Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN

WORK ENGAGAMENT PADA KARYAWAN MAGANG

PT MULTIKARYA SINARDINAMIKA

BEKASI

SKRIPSI

Oleh:
Mellisantia (201610515045)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Sumber daya manusia atau karyawan merupakan bagian yang sangat
penting dalam suatu perusahaan (Susiawan & Muhid, 2015). Sumber daya
manusia merupakan salah satu faktor utama untuk berjalannya suatu
organisasi atau perusahaan. Pentingnya sumber daya manusia atau karyawan
dalam suatu organisasi merupakan sumber penggerak utama baik dalam
organisasi publik maupun organisasi swasta. Sumber daya manusia atau
karyawan berperan sangat penting dalam menentukan kemajuan, kelancaran,
keuntungan dan keberhasilan organisasi (Zulkarnain, 2011).
Sumber daya manusia juga dapat menentukan apakah perusahaan
tersebut berkembang atau tidak berkembang, dan lambat atau cepatnya
perusahaan berkembang merupakan salah satu dampak dari sumber daya
manusia yang ada (Retnoningsih, 2015). Namun seiring berjalannya waktu,
pandangan organisasi atau perusahaan mengenal karyawan pun berubah, dari
memandang karyawan sebagai sumber daya manusia menjadi karyawan
sebagai modal (capital) bagi perusahaan untuk menjalankan, mengembangkan
dan mencapai tujuan organisasi secara optimal. Dengan memandang karyawan
sebagai modal, organisasi harus memberikan perhatian khusus bagi
karyawannya dan selalu berusaha untuk memberikan kenyamanan, serta
memastikan keamanan karyawan selama bekerja, sehingga karyawan dapat
merasa pekerjaan mereka sebagai salah satu pengalaman hidup yang
menyenangkan. Pandangan ini membuat organisasi saat ini fokus untuk dapat
membuat karyawan mereka terikat dengan pekerjaan yang dilakukan
(Kimberly, 2013).
3

Keterikatan karyawan dengan pekerjaannya atau yang disebut juga


dengan work engagement adalah suatu kondisi atau derajat yang menujukan
seberapa besar seseorang benar-benar menghayati peran kerjanya (Saks,
2006).Work engagementdidefinisikan oleh Schaufeli & Bakker (2004) sebagai
suatu hal yang positif juga memuaskan yang berkaitan dengan pekerjaannya
masing-masing, dan mengacu pada kondisi perasaan dan pemikiran sungguh-
sungguh yang didapat dari masing-masing individu juga konsistensi yang
tidak hanya fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu saja.
Towers Perrin (2003) mengatakan seorang yang memiliki keadaan afektif di
mana ia mencerminkan kepuasan pada sebuah organisasi atau perusahaan,
serta memiliki inspirasi dan afirmasi yang diperoleh dari pekerjaannya dan
sebagai bagian dari organisasi merupakan ciri seorang yang memiliki
engagement.
Menurut (Ratanjee:2013) yang dilakukan oleh peneliti Gallup’s Global
Workplace Analytics tingkat engagemnt di beberapa Negara ASEAN.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa work engagement di Indonesia masih


sangat rendah. Selain penelitian Gallup asosiasi di Indonesia yang masih
rendah, meningkatnya burnout di Indonesia pula telah menunjukan bahwa
data dari Gallup asosiasi benar adanya, karena ketika kita mempunyai
engagement yang tinggi, maka angka burnout-pun akan berkurang (Maslach,
2001),
Berita yang ditulis oleh Ester Christine Natalia (16/09/2018) (Apakah
cara penulisannya seperti ini!!) di CNBC Indonesia.com, menyatakan
4

