Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

“Teori Asosiasi dari Edward L. Thorndike”

Oleh :

Kelompok 3

Nur Saniyah Nada 332018004

Dosen Pengampu :

1. Dr. H. Rusdy A. Siroj, M.Pd.


2. Heru, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan inayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas strategi pembelajaran matematikan yang
berjudul “teori asosiasi dari Edward Lee Thorndike” tepat pada waktunya.
Sholawat serta salam tidak lupa untuk selalu kita haturkan kepada junjungan kita nabi agung,
nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT, yakni syariah agama
islam yang sempurna dan merupakan suatu karunia yang paling besar bagi seluruh alam
semesta.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas strategi
pembelajaran matematika pada program studi matematika. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori asosiasi dari Edward Lee Thorndike bagi
para pembaca dan penulis. Penulis harap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap
pembaca.
Palembang, 18 Maret 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik beljar
atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran
merupakan usaha menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Kegiatan belajar
hanya bisa berhasil jika peserta didik aktif mengalami sendiri proses belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang penting dalam bidang
pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori-teori yang memunculkan
adanya belajar. Dari zaman dahulu, para ilmuan terus mengembangkan teori-teori belajar
sebagai temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran mereka. Era globalisasi telah
membawa berbagai perubahan yang memunculkan teori-teori yang telah ada
sebelumnya. Akan tetapi kita sebagai insan tidak bisa bertolak dengan adanya teori
belajar yang telah ada sebelumnya.
Dengan perkembangan psikologi dalan pendidikan, maka bermunculan pula
berbagai teori tentang belajar, justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya
pengetahuan tentang belajar.
Teori yang dikemukakan oleh penganut aliran behaviorisme ini sangat cocok
digunakan untuk mengembangkan pengetahuan siswa yang berhubungan dengan
pencapaian hasil belajar (pengetahuan).
B. Rumusan Masalah.
1. Siapakah Edward Lee Thorndike ?
2. Apa saja konsep teoritis utama dari teori behaviorisme oleh Edward Lee Thorndike ?
3. Apa implementasi teori oleh Edward Lee Thorndike dalam pembelajaran ?
C. Tujuan.
Tujuan penulis membuat ini adalah :
1. Untuk mengetahui biografi tentang Edward Lee Thorndike.
2. Untuk mengetahui konsep teoritis utama dari teori behaviorisme oleh Edward Lee
Thorndike.
3. Untuk mengetahui implementasi teori oleh Edward Lee Thorndike dalam
pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Edward Lee Thorndike.
Edward Lee Thorndike adalah seorang Psikolog Amerika yang menhabiskan hampir
seluruh karirnya di Teachers College, Columbia University. Karyanya dibidang psikologi
perbandingan dan proses pembelajaran membuahkan teori koneksionisme dan membantu
meletakkan dasar ilimah untuk psikologi pendidikan modern. Dia juga bekerja di
pengembangan sumber daya manusia ditempat industri, sperti ujian dan pengujian
karyawan. Dia adalah anggota dewan dari Psycological Corporation dan menjabat
sebagai presiden dari America Psycological Association pada tahun 1912. [ CITATION
Fei20 \l 1057 ]
Thorndike lahir di Wiliamsbung, Massachusetts, adalah anak dari seorang pendeta
metodis di Lowell, Massachuestts. Thorndike luus dari The Roxbury (1891), di West
Roxbury, Massachusetts dan Wesleyan Universiy (1895). Ia mendapat gelar MA di
Harvard University pada tahun 1897.[ CITATION Fei20 \l 1057 ]
B. Konsep Teoritis Utama.
1. Koneksionisme.
Thorndike menyebut asosiasi antara kesan indrawi dan implus dengan tindakan
sebagai ikatan atau koneksi. Cabang-cabang asosiasionisme sebelumnya telah
berusaha menunjukkan bagaimana ide-ide menjadi saling terkait ;jadi pendekatan
Thorndike cukup berbeda dan dapat dianggap sebagai teori belajar modern pertama.
Penekanannya pada aspek fungsional dari perilaku terutama dipengaruh oleh Darwin.
Teori Thondike bisa dipahami sebagai kombinasi dari asosiasionisme, Darwinisme
dan metode ilmiah.
2. Pemilihan dan Pengaitan.
Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error
learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and
connecting (pemilihan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide dasar ini melalui
eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan kedalam perangkat yang telah ditata
sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan jenis respons tertentu ia bisa
keluar dari perangkat itu. Perangkat tersebut ialah kotak kerangkeng kecil dengan
galah yang diletakkan ditengah atau sebuah rantai yang digantung diatas. Hewan bisa
keluar dengan mendorog galah atau menarik rantai itu. Namun ada tata-situasi yang
mengharuskan hewan melakukan serangkaian respons yang kompleks sebelum ia bisa
keluar dari kotak. Respons yang berbeda dilakukan dalam waktu yang berbeda-beda
dalam percobaan Thorndike ini, namun idenya tetap sama hewan itu harus melakukan
tindakan tertentu sebelum ia dapat keluar dari kotak. Kutipan dibawah ini berasal dari
Animal Intelligence(1911) yang manunjukkan contoh percobaannya dengan kotak
teka-teki.
Semua perilaku kucing, kecuali kucing nomor ke-11 dan nomor ke-13, selalu sama.
Ketika dimasukkan kedalam kotak, seekor kucing akan menunjukkn tanda-tanda gelisah
dan muncul dorongan untuk keluar dari kerangkeng, ia berusaha menerobos lewat pintu;
ia mencakar dan mengigit kerangkeng atau kawat; ia menjulurkan cakarnya keluar dari
sela-sela kerangkeng dan mencoba mencakar segala sesuatu yang agak longgar dan
goyah; ia akan mencakar benda-benda didalam menemukan kotak. Ia tidak
memperhatikan makanan yang ada diluar kotak, tetapi tampaknya dia secara naluriah
ingin membebaskan diri dari kerangkeng itu. Daya juangnya yang luar biasa. Selama
delapan atau sepuluh menit ia mencakar dan mengigit tanpa henti. Kucing nomor 13,
seekor kucing tua dan kucing nomor 11, kucing yang malas sekali, perilakunya berbeda.
Mereka tidak berjuang keras atau terus-menerus. Kadang-kadang mereka bahkan tidak
berjung sama sekali. Karenanya mereka perlu dikeluarkan dari kotak beberpa kali, untuk
diberi makan. Jadi mereka kemudian mengasosiasikan tindakan memanjat kotak dengan
makan. Sejak itu mereka akan berusaha keluar setiap kali dimasukkan kekotak. Tetapi,
mereka tetap tidak berjuang dengan keras seperti kucing-kucing lainnya. Dalam masing-
masing kasus, entah dorongan untuk berjuang itu adalah akibat dari reaksi naluriah untuk
keluar atau akibat dari asosiasi, tampaknya dorongan itulah yang membuat kucing bisa
keluar dari kotak. Kucing yang mencakar pula galah atau tombol yang membuka pintu.
Dan pelan-pelan, semua dorongan tindakan yang membuahkan hasil akan dikenali dan,
setelah banyak percobaan, si kuning, jika dimasukkan kedalam kotak, akan segera
mencakar tombol atau galau itu.
Thorndike secara konsisten mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah (variabel terikat) menurun secara sistematis seiring dengan
bertambahnya upaya percobaan yang dilakukan hewan; artinya, semakin banyak
kesempatan yang dimiliki hewan, semakin cepat ia akan memecahkan problem.
3. Belajar adalah Ikremental, Bukan Langsung ke Pengertian Mendalam
(Insightful)
Dengan mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan solusi
sebagai fungsi percobaan suksestif, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar bersifat
incremental (inkremental/bertahap), bukan insihtful (langsung ke pengertian). Dengan
kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-lngkah kecil yang sistmatis, bukan
langsung melompat kepengertian mendalam. Dia mencatat bahwa jika belajar adalah
insightfull, grafik akan menunjukkan waktu unutk mencapai solusi tampak relatif
stabil dan tinggi pada saat hewan dalam keadaan belum belajar.
4. Belajar tidak Dimediasi oleh Ide.
Berdasarkan risetnya, Thorndike (1898) juga menyimpulkan bahwa belajar
adalah bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran atau penalaran
Kucing tidak melihat-lihat situasi, apalagi memikirkan situasi, lalu memutuskan apa yang
mesti dilakukan. Kucing langsung melakukan aktivitas berdasarkan pengalaman dan
reaksi naluriah terhadap situasi “terpenjara saat lapar dengan makanan berada diluar
kerangkeng”. Bahkan setelah sukses sekalipun, kucing itu tidak menyadari bahwa
tindakannya akan membuatnya mendapatkan makanan dan karennya memutuskan untuk
melakukannnya lagi segera, namun ia bertindak berdasarkan dorongannnya (implus).
5. Semua Mamalia Belajar dengan Cara yang Sama.
