PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah
kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea.
Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari.
1. 1. PENGKAJIAN
Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
1. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi
sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi
wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu
juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
1. 2. DIAGDOSA
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru,
kerusakan membran alveolar kapiler
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer
dan sekresi yang statis
1. 3. INTERVENSI
A. 1. Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Klien akan :
1. 2. Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas
Intervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot-otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis,
ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha
bernapas.
Atur posisi semi fowler
Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi
maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi
Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien
BAB III
PENUTUP
1. I. KESIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa
transudat atau eksudat yangdiakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara
produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease
entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa
penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya
infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan
pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak
dirasakan bila cairan kurang dari 200 – 300 ml. Tanda – tanda yang sesuai dengan efusi pleura
yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara
napas.
1.II. SARAN
Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal
sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan
Untuk Klien dan Keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun
teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang
diharapkan tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan .
Jakarta:Salemba Medika
Suriadi, skp, msn & rita yuliani, skp. M.psi,” asuhan keperawatan pada anak”, edisi 2. Jakarta
2010
E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doengoes marlyn E, 2000 data yang perlu dikaji pada pasien dengan Efusi Pleura
adalah
a. Pengkajian awal
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : keluhan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari atau
demam malam hari.
Tanda : takikardi, Takipnea atau dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
2) Integritas ego
Gejala : adanya faktor stres lama, masalah keluarga, rumah, perasaan tidak berguna atau tidak ada harapan.
3) Makan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan
Tanda : turgor kulit kering, hilang lemak subkutan.
4) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri pada dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati – hati pada daerah sakit, prilaku distraksi, gelisah.
5) Pernapasan
Gejala : batuk produktif dan non produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan dada tidak simetris, penurunan premitus, bunyi
nafas menurun, perkusi pendek, sputum hijau, deviasi trakea.
6) Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam rendah atau sakit panas akut
7) Interaksi sosial
Gejala : perasaan sosial atau penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung
jawab atau perubahan peran.
8) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga tuberkulosis, status kesehatan batuk, kambuhnya tuberkulosis, tidak berpartisipasi
dalam pengobatan tuberkulosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Dengan melihat keadaan fisik yang khusus serta kehilangan kondisi yang lemah, pernafasan
yang cepat dan dangkal, serta adanya penurunan eksanpasi paru.
2) Auskultasi
Dengan ditemukan atau didengar adanya suara nafas ronchi (+) dan adanya krepitasi.
3) Perkusi
Adanya suara redup balikan pekak di atas Efusi Pleura apabila telah mengenai pleura dan
membentuk efusi.
4) Palpasi
Fremitus melemah.
c. Pemeriksaaan penunjang
1) Pemeriksaan diagnostik
a) Rongent dada atau thoraxs
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva,
dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaannya horisontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar dan
dari dalam paru – paru itu sendiri.
b) Torakoskopi (Fiber – optik pleurascopy)
Dilakukan pada kasus – kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura. Biasanya dilakukan
sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks) cairan
ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat melihat kedua pleura.
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50% - 75%
diagnosa kasus – kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d) Ultrasonografi
Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membatu
sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang
terlokalisir.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun, LED meningkat
b) Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun
c) Sputum : kultur, basil asam dan PH
d) Sitologi cairan pleura
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keerawatan yang muncul pada klien dengan Efusi Pleura adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi dari udara
atau cairan ).
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru – paru dan
gangguan transportasi oksigen
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan proses penyakit, intake yang tidak
adekuat.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
tindakan invasive: pemasangan Water seal drainage.
6. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan adekuatnya mekanismenya pertahanan diri (pada
penyakit infeksi TBC).
G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan : bersihhan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh sesak nafas, secret encer dan mudah dikeluarkan, ronchi
berkurang atau hilang, tanda – tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah : 120/80
mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit ).
Intervensi :
Intervensi keperawatan :
a. Pantau fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman serta
penggunaan otot bantu pernafasan.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektatis, ronchi, mengi, menunnjukkan
akumulasi secret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan
penggunaan alat aksesori pernafasan dan meningkatkan kerja pernafasan.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkkan mukosa atau batuk efektif : catat karakter jumlah
sputum adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila secret sangat kental, sputum berdarah kental atau darah cerah
akibat oleh kerusakan paru.
c. Berikan klien posisi semi fowler, bantu klien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : posisi semi fowler dapat memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan.
d. Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengeluarkan secret, membuatnya mudah
dikeluarkan.
e. Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronchodilator
Rasional : bronchodilator meningkat ukuran lumen, trakeobronkhial sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara agen mukolik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret
paru untuk memudahkan pembersihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi dari udara
atau cairan ).
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien menunjukkan usaha untuk nafas dalam, bernafas tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, tanda – tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah : 120/80 mmHg,
nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit).
eperawatan :
a. Observasi penggunaan otot – otot bantu pernafasan dan retraksi dada.
Rasional : adanya distress pernafasan dapat dideteksi secara intensif.
b. Pantau tanda – tanda vital terutama frekuensi pernafasan secara periodik (tiap 8 jam).
Rasional : cepatnya frekuensi pernafasan klien menunjukkan pola nafas tidak efektif.
c. Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru.
d. Bimbing, ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam ( ambil nafas melalui hidung
kemudian dikeluarkan secara perlahan melalui mulut ).
Rasional : dengan melakukan nafas dalam akan memaksimalkan pengambilan oksigen dan
meningkatkan inspirasi dan ekspirasi agar lebih teratur.
e. Kolaborasi
1) Pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : dapat meningkatkan suplai oksigen.
2) Pemeriksaan laboratorium yaitu AGD.
Rasional : beratnya gangguan metabolik dan pernafasan dapat diketahui dengan pemeriksaan
AGD.
3) Pemasangan WSD.
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru – paru dan
gangguan transportasi oksigen.
Tujuan : klien dapat mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi yang
adekuat.
Kretia hasil : tanda – tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi :
60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit ), bunyi paru normal, tidak
adanya distress pernafasan, dapat menunjukkan tehnik nafas dalam dan batuk efektif, tidak ada
sianosis, kulit hangat.
Intervensi :
Tindakan keperawat :
a. Observasi dispnea, takipnea, menurunya bunyi nafas dan memantau peningkatan upaya
pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : penyakit yang mendasari seperti TB paru menyebabkan efek dari pada paru – paru,
efek pernafasan dapat dari jaringan seperti dispnea dan sampai distress pernafasan.
b. Observasi adanya perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna
kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : mengetahui adanya sianosis.
c. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan batasi aktivitas perawatan diri sesuai dengan
keperluan.
Rasional : menurunkan komsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan
dapat menurunkan beratnya gejala.
d. Monitor suhu tubuh bila ada indikasi, melakukan tindakan untuk mengurangi demam dan
menggigil, misalnya memberi suhu ruangan yang nyaman dan kompres.
Rasional : demam tinggi akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen dan
mengubah oksigenisasi seluler.
e. Kolaborasi
1) Awasi laboratorium AGD
Rasional : penurunan kandungan oksigen atau peningkatan oksigen menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi atau perubahan program terapi.
2) Pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : oksigen adalah alat memperbaiki hipoksia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan vetilasi atau menurunnya permukaan alveoli paru.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan proses penyakit, intake
yang tidak adekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : berat badan dalam batas normal, serum albumin dalam batas normal, mukosa
bibir lembab, konjungtiva ananemis, HB dalm batas normal ( normal pria : 13,5 – 18,0 g/dl,
normal wanita : 12 – 16 g/dl ).
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan kekurangan berat badan, kemampuan atau
ketidakmampuan menelan, riwayat mual dan muntah .
Rasional : berguna dalam mengidentifikasi derajat atau luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
b. Awasi masukan atau pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan dan pengeluaran nutrisi.
d. Berikan perawatan mulut perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.
e. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan
energi dari makan – makanan yang banyak dan menurunkan iritasi lambung.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
tindakan invasive: pemasangan water seal drainage.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal ( tekanan darah :
120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit ), tidak
terdapat tanda – tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD, kalor, rubor, dolor, tumor, dan
fungsioliesa, nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal : 5000 –
10.000 rb/ul ).
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Observasi tanda – tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD seperti kalor, rubor, dolor, tumor
dan funngsiolesa.
Rasional : mengetahui indikator adanya infeksi untuk menentukan tindakan selanjutnya..
b. Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh.
Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.
c. Ganti balutan dan botol WSD setiap hari dengan tehnik steril
Rasional : mencegah perkembangan mikroorganisme disekitar daerah pemasangann WSD.
d. Anjurkan klien untuk menjaga balutannya agar jangan sampai basah dan kotor.