bahwa jumlah keryawan di Amerika Serikat yang resign atau mengundurkan


diri dari pekerjaannya mencapai tingkat tertinggi. Survei pembukaan lapangan
kerja dan pengunduran diri tenaga kerja (Job Openings and Labor Turnover
Survey/JOLTS) dari Biro Statistik Tenaga Kerja (Bureau of Labor
Statistics/BLS) melaporkan bahwa sejak Juni sampai Juli, jumlah lapangan
pekerjaan yang tidak terisi naik 117.000 menjadi 6,94 juta. Sehingga berita
diatas mengkomfirmasi ketatnya pasar kerja saat ini.
Selanjutnya pada kasus kedua yang ditulis oleh Vincent Fabian Thomas
(25/02/2020) di tirto.id. (Apakah cara penulisannya seperti ini!!) Sekertaris
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso
mengatakan selama tahun 2019 banyak karyawan yang mengundurkan diri
daripada PHK. Kasus karyawan mengundurkan diri pada tahun 2019
mencapai 1,3 juta orang, sedangkan kasus PHK ada 285 ribu orang.
Kasus ketiga yang ditulis oleh Murti Ali Lingga (11/06/2019) di
Jakarta, Kompas.com. (Apakah cara penulisannya seperti ini!!)
Berdasarkan temuan Roberts Waltes Asia ada beberapa alasan karyawan
mengundurkan diri dari pekerjaannya yaitu terbatasnya pertumbuhan
karyawan, gaji yang rendah, budaya organisasi yang tidak baik sehingga
karyawan tidak nyaman dan jenjang karir yang sulit.
Berdasarkan dari hasil wawancara kepada beberapa karyawan magang
(SIAPA??) pada tanggal (08/02/2020) (Apakah cara penulisannya seperti
ini!!) pada divisi Welding Awi mereka menyampaikan kurangnya semangat
dalam menjalani pekerjaannya ditunjukan dengan kelalaian dalam
mengopersikan mesin spot sehingga berakibat kecelakaan kerja. Pada sesi
wawancara kepada Dept. Head HRD ia menyampaikan bahwa karyawan
magang di perusahaan tingkat kesadaran dalam memakai APD (alat pelindung
diri) masih kurang sehingga tingkat kecelakaan kerja tangan tergores cutter
atau plat sangat sering terjadi, rendahnya minat karyawan magang untuk over
time dikarnakan rendahnya minimum upah yang diterima membuat mereka
tidak ingin over time / lembur, lalu ia juga mengatakan karyawan resign di
5

perusahaan ini juga terbilang tinggi pada setiap tahunnya. (DATA DIBUAT
DESKRIPSI!!)
Tabel 1.1

TINGKAT KECELAKAAN KARYAWAN


MAGANG 2017-2020
2017 2018 2019 2020
13
9
7
5
3
1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0
Tangan Tergores Ruas jari terpotong Jatuh dari ketinggian Ketiban Plat

Sumber HRD PT Multikarya Sinardinamika

Tabel 1.2

DIAGRAM KARYAWAN AKTIF DAN RESIGN

100%
80%
Persentase

60%
40%
20%
0%
2017 2018 2019 2020

Sumber HRD PT Multikarya Sinardinamika


6

Berdasarkan tabel diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa karyawan


di perusahaan tersebut karyawan magang kurang bersemangat dalam
menjalankan pekerjaannya, kurangnya kesadaran dalam memakai atribut kerja
yang lengkap (tidak memakai sarung tangan, dan tidak memakai sepatu safety
pada saat jam lembur), tingkat resign magang yang tinggi sehingga berakibat
kepada pencapaian produksi yang kurang maksimal.

Selain permasalah diatas hasil wawancara oleh beberapa karyawan


magang mereka mengungkapkan tingkat kecemasaan pada saat menjelang
habis magang membuat mereka khawatir atau stress karna ketidakkepastian
mereka untuk dijadikan karyawan kontrak, walaupun absensi dan kinerja
mereka baik tetap mereka khawatir atau stress akan tidak dinaikan menjadi
karyawan kontrak.

Stess yang berkepanjangan pada karyawan magang akibat ketidakpastian


mereka dikontrak akan mngakibatkan munculnya burnout. Maslach dan Letier
(dalam Bakker & Leiter, 2010) menyatakan bahwa bornout pada karyawan
magang akan menyebabkan rendahnya keterikatan kerja, sehingga timbulnya
bornout pada karyawan magang akan menyebabkan rendahnya keterikatan
kerja sedangkan penting keterikatan kerja bagi karyawan magang yang akan
mendorong kemajuan perusahaan. Melihat karyawan merupakan salah satu
faktor utama sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kemajuan
perusahaan, maka perusahaan mengharapkan kepada karyawan untuk dapat
berkonsentrasi terhadap pekerjaannya, memiliki ikatan terhadap pekerjaannya.
(Bakker & Schaufelli, 2008). (MAU MEMBAHAS APA, STRES,
BURNOUT??)

