Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN, ARTI, TUJUAN PENERAPAN K3

(KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA)

PENGERTIAN
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “Health” yang saat ini tidak hanya
berarti terbebasnya seorang dari penyakit namun memiliki makna sehat secara fisik, mental
maupun sosial.
Sedangkan keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu “Safety” dan pada umumnya
dihubungkan dengan keadaan terbebasnya  seseorang dari peristiwa kecelakan (accident) atau
nyaris celaka (near-miss).
Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja  di dasari atas 3 pendekatan yaitu :
Pendekatan Filosofi :
keselamatan dan kesehatan kerja ( K3) merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah atau rokhaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil
dan makmur.
Pendekatan Ilmiah :
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan  suatu bidang keilmuan dimana kajian –
kajiannya  tidak hanya terbatas pada ilmu kesehatan dan keselamatan namun juga melakukan
pengkajian terhadap  ilmu – ilmu lain seperti : Higine industri, ergonomi, human faktor,
epidomologi, statistik, kedokteran, rekayasa , kimia, toksikologi, manajemen, hukum, sosial ,
perilaku dan lain – lain.
Pendekatan Praktis :
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan kajian – kajian praktis yang membahas
mengenai  upaya – upaya yang ditempuh untuk melakukan pencegahan atau memperkecil
timbulnya bahaya – bahaya (Hazard) dan resiko (Risk) terjadinya penyakit dan juga
kecelakaan.

TUJUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)


Sebagaimana  dinyatakan dalam pengertian K3 secara filosofi bahwa K3 ditujukan untuk
menjamin kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.
Oleh karena itu K3 yang memiliki tujuan untuk mencegah dan meminimalisir resiko
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin :
1. 1.Tenaga kerja dan orang disekitarnya yang berada di tempat kerja mendapatkan
jaminan perlindungan terhadap keselamatannya sehingga merasa nyaman dalam
bekerja.
2. Setiap sumber produksi yang digunakan dalam kegiatan operasinya dapat dipakai dan
dipergunakan secara efektif dan efisien.
3. Resiko dapat di minimalisir sehingga proses kegiatan operasional atau produksinya
dapat berjalan lancar.

DAMPAK KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA


Terkadang kita tidak begitu peduli dengan suara mesin yang sedang beroperasi, suara yang
mendengung dari spare part mesin yang longgar, ataupun obrolan orang-orang di tempat
umum yang membuat gaduh. Semua itu kita anggap biasa dan membiarkan fungsi tubuh kita
beradaptasi dengan kondisi seperti itu hingga pada akhirnya merasa terbiasa. Padahal kondisi
tersebut termasuk kondisi kurang nyaman dan tidak baik bagi kesehatan khususnya
pendengaran.
Di kota-kota besar kebisingan dari lalu lalang kendaraan pun cukup mengganggu. Bapedal
Kodya Bandung melaporkan, tiga sumber utama pencemaran udara adalah NO(x), debu, dan
kebisingan (Pikiran Rakyat, 31-8-1999).
Kasus lain dialami saat mendengarkan walkman atau menikmati musik di diskotik. Bunyi
yang diperdengarkan biasanya berintensitas tinggi namun orang yang mendengarnya tidak
merasa terganggu malah menikmatinya.Kebisingan yang ditimbulkannya setara dengan suara
mesin bor yang intensitasnya mencapai 96 dB. Bahkan hasil penelitian di Australia
menyebutkan, anak-anak yang sering mendengarkan walkman sejak usia 10-an tahun,
kemungkinan akan menderita tuli pada usia 30-an tahun.
Selain menimbulkan ketulian baik sementara maupun permanen, kebisingan juga dapat
menimbulkan dampak yang lain seperti terganggunya proses komunikasi, emosi di luar
kontrol, hingga masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya tekanan darah dan penyakit
jantung.

PENGERTIAN DAN JENIS KEBISINGAN


Adapun kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki dan
kehadirannya  dapat mengganggu kenyamanan dan membahayakan kesehatan manusia. Jika
kita tidak bisa menghindari adanya kebisingan maka yang dapat kita lakukan adalah
memperhatikan intensitas kebisingan dan lamanya kebisingan itu terjadi (waktu pemaparan) .
Intensitas kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan decibel
(dB).
Berdasarkan sumbernya, kebisingan dapat dibagi menjadi empat. Yang pertama, kebisingan
kontinyu berspektrum luas (misal: mesin, kipas angin, dan dapur pijar). Kedua, kebisingan
kontinyu dengan spektrum sempit (contoh: gergaji sirkuler dan katup gas). Kemudian ada
kebisingan impulsif, semisal tembakan bedil, meriam. Terakhir, kebisingan impulsif
berulang, seperti mesin tempa perusahaan.

NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN DAN ALAT UKURNYA


Masalah kebisingan ini tidak lepas dari perhatian pemerintah. Sebagai pembuat
kebijakan, pemerintah berwenang membuat aturan agar warganya terlepas dari masalah
kebisingan dan merasa terjamin kenyamanan dan kesehatannya. Untuk itu, pemerintah
mengeluarkan aturan mengenai nilai ambang batas/baku intensitas kebisingan.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, menyebutkan bahwa
NAB kebisingan adalah sebesar 85 dB dengan waktu pemajanan selama 8 jam/hari. Sasaran
dari peraturan ini adalah para pekerja yang pada umumnya bekerja selama 8 jam/hari dan
berlaku di tempat kerja. Apabila intensitas kebisingannya melebihi NAB maka waktu
pemajanannya diatur seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. NAB Kebisingan (Lampiran I.2. Permenakertrans ini)

Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan (dB)


8 jam 85
4 88
2 91
1 94

30 menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Sedangkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku
Tingkat  Kebisingan, menyebutkan adanya baku tingkat kebisingan yang berbeda di setiap
jenis tempat berdasarkan peruntukannya, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Baku Tingkat Kebisingan (Lampiran I Kepmenneg LH ini)


Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan Tingkat kebisingan dB (A)
a.   Peruntukan Kawasan,
     Perumahan dan Pemukiman 55
      Perdagangan dan Jasa 70
      Perkantoran dan Perdagangan 65
      Ruang Terbuka Hijau 50
      Industri 70
      Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
      Rekreasi 70
      Khusus
-     Bandar Udara
-     Stasiun Kereta Api 60
-     Pelabuhan Laut 70
-     Cagar Budaya
b.   Lingkungan Kegiatan,
       Rumah Sakit atau sejenisnya 55
       Sekolah atau sejenisnya 55
       Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Menurut Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan yang dihasilkan dari usaha atau
kegiatan manusia memberikan dampak yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk
lain dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap
kebisingan  untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Hal serupa pun dilakukan oleh Menteri Kesehatan yang mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona, sebagai berikut :
Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan
atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 – 45 dB.
Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45 – 55
dB.
Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan
sekitar 50 – 60 dB.
Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat
kebisingan 60 – 70 dB.

Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah sound level
meter. Alat ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan data. bentuknya dapat dilihat 
pada gambar berikut ini :
Sound Level Meter
Bisa juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan data, yaitu noise logging
dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian khusus untuk menggunakannya, termasuk untuk
menentukan titik pengukurannya.

DAMPAK KEBISINGAN
Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut dapat menimbulkan
dampak yang negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan, antara
lain  sebagai berikut :
a.  Dampak kebisingan intensitas tinggi,
 Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian. 
 Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti : meningkatnya tekanan darah dan tekanan jantung, resiko serangan
jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.
 Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi demikian
hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.

b.  Dampak kebisingan intensitas rendah


Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti
perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain. Kebisingan intensitas rendah
secara fisiologi tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun kehadirannya sering
dapat menyebabkan :
 Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi dan
produktivitas kerja.
 Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang
disebabkan karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan dan
depresi. Dapat pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan
gangguan tidur.
 Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
 Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-tiba. Meskipun
denging itu akan hilang dalam beberapa jam, namun bisa dijadikan sebagai
indikator rusaknya pendengaran.

PENGENDALIAN KEBISINGAN
Kebisingan terjadi karena ada sumber bising, media pengantar (berbentuk materi atau
udara), dan manusia yang terkena dampak. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan
terhadap salah satu bagian di atas atau ketiga-tiganya. Tapi sebelum melakukan pengendalian
sebaiknya dilakukan dulu pengukuran.
Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau
mereparasinya, dapat pula dengan menempatkan peredam pada sumber getaran. Tetapi
alternatif ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya membutuhkan biaya yang tinggi.
Sedangkan pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan memberi
pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau
melapisi dinding, plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara, seperti busa, ijuk, dll.
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanggulangannya bisa dengan membuat jalur
hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat mengurangi suara bising, walau sejauh
ini belum ada penelitian berapa besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah pohon.
Pengendalian kebisingan bisa juga dilakukan dengan memproteksi telinga dengan
menggunakan APD (alat pelindung diri). Ada tutup telinga (ear muff), ada juga sumbat
telinga (ear plug). Tutup telinga biasanya lebih efektif daripada sumbat telinga. Kalau tutup
telinga bisa menurunkan kebisingan antara 25 - 40 dB, kemampuan sumbat telinga lebih
kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet dapat menurunkan kebisingan 18 - 25 dB. Apalagi
bahan cotton wool yang hanya menurunkan 8 dB. Gambar APD di atas dapat dilihat pada
gambar berikut :
Ear Muff

Ear Plug

Kebisingan kelihatannya wajar bagi sebagian orang, namun dampaknya bisa luar biasa jika
dibiarkan. Dampak yang paling terlihat adalah terganggunya indera pendengaran baik yang
sementara maupun permanen/ketulian. Dampak yang lainnya yaitu adanya gangguan
kesehatan seperti meningkatnya tekanan darah, penyebab penyakit jantung, gangguan
pencernaan, stres, depresi, dll. Masalah sosial juga dapat terjadi, sebagai akibat meningkatnya
emosi masyarakat karena merasa terganggu kenyamanannya. Selain itu, kebisingan juga
dapat menurunkan kinerja pekerja akibat timbulnya kelelahan dini, hilangnya konsentrasi dan
gangguan komunikasi. Menurunnya kinerja pekerja berdampak pada terganggunya
perekonomian negara. Untuk menghindari permasalahan di atas perlu dilakukan upaya
pengendalian terhadap kebisingan yang terjadi disertai dengan komitmen kuat dari semua
pihak yang terkait untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat.
Daftar pustaka:

·           Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang


Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
·           Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku
Tingkat  Kebisingan
·           Peraturan Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang Kebisingan Yang
Berhubungan Dengan Kesehatan
ARTIKEL TENTANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
SERTA DAMPAK KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA
DISUSUN OLEH :
ESTI KRISTANTI. S.KEP

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG


DINAS TENAGA KERJA
TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai