Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH KELAUTAN

“Pemetaan Tutupan Karang pada Tahun 2020 di Perairan Pulau Tukohbele

Menggunakan Citra Satelit LANDSAT 8”

Disusun Oleh :

Windi Anastasia Rumapea

185080601111028

I03

PROGAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................2
DAFTAR TABEL..................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Tujuan..............................................................................................................6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................7
2.1 Karang..............................................................................................................7
2.2 Terumbu Karang...............................................................................................7
2.3 Algoritma Lyzenga............................................................................................8
2.4 Unsupervised Classification..............................................................................9
BAB III. METODOLOGI.....................................................................................10
3.1 Skema Kerja....................................................................................................10
3.2 Langkah Kerja Pemetaan Tutupan Karang......................................................11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................21
4.1 Peta Persebaran Terumbu Karang..................................................................21
4.2 Luasan Klasifikasi............................................................................................23
BAB V. PENUTUP.............................................................................................24
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................24
5.2 Saran..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
LAMPIRAN.......................................................................................................26

1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerja.....................................................................................10
Gambar 38. Peta Persebaran Terumbu Karang di Pulau Tukohbele..................21

2
DAFTAR TABEL
Table 1. Luasan Tutupan Karang Pada Pulau Tukohbele...................................24

3
4
BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Negara Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Memiliki
wilayah yang didominasi oleh perairan berupa ocean (laut), dan kepulauan yang
berjajar dan bertaburan di dalamnya, untuk itu dalam melakukan maksimalisasi
pembangunan sektor kelautan dan penguatan sistem ketahanan negara maritim
perlu perencanaan dan pengembangan wilayah yang berbeda dengan negara
continent (benua). Pembangunan sektor kelautan negara maritim Indonesia
ditujukan untuk tiga perempat wilayahnya adalah laut, dengan panjang garis
pantai 95.161 km, terpanjang kedua setelah Kanada. Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Di Indonesia
pemanfaatan Penginderaan Jauh dan SIG untuk analisis dan kajian wilayah
pesisir dan lautan telah banyak dilakukan oleh Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional (LAPAN), maupun para akademisi perguruan tinggi yang
menggeluti dibidang pemetaan dan optimalisasi pemanfaatan pesisir dan
kelautan. Untuk itu sangat diperlukan pengarsipan hasil-hasil penemuan dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, agar mudah penerapannya
dikemudian hari, dan karya tulis ini hadir untuk mengarsipkan dan mengulasan
kembali beberapa temuan pemanfaatan teknologi Penginderan Jauh dan SIG
bagi pembangunan sektor kelautan dan pembangunan sistem ketahanan negara
maritim[ CITATION Sha14 \l 1033 ]

Kemajuan teknologi dalam satelit penginderaan jauh telah menghasilkan


arsip gambar yang luas yang semakin banyak digunakan untuk penelitian ilmiah
pada penutup permukaan dan deteksi perubahan tutupan. Contoh terpenting dari
arsip historis besar gambar penginderaan jauh yang digunakan untuk penelitian
ilmiah ini adalah program Landsat yang telah beroperasi sejak 1972. Karena
sejarah yang kaya dan sifat open source dari Landsat, platform ini telah
digunakan dalam sebagian besar perubahan analisis deteksi untuk mendeteksi
penurunan habitat karang melalui analisis temporal bahkan selama periode
waktu yang panjang 18 tahun atau lebih. Para peneliti menyarankan bahwa citra
Landsat yang bersejarah adalah sumber data terbaik yang tersedia untuk studi
tentang perubahan historis dalam lingkungan. Namun, sebagian besar gambar

5
Landsat tidak memiliki data kebenaran tanah yang sesuai di mana classifier
dapat dilatih untuk mengidentifikasi tutupan[ CITATION Gra19 \l 1033 ]

