NIM : 21116054
A. Latar Belakang
Jakarta Timur adalah nama sebuah kota administrasi di sebelah timur Daerah Khusus
Ibukota Jakarta yang memiliki area seluas 188,03 km2 dengan populasi penduduk
pria 1.413.062 jiwa dan wanita 1.378.010 jiwa. Kota Jakarta timur memiliki 1
Kawasan industri di Pulogadung. Pesatnya pembangunan di Jakarta Timur, baik dari
sektor industri maupun ekonomi menyebabkan bertambahnya penduduk yang
menetap di Jakarta Timur. Padahal masih terdapat permasalahan yang dihadapi oleh
Jakarta Timur. (Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Timur, 2013) Salah satu
permasalahan yang saat ini masih menjadi topik utama adalah mengenai akses jalan
transportasi yang berkaitan erat dengan kemacetan di hampir seluruh jalan di Jakarta.
Transportasi merupakan sarana penunjang yang penting untuk mendukung kelancaran
perekonomian. Tanpa didukung kelancaran transportasi perkembangan perekonomian
tidak akan tumbuh pesat. DKI Jakarta sudah tidak mampu dan tidak seimbang dengan
pertumbuhan volume kendaraan yang melewati jalan tersebut, sehingga
mengakibatkan terjadinya kemacetan dan mengganggu aktifitas masyarakat maupun
distribusi barang dan jasa. Usaha pemeliharaan akan berlangsung secara optimal jika
disertai dengan usaha yang lain, seperti pembangunan sarana infrastruktur baru,
perbaikan manajemen lalu lintas kota, dan peningkatan mutu sarana dan infrastruktur
yang sudah ada. Pembangunan Jalan Tol Becakayu merupakan salah satu solusi
kemacetan yang terjadi di area penghubung antar daerah tersebut sehingga dapat
diatasi. Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) adalah jalan tol
berkonstruksi layang yang dibangun di atas sungai Kalimalang di Jakarta Timur dan
Bekasi untuk mengurai kemacetan di sekitar Kalimalang. Jalan tol ini dimulai
pembangunannya pada tahun 1996 oleh PT Kresna Kusuma Dyandra Marga, namun
terhenti dua tahun kemudian akibat krisis moneter yang melanda. Jalan tol Becakayu
menelan biaya investasi Rp 7,2 triliun, biaya konstruksi Rp 4,785 triliun, biaya
pembebasan tanah Rp 449 miliar, dan masa konsesi 45 tahun (sejak SPMK). Investor
dan 2 pengelola Tol Becakayu adalah PT Waskita Toll Road, anak usaha dari PT
Waskita Karya (Persero) Tbk yang memegang 60 persen saham PT Kresna Kusuma
Dyandra Marga. Dalam pembangunan jalan tol berkonstruksi layang terdapat salah
satu pekerjaan penting, yaitu pengangkatan pierhead (erection). Pekerjaan erection
pierhead precast membutuhkan perencanaan maupun kesiapan dari alat berat (crawler
crane) dan lifting aksesoris karena keselamatan adalah poin penting untuk
dipertimbangkan saat proses pekerjaan erection pierhead, sehingga dapat
meminimalisir tingkat resiko kecelakaan kerja yang ditimbulkan dari pekerjaan
erection pierhead. Laporan tugas akhir ini membahas tentang metode pelaksanaan
erection pierhead precast dengan analisis rigging plan pada proyek pembangunan
jalan tol layang Bekasi – Cawang – Kampung Melayu (Becakayu).
Bekasi menurut literatur dan cerita ayah penulis yang mulai menetap sejak tahun
1980an, dahulunya merupakan kawasan pertanian, salah satu lumbung padi terbesar
selain karawang. Secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,
tetapi beberapa orang sudah menganggap Bekasi merupakan bagian dari Jakarta,
mungkin asumsi ini berangkat dari fasad kota yang terlihat seperti Jakarta dan
kemungkinan disebabkan karena berbatasan langsung dengan Ibukota. Secara
geografis kota ini terletak pada sebelah timur Kota Jakarta. Posisinya yang berbatasan
langsung dengan ibukota ini yang menyebabkan mengapa kota ini memiliki
pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat dalam beberapa dasawarsa ini. letak
geografis tidak hanya menyebabkan wilayah Bekasi pesat dari segi pembangunan
ekonomi maupun infrastruktur, tetapi juga diiringi dengan selalu meningkatnya
pertumbuhan penduduk di tiap tahunnya. Statistik mencatat total penduduk yang
menempati Bekasi berjumlah 2,5 juta jiwa jumlah tersebut merupakan warga asli atau
yang sudah tercatat dan menjadi bagian penduduk Kota Bekasi, belum ditambah dari
wialayah kabupaten serta kaum urban yang selalu menambah sesak jumlah penduduk
bekasi secara keseluruhan.
Pada kawasan-kawasan pusat Kota Bekasi misalnya sudah banyak berdiri
apartemen-apartemen yang menjulang tinggi, lahan yang terbatas menjadikan
bangunan ini banyak merebak di wilayah pusat kota. Belum lagi pusat-pusat
perbelanjaan yang banyak merebak. Tiap jengkal tanah yang ada di Kota Bekasi
sudah mencapai pada harga yang tidak masuk akal, tetapi masih lebih murah
dibanding Jakarta. Semua adalah hal-hal imbas negatif dari letaknya yang berdekatan
dengan Jakarta. Kebanyakan dari pekerja Jakarta menjadikan Bekasi “tempat tinggal”
karena keterbatasan hunian dan mahalnya nominal yang harus dikeluarkan untuk
sekedar “tidur” di Jakarta. Sehingga menyebabkan Bekasi menjadi sasaran hunian
dan tempat primadona untuk bermukim.
Arus mobilisasi yang tinggi perharinya dapat dirasakan dan dilihat secara langsung di
tiap ruas-ruas jalan yang menghubungkan antara Bekasi dan Jakarta. Tak kurang dari
2,5 juta jiwa berpindah setiap harinya melalui jalan utama, jalan arteri, jalan tol, serta
kereta komuter. Untuk memfasilitasi hal tersebut pemerintah sudah memfasilitasi
dengan banyak membangun ruas-ruas tol. Tercatat ada 6 akses masuk tol yang ada
pada kawasan ini untuk menuju jakarta. Terbagi kedalam 3 tol berada pada kabupaten
bekasi dan 3 tol lagi berada dalam Kota Bekasi. Namun itu tidak cukup untuk
menampung banyaknya kapasitas kendaraan yang dibawa kaum urban menuju
jakarta. Tidak jarang sering kali kita mendengar di media-media elektronik bahwa
sering kali terjadi kemacetan pada arah menuju jakarta begitupun arah sebaliknya.
Fenomena ini sudah biasa terjadi pada Bekasi. Tidak hanya pada jalan utama maupun
arteri, tol pun yang notabene sebagai jalan yang bebas hambatan mengalami
kemacetan. Tak tanggung-tanggung kemacetan bisa terjadi sampai 2-3 jam. Padahal
jika kendaraan tidak teralalu padat kendaraan, rute terdekat Bekasi-Jakarta Timur
(kawasan cakung) misalnya, dapat ditempuh hanya dengan 30 menit. Tetapi dalam
kondisi padat ini bisa memakan waktu 1-2 jam lamanya. Sangat-sangat tidak efisien.
Berkaca pada kondisi umum yang ada diatas perlu kiranya penambahan ruas-ruas
jalan baru demi memecah kemacetan yang ada serta meminimalisir waktu tempuh
para kaum urban. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada ruang untuk
penambahan lahan jalan? Jika hanya sekedar pelebaran jalan tentu tidak terlalu
membantu untuk mengurangi volume jumlah kendaraan yang menjadi sumber
kemacetan. Tentunya seperti pada pengantar diatas bahwasanya permukiman
perkotaan memiliki keterbatasan lahan dan sulit untuk menemukan ruang-ruang baru
karena sudah diisi penuh untuk kawasan permukiman dan perdagangan. Sehingga
solusi yang tercipta adalah pembuatan flyover di area-area jalan raya. Kebijakan ini
direalisasaikan dengan pembuatan jalan tol dengan menggunakan flyover pada area
Bekasi, Cakung (wilayah jakarta bagian timur) dan Kampung Melayu (wilayah
jakarta timur) atau disingkat becakayu.
Lahan yang digunakan dalam pembuatan tol ini menggunakan salah satu jalan
arteri yang melintasi kawasan kalimalang (sebagaian wilayah jakarta timur dan
sebagian wilayang bekasi barat). Lintasan dan lokasi yang terbatas ini lah yang
menyebabkan salah satu pilihan strategis yang paling dekat dengan jakarta adalah
melalui jalan ini. Mungkin bisa untuk membentangkan jalur-jalur tol baru tetapi yang
menjadi permasalahan selanjutnya adalah tentang pembebasan lahan. Kota bekasi
dengan penduduk mencapai 2,5 juta jiwa bisa dikatakan sudah sangat sangat padat
permukiman. Satu satunya hal yang memungkinkan adalah tetap melawati area jalan
tersebut atau dengan membuat tol layang diatas tol yang sudah ada karena akan lebih
ekonomis dalam segi anggaran1.
