Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola hidup tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi

berbagai bahan makanan yang mengandung bahan pengawet telah menyebabkan

meningkatnya insiden penyakit tidak menular seperti penyakit stroke, diabetes, dan

berbagai gangguan sistem kardiovaskuler dimana faktor risiko utama dari penyakit

mematikan tersebut adalah karena efek dari meningkatnya tekanan darah di atas normal

atau disebut dengan hipertensi dan dikenal juga sebagai silent-killer atau pembunuh tak

terlihat yang jarang menimbulkan gejala (WHO, 2013). Hipertensi adalah isu kesehatan

masyarakat yang sangat penting. World Health Organization mengidentifikasi bahwa

tekanan darah di atas normal sebagai penyebab 62% penyakit serebrovaskular dan 49%

penyakit jantung iskemik di seluruh dunia (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).

Saat ini penderita hipertensi di dunia mencapai sekitar 970 juta orang dan pada

tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 1,56 milyar orang dewasa yang hidup dengan

tekanan darah tinggi. Di Amerika Serikat hipertensi merupakan diagnosa primer yang

umum karena menyerang hampir 50 juta penduduk dimana sekitar 69% orang dewasa

yang telah melewati 18 tahun sadar akan hipertensi yang mereka derita dan 58% dari

mereka dirawat, tetapi hanya 31% yang terkontrol. Prevalensi hipertensi di benua

Amerika lebih rendah dibandingkan di benua Eropa, dimana prevalensi hipertensi di

Amerika Serikat 20,3% dan Kanada 21,4% sedangkan di beberapa Negara Eropa seperti

Swedia 38,4%, Italia 37,7%, Inggris 29,6%, Spanyol 40% dan Jerman 55,3% (WHO,

2018). 1

Prevalensi hipertensi secara nasional terjadi peningkatan yaitu dari 7,6% pada

tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Sementara itu, berdasarlan laporan utama

hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa pada pengukuran penduduk umur ≥18 tahun
prevalensi hipertensi kembali terjadi peningkatan cukup signifikan dimana pada tahun

2013 adalah sebesar 25,8% menjadi 34,1% di tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi hipertensi nasional didasarkan usia tertinggi terjadi pada usia >75 tahun yaitu

sebesar 27,9%, 65-74 tahun 26,4% dan usia 55-64 tahun 20,5%. Hasil Riskesdas 2018

belum mempublikasikan laporan per Provinsi sehingga prevalensi hipertensi untuk tiap

provinsi masih merujuk pada hasil Riskesdas 2013 dimana prevalensi hipertensi yang

terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2007 adalah sebesar 5,2% dan pada tahun 2013

meningkat menjadi 7,4% (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Puskesmas

Kota Metro menunjukkan bahwa penyakit hipertensi merupakan penyakit yang

menempati urutan pertama dimana pada tahun 2015 ditemukan sebesar 895 pasien, tahun

2016 meningkat menjadi 12.985 pasien, tahun 2017 kembali mengalami peningkatan

menjadi 14.781 pasien. Sementara berdasarkan tercatat di Kasie Surveilans &

Epidemiologi Dinas Kesehatan Kota Metro menunjukkan bahwa jumlah kasus baru

hipertensi pada laporan terakhir 2018 ditemukan sebanyak 1.839 kasus, dari jumlah

tersebut 1.056 diantaranya terjadi pada lansia yang tersebar di 11 (sebelas) Puskemas dan

tertinggi terjadi di Puskesmas Metro Pusat yaitu mencapai 481 kasus (26,2%) dan

terendah di Puskesmas Karangrejo 76 kasus (4,1%) (Dinkes Kota Metro, 2018).

Penyakit hipertensi apabila tidak ditanggulangi maka dalam jangka waktu panjang

dapat berdampak terhadap kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi diantaranya dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Komplikasi hipertensi otak dapat

menimbulkan risiko stroke. Selain itu, peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan ginjal serta dapat mengakibatkan terjadinya retinopati dan dapat

menimbulkan kebutaan (Wijaya & Putri, 2013).


