Anda di halaman 1dari 9

37.

Syekh Abu Muhammad al-Madani (q)


Semoga Allah Mensucikan Ruhnya

“Seorang Ahlullah mabuk tanpa air,


Seorang Ahlullah merasa kenyang tanpa daging panggang.
Seorang Ahlullah semuanya membingungkan,
Seorang Ahlullah tidak memerlukan makanan dan tidur.
Seorang Ahlullah, ia adalah lautan yang tak bertepi,
Seorang Ahlullah menurunkan hujan mutiara tanpa awan.
Seorang Ahlullah tidak mengetahui kesalahan, melainkan hanya kebenaran.”

Rumi.

Berkahnya mencapai setiap orang di zamannya. Ia adalah seorang yang khas, yang
membawa Rahasia dari Deskripsi Kenabian. Ia duduk di Singgasana Bimbingan,
menyebarkan ilmu lahir dan batin, khususnya dari Hadirat Ilahi. Ia adalah seorang
mursyid dari tarekat ini. Ia adalah seorang yang dihormati di antara orang-orang yang
arif. Ia adalah pendukung bagi kaum yang lemah. Ia memiliki keramat yang besar,
yang terlihat ke mana pun ia pergi.

Ia dilahirkan di Kikunu, sebuah desa di distrik Ghunib, di negeri Timurhansuro,


Daghestan pada tahun 1251 H./1835 M. Bersama keluarganya ia hijrah dari Daghestan
ke kota Rasyadiya, antara Bursa dan Istanbul pada tahun 1314 H./1896 M.

Ia merupakan seorang pewaris sejati dari penampilan fisik Nabi (s) dan pewaris
spiritualnya. Ia sangat tampan, dan mirip dengan Nabi (s) sesuai dengan gambaran
mengenai Nabi (s) di dalam Sirah Nabawiyah (Perjalanan Hidup Nabi (s)). Ia menulis
sebuah buku berjudul “​Ya waladi”​ , “Wahai Anakku,” di dalam tradisi Imam Ghazali
yang menulis “​Ayyuha-l-walad​”, “Wahai Anak-Anakku.”

Desa Kikunu, di mana ia dibesarkan, merupakan sebuah tempat spiritual. Para


penduduk desa memelihara Syariah dan mereka semua menjadi pengikut Syekh. Satu
hari sebelum kelahirannya, Syekh Abu Ahmad as-Sughuri (q) melewati desa itu dan
berkata, “Dari desa ini seorang anak yang tercerahkan akan muncul. Cahayanya akan
bersinar dari bumi ke langit. Ia akan menjadi seorang wali besar.” Beliau meramalkan
kelahiran dan maqam yang tinggi dari Sayyidina Abu Muhammad al-Madani (q).

Daghestan di zamannya dikenal sebagai “Negeri para Wali.” Di tahun-tahun


pertamanya, dua Syekh besar tinggal di sana, yaitu Syekh Muhammad Effendi
al-Yaraghi (q) dan Sayyid Jamaluddin al-Ghumuqi (q).

Ia menerima kekuatan irsyad dalam enam tarekat: Qadiri, Rufa`i, Syadzili, Chisyti,
Khalwati dan Naqsybandi. Ia terkenal sebagai seorang Syekh dalam enam tarekat.

Dari Keramatnya
Suatu ketika, sebelum Syekh Muhammad al-Madani (q) mengambil Tarekat
Naqsybandi, Haji Nuri dan Haji Murtaza melewati desanya dan berkata kepadanya,
“Kami akan mengunjungi Ahmad as-Sughuri untuk mengambil bay’at darinya. Apakah
kau ingin ikut bersama kami?” Ia menjawab, “Ya,” dan ketiganya berniat untuk
mengikuti tarekat ini melalui Sayyidina Ahmad as-Sughuri (q).