Berdasarkan situs resmi pekerjaan umum, tol layang Becakayu ini sejauh 21,04
kilomter (km) yang menghubungkan Jakarta dengan Kota Bekasi. Total investasi di
Tol Becakayu mencapai Rp 7,2 triliun. Dalam hal ini pemerintah Kota Bekasi hanya
berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Jakarta dan Kementerian PU untuk
pengosongan lahan yang akan dibangun tiang pancang tol Becakayu 2. Hal ini juga
tertuang pada Rencana Tata Ruang Wialayah Kota Bekasi dengan rentang waktu dari
tahun 2011 sampai 2031. Didalamnya disebutkan pada bagian ketiga pasal 10 ayat 1
dan 2 yang berbunyi sebagai berikut 3 :
1. Rencana pengembangan sistem transportasi darat sebagaimana tercantum dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a meliputi : pengembangan sistem jaringan jalan,
manajemen lalu intas, dan pengembangan sistem jaringan kereta api;
2. Rencana pengembangan sistem jaringan jalan sebagaimana tercantum pada ayat
(1), meliputi :
a. rencana pembangunan jalan (commitment plan) regional strategis yang
melintasi atau berada di Kota Bekasi, yaitu :
1. pengembangan jaringan jalan tol Bekasi - Cawang - Kampung
Melayu/Becakayu melalui koridor Kalimalang - Jalan Ahmad Yani sampai Jalan
Agus Salim;
Jika dilihat dari konteks perda diatas, pembangunan tol becakayu merupakan
bagian dari rencana pembangunan jangka panjang yang di miliki Kota Bekasi.
Pembangunan Jangka Panjang biasanya mencakup jangka waktu 20 tahun. Rencana
Jangka Panjang (Long Term Planning) biasanya juga disebut sebagai perencanaan
perpektif (Perpective Planning) yang berisikan pembangunan secara umum. Dengan
kata lain, perencanaan jangka panjang berisikan pandangan jauh ke depan tentang
kerangka pembangunan (Blueprint) yang disusun sesuai dengan aspirasi masyarakat
secara umum. Karena itu, perencanaan jangka panjang lebih bersifat makro dan tidak
sampai pada program kegiatan setiap hari secara rinci (Sjafrizal : 31).
Wajar kiranya proyek ini sempat terhenti dan tersendat-sendat karena bukan
merupakan prioritas pembangunan jangka pendek yang dimiliki Kota Bekasi.
Mungkin salah satu alasan mengapa proyek ini dimulai kembali pekerjaannya karena
didasari akan kebutuhan sarana jalan tambahan. Kemacetan di Kota Bekasi seolah
sudah menjadi tradisi yang sudah dimaklumi oleh masyarakat yang tinggal
didalamnya. Kemacetan dalam wajah kota dari sudut manapun juga sulit jika kita
nilai sebagai sebuah hal positif, justru malah bersifat sebaliknya. Banyak kerugian-
kerugian yang ditimbulkan akibat permasalahan ini. Statistik yang dikeluarkan Dinas
Perhubungan DKI Jakarta yang di lansir harian kompas4 (13/3) mencacat bahwa
Jakarta setiap hari kedatangan 3,67 juta jiwa yang membawa 1,91 juta kendaraan
pribadi. Dari jumlah itu, sekitar 36 persen atau 1,33 juta jiwa yang membawa 700.000
kendaraan pribadi berasal dari Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Angka-angka
tersebut menunjukan fakta bahwa kemacetan bukan hanya didasari atas kepadatan
penduduk semata tetapi juga jumlah kendaraan yang sangat banyak. Padahal ruas dan
volume jalan yang ada terbatas sekali.
Selain atas asas kebutuhan pembangunan akan jalan juga didorong dari
keinginan Pemerintah Kota Bekasi yang mencanangkan pada tahun 2015 sebagai
tahunnya pembangunan infrastruktur. Mengingat pendapatan daerah yang selalu
meningkat ditiap tahunnya. Sepertinya pemerintah Kota berupaya melakukan
investasi jangka panjang demi menunjang tumbuh kembangnya perekonomian
dikawasan bekasi yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya pemasukan
daerah dimasa-masa yang akan datang.
