DOSEN PEMBIMBING
Ir. Sri Dayuti, M.P
DISUSUN OLEH :
ILYAZA AGUNG HIMAWAN (185080407111016)
RADITYA HAFIZHAN SYAPUTRA (185080407111018)
AJENG RURI HARDIANTI (185080407111020)
FAVIAN ALFREDA ISLAMEY SONETA (185080407111022)
ADRIAN IRSANDA BOESTAMAM (185080407111024)
NUR AHMAD FAUZAN (185080407111026)
VERONIKA DEVITA AYU TIRA PUTRI (185080407111028)
KELAS A02 GENAP
LOBSTER
1. Klasifikasi dan Morfologi Lobster
Menurut Nirwansyah (2012), lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) termasuk ke
dalam keluarga Parasticidae. Cherax quadricarinatus dikenal dengan nama dagang red claw,
disebut demikian karena pada kedua ujung capitnya terdapat warna merah. Selain sebagai
lobster konsumsi, red claw juga cocok dijadikan lobster hias karena memiliki keunggulan
pada bentuk dan warna tubuhnya. Warna biru mengkilap terpancar dari tubuhnya. Lobster air
tawar memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih besar dari udang air tawar lainnya. Tubuh
lobster air tawar dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian chepalotorax dan abdomen.
Chepalotorax merupakan bagian depan yang terdiri atas kepala dan dada, sedangkan
abdomen adalah bagian belakang yang terdiri atas badan dan ekor.
Jenis lobster air tawar yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis Cherax
quadricarinatus, jenis ini termasuk ke dalam Famili Parasticidae. Nirwansyah (2012),
mengklasifikasikan lobster air tawar sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Ordo : Malacostraca
Sub Ordo : Decapoda
Gambar 1. Lobster Air Tawar
Superfamili : Astacidae (Sumber: www.haaretz.com)
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : Cherax quadricarinatus (von Martens)
Menurut Suastika, et al (2008), lobster hidup dan berkembang biak secara alami
dalam berbagai kelompok ukuran yaitu :
1) Puerulus transparan, morfologi menyerupai induk berukuran 1,5 - 2,0 g
2) puerulus berpigmen berukuran 2 - 4 g, perubahan warna menjadi coklat setelah molting
3) juvenil berukuran 50 - 350 g
4) ukuran dewasa 500 – 3.400 g, induk dewasa dan betina sedang mengerami telurnya
Ciri Kedewasaan
Differensiasi kelamin diduga sudah terjadi saat lobster pada fase puerulus, namun
gonad pada saat juvenil belum berkembang. Lobster berkategori dewasa sejak ovarium atau
testis sudah dapat memproduk si oosit atau spermatosit. Berdasarkan morfologi eksternal,
kedewasaan betina lobster mutiara ditandai oleh tumbuh plumose setae pada kaki renang,
tumbuh setelah berumur sekitar 37 bulan dan berbobot tubuh 559-658 g dan ukuran panjang
karapas 20,3 -23,2 cm pada kondisi budidaya pembesaran. Plumose setae tumbuh seperti
bulu halus pada sisi pinggir kaki renang dalam pada keempat kaki renang (kiri dan kanan).
Dengan asumsi bahwa induk betina dewasa, sebelum memijah sudah
menyiapkan tempat pelekatan/pengeraman telur. Kaki renang pertama sampai ke-4
lembaran dalam sudah terbentuk sejenis serabut. Kaki renang pertama terdiri dari 2
lembar yang berbentuk daun dan pada bagian pangkal tumbuh plumose setae tersebar
pada bagian exopod dan endopod. Plumose setae paling banyak pada kaki renang kedua,
kemudian pada kaki renang ke-3, lalu kaki ke -4 dan yang terakhir kaki renang
pertama (Suastika, et al, 2008).
3. Syarat Lobster yang Siap Dipasarkan
Lobster air tawar yang dipasarkan umumnya merupakan lobster ukuran konsumsi.
Lobster hidup untuk konsumsi adalah lobster hidup yang sehat dan memiliki kelengkapan
organ tubuh dengan berat tubuh lebih besar atau sama dengan 60 g/ekor sesuai dengan SNI
4488.2:2011. Lobster harus dalam keadaan bugar, sehat, tidak sedang ganti kulit (moulting)
dan tidak sedang bertelur. Organ tubuh lobster seperti antena dan kaki juga harus lengkap dan
tidak boleh patah (Nasution, 2012).
5. Penanganan Lobster
Penanganan lobster hidup meliputi penanganan awal, penyimpanan, dan pembugaran.
a. Penanganan Awal
Hal yang dilakukan dalam penanganan awal meliputi penyortiran lobster dan
pemingsanan lobster.