Sayyidina Ahmad as-Sughuri (q) memberi nasihat kepada mereka, lalu beliau
memanggil Abu Muhammad al-Madani (q), memberinya bay`at ke dalam Tarekat
Naqsybandi dan memberi talqin zikir di lidahnya. Beliau tidak memberi apa-apa
kepada Haji Murtaza dan Haji Nuri. Beliau berkata, “Aku memberikan rahasia kepada
Abu Muhammad al-Madani. Tidak perlu mengambil rahasia dariku. Ambillah darinya.
Siapapun yang ingin mengikuti tarekatku boleh mengambilnya melalui Abu
Muhammad al-Madani.” Mereka mengeluh di dalam hati, “Mengapa Ahmad as-Sughuri
(q) menjadikan Abu Muhammad al-Madani (q) sebagai perantara di antara kami?”

Suatu hari desa mereka dilanda kekeringan. Penduduk desa meminta mereka singgah
di desanya Abu Muhammad al-Madani (q) untuk memintanya berdoa memohon kepada
Allah agar diturunkan hujan. Dalam perjalanan mereka untuk menemuinya, mereka
berbicara satu sama lain, “Kita akan mengetahui sekarang, apakah ia sungguh seorang
wali dan mengapa Sayyidina Ahmad as-Sughuri (q) mengedepankan ia di antara kita.”
Dalam perjalanan, mereka melewati sebuah rumah, dan melihat seorang wanita cantik
di dalamnya. Mereka sangat tertarik dengan kecantikan wanita itu sehingga mereka
berdiri memandangnya untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya mereka tiba di rumah
Abu Muhammad (q) dan mereka mengetuk pintunya.

Dari dalam, ia berkata, “Siapa itu?” Mereka berbicara satu sama lain dengan suara yang
pelan, mengatakan, “Bagaimana ia menjadi seorang Syekh bila ia tidak mengetahui
siapa yang berada di pintunya?” Mereka mengetuk lagi, tetapi tidak ada jawaban. Lalu
dari balik pintu terdengar suara, “Haji Murtaza dan Haji Nuri, adalah mudah bagi
seseorang untuk menjadi seorang Syekh dan mursyid tanpa mengetahui siapa yang ada
di balik pintu, tetapi sulit sekali bagi seseorang untuk menjadi seorang Syekh dan
mursyid bila ia mengikuti hawa nafsunya di jalan yang tidak halal, dengan melihat
seorang wanita telanjang.” Ia berkata kepada mereka, “Aku tidak bisa mempersilakan
kalian untuk masuk ke dalam rumahku.”

Dalam ketergesaan mereka pergi, mereka sampai lupa untuk mengatakan kepadanya
bahwa mereka datang untuk memintanya berdoa agar diturunkan hujan. Setelah lima
menit, Syekh menyusul mereka dengan berlari dan mengatakan, “Sedangkan untuk
maksud kedatangan kalian, segera setelah kalian tiba di desa kalian, hujan akan turun.”
Setelah mereka tiba di desanya, awan berkumpul dan mulai menurunkan hujan.

Jihadnya
Rusia sangat takut kepadanya dan takut terhadap kekuatan yang dimilikinya sehingga
mereka membawanya ke Siberia dengan niat untuk membunuhnya. Ia mampu
membebaskan dirinya dan kemudian melarikan diri ke Turki. Penduduk Daghestan
ingat betul bagaimana beratnya ia memerangi Rusia, baik secara fisik maupun spiritual.
Bahkan tentara Rusia pun sering membicarakan keberaniannya dan keramat yang
dimilikinya. Banyak peristiwa yang melibatkan dirinya dicacat oleh musuh-musuhnya.

Suatu ketika ia berperang dengan Rusia, sampai mereka menyerbu dengan kekuatan
militer yang besar. Ia melarikan diri ke sebuah rumah, dan tidak ada orang yang tahu
bahwa ia berada di sana. Seorang wanita melihatnya dari atap rumahnya dan ia berkata
kepada tentara Rusia, “Muhammad al-Madani ada di rumah itu.” Mereka datang untuk
menangkapnya. Mereka melihat bahwa rumah tempat persembunyiannya dikelilingi
oleh rumput-rumput yang hijau dengan berkah dari kehadirannya, padahal di tempat
lain tidak ada tanaman hijau yang dapat terlihat akibat cuaca yang sangat panas di
musim panas itu. Berkat informasi wanita itu, mereka dapat menangkapnya. Pada
malam harinya, wanita itu mengalami sakit parah, dan keesokan harinya ia meninggal
dunia. Sebagaimana Allah ​`Azza wa Jalla​ berfirman kepada Nabi (s) di dalam Hadits
Qudsi, “Barang siapa yang memerangi wali-Ku, Aku akan menyatakan perang
terhadapnya.”

Mereka menjadikannya sebagai tahanan rumah, dan mengatakan bahwa ia bisa pergi ke
restoran terdekat untuk makan. Ia menolak untuk makan di restoran mereka dan ia
tidak pernah memakan makanan mereka. Ia berkata, “Kalian adalah musuhku dan aku
tidak akan memakan makananmu.” Ia tidak pernah memakan makanan mereka selama
berbulan-bulan, dan mereka tidak tahu bagaimana ia bisa bertahan. Akhirnya
seseorang datang dari Negeri Sartar, dan berkata kepada gubernur, “Jika ia tidak mau
memakan makananmu, serahkan ia kepadaku, aku akan membawanya ke negeriku
untuk merawatnya.” Mereka lalu mengirimkannya ke sana.

Ada seorang pemuda dari Kikunu yang sedang menuntut ilmu di Bukhara dan ia
bertunangan dengan seorang gadis dari Sartar. Ia mempelajari Syariah. Ia telah pergi
selama bertahun-tahun dan belum pernah kembali. Sementara itu pasangannya telah
memutuskan untuk menikah dengan orang lain. Berita mengenai hal ini sampai ke
Bukhara, dan pemuda itu pun mendengarnya. Ia menjadi gelisah. Malam itu, sebelum
ia tertidur, ia mendengar sebuah suara yang mengatakan, “Kembalilah ke Sartar.
Kembalilah ke Sartar.” Ia mendengar suara itu pada hari berikutnya dan berikutnya
lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Sartar. Ia menempuh perjalanan yang
sangat panjang, mendekati Moskow, untuk sampai ke Sartar. Ia terus berjalan dan
berjalan sampai akhirnya sampai di desa itu.

Ia mendapati semua orang berkumpul di suatu tempat, membawa makanan. Mereka


berkata kepadanya, “Seorang Syekh besar dari Kikunu telah datang ke Sartar, dan ia
menyembuhkan orang dan memberi makan fakir miskin. Kami sangat tertarik dengan
kekuatan spiritualnya sehingga kami semua menjadi pengikutnya. Ikutlah bersama
kami untuk menemuinya.” Pemuda itu bergabung bersama mereka. Penduduk desa
berkata kepada Syekh, yang merupakan Sayyidina Abu Muhammad al-Madani (q), “Kau
mungkin akan dibawa oleh Rusia. Mohon tinggalkan seseorang di sini yang mempunyai
kewenangan untuk membimbing kami dalam tarekat.” Ketika pemuda itu tiba di rumah
Syekh, Syekh berkata kepadanya, dengan suara yang sama yang pernah didengarnya di
Bukhara, “Wahai anakku, kau telah mendengar pesan kami, kau mendengar suara kami.
Datanglah! Kau akan menjadi khalifahku dan kau akan mengajarkan orang-orang ini
apa yang mereka perlukan mengenai spiritualitas dan kewajiban-kewajiban dalam
agama. Dan kau akan menikahi tunanganmu.” Pemuda itu sangat senang. Ia
mengambil bay’at Tarekat Naqsybandi dan kelima tarekat lainnya dari Syekh Abu
Muhammad al-Madani (q). Syekh lalu menikahkannya dengan tunangannya.

Ini merupakan sebuah anugerah yang ajaib dari Abu Muhammad al-Madani (q) bagi
kota Sartar. Itu juga merupakan sebuah tanda bahwa hari-harinya di Sartar akan
berakhir. Hari berikutnya, Rusia datang untuk membawanya ke Siberia. Ia dikunci di
dalam sebuah penjara dengan tingkat keamanan yang tinggi. Walaupun mereka
mengurungnya di dalam selnya, mereka sering melihatnya berada di halaman untuk
salat, duduk atau membaca. Para penjaga sangat terkejut, mereka membawanya
kembali. Beberapa jam kemudian mereka menemukannya kembali di luar. Mereka lalu
merantainya ke dinding. Tetap saja mereka menemukannya berada di luar selnya,
sedang berjalan dengan seseorang. Belakangan ia mengatakan bahwa ia sedang
berjalan dengan Sayyidina Khidr (a). Mereka kembali merantainya tetapi lagi-lagi
mereka melihatnya berada di luar selnya. Mereka sangat kesal sehingga mereka
mengirimkan surat ke Moskow, meminta nasihat untuk menanganinya. Moskow
mengatakan, “Masukkan dia ke dalam penjara bawah tanah yang sangat dalam.”
Mereka berusaha melakukannya, tetapi tidak peduli berapa dalam mereka
memasukkannya, ia selalu dapat ditemukan di luar selnya. Akhirnya mereka menjadi
muak dengannya dan membiarkannya bebas untuk pergi dalam perbatasan Rusia.
Syekh berniat untuk melarikan diri ke Turki.

Ketika mereka sudah membiarkannya bebas pergi di Siberia, ia bertemu dengan


seorang petugas dan berkata kepadanya, “Anakku, aku akan bertemu denganmu di
Istanbul, Turki. Kami akan bertemu denganmu di sana.” Belakangan pemuda itu
menjadi muak bekerja untuk militer Rusia dan ia mengundurkan diri. Dengan
keluarganya, ia pindah ke Turki dan berakhir di Istanbul. Di sana ia bertemu dengan
Syekh Abu Muhammad al-Madani (q), seperti yang pernah dikatakannya.

Dalam perjalanannya ke Turki, Sayyidina Muhammad al-Madani (q) memutuskan


untuk melewati kampung halamannya di Kaukasus untuk mengunjungi orang tua dan
keluarganya. Satu hari sebelum tiba, saudarinya bermimpi bahwa ia bertemu
dengannya dan mengatakan bahwa ia akan datang. Keesokan harinya saudarinya
berkata kepada ibunya, “Wahai ibuku, buatlah makanan yang lebih banyak karena
saudaraku akan datang hari ini.” Ibunya berkata, “Apa katamu? Bahkan tidak ada
orang yang mengetahui apakah ia masih hidup di Siberia dan kau katakan bahwa ia
akan datang ke sini?” Saat itu pintu diketuk dan Sayyidina Muhammad al-Madani (q)
muncul.

Hijrahnya
Ketika ia sedang makan bersama keluarganya, ia memberitahu mereka, “Aku harus
bergegas, karena ada kapal yang menunggu untuk membawaku ke Trabzon melalui Laut
Hitam.” Mereka terkejut dan berkata kepadanya, “Kita di Kaukasia dan kau
mengatakan tentang Trabzon?”

Sayyidina Muhammad al-Madani (q) mengarahkan dirinya ke pesisir Laut Hitam di


wilayah Rusia. Ketika ia tiba di sana, kapal telah menunggu untuk membawanya ke
Turki. Ia mendatangi kapten dan berkata kepadanya, “Bawalah aku ke Turki dengan
kapalmu.” Kapten itu menjawab, “Aku telah mencoba untuk melaut selama dua puluh
empat hari, tetapi kapal ini tidak berjalan dengan baik.” Syekh berkata, “Sekarang ia
akan berjalan dengan baik. Ambillah uang ini sebagai tiketku dan antarkan aku ke
Turki.” Kapten itu membawanya dan menempatkannya di dekat kamar mesin.
Kemudian kapten itu tidur, sementara anak buahnya mengemudikan kapal. Di dalam
mimpinya, kapten itu melihat bahwa mesin kapalnya telah berubah bentuk menjadi
sosok Syekh dan kapal itu mempunyai sayap dan terbang menuju Trabzon. Ia bangun
dan berlari keluar. Anak buahnya berkata, “Kita telah sampai di Trabzon.” Ia turun ke
kamar Syekh dan Syekh bertanya kepadanya, “Apakah kita sudah sampai?” Ia berkata,
“Ya Syekhku, aku datang untuk memberitahumu bahwa aku ingin mengambil bay’at
darimu. Perjalanan ini secara normal memakan waktu tiga hari, tetapi kita tiba dalam
satu hari.” Kapten itu lalu berbay’at ke dalam Tarekat Naqsybandi dan kelima tarekat
lainnya.

Syekh meninggalkan kapal dan pergi ke sebuah kedai kopi. Ia melihat seorang mantan
tahanan di dalam kedai itu yang pernah bersamanya di Siberia. Namanya Muhammad
at-Tawil. Ia berkata, “Alhamdulillah Syekhku, kau telah sampai di sini dengan selamat.
Kau akan menjadi tamu di rumahku.”

Ketika Sultan Abdul Hamid mendengar bahwa Syekh Muhammad al-Madani (q) telah
tiba dengan selamat di Trabzon, ia mengirimkan kapal untuk membawanya dari
Trabzon ke Istanbul. Sementara itu, Syekh tetap tinggal sebagai tamu di rumah
Muhammad at-Tawil. Selama Syekh Abu Muhammad al-Madani (q) berada di
rumahnya, setiap hari ia menemukan dua koin emas di bawah kasurnya. Ia begitu
terheran-heran sehingga setelah hari kelima, ia menemui Syekh yang mengatakan,
“Selama aku berada di sini dan selama engkau menyimpan rahasia ini, kau akan
menemukan koin-koin ini di bawah bantalmu setiap hari. Jika engkau tidak
memberitahu orang-orang, koin-koin ini akan terus berdatangan.”

Suatu hari, beberapa saat setelah Syekh pergi ke Istanbul, istri dari Muhammad
at-Tawil membersihkan tempat tidur dan ia menemukan dua koin emas. Ia mulai ribut
menanyakan darimana asal koin-koin itu. Akhirnya Muhammad at-Tawil mengatakan
bahwa itu adalah berkah dari Syekh. Segera setelah itu istrinya pergi dan mengabarkan
kepada tetangganya. Setelah kejadian itu, keajaiban itu pun berhenti.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 1308 H./1890 M. Namun demikian kisah itu tidak
pernah diceritakan sampai putra Sayyidina Muhammad al-Madani (q) mengunjungi
teman ayahnya, Muhammad at-Tawil beberapa waktu setelah ayahnya wafat.
Muhammad at-Tawil menceritakan kisah itu dan memperlihatkan koin-koin yang ia
dapatkan dengan begitu ajaibnya.

Sultan Abdul Hamid, Sultan dari Dinasti Utsmani adalah seorang pengikut Tarekat
Naqsybandi, dan ia mengambil bay’at dari Sayyidina Muhammad al-Madani (q). Sultan
memberinya pilihan lahan di Istanbul untuk dibangun zawiyah untuk tarekat ini dan
rumah untuknya. Syekh menjawab, “Pilihan itu bukan terserah pada kami, tetapi itu
terserah pada Hadirat Ilahi.” Jadi ia menunggu hingga keesokan harinya, dan Sultan
Abdul Hamid sangat ingin mendengar jawabannya. Syekh Muhammad al-Madani
berkata kepadanya, “Wahai anakku, Allah telah mengarahkan aku ke suatu tempat di
mana Tarekat Naqsybandi akan berkembang. Di sanalah para pengikut Daghestani
yang tulus akan berada dan di sanalah Tarekat Naqsybandi akan berkembang, dan di
sanalah keponakanku akan mengambil kewenangan tarekat ini.” Sultan berkata,
“Apapun keputusanmu, aku akan mematuhi keputusanmu.”

Hari berikutnya Abu Muhammad al-Madani (q) berkata kepada Sultan, “Kirimkan aku
ke Yalova. Tempat yang kutuju berada di antara Yalova dan Bursa.” Sultan menyiapkan
kereta kuda untuk membawanya ke mana pun yang ia inginkan. Ketika ia sampai di
daerah Yalova, ia membiarkan kudanya pergi ke arah yang mereka inginkan. Mereka
berhenti di sebuah tempat dekat Orhanghazi.

Di dalam hutan, ia membangun rumah pertama dari kayu. Dalam waktu singkat 680
rumah berdiri di hutan itu. Dan tempat itu diberi nama Rasyadiya, mengambil nama
dari Sultan Rasyad, dan sekarang dikenal sebagai Gunekoy.

Semua imigran yang berasal dari Siberia dan dari Kaukasus pindah ke desa itu, di mana
Syekh Muhammad al-Madani (q), Syekh Syarafuddin (q) dan Syekh `Abdullah (q) juga
berada di sana. Suatu ketika orang-orang mendatangi Syekh Muhammad al-Madani (q)
dengan mengeluh, “Bagaimana kami dapat makan? Tidak ada apa-apa di sini.” Ia
menginjakkan kakinya di tanah, dan di tempat ia menginjakkan kakinya itu ditemukan
sebuah tambang tanah liat dan besi. Pada saat yang sama, sebuah pohon tumbang.
Dari tanda-tanda ini, ia memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka akan
mendapatkan nafkahnya melalui pekerjaan tambang tanah liat dan besi serta menjual
kayu. Berikutnya berdiri 750 rumah dan dua masjid serta satu sekolah yang terdiri atas
16 kelas untuk mengajari anak-anak.

Beberapa tahun kemudian, selama Perang Balkan, tentara Yunani dan Serbia yang
berperang dengan Turki datang ke desa ini. Banyak rumah yang dihancurkan dan
banyak warga desa yang melarikan diri, hingga tersisa 220 rumah setelah serbuan itu.
Namun demikian tidak terjadi apa-apa pada masjidnya, dan semua salat tetap
berlangsung di sana.

Di desa itu tidak ada kejahatan atau korupsi yang terjadi. Tidak ada minum-minuman
keras, perjudian, tidak ada kemungkaran yang terjadi. Sejak kanak-kanak, setiap orang
dibesarkan dengan melakukan zikir. Itu adalah setitik surga di bumi. Setiap orang
hidup dalam keharmonisan, melakukan zikir setiap malam. Itu adalah sebuah desa
yang ideal dan sebuah kota yang ideal. Itulah sebabnya mengapa Syekh berkata kepada
Sultan Abdul Hamid bahwa, "Cahaya akan terpancar dari desa itu.”

Desa itu penuh dengan berkah. Mereka tidak memerlukan rezeki dari luar. Kayu-kayu
ada di sana untuk bahan bakar di musim dingin. Mereka mempunyai hewan
peliharaannya sendiri dan mereka mengolah sendiri makanannya. Orang-orang
mengisi waktu dan perbuatan mereka dengan zikir. Ibu menyusui anak-anaknya
dengan zikir. Kaum pria melakukan pekerjaannya dengan zikir. Seluruh desa dipenuhi
zikir. Inilah bagaimana Syekh Abu Muhammad al-Madani (q), Syekh Syarafuddin (q)
dan berikutnya Syekh `Abdullah ad-Daghestani (q) memelihara orang-orang di desa itu.
Desa itu menjadi terkenal di seluruh Turki dengan sebutan “Desa Zikir.”

Turki terlibat dalam perang Balkan. Suatu ketika tetangga Syekh Muhammad
al-Madani (q) yang bernama Hasan Muhammad al-Effendi, mendatanginya dan
berkata, “Aku ingin ikut dalam perang dan meninggal sebagai syuhada.” Syekh berkata
kepadanya, “Tidak perlu bagimu untuk pergi keluar desa ini untuk menjadi seorang
syuhada. Kau akan menjadi syuhada di sini.”

Tak lama tentara Yunani dan Serbia mendekati desa itu. Mereka melemparkan
tembakan ke arah desa, dan salah satunya mengenai Hasan Muhammad al-Effendi dan
menewaskan dirinya. Ia meninggal dunia sebagai syuhada sebagaimana yang
diinginkannya, sesuai dengan jalan yang telah diramalkan oleh Syekh.

Syekh Abu Muhammad (q) telah menikah selama bertahun-tahun dan semua anaknya
adalah perempuan. Ia tidak mempunyai anak laki-laki. Suatu hari ia berkata kepada
orang-orang di sana, “Aku melihat ada tiga anak laki-laki mendatangiku.” Orang-orang
sangat terkejut, karena istrinya sudah berusia lanjut dan telah melewati usia suburnya.
Tak lama kemudian istrinya jatuh sakit dan kemudian wafat. Berikutnya Syekh
menikah lagi dan dengan istri barunya ia mempunyai tiga anak laki-laki.

Suatu saat pada tanggal 27 Ramadan, pada malam Laylat ul-Qadr, ia sedang memimpin
zikir dengan seluruh penduduk desa. Ia berkata, “Setiap orang terlibat dalam zikir.
Seluruh binatang turut berzikir bersama kita. Cacing-cacing berzikir bersama kita.
Burung-burung berzikir. Setiap makhluk di desa ini berzikir bersama kita kecuali
seekor binatang yang terpisah dari ayahnya dan ia mengalami depresi. Allah tidak rida.
Nabi (s) tidak rida dan para awliya tidak rida. Dan ini semua disebabkan oleh lelucon
kekanak-kanakan!”
Ia berbicara kepada pemilik rumah di mana mereka melakukan zikir. “Pergilah ke
putramu dan tanyakan apa yang ia miliki di dalam kotak.” Ia mendatangi putranya dan
bertanya, “Apa yang kau miliki di dalam kotak? Binatang apa yang telah kau tangkap?”
Anak itu kebingungan, “Kotak apa? Aku hanya mempunyai sebuah kotak korek api, dan
di dalamnya aku masukkan seekor cacing.” Ayahnya berkata, “Ambil cacing itu dan
kembalikan ke tanah.” Dari situ, para penduduk desa menjadi mengerti dan mereka
membesarkan anak-anak mereka dengan pemahaman bahwa menyakiti makhluk
apapun, betapapun kecilnya, akan mengakibatkan Allah tidak rida, Nabi (s) dan para
Awliya tidak rida. Karena ajaran yang mendalam itu, desa itu menjadi murni dan tidak
terjadi suatu kemungkaran.

Ia wafat pada hari Ahad, tanggal 3 Rabi`u'l-Awwal 1331 H./1913 M. Ia dimakamkan di


Rasyadiya (Gunekoy), dan makamnya banyak diziarahi oleh orang-orang dari
Daghestan, khususnya dari keluarga Syekh Syamil hingga sekarang.

Ia mewariskan rahasia dari lima tarekat yang dipegangnya dan memberikan


kewenangan tarekat itu kepada keponakannya, Syekh Syarafuddin Daghestani (q)
bersama dengan apa yang telah diwariskan oleh Syekh Abu Ahmad as-Sughuri (q)
kepadanya, yaitu rahasia dari Tarekat Naqsybandi.

http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/abu-muhammad-al-madani-qadd
asa-l-lahu-sirrah/

Anda mungkin juga menyukai