Memang tidak dapat dipungkiri proyek pembangunan ini meski melibatkan
Bekasi sebagai area terdampak tetapi tidak lantas pembagian proyek seutuhnya
diserahkan oleh pemkot bekasi. Pemerintah Kota Jakarta nampaknya lebih berperan
besar dalam program pengembangan jalan ini. Kemudian yang menjadi pertanyaan
adalah apakah benar-benar sudah ada kesepakatan penuh dari pemerintah daerah
bekasi dan pusat?5 . berdasar sumber media cetak maupun perda terkait pembangunan
tata ruang kota bekasi tidak dijelaskan secara detail bentuk kesepahaman kerjasama
antar pemerintah daerah, mengingat konteks perda tersebut juga berupa perencanaan
jangka panjang seperti yang dijelaskan diatas. Jadi untuk perincian unit-unit
pengerjaan sampai pada nota kesepahaman pembangunan antar pemerintah tidak
tertera. Namun dengan melihat fakta yang ada dilapangan bahwa proyek tersebut
kembali dilanjutkan dan juga tidak ada permasalahan ataupun memiliki masalah yang
diangkat media, penulis mengasumsikan bahwa kesepakatan pembangunan sudah
terjadi jauh sejak era pemerintahan Rahmat effendi dan Akhmad Syaikhyu 6.
Penulis tidak memahami secara mendetail bagaimana proyek kerjasama antar
pemerintah ini berjalan. Tetapi jika dianalisis dari perkembangan berita sampai pada
saat ini (April 2015) kerjasama yang terbentuk hanya sebatas pendukung saja, seperti
sterilisasi lahan proyek yang kini menjadi lahan hunian bagi beberapa penduduk.
Mengingat dari segi anggaran serta kewenangan pemerintah daerah terbatas dalam
proyek-proyek besar seperti ini. Padahal pemerintah daerah juga memiliki
kepentingan besar pula terutama untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang
menjadi makanan sehari-hari Kota Bekasi.
1. Dampak positif
Proyek Tol yang mulai kembali digarap pada tahun 2015 ini menuai berbagai
macam persepsi dikalangan masyarakat. Keterbatasan lahan untuk membuat jalan
menuju kota Jakarta selalu menjadi persoalan yang seolah tidak ada solusinya. Demi
menyiasatinya pemerintah telah menerapkan pembuatan Tol Layang atau dengan
membuat jalan raya bertingkat jika dieksplisitkan secara sederhana. Penambahan rute
transportasi ini diharapkan mampu mengurai masalah kemacetan di ruas-ruas jalan
menuju jakarta. Setidaknya ada beberapa hal menurut analisa penulis yang perlu
diperhatikan sebagai dampak dibangunnya jalan bebas hambatan ini.
2. Dampak negatif
Dua hal diatas dapat dikategorikan sebagai dampak positif dibangunnya jalan tol
becakayu. Penambahan insfrastruktur jalan akan mengurai kemacetan yang ada
disekitaran jalur penghubung Bekasi dan Jakarta, juga secara langsung maupun tidak
langsung akan meningkatkan perekonomian kawasan bekasi menjadi kawasan yang
bernilai komersial tinggi. Namun, jika dianalsis lebih dalam lagi, solusi penambahan
lahan jalan ini dapat dikatakan hanya bersifat sementara semata. Kemacetan memang
terurai tetapi jika tidak dibarengi dengan pengendalilan jumlah penduduk serta
pembatasan kepemilikan kendaraan ini akan terasa percuma. Bukan hal mengejutkan
bila pasca diberlakukannya jalan setelah 1-2 tahun keadaan jalan akan sama macetnya
dengan keadaan sekarang. Dengan kata lain pembangunan yang dilakukan tidak sama
sekali masuk dalam kategori berhasil memecahkan permasalahan karena tidak
mengena pada akar masalah. Adapun dampak negatif lain yang ditimbulkan dari
penerapan kebijakan ini dapat timbul beragam, berikut penjelasannya :
2.1 Dampak Lingkungan
Pembangunan Tol layang ini salah satu bagiannya terletak di area resapan atau
sodetan menuju banjir kanal timur (BKT). Dengan asumsi lahan yang digunakan
sebagai salah satu kawasan serapan air berarti akan ada kencenderungan
menimbulkan masalah lain yaitu banjir.