1. Penyortiran Lobster
Cara penyortiran dapat menggunakan alat yang dinamakan grader
(semacam ayakan). Alat ini terbuat dari bahan yang tahan karat, misalnya
stainless steel atau alumunium. Bentuk grader bisa bermacam-macam,
misalnya bulat, bujur sangkar, atau empat persegi panjang. Cara kerja grader
menyerupai ayakan, yaitu menyeleksi lobster sesuai dengan ukuran. Jika
ukurannya lebih besar dari lubang grader, lobster tidak akan lolos melewati
lubang tersebut. Lobster yang lolos dari lubang grader berarti tidak masuk
ukuran. Lobster ini perlu dikembalikan lagi ke kolam pembesaran hingga
ukurannya bisa mencapai ukuran yang diinginkan pasar (Nasution, 2012).
2. Pemingsanan Lobster
Dukungan teknologi penanganan dan transportasi dibutuhkan dalam
memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat terhadap lobster hidup.
Transportasi lobster hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem basah
menggunakan air dan sistem kering tanpa menggunakan media air (Nasution,
2012)
Proses pembiusan atau pemingsanan adalah suatu cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi aktivitas ikan selama transportasi yang berprinsip
menekan metabolisme ikan sehingga mampu mempertahankan hidup lebih
lama dalam kondisi yang tidak normal. Metode pembiusan merupakan metode
yang digunakan dalam transportasi lobster dengan media tanpaair. Metode ini
menggunakan prinsip hibernasi, yaitu usaha untuk menekan metabolisme
lobster sehingga masuk ke dalam metabolisme basal atau dapat bertahan dalam
kondisi minimum. Fase ini merupakan fase ketika ikan masih dapat bertahan
hidup hanya dengan kebutuhan yang minimal dan menghasilkan metabolisme
yang minimal pula. Hal ini bertujuan agar derajat kelulusan hidup lobster tetap
tinggi setelah sampai ke tempat tujuan sehingga harga jualnya tetap tinggi dan
kualitasnya tetap terjaga. Semakin lama lobster dapat bertahan hidup maka
semakin luas jangkauan distribusinya (Nasution, 2012).
Menurut Ikasari et.al (2008), untuk transportasi lobster air tawar hidup jarak
jauh, terutama untuk ekspor, penggunaan transportasi sistem kering dipandang
merupakan cara yang efisien. Pada transportasi sistem kering, lobster dikondisikan
dalam keadaan metabolisme rendah agar daya tahan di luar habitatnya tinggi.
Untuk itu sebelum ditransportasikan, lobster diimotilisasi terlebih dahulu.
Imotilisasi dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan shock suhu
rendah. titik suhu kritis bagi lobster yang berpeluang untuk ditransportasikan
adalah 120C. Penggunaan metode shock dan waktu shock yang berbeda
dapatberpengaruh terhadap aktivitas dan metabolisme lobster air tawar. Perlakuan
pemingsanan secara bertahap dapat menimbulkan stres pada lobster serta
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memingsankannya.
Imotilisasi menggunakan suhu rendah secara bertahap dapat dilakukan
dengan menurunkan suhu media air dari suhu normal (±27oC) ke suhu pembiusan
secara perlahan-lahan. Penurunan suhu dilakukan dengan kecepatan 5-10oC/jam
atau 0,4-0,8oC/menit. Penurunan suhu secara bertahap ini dimaksudkan agar ikan
secara bertahap direduksi aktivitas, respirasi dan metabolismenya sampai titik
imotil yang diperlukan. Aktivitasikan pada kondisi imotil diharapkan sudah cukup
rendah bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani untuk proses transportasi
(Nirwansyah, 2012).
Selain dengan penurunan suhu, metode yang dapat dilakukan dalam teknik
immotilisasi adalah pembiusan dengan menggunakan zat anestesi. Zat anestesi
yang biasa digunakan untuk proses pemingsanan ikan, yaitu bahan kimia misalnya
MS-222 (tricaine methane sulphonate), CO2 dan quinaldine, dan bahan alami
berupa ekstrak biji karet dan ekstrak cengkeh (Nasution, 2012).
b. Penyimpanan Lobster
Dalam transportasi sistem kering, media yang digunakan untuk
penyimpanan adalah media kemasan. Alat yang digunakan yaitu styrofoam
sedangan bahan yang digunakan meliputi serbuk gergaji dingin, kertas koran, dan
kertas hancuran es yang telah dibungkus plastik. Penambahan rak dalam wadah
pengemasan diharapkan juga dapat meningkatkan kepadatan tanpa mempengaruhi
mortalitas lobster.