Rasional : balutan yang basah merupakan media perkembangan mikroorganisme.
e. Observasi sistem kepatenan selang WSD terhadap sumbatan, tertekuk, undulasi, dan produksi
cairan pada WSD.
Rasional : memastikan kepatenan WSD.
f. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik.
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko perluasan infeksi.
2) Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan hematologi (leukosit).
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunjukkan adanya infeksi.
6. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri
(pada penyakit infeksi TBC).
Tujuan : perluasan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal ( tekanan darah :
120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit ), nilai
laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal : 5000 – 10.000 rb/ul ),
tidak terjadi komplikasi dan infeksi berulang.
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh.
Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.
b. Pantau nilai laboratorium terutama leukosit.
Rasioanal : peningkatan nilai leukosit dapat menunjukkan adanya infeksi.
c. Anjurkan makan dan minum adekuat jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : gizi yang seimmbang dapat mempercepat proses penyembuhan.
d. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik, misal obat anti tuberkulosis pada TBC dan kortikostseroid
( prednisone ).
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko perluasan infeksi dan mempercepat
proses penyembuhan.
2) Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan hematologi dan rontgen.
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunnjukkan adanya infeksi. Hasil rontgen menunjukkan
perkembangan proses peradangan pada paru – paru
H. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dalam melakukan asuhan
keperawatan. Tahap implementasi terdiri dari :
1. Prinsip dalam pelaksanaan dari tiap – tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang ada dalam
teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah,
membuat keputusan, berfikir kritis, dan penilaian yang kreatif.
b. Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktifitas perawat yang meliputi
keperawatan, konseling, pemberi suport, yang termasuk dalam kemampuan interpersoanal
diantaranya adalah prilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan
terhadap budaya klien serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam
hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran dan sensitifitas terhadap yang lain.
c. Technikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill,
seperti manipulasi alat, memberi suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
3. Tindakan keperawatan
a. Mandiri atau independent adalah suatu tindakan perawat berorientasi pada tim kerja perawat
dalam melakukan, menentukan, merencanakan, dan mengevaluasi tindakan terhadap klien.
b. Interdependent atau kolaborasi adalah suatu tindakan yang bersifat kolaboratif dengan tim
kesehatan lainnya.
4. Pendokumentasian implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut dan respon dari
klien menggunakkan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan
yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan
Efusi Pleura Dextra di Lantai IV Selatan IRNA B Gedung Teratai RSUP Fatmawati Jakarta.
Asuhan keperawatan ini dilakukan dengan metode pemecahan masalah secara ilmiah sesuai
dengan tahapan proses keperawatan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di Lantai IV Selatan IRNA B Gedung Teratai
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, kamar 428 dan dengan diagnosa medis Efusi
Pleura Dekstra.
1. Data Dasar
a. Identittas klien
Tn. M, 59 tahun, status perkawinan menikah, suku bangsa Betawi, beragama Islam, pendidikan
terakhir SD, menggunakan bahasa Indonesia, klien saat ini bekerja sebagai wiraswasta, alamat
Kampung Buaran PD Benda.
b. Resume kasus
Tn. M, 59 tahun datang ke UGD RSUP Fatmawati pada tanggal 21 juli 2011 dengan rujukan dari
RSUD Depok dengan keluhan batuk – batuk kurang lebih 1 bulan, batuk disertai dengan sputum
dan darah, sputum berwarna putih encer, demam ( + ) naik turun, keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis, klien mengatakan nyeri pada daerah dada kanan, nafsu makan klien
menurun, klien mengatakan hanya minum obat yang dibeli dari warung.
Di UGD sudah dilakukan pemeriksaan TTV klien TD : 130/90 mmHg, N : 88 x/menit, S : 37 0C,
RR : 24 x/menit. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. M adalah bersihan jalan nafas
tidak efektif, nyeri, dan nutrisi. Tidakan yang dilakukan diruangan adalah pemasangan IVFD RL
20 tetes/menit, mencatat TTV , tekanan darah 130/90, nadi : 88 x/menit, suhu : 370C,
pernafasan : 24 x/menit, diberikan O2 liter/menit.
2. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama pada saat masuk Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yaitu klien mengatakan
sesak, sesak dirasakan terutama saat tidur terlentang, klien mengatakan nyeri di dada sebelah
kanan di daerah pemasangan WSD, nyeri dirasakan seperti ditusuk – tusuk, nyeri dirasakan
sering timbul saat melakukan aktivitas, skala nyeri 6, klien mengatakan tidak nafsu makan, mual
( + ), muntah ( + ), dengan faktor pencetus adalah pemasangan WSD, dan upaya klien untuk
mengatasi dengan minum obat dan tidur.
Klien tidak pernah mengalami kecelakaan dan baru pertama di rawat di rumah sakit, klien tidak
memiliki alergi obat, binatang dan lingkungan, klien tidak ada riwayat pemakaian obat.
GENOGRAM
59 th
Keterangan
: Meninggal
: Laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Garis
keturunan : Tinggal
serumah
Klien mengatakan keluarga klien tidak ada menderita penyakit yang sama dengan klien.
Orang terdekat dengan klien adalah istri dan keluarga klien, pola komunikasi baik, pembuat
keputusan adalah klien, klien mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperi gotong royong.Dampak
penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa cemas dan khawatir karena
takut klien tidak bisa bekerja lagi dan klien sangat memikirkan keadaan dan penyembuhan
penyakitnya, mekanisme koping yang digunakan klien terhadap masalahnya adalah dengan
berdiskusi kepada istri dan keluarga. Hal yang dipikirkan klien saat ini klien ingin cepat sembuh
dan dapat beraktivitas seperti biasa, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit klien merasa
aktivitasnya terganggu, nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, klien
melakukan aktivitas keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu sholat 5 waktu.
Keadaan rumah klien kurang bersih karena klien tinggal di daerah yang padat penduduk dan
dekat dengan jalan raya sehingga mempengaruhi keadaan sakit saat ini.
1) Pola nutrisi
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan baik dan makan habis 1 porsi,
makanan yang tidak disukai tidak ada, klien tidak memiliki riwayat makanan yang membuat
alergi, makanan pantangan dan makanan diit tidak ada, klien tidak menggunakan obat-obatan
dan alat bantu sebelum makan. Selama di rumah sakit, klien makan 3 x sehari dengan nafsu
makan kurang baik dan klien hanya menghabiskan ¼ porsi makan yang di sediakan rumah sakit,
tidak ada makanan yang tidak disukai klien, makanan yang membuat alergi tidak ada, makanan
pantangan tidak ada dan tidak menggunakan alat bantu makan.
2) Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit frekuensi buang air kecil ± 5kali sehari dengan warna kuning jernih,
klien mengatakantidak ada keluhan saat buang air kecil dan tidak terpasang alat bantu.
Frekuensi buang air besar klien 1 kali sehari, berwarna kuning kecoklatan dengan konsistensi
lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan laxative. Selama di rumah sakit
frekuensi buang air kecil ± 3 kali sehari, berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak
terpasang alat bantu. Frekuensi buang air besar 1 kali sehari, berwarna kuning kecoklatan
dengan konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan laxative.
3) Personal hygene
Sebelum sakit, klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore, melakukan oral hygiene 2 kali sehari pagi
dan malam dan mencuci rambut 2 x dalam seminggu. Selama di rumah sakit klien mandi 2 kali
sehari pagi dan sore dibantu keluarga dengan cara dilap dan melakukan oral hygiene 2 x sehari
pagi dan malam.
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN
Tanggal MRS : senin,6 mei 2012 Jam Masuk : 13.00 WIB
Tanggal Pengkajian: senin,6 mei 2012 No. RM : 11.09.68.45
Jam Pengkajian : 12.00 WIB Diagnosa Masuk : small cell
carcinoma + efusi plera (D)
Ruang/ Kelas : PALEM I/ 3 (Paru Laki)
IDENTITAS
Nama : Tn.S
Umur : 68 tahun/ 3 bulan/ 5 hari
Suku/ Bangsa : Jawa/ WNI
Agama : islam
Alamat : ngalian
Pekerjaan : PNS
Keluhan Utama : sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Tugurejo Semarang dengan mula-mula sesak pada bulan
februari 2012. Sesak hilang timbul, di sertai nyeri dada terutama saat beraktifitas dan terkadang
juga pada malam hari sesak timbul kembali, ketika pasien sesak, pasien mencoba tidur dengan
posisi duduk. Sebelum sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu bulan.