Banyak orang yang terganggu oleh pandangan Thorndike bahwa semua proses
belajar adalah langsung dan tidak dimediasi oleh ide-ide, dan juga terutama karena dia
juga menegaskan bahwa proses belajar semua mamalia, termasuk manusia, mengikuti
kaidah yang sama.
C. Hukum-hukum Belajar menurut Thorndike.
Thorndike menyatakan bahwa belajar pada hewan maupun manusia berlangsung
berdasarkan tiga macam hukum pokok belajar, yaitu:
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Menurut Thorndike (Ayuni, 2011: 9) ada tiga keadaan yang menunjukkan
berlakunya hukum ini, yaitu:
a. Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku dan bila
organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka oraganisme akan
mengalami kepuasan.
b. Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku,
dan organisme tersebut tidak dapat dilaksankaan kesiapan tersebut, maka
organisme akan mengalami kekecewaan.
c. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu
dipaksa untuk melakukannya, maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang
memuaskan.
2. Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Untuk menghasilan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu
stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-
ulang, adapun latihan atau pengulangan perilaku yang cocok yang telah ditemukan
dalam belajar, maka ini merupkan bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang
cocok tersebut semakin kuat (Law of Existeni).
3. Hukum Akibat ( Law Of Effect)
Hukum akibat Thorndike mengemukakan (Dahar, 2011: 18) jika suatu tindakan
diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan lingkungan, kemungkinan tindakan
itu diulangi dalam situasi yang mirip akan meningkat.
Thorndike mengemukakan bahwa organisme itu sebagai mekanisme yang hanya
bertindak jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhi. Dalam dunia
pendidikan Law Of Effect terjadi pada tindakan seseorang dalam memberikan
punishment atau reward.
Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena dalam
hukum belajarnya ada “Law Of Effect” yang mana disini terjadi hubungan antara
tingkah laku atau respon yng dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah laku
tersebut mendatangkan hasilnya (effect).
D. Implikasi Teori Throndike Terhadap Pembelajaran.
Tim MKPBM UPI (2001) kemudian memberikan contoh implikasi dari aliran
pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah :
1) Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya mengambil contoh yang
sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam
sekitar akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill and practics) akan lebih cocok.
Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus
sehingga respon yang diberikanpun akan lebih banyak.
3) Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang dan sukar seusai
dengan tingkat kelas dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah
sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar. Dengan kata lain
topik (konsep) persyaratan harus dikuasai dulu agar dapat memahami topik
berikutnya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN.
Edward Lee Thorndike adalah seorang Psikolog Amerika yang menhabiskan hampir
seluruh karirnya di Teachers College, Columbia University.
Konsep teoritis utama yaitu koneksionisme, pemilihan dan pengaitan, belajar adalah
ikremental, bukan langsung ke pengertian mendalam (insightful), belajar tidak dimediasi
oleh ide, dan semua mamalia belajar dengan cara yang sama.
Hukum-hukum Belajar menurut Thorndike.
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
2. Hukum Latihan (Law Of Exercise)
3. Hukum Akibat ( Law Of Effect)
B. SARAN.
Saran dari penulis adalah membaca makalah ini dengan daik untuk menyelesikan
tugs maupun menambah ilmu pengetahuan, semoga setelah penulisan makah ini dibaca
oleh pembaca akan menerapkannya dalam dunia pendidikan. Semoga makalah yang
dibuat ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulisnya.
DAFTAR PUSTAKA

adah, F. N. (2020). Teori-teori Belajar dalam Pendidikan. Jawa Barat: EDU Publisher.

Dahar, R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Hergenhahn, B., & H. Olson, M. (2017). Theories Of Learning. Jakarta: Kencana.

Umbara, U. (2017). Psikologi Pelajaran Matematika. Sleman: CV Budi Utama.

Anda mungkin juga menyukai