Menurut penelitian Retno (2018), Ketertarikan kerja (work engagement)


adalah suatu keadaaan positif yang berkaitan dengan pemenuhan kerja yang
dikarakteristikkan melalui vigor (semangat). Bakker & Leiter (2010)
mendefinisikan ketertarikan kerja sebagai sebuah konsep motivasi dimana
7

ketika karyawan merasa terikat, karyawan akan merasa terdorong untuk


bekerja kerja mencapai tujuan yang menurutnya menantang.

Keterikatan kerja pada karyawan memiliki dampak positif terhadap


organisasi seperti karyawan lebih aktif dan inisiatif dalam bekerja, lebih
bersemangat untuk selalu berkerja, menurunkan intensitas turnover, karyawan
menunjukan dedikasi yang tinggi terhadap perusahaan sehingga menunjukan
produktivitas yang sangat baik. Selain dampak postif diatas, hasil studi yang
dilakukan Taleo Research pada tahun 2009 (APAKAH PENULISANNYA
SEPERTI INI??) menemukan bahwa karyawan dengan keterikatan kerja yang
tinggi, 38% lebih mungkin untuk memiliki produktivitas diatas rata-rata dan
dua kali lebih mungkin untuk memiliki kinerja yang baik (Siswono, 2016). Hal
ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chen & Kao (2013)
yang menemukan bahwa keterikatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan, bahwa ketika mengalami burnout, karyawan dengan keterlibatan
kerj yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan karyawan yang memiliki kerikatan kerja yang rendah.

Menurut penelitian Retno (2018) bahwa dalam peneliti Bakker & Leiter
(2010) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mendorong keterikatan kerja
yaitu job demands, job resource, dan personal resource. Job demands
merupakan aspek fisik maupun organisasi dari perkajaan yang membutuhkan
usaha terus menerus baik secara fisik maupun psikologis. Job resource
mengacu pada pada aspek pengaturan pekerjaan yang dapat mengurangi
tuntunan pekerjaan, mencapai tujuan kerja dan pengembangan individu.
Personal resource merupakan evaluasi diri positif yang mengacu pada
kemampuan individu untuk mengontrol diri terhadap lingkungan pekerjaan.
Faktor diatas merupakan faktor individual yang berasal dari dalam diri
individu. Menurut Ryff (1989) evaluasi diri positif mengacu pada kemampuan
individu dalam mengontrol dan memberikan dampak positif dalam lingkuangn
8

serta perkembangan diri merupakan bagian dari individu yang memiliki


kesejahteraan psikologis yang berperan penting untuk lingkungsn tempat kerja.

HARUS ADA KALIMAT YANG MENYATAKAN TENTANG


PWB SEBELUM MASUK KE MATERI PWB-nya!!

Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah merupakan


dari psikologi positif yang mengacu pada pengembangan potensi diri seseorang
(Ryff dalam Wells, 2010). Menurut Rogers (dalam Wells, 2010) Kesejahteraan
psikologis berfokus pada seseorang yang menjalankan kehidupan sepenuhnya
dengan perasaan dan tindakannya. Kesejahteraan psikologis menjadi salah satu
faktor dapat mempengaruhi performa kinerja karyawan.

Berdasarkan penelitian Kimberly (2013), performa kerja yang baik


mempengaruhi psychologicall well-being dan juga berkaitan dengan
ketertarikan seseorang akan pekerjaannya. Karyawan yang memiliki
psychologicall well-being yang baik akan memiliki ketertarikan dalam
bekerja. Pandangan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Robertson
dan Cooper (2010), yang mengungkapkan bahwa interaksi antara
psychologicall well-being dan engagement yang dimiliki karyawan dapat
mengarah pada terciptanya kondisi full engagement, dimana pada kondisi
tersebut karyawan memiliki kondisi psikologis yang sehat, sekaligus tingkat
engagement yang tinggi dalam waktu yang lama. Lanjut Robertson dan
Cooper (2010) juga mengatakan bahwa psychologicall well-being merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi engagement, dimana tingginya well-
beingdapat membantu mengingkatkan engagement dan rendahnya well-
beingakan menyebabkan rendahnya engagement.
Seiring dengan pentingnya work engagement yang harus dimiliki
karyawan magang PT Multikarya Sinardinamika guna mewujudkan tujuan
suatu organisasi atau perusahaan. Maka dari itu penelitian ini, peneliti ingin
melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara psychologicall well-
9

being dan workengagement, yang akan dilakukan pada para karyawan


magang PT Multikarya Sinardinamika di lokasi Bekasi Utara. Karena hal
tersebut akan mengingkatkan kesadaran bagi karyawan perusahaan PT
Multikarya Sinardinamika untuk mengikuti dan mengingkatkan aturan-aturan
yang ada dalam perusahaan dan juga membangun kesejahteraan psikologis
atau psychologicall well-being di perusahaan.
TOLONG TAMBAHKAN MATERI TENTANG PWB LEBIH
BANYAK LAGI!!

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Ada Hubungan Antara Psychological Well-Being Dengan Work


Engagamet pada karyawan di salah satu PT Multikarya Sinardinamika Di
Bekasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya Hubungan Antara
Psychological Well-Being Dengan Work Engagamet pada karyawan di
salah satu PT Multikarya Sinardinamika Di Bekasi.

1. 4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi penelitiandalam
bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya yang berkaitandengan
work engagemnet dan Psychological Well-Being.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Perusahaan
Diharapkan dapat menjadi informasi betapa pentingnya engagement
karyawan guna memenuhi tujuanutama dalam sebuah perusahaan.
10

b. Karyawan
Diharapkan dapat memberikan informasi bagaiamana carakaryawan
dapat memberikan kontribusi besar dan membantu perusahaan dengan
cara yang baik.
c. Peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber rujukan bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih
lanjut tentang Psychological Well-Being Dengan Work Engagamet.

1. 5 Uraian Keaslian Penelitian


Uraian ini berisi tentang perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, pada poin ini juga membahas
tentang perbedaanyang ada antara penelitian-penelitian yang telah
diakukan, berikut merupakanbeberapa penelitian yang ada:
1. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Kimberly dan Siti
Dharmayati Bambang Utoyo pada tahun 2013 dengan judul
“Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada
karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang” dengan mengunakan
alat ukur Utrecht Work Engagement Scale (UWES) untuk mengukur
work engagement, dengan jumlah subjek sebanyak 75 orang
karyawan. Di mana hasil penelitian tersebut menunjukan adanya
hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being
dengan work engagement hal ini ditandai dengan nilai korelasi yang
menunjukan r = 0.635, p < 0.01 (two tails) yang artinya peningkatan
pada psychological well-beingdiikuti dengan peningkatanwork
engagement karyawan. Di mana ada persamaan antara penelitian
diatas dengan peneliti yang dilakukan, hanya saja tempat dan
subjeknya yang berbeda. Subjek yang dilakukan penelitian diatas
dilakukan di lokasi Tambang, sedangkan penulis ingin melakukan
penelitian di perusahaan PT Multikarya Sinardinamika Bekasi.
11

2. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Trias Fachman Putra pada


tahun 2019 dengan judul “Hubungan Antara Budaya Organisasi
Dengan Work Engagement Karyawan Pada PT Manufacturing
Automotive Di Bekasi”. Hasil penelitian menunjukan bahwa budaya
organisasi dengan work engagement memiliki hubungan yang lemah.
hal tersebut ditandai dengan nilaikorelasi sebesar 0,350 dengan taraf
signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05). Jika dibandingkan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan, perbedaannya ada pada
variabel bebas pada penelitian diatas adalah budaya organisasi
sedangkan peneliti menggunakan variabel psychological well-being,
lalu perbedaan akan menggunakan subjek karyawan yang bekerja
pada perusahaan PT Multikarya Sinardinamika.

Daftar Pustaka

Alwi, S. (2001). Manajemen sumber daya manusia strategi keunggulan kompetitif


(Edisi pertama). Yogyakarta: BPFE
Gallup. 2004. Study Engaged Employees Inspire Company Innovation. Gallup
Management Journal.
Putra,F. A (2019). Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Work
Engagement (studi pada perusahaan manufarturing automotive, Bekasi).
(Skripsi Sarjana). Bekasi: Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
12

Anda mungkin juga menyukai