Batuk tanpa disertai dahak, dan mengkonsumsi obat batuk namun tidak sembuh. Karena sesak
bertambah hebat, pasien ke UGD RSUD tugurejo dan setelah di sana kurang lebih 1,5 jam pasien
dirujuk ke RS Permata Medika karena di RSUD Tugurejo semua ruang rawat inap telah penuh..
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
klien pada tahun 2010 pernah masuk RSUD Tugurejo dan dilakukan pengisapan cairan
karena di paru sebelah kanan terdapat cairan.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit keturunan: keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
sakit seperti pasien. Keluarga mengatakan tidak ada riwayat keganasan, batuk lama, batuk
berdarah, keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, tetapi pasien adalah perokok berat dimana dapat
mengkonsumsi satu bungkus dalam sehari dan hal itu sudah dilakukan lebih dari 10 tahun.
Dalam sehari pasien mampu manghabiskan rokok 1 bungkus bahkan lebih. Pekerjaan pasien
sebagai ekspedisi di perak yang selalu keluar pada malam hari. Saat pengkajian pasien mengaku
tidak mengerti bahwa pola hidupnya dapat mengakibatkan kanker paru, hal tersebut merupakan
kurangnya sumber informasi bagi pasien.
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Tanda Vital
Kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital:
Suhu: 37˚C Nadi: 96×/ menit. RR:26x/menit TD:140/90mmHg
1. Sistem Pernafasan (B1)
Nafas pasien tersengal-sengal cepat, pendek, terasa lebih sesak meningkat/ bertambah setelah
beraktifitas dan terdapat nyeri. Tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada retraksi otot
bantu nafas. Gerak dada kiri dan kanan simetris, terdapat suara nafas tambahan berupa ronki di
bagian dekstra apeks. Adanya secret dan batuk produktif tetapi batuk tidak efektif. Irama nafas
teratur terdapat dispnoe, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas, suara nafas vesikuler.
Terdapat hasil torakosintesis yang dilakukan pada pukul 11.30,dan ternyata masih terdapat
cairan di kavum pleura sebanyak 500 cc.
1. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang CVC sehingga
CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral merah, hangat dan kering.
1. Sistem Persyarafan (B3)
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak mengalami
gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku tidak mengalami
gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
1. Sistem Perkemihan (B4)
Menurut pasien, alat genetalia nya dalam kondisi bersih, dan tidak mengalami keluhan kencing.
Volume urin pasien normal, dan tidak terpasang kateter.
1. Sistem Pencernaan (B5)
Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut, gigi sempurna
(tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien tidak mengalami gangguan
menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit dengan suara peristaltic terdengar
lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-2010 dengan konsistensi lunak warna
kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan menurun.
1. Sistem Muskoleskeletal (B6)
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami kelainan tulang
belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit terlihat mengkilat, dan tekstur
halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat dekubitus. Pasien mengalami intoleransi
aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak bergerak, akan timbul sesak napas.
1. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening, Hiperglikemia (-),
hipoglikemia (-).
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat bersih dan
pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu kapan dia harus
menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan. Semua nya terlihat bersih
dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari, tidak lupa untuk membersihkan
telinga serta lubang hidung setiap hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
ANALISIS DATA
No. Data Etiologi Masalah
1 S : Pasien mengatakan Ca paru Bersihan jalan napas
batuk sesekali ↓ tidak efektif.
O : – sesekali batuk tetapi Massa di broncus
tidak efektif. – Terdapat ↓
ronkhi pada bagian apeks Respon silia berusaha
dextra. menghilangkan massa dengan
–sekret (+) putih hipersekresi mukus
kekuningan, kental ↓
–batuk produktif, tidak Secret/mucus tertahan di
efektif saluran napas
↓
Ronkhi (+)
↓
Bersihan jalan napas tidak
efektif
2. S : Pasien mengeluh sesak Efusi Pleura Pola napas tidak
napas saat bernapas. ↓ efektif.
