Wabah Kolera Melanda Hindia Belanda: Britannica Menyebut Bahwa Penyakit Yang Diduga Sebagai
Wabah Kolera Melanda Hindia Belanda: Britannica Menyebut Bahwa Penyakit Yang Diduga Sebagai
NIM: 1175010069
Kelas : SPI 6B
Meski begitu, sebelum abad ke-19, sangat sedikit catatan tentang penyakit ini.
Sebagian besar pengetahuan tentang penyakit ini nisbi baru terkuak pada abad ke-19
hingga awal abad ke-20. Di saat yang sama kolera telah mengglobal dan jadi epidemi
di mana-mana.
Sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20, pandemi kolera setidaknya
meledak dalam enam gelombang. Gelombang pertama bermula di India sekira 1817.
Wabah lalu menyebar ke negeri-negeri yang punya hubungan dagang dengan India
melalui Bengal. Burma dan Sri Lanka adalah yang pertama kali terpukul. Tiga tahun
kemudian epidemi dilaporkan telah menggigit Siam (Thailand) dan Hindia Belanda.
Wabah juga dilaporkan berjangkit hingga ke Turki dan Afrika utara.
“Pandemi ketiga adalah yang dianggap paling mematikan. Diperkirakan meletus pada
1852 di India dan menyebar cepat melalui Persia (Iran) ke Eropa, Amerika Serikat,
dan kemudian seluruh dunia," tulis Britannica.
Gelombang pandemi keempat (1863), kelima (1881), dan keenam (1899-
1923) tidak separah tiga gelombang sebelumnya. Meski begitu, di tiap negara yang
terserang kolera tetap memakan korban jiwa hingga ratusan ribu orang. Selepas itu,
berkat penemuan vaksin dan semakin gencarnya kampanye pola hidup sehat, citra
kolera sebagai penyakit mematikan perlahan pudar.
Epidemi
“Kolera mulai masuk ke wilayah Jawa pada tahun 1819 akibat hubungan dagang
antara India dan Jawa melalui Malaka. Daerah yang pertama terindikasi penyakit
kolera adalah daerah di sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Batavia, Semarang,
hingga Surabaya," tulis Usman Manor dalam skripsi di Program Studi Ilmu Sejarah
FIB UI bertajuk Wabah Kolera di Batavia 1901-1927 (2015: 33).
Padahal kondisi lingkungan yang buruk dan permukiman yang semakin padat
adalah lahan subur bagi berkembangnya kuman penyakit kolera. Lain itu,
keterbatasan pengetahuan terkait muasal penyakit dan cara terbaik menanganinya
membuat kolera makin sulit dibendung. Kuman kolera, Vibrio cholerae, baru berhasil
diidentifikasi pada 1883. Bahkan, sampai setidaknya 1860-an, tenaga kesehatan
masih berdebat apakah kolera itu penyakit menular atau bukan.
“Sejak awal abad ke-19 dan seterusnya, kaum medis profesional berjuang mencegah
pecahnya wabah kolera, tapi meraba-raba dalam gelap, mencari-cari penyebab
penyakit mematikan ini," tulis Patrick Bek dalam Gelanggang Riset Kedokteran di
Bumi Indonesia: Jurnal Kedokteran Hindia-Belanda 1852-1942 (2019: 148).
Runyamnya kondisi saat itu bisa dibaca dari catatan Roorda van Eysinga yang
dikutip Susan Blackburn dalam Jakarta: Sejarah 400 Tahun (2011). Di saat epidemi
pecah, ada 160 orang mati dalam satu hari. Banyaknya pasien kolera di Batavia
bahkan sampai membuat tenaga medis yang jumlahnya tak seberapa saat itu
kewalahan.
“Saya beruntung tidak terjangkit dan melihat banyak pasien saya yang kembali sehat.
Namun saya kelelahan hingga hampir tak dapat terus bekerja. [...] Kondisi
menyedihkan mereka membuat perawatan ini menjadi pekerjaan yang tak tertahankan
dan dapat dikatakan sangat menyengsarakan," catat van Eysinga sebagaimana dikutip
Blackburn (hlm. 101).
“Hal ini membuat tahun 1910 dan 1911 dianggap sebagai tahun kolera," tulis Usman
(hlm. 40),
Referensi:
https://www.britanica.com
https://tirto.id/.