Menurut Suwandi et.al (2008), pada pengemasan kering lobster,
penambahan rak terbukti dapat meningkatkan kepadatan hingga 54% tanpa
mengurangi tingkat kelulusan hidup lobster air tawar. Kondisi penyimpanan lebih
dari 50 jam kemungkinan masih menghasilkan tingkat kelulusan hidup yang tinggi
mengingat setelah dibugarkan aktivitas lobster air tawar dapat normal kembali
c. Pembugaran Lobster
Pembugaran lobster dilakukan dengan memindahkan lobster kedalam
akuarium pembugaran yang telah dilengkapi sistem aerasi sehingga memiliki
kadar oksigen tinggi. Menurut Suwandi et.al (2008), lobster yang telah
dipindahkan ke dalam akuarium pembugaran segera menunjukkan tanda-tanda
kehidupan dengan sedikit bergerak, mengeluarkan gelembungudara, berenang
mundur, dan menggerakkan kaki jalan untuk membersihkan butiranserbuk gergaji
yang melekat pada karapas. Pada penelitian dengan suhu berbeda (40 0C, 450C, dan
600C), tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelulushidupan lobster.
Tiap lobster memiliki tingkat kelulushidupan yang sama, yaitu 100%.
Kendala Selama Penanganan
Lobster telah menjadi suatu komoditas bahan pangan yang telah
menjadi primadona masyarakat dunia dan memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Alasan tersebutlah yang menyebabkan adanya penanganan lobster.
Lobster dapat dikirim dengan keadan hidup, sehingga tingkat kesegaran
lobster tetap terjaga hingga sampai ke tangan konsumen (Ikasari et al., 2008).
Namun, pengirimin lo ,mbster hidup memiliki kendala yang banyak
ketika dilakukan proses pengiriman. Kendala tersebut seperti jarak yang jauh
untuk pengiriman, kelembapan yang selalu terjaga agar lobster tetap hidup,
dan metabolisme yang ditekan rendah dengan suhu rendah yang tetap optimal.
Banyaknya kendala dapat diatasi dengan teknologi yang memadai (Ikasari et
al., 2008).
Untuk transportasi lobster hidup diperlukan teknologi transportasi yang
dapat digunakan untuk kepentingan ekspor, yaitu dengan jarak tempuh yang
jauh dan kapasitas tinggi yang mampu mempertahankan lobster tetap hidup
sampai di negara tujuan dengan biaya angkut yang lebih murah. Jika teknologi
yang digunakan dan penanganan yang dilakukan benar, maka transportasi
lobster hidup dapat berjalan dengan baik dan tingkat kelulushidupan lobster
akan lebih tinggi. Metode yang dimaksud meliputi pra pengiriman dan pasca
pengiriman (Suryaningrum et al., 2008).
Titik Kritis
Agar derajat kelulusan hidup lobster tetap tinggi setelah sampai ke tempat tujuan,
maka lobster harus dikondisikan dalam aktivitas dan metabolisme rendah. Semakin lama
lobster bertahan hidup maka semakin luas jangkauan distribusinya. Pada dasarnya dalam
transportasi ikan hidup, suhu rendah merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan tingkat kelulusan hidup selama transportasi (Ikasari et al., 2008).
Beberapa penelitian untuk mempelajari penggunaan suhu rendah untuk transportasi
lobster hidup telah dilakukan, diantaranya adalah kajian suhu rendah terhadap aktivitas dan
metabolisme lobster hidup serta kajian metode imotilisasi lobster secara bertahap dan
langsung. Selain itu, pengaruh pemberokan dan media untuk transportasi lobster air tawar
yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelulusan hidup lobster juga telah
dilakukan. Sehingga lobster yang dikirim tetap sehat dan segar (Suryaningrum et al., 2008).
RAJUNGAN
1. Karakteristik Rajungan
Kingdom : Animalia
Filum : Artropoda
Sub filum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Brachyura
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus
Ciri-ciri morfologi kepiting rajungan (Portunus pelagicus) adalah sebelah kiri dan
kanan karapaksnya terdapat duri yang besar. Duri-duri sisi belakang matanya berjumlah
sembilan buah (termasuk duri besar). Rajungan jantan karapaknya berwarna dasar biru
ditaburi bintik-bintik putih yang beraneka ragam bentuknya. Sedangkan yang betina
berwarna dasar hijau kotor dengan bintik-bintik seperti jantan (Soim, 1994)
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) pada bagian perut (dada) kepiting jantan
umumnya organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing dibagian
depan, sedangkan organ kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan
dibagian depannya agak tumpul (lonjong).