O: Akumulasi cairan pada
– RR = 26 x/ menit rongga pleura
– Denyut nadi = 96 ↓
x/menit Ekspansi paru menurun
– Pasien bernapas ↓
tersengal-sengal cepat, RR meningkat
pendek ↓
–ICS melebar dekstra Pola napas tidak efektif
–retraksi (-) otot bantu
nafas (-)
–fremitus raba ↓
–perkusi redup (D)
RENCANA INTERVENSI
Hari / Jam Diagnose Intervensi Rasional
tangg keperawata
al n
(tujuan,
criteria
hasil)
22- 12.0 Bersihan 1. Berikan posisi semi fowler (30° - 1. Peninggian kepala tempat
10- 0 jalan nafas 45°) tidur
2010 tidak efektif mempermudah fungsi pernafasan
berhubunga dengan menggunakan gravitasi, dan
n dengan untuk meningkatkan ekspansi paru.
adanya 2. Nafas dalam membantu
secret memenuhi kecukupan O2 dan
tertahan di memobilisasi secret untuk
jalan nafas 2. Ajarkan pasien untuk nafas membersihkan jalan nafas dan
Tuj : 3 X 24 dalam dan batuk efektif membantu mencegah komplikasi
jam pernafasan.
bersihan 3. Memobilisasi secret untuk
jalan nafas membersihkan jalan nafas dan
efektif membantu mencegah komplikasi
KH: pernafasan.
Secret bisa 4. Obat yang membantu untuk
keluar (+) mengencerkan dahak sehingga
Ronkhi (-) 3. Lakukan postural drainage mudah dikeluarkan.
RR: 16- 5. Untuk mengencerkan secret
20x/menit sehingga lebih mudah untuk
dikeluarkan.
Tujuan :
nyeri 1. Kolaborasi pemberian obat
berkurang analgesic.
sampai
dengan
hilang 3 X
24 jam
KH :
– Nyeri
berkurang 1. Evaluasi karakteristik nyeri
skala (0–1) (PQRST)
– 2. Mengalihkan perhatian
Ekspresi pasien terhadap rasa nyeri yang
menyeringa sedang dirasakan.
i (-) 3. Untuk meminimalkan
– mobilisasi pasien, diharapkan agar
Nadi : 60– nyeri dapat berkurang.
100 x/menit 4. menghindari puncak periode
nyeri, alat dalam penyembuhan
otot, dan memperbaiki fungsi
pernafasan dan kenyamanan /
koping emosi
5. untuk mengetahui
perubahan karakteristik nyeri
setelah dilakukan penatalaksanaan.
Evaluasi
1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari.
2. Pasien menunjukkan pola napas normal
3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif.
4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara pleural
viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa transudat(Gagal
jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab
dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi paru disebut
infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di negara maju adalah
CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab
paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau nyeri
bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang lebih
besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit paru
primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu
lama menginfeksi pleura.
DAFTAR PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN
Home
ikamay. Powered by Blogger.
JAM
Renungan
google translate
Ika May
IKA MAY
View my complete profile
Archives
o 2013 (12)
August (12)
ASKEP PENDARAHAN
ASKEP DIABETES
ASKEP EFUSI PLEURA
Asuhan Keperawatan Meningitis
ASKEP DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
ASKEP TB PARU
Asuhan Keperawatan TB Paru
Askep Klien PPOM
ASKEP HEPATITIS
ASKEP KLIEN DENGAN PANKREATITIS
ASKEP Sindrom Koroner Akut (SKA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS NEONATO...
My Musik
feedjit
ASKEP EFUSI PLEURA
Posted by IKA MAY |
undefinedundefined
undefined
1. DEFENISI
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C
Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan
(5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price
C Sylvia, 1995)
2. ETIOLOGI
Penyebab efusi pleura biasa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis
paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndrome nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya.
(Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68). Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam
jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga
dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1) Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di
dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung
kongestif.
2) Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan
oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan
sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura
eksudativa.
3) Penyebab lain dari efusi pleura antara lain: gagal jantung, kadar protein darah yang rendah,
sirosis, pneumonia, blastomikosis, koksidioidomikosis, tuberculosis, histoplasmosis,
kriptokokosis, abses dibawah diafragma, artritis rematoid, pankreatitis, emboli paru, tumor, lupus
eritematosus sistemik, pembedahan jantung, cedera di dada, obat-obatan (hidralazin,
prokainamid, isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen,
prokarbazin), pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
3. MANIFESTASI KLINIS
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah
dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
4. PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan
pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena
adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya
efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal
jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic
karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh
keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar
proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
5. PENETALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik
ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
v Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis dan untuk menghilangkan disneu.
v Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu,
torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang
pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainasewater-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
v Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura
untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
v Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi pada efusi pleura adalah :
a. Infeksi
b. Fibrosis paru
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Keadaan Umum : sedang
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Pernafasan : 20 x / menitDenyut nadi : 84 x / menit
Suhu tubuh : 36 ˚ C
Kesadaran : Compos Mentis
è System Pernafasan
v Inspeksi : bentuk hidung simetris,septum di tengah,tidak tampak secretpada hidung,tidak
tampak pernafasan cupinghidung,bentuk dada simetris,pergerakan paru simetris,tidak ada lesi
dan oedema pada dada,tidak menggunakanbantuan O2.
v Palpasi : tidak ada krepitasi pada permukaan paru
v Perkusi : bunyi perkusi pekak pada lobus paru kanan
v Auskultasi : Bunyi paru vesikuler,tidak ada ronchi,tidak ada wheezing
è Sistem Respirasi
Pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar
iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di
punggung. Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka
akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis,
Mukty Abdol, 1994,79).
è System Kardiovaskuler
v Inspeksi : tidak tampak tanda – tanda adanya penyakit jantung danpembuluh darah
v Palpasi : tidak ada oedema pada permukaan dada,tidak ada peninggianvena jugularis,CRT < 3
detik,pulse 84 x / menit.
v Perkusi :
v Auskultasi : bunyi jantung S1 – S2 regule
è System Persyarafan
Status kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15
Pengkajian fungsi serebral :
a) Nervus Olfaktorius : klien mampu membedakan bau ( baukayu putih dan bau parfum )
b) Nervus Optikus : klien mampu membuka mata secaraspontan ketika dipanggil
namanya,tidak ada edema kelopak mata,pupil bulat isokor
c) Nervus Okulomotorius,Nervus Troklearis,Nervus Abdusen :Reaksi pupil baik,reflek
cahaya baik,pergerakan bola mata ke kanan,kiri,atas dan bawah normal.
d) Nervus Trigeminus : klien mampu menggigit dan menggerakanrahang bawah ke kiri dan
kekanane.
e) Nervus Fasialis : bentuk wajah simetris,mampu mengerutkankening,dan /mengangkat
alisf.
f) Nervus Auditorius : klien mampu merespon dengan baik danmenjawab pertanyaan
yang diajukan dengan benar,menunjukan bahwapendengaran klien baik.g.
g) Nervus Glasofaringeus : klien mampu menelan dengan baik dibuktikan dengan klien
memakan diet yang diberikan.h.
h) Nervus Vagus: reflex muntah ada,dibuktikan dengan klienmuntah 1x, setelah diberikan
obat antibiotic.i.
i) Nervus Assesoriu : klien mampu menoleh kekiri dan kekanandank lien juga mampu
mengangkat bahunya,tidak ada rasa sakit yangdirasakan pada daerah bahu dan leher j.
j) Nervus HipoglosI : klien mampu menjulurkan lidahnya danmenggerakannya
è System endokrin
v Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid / gondok
v Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid / gondok
è System integument
v InspeksI: warna kulit coklat,tampak bersih,tidak adahiperpigmentasi,tidak tampak adanya
lesi.
v Palpasi : tekstur lembut,temperature hangat,turgor kulit baik,tidak adaoedema
è System musculoskeletal
v Inspeksi: tidak tampak adanya fraktur dan kelainan bentuk tulan
belakang,cara berjalan baik normal,pergerakan ekstremitasnormal.
v PalpasI: tidak ada nyeri tekan pada otot,reflex tendon baik,tidak adakelemahan pada
otot,kekuatan otot normal 5 ( untuk semuaekstremitas
è System Genitourinaria
v Inspeksi : tidak dilakukan pengkajian pada anatomi genetalianya, klienterlihat mampu BAK
secara mandiri di toilet,frekuensi BAK 2x – 4 x / hari
v Palpasi : tidak tejadi distensi kandung kemih,tidak ada nyeri tekan blassdan ginjal, tidak ada
pembesaran ginjal
è System Pencernaan
v InspeksI:bentuk bibir simetris, gigi geligi masih lengkap,mukosaberwarna merah muda,tidak
ada perdarahan gusi, tidak adakelainan bentuk palatum,tidak ada pembesaran tonsil
ataupunproses infllamasi pada rongga mulut,,tidak tampak pembesaran abdomen,klien
mampu BAB secara mandiri ketoilet,dengan frekuensi 1 x – 2x / hari.
v PalpasI: tidak ada defiasi pada faring,menelan baik,tidak ada nyeri tekanpada faring,tidak
nyeri tekan pada epigastrium,abdomensupel,tidak ada distensi dan nyeri tekan abdomen
v Perkusi: tidak ada penimbunan cairan maupun gas
v Auskultasi : tidak ada hiperperistaltik usus,bunyi bising usus normal 6 – 8x / menit.