Penyebab meningkatnya angka kejadian hipertensi dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang meliputi faktor risiko yang dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat

dikenalikan. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dikendalikan mencakup faktor

genetik, riwayat keluarga, usia, dan ras. Sementara, faktor risiko hipertensi yang dapat

dikendalikan diantaranya adalah asupan tinggi natrium, asupan rendah kalium, rendah

kalsium, rendah magnesium, obesitas, alkohol, perilaku merokok, resistensi insulin, dan

stres (LeMone et al., 2016). Peningkatan tekanan darah juga berkaitan dengan kualitas

tidur dimana penderita hipertensi seringkali terbangun pada pagi hari dan mengalami

kelemahan (Potter & Perry, 2010a). Hingga 25% individu dengan hipertensi akan

mengalami Obstruktive Sleep Apnea Syindrom (OSAS), hubungan gangguan tidur OSAS

telah didokumentasikan menjadi faktor risiko hipertensi (Black & Hawks, 2014b).

Individu yang memiliki kualitas tidur buruk akan mengalami penurunan tingkat

kekebalan dan mudah mengalami stres (Hawari, 2011).

Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

Hubungan antara stres dengan hipertensi di duga melalui aktivitas saraf simpatis,

peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu)

(Haryono & Setianingsih, 2013). Kualitas tidur sendiri merupakan sebuah ukuran dimana

seseorang dapat memulai tidur dan mempertahankan tidur yang digambarkan dengan

lama waktu tidur, dan keluhan-keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun setelah

terbangun dari tidur. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan

kembali kesehatannya. Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan

kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya (Tarwoto & Wartonah,

2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada penderita hipertensi dimana pada hasil uji

Somers’d didapatkan p-value 0,03 (p< 0,05) dengan nilai koefisien korelasi sebesar
0,213 artinya semakin buruk kualitas tidur penderita hipertensi maka tekanan darah akan

semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Islami (2015) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat stres dengan tekanan darah penderita hipertensi dimana

pada hasil uji korelasi koefisien kontingensi didapatkan p-value 0,000 (p< 0,05) dengan

arah korelasi positif r=0,476 artinya semakin tinggi tingkat stres akan semakin

meningkatkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan tingkat stres dan kualitas tidur terhadap tekanan

darah penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Meningkatnya angka kejadian hipertensi terkait dengan berbagai faktor diantaranya

tingkat stres dan kualitas tidur. Rumusan masalah penelitian yaitu “adakah hubungan

tingkat stres dan kualitas tidur terhadap tekanan darah penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

stres dan kualitas tidur terhadap tekanan darah penderita hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Metro Pusat tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik penderita hipertensi (jenis

kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Metro

Pusat tahun 2019.


b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kualitas tidur penderita hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat stres penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tekanan darah penderita hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019

e. Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap tekanan darah penderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019.

f. Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap tekanan darah penderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019

D. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif studi survei

analitik, desain yang digunakan cross sectional dengan uji Somers’d. Objek penelitiannya

yaitu hubungan tingkat stres dan kualitas tidur dengan tekanan darah penderita

hipertensi, sedangkan sebagai subjek penelitian ini adalah 83 responden yang diambil

secara purposive sampling. Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas

Metro Pusat, waktu penelitian setelah proposal disetujui.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat/Aplikatif

Diharapkan penelitian ini mampu menambah informasi bagi masyarakat

khususnya tentang hubungan tingkat stres dan kualitas tidur terhadap tekanan darah,

sehingga masyarakat pada umumnya dapat melakukan upaya pencegahan dengan

melakukan relaksasi dan meningkatkan kualitas tidur.

2. Bagi Institusi
Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan masukan dalam meningkatkan

pengetahuan bagi peneliti tentang hubungan tingkat stres dan kualitas tidur terhadap

tekanan darah penderita hipertensi serta dapat menjadi tambahan bahan bacaan dan

informasi sebagai bagian dari pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai data awal

untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hipertensi.

3. Bagi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

mengembangkan penelitian yang lebih lanjut serta dapat menjadi data awal untuk

melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai