Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KASUS BAYI DAN


BALITA STUNTING DI PUSKESMAS WURYANTORO KABUPATEN WONOGIRI
TAHUN 2020

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Mata Kuliah Karya Tulis Ilmiah Dasar

Disusun Oleh :

HANI HAMIDA
NIM : 21181345B
BENING EGA BERLIANA
NIM : 21181350B

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA


FALKUTAS FARMASI
D3 FARMASI
2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis Oleh :HANI HAMIDA


BENING EGA BERLIANA
Judul :ANALISIS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAYI
DAN BALITA STUNTING DI PUSKESMAS WURYANTORO
KABUPATEN WONOGIRI

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Proposal Karya Tulis
Ilmiah pada tanggal ……………..2020

Oleh:

Pembimbing I: Pembimbing II

………………. ………………..

Mengetahui
UNIVERSITAS SETIA BUDI
Ka. Prodi D III Farmasi

................................
`
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Latar belakang masalah timbul dari banyaknya kasus bayi stunting yang ada di
Indonesia dan belum adanya pencegahan dan penanggulangan yang tepat terhadap kasus bayi
stunting di Indonesia. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang, dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi (Millenium Challenga Account Indonesia, 2014). Stunting
dapat disebabkan oleh factor langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari
kejadian stunting salah satunya adalah asupan gizi (Bappenas R.I, 2013)
Stunting merupakan masalah yang banyak ditemukan dinegara berkembang seperti
Indonesia, hal ini dibuktikan dari rata-rata tinggi badan orang Indonesia yang cenderung
pendek dibandingkan dengan negara lain. Menurut United Nations Children’s Fund
(UNICEF), pada tahun 2016 hasil data stunting dibawah normal yaitu 22,9 % anak berusia di
bawah lima tahun mengalami stunting yang membuat Indonesia menempati posisi ke-3 untuk
jumlah stunting terbanyak di Asia Tenggara. Di tahun 2018 angka stunting di Indonesia
menurun walaupun masih ada 3 dari 10 balita Indonesia mengalami stunting. Pada tahun
2013, Indonesia menempati posisi pertama prevalensi stunting oleh South-East Asia Regions
yaitu 36,4% berdasarkan data Child Malnutrition Estimate tahun 2013 jauh diatas Filipina
30,3%.
Berdasarkan umur balita, kejadian stunting banyak terjadi pada balita umur 24-36
bulan. Kondisi stunting baru nampak setelah bayi berumur 2 tahun dan selama pertumbuhan
prevalensi stunting terus bertambah pada umur 3 tahun, lebih tinggi dibandingkan saat lahir.
Prevalensi kejadian stunting meningkat dari umur 6 bulan (22,4%), umur 1 tahun (27,3),
umur 2 tahun (36,1), umur 3 tahun (40,9) selama perjalanan sampai umur 5 tahun terjadi
gangguan nutrisi sehingga stunting bertambah (Trihono dkk., 2015). Target penurunan
prevalensi kejadian stunting secara global adalah sebanyak 40% pada tahun 2025. Fokus
utama dalam upaya pencapaian target tersebut adalah penurunan prevalensi anemia pada ibu,
penurunan kejadian bayi dengan BBLR, dan peningkatan pemberian ASI Eksklusif (WHA,
2012).
Berdasarkan laporan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG), Dinas Kesehatan Provinsi
Bali tahun 2016 prevalensi balita stunting di Provinsi Bali sebesar 19,7% mengalami
penurunan 1% dari tahun 2015 yang prevalensinya 20,7%. Buleleng termasuk dalam tiga
besar masalah balita stunting dengan prevalensi 24,2% dan kejadian tertinggi pada umur 24-
59 bulan. Puskesmas Buleleng III menjadi peringkat pertama dengan kasus malnutrisi pada
balita sejumlah 50 balita tahun 2014 dan meningkat menjadi 96 balita di 2015 (Dinkes Kab.
Buleleng, 2016).
Di Indonesia upaya penurunan prevalensi balita stunting menjadi salah satu prioritas
pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015-2019 (Bappenas, 2014). Pemerintah melakukan
program untuk mencegah dan mengurangi prevalensi kejadian stunting secara langsung
(intervensi gizi spesifik) dan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Upaya intervensi
gizi spesifik difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK, yaitu ibu
hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan. Intervensi gizi sensitif yang dilakukan meliputi
pada sanitasi dan lingkungan, jaminan kesehatan, penanggulangan kemiskinan, keluarga
berencana, dan pendidikan gizi bagi semua kalangan. Realisasi dari upaya tersebut melalui
pemeriksaan pada ibu hamil berupa Antenatal Care (ANC) secara terpadu dan menerima
standar pelayanan minimal, Penetapan peraturan pemerintah mengenai Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) dan ASI Eksklusif, posyandu 5 setiap bulan, dan promasi kesehatan mengenai Prilaku
Hidup bersih dan Sehat (PHBS). Namun, upaya yang telah berjalan tersebut belum mampu
menurunkan angka kejadian stunting, sebaliknya prevalensinya meningkat (Trihono, 2015).
Berdasarkan uraian masalah diatas menunjukan tingginya angka kejadian stunting di
Indonesia dan belum adanya pencegahan dan pengobatan yang tepat, maka penulis tertarik
untuk meneliti bagaimana suatu daerah terutama di Puskesmas Wuryantoro Kabupaten
Wonogiri menanggulangi dan mencegah kasus stunting agar tidak terus meningkat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Bayi Stunting di Puskesmas
Wuryantoro Kabupaten Wonogiri?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan kasus
bayi stunting di Puskesmas Wuryantoro.
2. Tujuan Khusus
Untuk menganalisis metode pencegahan dan penanggulangan kasus stunting di
Puskesmas Wuryantoro Kabupaten Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sumber dalam mengembangkan pelayanan
kesehatan khususnya dibidang ketenagaan kerja kesehatan dalam memberikan
penanganan yang tepat untuk kasus stunting.
2. Manfaat Praktis
2.1 Bagi intitusi kesehatan. Memberikan informasi bagi institusi kesehatan
mengenai beberapa metode atau cara untuk menanggulangi dan mencegah
kasus bayi dan balita stunting di masyarakat.
2.2 Bagi pemerintah. Memberikan masukan bagi pemeritah sebagai pembuat
kebijakan mengenai masalah stunting pada bayi dan balita di daerah
Wonogiri dqan sebagai bahan penunjang dalam evaluasi progam kesehatan
yang berkaitan dengan masalah stunting yang telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Stunting
Stunting adalah kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain
seusianya, atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar.
Standar ini beracu pada kurva pertumbuhan yang dibuat oleh World Health
Organization (WHO). Di Indonesia sendiri nilai ambang batas tinggi badan anak
usia 0-60 bulan sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 1995/Menkes/SK/XII/2010 (Tabel 1).
Tabel 1. Ambang batas tinggi badan anak menurut umur (TB/U)
Sangat Pendek < -3SD
Pendek -3SD sampai dengan -2SD
Normal -2SD sampai dengan 2SD
Tinggi > 2SD
Sumber : WHO, 2005 (Kemenkes RI, 2010)
Stunting pada anak akan terlihat dari perawakan anak yang kerdil saat mencapai
usia 2 tahun, atau lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya dengan jenis
kelamin yang sama. Selain pendek atau kerdil, anak yang mengalami stunting juga
terlihat kurus. Walaupun terlihat pendek dan kurus, tubuh anak tetap proporsional.
Namun tidak semua anak yang pendek disebut stunting.
Selain itu stunting pada anak juga memengaruhi perkembangannya. Anak
dengan stunting akan mengalami penurunan tingkat kecerdasan, gangguan
berbicara, dan kesulitan dalam belajar sehingga mengakibatkan prestasi anak di
sekolah akan buruk sehingga mempengaruhi masa depan anak, di mana ia akan
sulit mendapatkan pekerjaan ketika dewasa.
Anak dengan stunting juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah,
sehingga lebih mudah sakit, terutama akibat penyakit infeksi. Anak yang
mengalami stunting juga akan lebih sulit dan lebih lama sembuh ketika sakit.
Stunting juga memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak.
Setelah dewasa, anak akan rentan mengalami penyakit diabetes, hipertensi, dan
obesitas.
2. Pencegahan Stunting
Gangguan tumbuh kembang akibat stunting bersifat menetap, yang artinya
tidak dapat diatasi. Namun, kondisi ini sangat bisa dicegah, terutama pada saat
1000 hari pertama kehidupan anak, dengan cara sebagai berikut :
a. Penuhi kecukupan nutrisi ibu selama kehamilan dan menyusui, terutama zat
besi, asam folat, dan yodium.
b. Lakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan ASI eksklusif.
c. Lengkapi pengetahuan mengenai MPASI yang baik dan menerapkannya.
d. Biasakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air, terutama sebelum menyiapkan makanan dan
setelah buang air besar atau buang air kecil, meminum air yang terjamin
kebersihannya, dan mencuci peralatan makan dengan sabun cuci piring.
Orang tua juga perlu untuk melakukan pemeriksaan anak ke Posyandu atau
Puskesmas secara rutin, agar kenaikan berat badan dan tinggi badannya dapat
dipantau, untuk kemudian dibandingkan dengan kurva pertumbuhan dari WHO.
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk dilakukan setiap bulan bagi anak berusia di
bawah 1 tahun, dan setiap 3 bulan bagi anak berusia 1-2 tahun. Walaupun stunting
adalah kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa diperbaiki, penanganan
sedini mungkin tetap penting untuk dilakukan agar kondisi anak tidak semakin
parah.
3. Penanggulangan Stunting
Di bawah pengarahan langsung Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah
mencanangkan program percepatan penanggulangan stunting melalui Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stranas Stunting) 2018-2024, yaitu
sebuah strategi jangka panjang terintegrasi yang mengedepankan konvergensi
upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Penanganan stunting
dilakukan dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia
usaha, dan organisasi kemasyarakatan, dan pada tahun 2019 difokuskan di 160
kabupaten/kota prioritas.
Secara garis besar, ada dua jenis intervensi yang dapat dilakukan melalui
upaya bersama seluruh pemangku kepentingan untuk menanggulangi stunting.
Pertama adalah intervensi gizi spesifik, yaitu aktivitas yang secara langsung
menyasar ibu hamil/menyusui dan anak, terutama dalam 1.000 hari pertama
kehidupan (HPK). Kegiatan intervensi ini biasanya bersifat jangka pendek dan
dilakukan dalam lingkup sektor kesehatan, seperti pemberian ASI eksklusif dan
penggunaan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK). Kedua adalah
intervensi gizi sensitif, yaitu intervensi yang dilakukan melalui berbagai kegiatan
di luar sektor kesehatan murni dengan sasaran masyarakat umum. Contoh
kegiatan yang dilakukan adalah memastikan ketersediaan akses terhadap air
bersih, sanitasi, dan jaminan sosial serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya
higienitas bagi keluarga miskin.
Upaya pemerintah menanggulangi stunting telah cukup membuahkan hasil.
Data Riskesdas menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir angka prevalensi
stunting turun cukup signifikan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen
pada 2018. Namun demikian, target yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2014-2019), yakni
menurunkan prevalensi stunting menjadi 29 persen di tahun 2018 dan 28 persen di
tahun 2019, belum tercapai. Oleh karena itu, upaya penanggulangan stunting perlu
terus ditingkatkan agar hasilnya lebih maksimal.

B. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah dan landasan teori yang telah diuraikan, dapat di
rumuskan dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah : Pencegahan dan
penanggulangan kasus bayi stunting di Puskesmas Wuryantoro dinilai baik dan efektif
dalam menurunkan angka bayi stunting di daerah Kabupaten Wonogiri.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jenis penelitian yang digunakan
adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti
melakukan pengukuran terhadap variable bebas dan variable terikat yang
pengumpulan datanya dilakukan pada satu periode tertentu dengan pengamatan
selama penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada anak balita yang memenuhi kriteria inklusi dan
esklusi sebagai berikut.
Kriteria inklusi:
a) Bayi tidak cacat fisik dan mental.
b) Bayi yang tinggal di desa Wurayantoro kabupaten Wonogiri.
c) Bayi yang mempunyai ibu yang tidak cacat mental
d) Bayi yang diasuh oleh ibunya sendiri
Kriteria esklusi:
a) Bayi yang idah dari desa Wurayantoro Kabupaten Wonogiri.
b) Bayi sakit

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah balita yang
terdaftar dalam progam balita stunting di Puskesmas Wuryantoro.

B. Variabel Penelitian

Variable penelitian merupakan kegiatan menguji hipotesis, yaitu mengkaji kecocokan


antara teori dan fakta empiris di dunia nyata. Variabel tersebut dapat berupa variabel
bebas dan variabel terikat.
1. Variabel terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yang
sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
bayi yang mengalami stunting di daerah Wuryantoro Kabupaten Wonogiri.
2. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sifatnya
berdiri sendiri (variabel terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pencegahan dan penanggulangan kasus bayi stunting di Puskesmas Wuryantoro.
C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang didefinisikan
yang dapat diamati. Agar lebih terarah dan tidak salah pengertian pada judul proposal
“Analisis Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Bayi Stunting di Puskesmas
Wuryantoro Kabupaten Wonogiri”, maka perlu dijelaskan tentang definisi dari masing
masing variabel yang diteliti sebagai berikut:
1. Pencegahan kasus bayi stunting
Pencegahan kasus bayi stunting adalah adalah proses, cara, perbuatan
mencegah; penegahan; penolakan: usaha pencegahan kemusnahan terhadap kasus
bayi stunting. Pencegahan sendiri berarti, cara yang sedapat mungkin dilakukan
pencegahan thd faktor yg dapat menimbulkan komplikasi.
Pencegahan bayi stunting ini bisa dicegah pada saat 1000 hari pertama kehidupan
anak. Cara pencegahan bayi stunting yang dapat dilakukan adalah:
a. Penuhi kecukupan nutrisi ibu selama kehamilan dan menyusui, terutama zat
besi, asam folat, dan yodium.
b. Lakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan ASI eksklusif.
c. Lengkapi pengetahuan mengenai MPASI yang baik dan menerapkannya.
d. Biasakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air, terutama sebelum menyiapkan makanan dan
setelah buang air besar atau buang air kecil, meminum air yang terjamin
kebersihannya, dan mencuci peralatan makan dengan sabun cuci piring.
2. Penanggulangan kasus bayi stunting
Penanggulangan kasus bayi stunting adalah proses menanggulangi banyaknya
kasus bayi stunting agar kejadia yang tidak diinginkan tersebut tidak terjadi lagi.
Penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia adalah:
a. Intervensi gizi spesifik, yaitu aktivitas yang secara langsung menyasar ibu
hamil/menyusui dan anak, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan
(HPK). Kegiatan intervensi ini biasanya bersifat jangka pendek dan dilakukan
dalam lingkup sektor kesehatan, seperti pemberian ASI eksklusif dan
penggunaan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK).
b. Intervensi gizi sensitif, yaitu intervensi yang dilakukan melalui berbagai
kegiatan di luar sektor kesehatan murni dengan sasaran masyarakat umum.
3. Bayi stunting
Anak yang memiliki kondisi lebih pendek dibandingkan anak-anak lain
seusianya, atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar.
Stunting pada anak akan terlihat dari perawakan anak yang kerdil saat mencapai
usia 2 tahun, atau lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya dengan jenis
kelamin yang sama. Selain pendek atau kerdil, anak yang mengalami stunting juga
terlihat kurus. Walaupun terlihat pendek dan kurus, tubuh anak tetap proporsional.
Anak dengan stunting juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah,
sehingga lebih mudah sakit, terutama akibat penyakit infeksi. Selain itu, anak
yang mengalami stunting akan lebih sulit dan lebih lama sembuh ketika sakit.
Stunting juga memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak.

Anda mungkin juga menyukai