B. DIAGNOSA
Diagnosa adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap
masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual / potensial.Adapun diagnosa keperawatan
pada efusi pleura adalah sebagai berikut:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Efusi Pleura
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh, kelelahan
dan hiperventilasi
3) Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
5) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik
dan rencana pengobatan
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi pleura,
nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum.
7) Risiko trauma / penghentian napas berhubungan dengan kelelahan, penglihatn buruk
gangguan keseimbangan, kurang kewaspadaaan keamanan, gangguan emosional dan riwayat
trauma sebelumnya.
1. INTERVENSI
No. DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1. Gangguan Tujuan:Mendemonstrasikan Mandiri : Kedalaman
pertukaran gas perbaikan ventilasi 1. Kaji Penurunan pernapasan
berhubungan Kriteria : Bunyi napas jelas, nyeri yang optimal dipengaruhi oleh situsi
dengan Efusi AGD dalam batas normal, dengan periode nyeri pada saat
Pleura frekuensi napas 12-24/menit, keletihsn atau bernapas, keletihan
frekuensi nadi 60- depresi pernapasan dan depresi
100x/menit, tdk ada batuk, yang optimal Meningkatkan
meningkatnya volume 2. Jika tidak dapat kemampuan ekspanai
respirasi pada spirometer berjalan, tetapkan paru, jiak klien dalam
insentif. suatu aturan untuk posisi duduk
turun dari tempat kemampuan ekspansi
tidur, duduk di paru akan meningkat.
kursi beberapa kali Mengoptimalkan
sehari fungsi paru sesuai
3. Tingkatkan dengan kemampuan
aktivitas secara aktivitas individu
bertahap, jelaskan Membantu drainase
bahwa fungsi postural, mencegah
pernapasan akan depresi jaringan
menungkat denagn paru/dada untuk
aktivitas Pernapasan
4. Bantu respon Meningkatkan
setiap 8 jam jika ekspansi paru dan
mungkin asupan oksigen ke
5. Dorong klien paru dan system
untuk melakukan peredaran darah
napas dalam dan Mengevaluasi kondisi
latihan batuk efektif yang mungkin dapat
lima kali setiap jam memperburuk
6. Artikulasi bidang ventilasi dan perfusi
paru selama 8 jam jaringan.
7. Konsul dokter Hal tersebut
jika gejala-gejala merupakan tanda awal
pernapasan yg ada terjadinya komplikasi.
bertambah berat. Ekspektoran
Kolaborasi : membantu
8. Berikan mengencerkan sekresi
ekspektoran sesuai sehingga sekret dapat
dengan anjuran dan dikeluarkan pada saat
evaluasi batuk.
keefektifannya. Pemberian oksigen
9. Berikan oksigen tambahan dapat
tambahan sesuai menurunkan kerja
dengan anjuran, pernapasan dgn
sesuaikan menyediakan lebih
kecepatan aliran banyak oksigen untuk
dengan hasil AGD. dikirim ke sel,
Jika sudah walaupun konsentrasi
digunakan masker oksigen yg lebih tinggi
oksigen namun dpt dialirkan melalui
pasien bertambah masker oksigen, hal
gelisah, konsul ke tsb seringkali
ahli terapi mencetuskan perasaan
pernapasan untuk terancam bagi pasien,
pemasangan kanula khususnya pada pasien
nasal. dengan distres
pernapasan
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan dalam spasium pleural yang terletak di antara
permukaan viseral dan parietal. Efusi pleura adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Efusi pleura mungkin
merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, tuberkulosis, pneumoniainfeksi paru (terutama
virus), sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplasik. Karsinoma bronkogenik
adalah malignasi yang paling umum berkaitan dengan efusi pleura. Ukuran efusi akan
menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak napas.
SARAN
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah
dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Di sampin itu ami juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
v Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
v http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/07/askep-efusi-pleura.html
v http://www.scribd.com/doc/54514386/Efusi-Pleura
v \http://tugasfitchi.blogspot.com/2012/04/makalah-efusi-pleura.html
Posted by IKA MAY
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
0 COMMENTS:
POST A COMMENT