UDANG
1. KARAKTERISTIK UDANG
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma
spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang merupakan
salah satu cara pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan
mikroorganisme dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan aktivitas enzim. Tujuan
pembekuan udang adalah mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi pada udang dengan
teknik penarikan panas secara efektif dari udang agar suhu udang turun sampai suhu
rendah yang stabil dan mengawetkan udang. Udang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Sub Phylum : Mandibulata
Class : Crustaceae
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Natantia
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeussp
Secaramorfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu
dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di
belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya
tertutup kulit khitin yang tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49%
dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-23% (Purwaningsih,
1995). Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit didarat.
udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain
udang windu (Penaeus monodon), udangputih (Penaeus marguiensis) dan udang dogol
(Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis
tinggi antara lain udang galah (Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp)
dan udang karang (Lobster).
4. PENGEMASAN
Pengemasan untuk transportasi udang hidup dengan sistem kering dilakukan sebagai
berikut.
Disiapkan kotak stirofom dan ke dalamnya dimasukkan hancuran es (0,5 kg) yang
dibungkus kantong plastik, kemudian ditutup kertas koran untuk mencegah
rembesan air dari es. Di atas koran dimasukkan selapis sergaji (140C) sekitar
setebal 10 cm.
Es ditutup kertas koran untuk mencegah rembesan air es, dan diatas koran
dimasukkan selapis sergaji setebal 15 cm.
Udang dimasukkan dan disusun satu lapis berseling seling dengan posisi tubuh
telungkap.
Di atas udang dimasukkan selapis sergaji lembab dingin setebal 5-10cm.
Demikian seterusnya, udang dan sergaji lembab dingin disusun lapis demi lapis
secara berseling seling sampai kemasan penuh. Lapisan paling atas diisi sergaji
sedikit lebih tebal (10-15 cm).
Kemasan diitutup rapat dan direkat dengan flasband. Kotak stirofon dapat
dimasukkan ke dalam kotak kardus untuk melindungi stirofom dari kerusakan
fisik.
Kemasan kemudian dapat ditransportasikan untuk ekspor ke luar negeri.
Penggunaan ruangan bersuhu sejuk (suhu ruang sekitar 170-190C)
selama transportasi sangat disarankan untuk menekan perubahan suhu
sehingga tingkat ketahanan hidup udang lebih tinggi dan daya jangkau
transportasinya lebih jauh.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Lobster merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki nilai jual tinggi terutama
dalam keadaan hidup. Agar lobster tetap hidup maka dapat dilakukan penanganan awal
berupa penyortiran dan pemingsanan, penyimpanan dengan metode transportasi kering, serta
pembugaran lobster. Kendala selama penangaan tersebut beruapa pengiriman jarak jauh serta
kelembapan dan suhu yang harus selalu terjaga. Lobster dapat dipasarkan apabila memenuhi
syarat diantaranya harus dalam keadaan bugar, sehat, tidak sedang ganti kulit (moulting),
tidak sedang bertelur, berat tubuh lebih besar atau sama dengan 60 g/ekor, serta organ tubuh
lobster harus lengkap dan tidak boleh patah.
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di
Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali),
Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai
utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan dan daerah Kalimantan Barat. Rajungan
telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu
harganya relatif mahal. Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika,
yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai
negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk
olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan komoditas ekspor
urutan ketiga dalam arti jumlah setelah udang dan ikan. Sampai saat ini seluruh kebutuhan
ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan
akan mempengaruhi populasi di alam.
Udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada
(cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya. Udang
memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya tertutup kulit khitin yang tebal
dan keras. Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena
dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat, mencegah
reaksi kimia dan aktivitas enzim. Komposisi kimia udang terdiri dari 78% kadar air; 3,1%
kadar abu; 1,3% lemak; 0,4% karbohidrat; 16,72% protein; 161% kalsium; 292% fosfor;
2,2% besi; 418% natrium.
DAFTAR PUSTAKA
http://tika3poet1.blogspot.com/2013/12/makalah-penanganan-udang.html
https://www.academia.edu/17918315/Penanganan_Hasil_Perikanan_Transportasi_Lo
bster_Hidup
https://www.lalaukan.com/2017/04/penanganan-rajungan-di-atas-kapal.html?m=1
http://reps-id.com/rajungan-dagingnya-lezat-dan-cangkangnya-multifungsi/#
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/49821
https://nurasmalaadyah.blogspot.com/2015/10/klasifikasi-dan-morfologi-
rajungan.html