahuan /
pengalaman
Emosional
Spiritual
Praktik keluarga
Sosio-ekonomi
Budaya

Gambar 2.1
Kerangka Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Kunjungan ke Posyandu Lansia di Kasihan Bantul
(Friedman et al., 2014; Sunaryo et al., 2016; Kemenkes RI, 2016)

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Dukungan Keluarga Kepatuhan Kunjungan
Lansia ke Posyandu Lansia
Faktor Penganggu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan 26

Pemberi informasi
Pengetahuan
Kompleksitas program pengobatan
Intervensi keperawatan

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut, “Ada hubungan


antara dukungan keluarga dengan kepatuhan kunjungan ke Posyandu Lansia
di Kasihan Bantul”.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bertujuan menjawab suatu permasalahan, dengan mencoba
mengumpulkan teori-teori yang kemudian disimpulkan secara deduktif,
berupa suatu hipotesis atau jawaban sementara atau dugaan (Machfoedz,
2018). Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah cross sectional,
yaitu proses pengambilan data terhadap variabel penelitian dilakukan pada
satu waktu (Dharma, 2013).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai
karakteristik tertentu. Subyek penilitian berupa manusia, hewan, data
rekam medis, data laboratorium dan lain-lain, serta karakteristik subyek
ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan peneliti (Sastroasmoro &
Ismail 2014). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia berusia
60 tahun ke atas yang berada di Posyandu Aster II, Sonopakis Kidul,
Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah
sebanyak 120 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Sastroasmoro &
Ismail, 2014). Penentuan sampel pada penelitian ini adalah dengan
metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel yang
dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang ditentukan oleh
peneliti (Dharma, 2013). Sampel pada penelitian ini adalah sebagian
lansia yang berada di Posyandu Aster II, Sonopakis Kidul, Kasihan,
Bantul, Yogyakarta. Penentuan sampel ini berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi yaitu sebagai berikut:

27
28

a. Kriteria inklusi
1) Lansia yang terdaftar di posyandu lansia Puskesmas Kasihan II
Bantul.
2) Lansia yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
1) Lansia yang mengalami gangguan berkomunikasi.
2) Lansia yang sedang sakit/ dalam perawatan.
Jumlah sampel yang akan digunakan dihitung dengan rumus
Slovin, yaitu sebagai berikut:
N
n= 2
1+ N ( d)
Keterangan:

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

d : Tingkat kesalahan (10%)

120
n=
1+120. ¿ ¿
120
n=
1+120. 0,01
120
n=
1+1,20
120
n= =54,55=55
2,20

Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel dalam


penelitian itu sebanyak 55 lansia yang memenuhi kriteria inklusi.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Posyandu Aster II, Dusun
Sonopakis Kidul, Kelurahan Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada 28 Juli hingga 01 Agustus
29

2019.
D. Variabel Penelitian
Menurut Dharma (2013), variabel yang diteliti pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini adalah
dukungan keluarga.
2. Variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini adalah
kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia.

E. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Kunjungan
Lansia ke Posyandu Lansia
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil
Operasional Ukur Ukur
1. Dukungan Sikap dan Kuesioner dukungan Skala 1. Tinggi:
keluarga tindakan keluarga sebanyak 28 ordinal >75%
pada lansia penerimaan nomor dengan skala 2. Sedang:
keluarga terhadap Likert dengan 56%-
anggota jawaban: 75%
keluargannya a. Selalu (SL) 3. Rendah:
berupa dukungan b. Sering (SR) <56%
informasional, c. Jarang (JR) (Nursalam,
penilaian, d. Tidak Pernah 2013)
instrumental dan (TP)
emosional
2. Kepatuhan Perilaku yang Kuesioner kepatuhan Skala 1. Tinggi:
kunjungan dimiliki lansia kunjungan lansia ke ordinal >75%
lansia ke untuk mentaati Posyandu sebanyak 24 2. Sedang:
Posyandu instruksi, nasehat, nomor dengan skala 56%-
Lansia atau petunjuk Likert dengan 75%
yang diberikan jawaban: 3. Rendah:
oleh praktisi a. Selalu (SL) <56%
kesehatan dalam b. Sering (SR) (Nursalam,
melakukan c. Jarang (JR) 2013)
kunjungan dan d. Tidak Pernah
mengikuti (TP)
kegiatan di
Posyandu Lansia.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
dukungan keluarga dan kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia.
30

Responden dapat mengisi kuesioner tersebut dengan cara memberi tanda


centang (√) pada kolom pilihannya. Kisi-kisi instrumen penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Dukungan Keluarga pada Lansia
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Dukungan Keluarga pada Lansia
No Item
Variabel Indikator Total
F UF
Dukungan 1. Dukungan Emosional 1*, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8 8
keluarga 2. Dukungan Informasi 9, 10, 11, 12 13, 14, 8
pada 15*,16*
lansia 3. Dukungan 17*, 18, 19, 21, 22, 23, 8
Instrumental 20 24
4. Dukungan 25, 26, 27, 29, 30, 31, 8
Penghargaan 28 32
Total 16 16 32

Keterangan: * : Item gugur


F : Item Favorable
UF : Item Unfavorable
Kuesioner untuk mengetahui dukungan keluarga pada lansia
menggunakan skala ordinal sebanyak 32 nomor dengan empat (4) pilihan
jawaban. Untuk pertanyaan yang bersifat favourable: Selalu (SL) skor 4;
Sering (SR) skor 3; Jarang (JR) skor 2; dan Tidak Pernah (TP), skor 1.
Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat unfavourable: Selalu (SL)
skor 1; Sering (SR) skor 2; Jarang (JR) skor 3; dan Tidak Pernah (TP),
skor 4.
2. Kepatuhan Kunjungan Lansia ke Posyandu
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Kepatuhan Kunjungan Lansia ke Posyandu
No Item
Variabel Indikator Total
F UF
Kepatuhan 1. Melakukan kunjungan 1, 2, 5, 6, 3*, 4, 8, 15
kunjungan ke Posyandu Lansia. 7*, 9, 10, 13, 14, 15
lansia ke 11, 12,
Posyandu 2. Mengikuti kegiatan di 16*, 17, 24*, 26, 14
Lansia dalam Posyandu 18, 19, 20, 27, 28
Lansia. 21*, 22,
31

23, 25, 29
Total 19 10 29
Keterangan: * : Item gugur
F : Item Favorable
UF : Item Unfavorable
Kuesioner untuk mengetahui kepatuhan kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia terdiri dari 29 nomor menggunakan skala ordinal
dengan dengan empat (4) pilihan jawaban. Untuk pertanyaan yang
bersifat favourable: Selalu (SL) skor 4; Sering (SR) skor 3; Jarang (JR)
skor 2; dan Tidak Pernah (TP), skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan yang
bersifat unfavourable: Selalu (SL) skor 1; Sering (SR) skor 2; Jarang
(JR) skor 3; dan Tidak Pernah (TP), skor 4.

G. Validitas dan Reliabilitas


Uji coba instrumen penelitian terdiri dari uji validitas dan uji
reliabilitas yang dilakukan di Puskesmas Kasihan I, Bantul, Yongyakarta,
karena berada dalam wilayah yang masih berdekatan, sehingga karakteristik
responden juga tidak berbeda jauh. Jumlah sampel uji validitas dan
reliabilitas adalah sebanyak 30 responden. Uji validitas dan reliabilitas akan
dilakukan pada bulan Juni 2019.
1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu


benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Penelitian
ini menggunakan uji validitas dengan rumus Product Moment dari
Pearson, yaitu:

rxy=N ¿¿
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi product moment
N : jumlah responden
x : skor pertanyaan
y : skor total
xy : skor pertanyaan dikalikan skor total (Notoatmodjo, 2012)
Item pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai rhitung (Rxy) >
32

rtabel, pada tingkat signifikansi 5% (0,05), yaitu sebesar 0,361 (N= 30


responden).
Berdasarkan hasil uji validitas pada instrumen dukungan keluarga,
diperoleh hasil terdapat 28 item yang dinyatakan valid (rhitung ≤ rtabel) serta
4 item yang dinyatakan gugur (rhitung ≤ rtabel), yaitu item nomor 1, 15, 16,
dan 17. Nilai rhitung pada item valid berada pada rentang 0,404 - 0,816.
Hasil ini menunjukkan bahwa instrument dukungan keluarga terhadap
lansia terdiri dari 28 nomor. Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen
dukungan keluarga setelah uji validitas dengan penomoran baru.
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Dukungan Keluarga pada Lansia dengan
Penomoran Baru
No Item
Variabel Indikator Total
F UF
Dukungan 1. Dukungan Emosional 1, 2, 3 4, 5, 6, 7 7
keluarga 2. Dukungan Informasi 8, 9, 10, 11 12, 13 6
pada 3. Dukungan 14, 15, 16 17, 18, 19, 7
lansia Instrumental 20
4. Dukungan 21, 22, 23, 25, 26, 27, 8
Penghargaan 24 28
Total 14 14 28
Keterangan: F : Item Favorable
UF : Item Unfavorable
Berdasarkan hasil uji validitas pada instrument kepatuhan
kunjungan, diperoleh hasil terdapat 24 item yang dinyatakan valid (rhitung
≤ rtabel) serta 5 item yang dinyatakan gugur (rhitung ≤ rtabel), yaitu item
nomor 3, 7, 16, 21, dan 24. Nilai rhitung pada item valid berada pada
rentang 0,417 - 0,717. Hasil ini menunjukkan bahwa instrument
kepatuhan kunjungan lansia terdiri dari 24 nomor. Berikut ini adalah kisi-
kisi instrumen kepatuhan kunjungan lansia setelah uji validitas dengan
penomoran baru.

Tabel 3.5
Kisi-kisi Instrumen Kepatuhan Kunjungan Lansia ke Posyandu
dengan Penomoran Baru
33

No Item
Variabel Indikator Total
F UF
Kepatuhan 1. Melakukan kunjungan 1, 2, 4, 5, 3, 6, 11, 13
kunjungan ke Posyandu Lansia. 7, 8, 9, 10, 12, 13
lansia ke
Posyandu 2. Mengikuti kegiatan di 14, 15, 16, 21, 22, 23 11
Lansia dalam Posyandu 17, 18, 19,
Lansia. 20, 24
Total 16 8 24
Keterangan: F : Item Favorable
UF : Item Unfavorable
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat atau


instrumen pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan
(Notoatmodjo, 2012). Uji reliabilitas instrumen adalah menggunakan
rumus Alpha Cronbach, yaitu:

r 2
∑ si
ii=
k
k−1 [
1− 2
si ]
Keterangan:
r ii : koefisien reliabilitas test
k : cacah butir
2
si : varians skor butir
s2t : varians skor total
Suatu instrument dinyatakan reliabel jika memiliki nilai
Cronbach’s Alpha > konstanta (0,6), sehingga instrument dinyatakan
tidak reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha < konstanta (0,6). Hasil uji
reliabilitas adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel Cronbach’s Konstanta Hasil
1. Dukungan Keluarga pada Alpha
0,949 0,6 Reliabel
Lansia
2. Kepatuhan Kunjungan 0,879 0,6 Reliabel
Lansia ke Posyandu

Berdasarkan tabel 3.5, dapat dilihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha


pada variabel Dukungan Keluarga pada Lansia sebesar 0,949, dan pada
34

variabel Kepatuhan Kunjungan Lansia ke Posyandu sebesar 0,879.


Kedua nilai ini lebih besar dari konstanta reliabilitas sebesar 0,6,
sehingga kedua variabel dinyatakan reliabel dan layak untuk dijadikan
sebagai alat ukur pada penelitian ini.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Berikut ini adalah langkah-langkan pengolahan data menurut
Notoatmodjo (2012):
a. Editing (Penyuntingan Data)
Peneliti melakukan penyuntingan (editing) terhadap data yang
telah dikumpulkan. Pada tahap ini, peneliti mengecek kelengkapan
data, jika terdapat data yang kurang lengkap maka peneliti meminta
responden untuk melengkapinya terlebih dahulu.
b. Coding (Pengkodean Data)
Peneliti membuat tabel sebagai alat untuk merekam data yang
telah dikumpulkan. Jumlah baris dan kolom pada tabel disesuaikan
dengan jumlah responden dan banyaknya item pernyataan pada
instrumen.
c. Data Entry (Memasukkan Data)
Peneliti mengisi baris dan kolom pada lembar kode sesuai
dengan jawaban dari masing-masing pernyataan. Pada variabel
dukungan keluarga, terdapat 28 nomor dengan empat (4) pilihan
jawaban. Untuk pertanyaan yang bersifat favourable: Selalu (SL)
skor 4; Sering (SR) skor 3; Jarang (JR) skor 2; dan Tidak Pernah
(TP), skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat
unfavourable: Selalu (SL) skor 1; Sering (SR) skor 2; Jarang (JR)
skor 3; dan Tidak Pernah (TP), skor 4.
Pada variabel kepatuhan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia,
terdapat 24 nomor dengan empat (4) pilihan jawaban. Untuk
pertanyaan yang bersifat favourable: Selalu (SL) skor 4; Sering (SR)
35

skor 3; Jarang (JR) skor 2; dan Tidak Pernah (TP), skor 1.


Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat unfavourable: Selalu (SL)
skor 1; Sering (SR) skor 2; Jarang (JR) skor 3; dan Tidak Pernah
(TP), skor 4.
d. Tabulating (Tabulasi Data)
Peneliti memasukan hasil pengkodean dan scoring ke dalam
tabel secara manual, untuk selanjutnya melakukan analisis data
dengan menggunakan program Microsoft Excel.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan pada variabel bebas dan terikat
penelitian untuk menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap
variabel (Notoatmodjo, 2012). Rumus prosentase pada analisis
unviariat adalah sebagai berikut:

f
P= × 100%
n

Keterangan:
P = Prosentase yang dicari
F = Frekuensi subjek dengan karakteristik tertentu
n = Jumlah sampel
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau memiliki korelasi (Notoatmodjo, 2012). Untuk
membuktikan hipotesis penelitian digunakan uji korelasi Spearman
Rank, karena menggunakan skala data ordinal dan ordinal, dengan
rumus sebagai berikut:
2
6 ∑ di
r s =1−
n ( n 2−1 )
Keterangan:
rs = koefisien korelasi Spearman
36

Σ = notasi jumlah
di = perbedaan rangking antara pasangan data
n = banyaknya pasangan data (Sugiyono, 2012)
Interpretasi data hasil penelitian adalah jika nilai rs = 0, maka
tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat,
sedangkan jika nilai rs ≠ 0, maka terdapat hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat penelitian (Sugiyono, 2012).

I. Jalannya Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Tahap persiapan dalam penelitian ini adalah pengajuan judul
skripsi, selanjutnya seminar proposal skripsi dan perbaikan atau revisi
sesuai hasil seminar. Kemudian meminta surat ijin penelitian dari
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta untuk selanjutnya melakukan
proses perijinan kepada Puskesmas Kasihan II, Bantul, Yongyakarta.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Peneliti melakukan pengumpulan data penelitian di Posyandu Lansia
di wilayah Kelurahan Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yongyakarta.
b. Data dikumpulkan untuk dilakukan skoring.
c. Peneliti melakukan skoring dari data yang telah dikumpulkan.
d. Peneliti melakukan analisa data untuk uji hipotesis.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Peneliti menyusun laporan hasil penelitian yang meliputi interpretasi
data dan pembahasan hasil penelitian berdasarkan data yang ada
dihubungkan dengan teori-teori terkait.
b. Peneliti menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tertulis yang
dilanjutkan dengan ujian pendadaran dan perbaikan atau revisi sesuai
hasil ujian pendadaran.
c. Peneliti menyerahkan laporan hasil penelitian yang telah direvisi
kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta.

J. Etika Penelitian
37

1. Bermanfaat (Beneficience)
a. Hak untuk bebas dari bahaya dan ketidaknyamanan
Peneliti berusaha untuk meminimalisir resiko/dampak yang
merugikan bagi subjek penelitian (nonmaleficience). Untuk
mengantisipasi ketidaknyamanan, peneliti tidak memaksa calon
responden untuk menjadi subjek penelitian.
b. Hak dilindungi dari eksploitasi
Peneliti akan menjamin identitas responden dan informasi
apapun yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiannya
(confidentiality) oleh peneliti. Peneliti akan menjamin identitas
responden dengan cara pada saat pengisian identitas di lembaran
kusioner, responden tidak perlu mencantumkan nama lengkap, tetapi
hanya menggunakan initial. Selain itu juga, peneliti menjamin
responden akan dilindungi dari eksploitasi, seperti data atau infomasi
yang diberikan oleh responden tidak akan digunakan untuk hal-hal
lain yang diluar penelitian. Dan peneliti akan menjamin hasil
dokumentasi berupa foto-foto responden dalam mengikuti kegiatan
pendidikan kesehatan tidak akan dipublikasikan.
2. Menghargai harkat dan martabat manusia
(respect for human dignity)
a. Hak untuk menentukan nasib sendiri (autonomy)
Responden berhak untuk mengikuti atau menolak penelitian
(autonomy). Peneliti tidak akan memaksa ataupun mempengaruhi
responden dengan cara apapun agar responden mau berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian. Selain itu peneliti juga menjamin bahwa
responden bebas dari segala jenis paksaan dan ancaman jika tidak
ingin melanjutkan proses penelitian dalam kegiatan penelitian serta
responden bebas dari segala jenis sanksi ataupun apapun yang
memberatkan serta perlakuan yang merugikan responden.
b. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap dan terbuka
(Informed consent)
38

Responden yang mengikuti penelitian mengisi lembar


informed consent, yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai
subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan
terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.
Responden juga berhak mendapatkan informasi yang tebuka dan
lengkap tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi, tujuan dan
manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian,
keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian
memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan subjek. Peneliti juga memberikan instrumen
yang sama kepada setiap responden dan meminta responden untuk
mengisi seluruh nomor dari yang diseiakan.

Anda mungkin juga menyukai