Terumbu Karang merupakan salah satu sumberdaya perairan yang


sangat melimpah di Indonesia. Sebagai penghuni ekosistem laut, terumbu
karang di Indonesia menempati peringkat teratas di dunia untuk luas dan
kekayaan jenisnya. Lebih dari 75.000 km2 atau sebesar 14% dari luas total
terumbu karang didunia. Keragaman terumbu karang di Indonesia cukup tinggi,
terdapat lebih dari 480 jenis karang batu telah teridentifikasi dan 60% dari jenis
karang telah dideskripsikan hanya pada bagian Timur Indonesia. Sebagai salah
satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang memiliki nilai ekologi dan
ekonomis yang tinggi. Oleh sebab itu upaya perlindungan terumbu karang
sangatlah penting. Agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang lebih optimal. Kemajuan teknologi di zaman modern sekarang ini telah
memudahkan kita untuk dapat meneliti suatu perairan dan mengumpulkan data –
data yang dibutuhkan untuk suatu penelitian. Dalam kesempatan kali ini, penulis
menggunakan metode penginderaan jauh dengan mengolah data dari satelit
Landsat 8 untuk mendapatkan data persebaran Terumbu Karang di perairan
Pulau Tukohbele, Nusa Tenggara Timur.

6
I.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum pemetaan Terumbu Karang adalah:


1. Mengetahui dan memahami pengolahan data Terumbu Karang
dengan menggunakan aplikasi ER Mapper, ArcGis, ENVI.
2. Mahasiswa mampu mengolah data satelit menjadi data yang mampu
dianalisa mengenai keadaan terumbu karang di Perairan Pulau
Kemujan.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi peta sebaran terumbu karang
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
4.

7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karang
Hewan karang atau reef corals (Anthozoa) merupakan penyusun utama
dari terumbu karang (coral reefs) tersebut. Hal tersebut dikarenakan hewan
karang mampu membuat "bangunan" dari pengendapan kalsium karbonat
(CaC03). Tidak semua anggota Kelas Anthozoa (Filum Cnidaria) dapat
membentuk terumbu. Anggota yang dapat membentuk terumbu hanya dari
kelompok hermatypic coral (ordo Scleractinia). Sementara itu, kelompok yang
tidak membentuk karang disebut dengan ahermatypic coral. Contoh dari
ahermatypic coral meliputi anemon, soft coral, dan akar bahar. Kelompok
hermatypic coral hidupnya bersimbiosis dengan alga bersel satu zooxanthellae
(Symbiodinium microadriaticum) yang berada pada sel di lapisan endodermis
karang. Hasil samping dari proses fotosintesis zooxanthellae adalah endapan
kalsium karbonat (CaCO3) yang menjadi berbagai bentuk dan struktur yang khas
tergantung dari jenis inang (host) hewan karang. Semakin maksimal proses
fotosintesis zooxanthellae, maka semakin maksimal CaCO3 yang dapat
diendapkan pada ekosistem terumbu karang[ CITATION Gun17 \l 1033 ]
Karang merupakan hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan
kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Bagian terkecil dari karang disebut
dengan polip. Polip-polip tersebut kemudian akan berkumpul menjadi satu
kemudian akan membentuk suatu koloni yang disebut dengan karang. Karang
berasosiasi dengan Zooxhantella yang merupakan penyumbang makanan sekitar
75% untuk karang[ CITATION Sha20 \l 1033 ]

II.2 Terumbu Karang


Terumbu karang menjaga atas beragam ekosistem termasuk
perlindungan garis pantai. Perlindungan garis pantai yang diberikan oleh terumbu
karang, mengidentifikasi ancaman utama iklim. Terumbu karang mampu
menipiskan energi gelombang masuk. Kontribusi terumbu karang menuju 4
pengurangan risiko di sepanjang pantai. Terumbu karang adalah sistem biofisik
yang sangat dinamis[CITATION Ell \l 1033 ]
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas perairan tropis.
Terumbu karang merupakan struktur dasar lautan yang terdiri dari deposit kalsium
karbonat (CaCO3) yang dapat dihasilkan oleh hewan karang bekerjasama dengan

8
alga penghasil kapur. Aktivitas biota akan membentuk suatu kerangka atau
bangunan dari kalsium karbonat (CaCO3) sehingga mampu menahan gelombang
laut yang kuat. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat
kompleks dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, mengingat kondisi
atau aspek biologis, ekologis dan morfologis yang sangat khas, maka merupakan
suatu ekosistem yang sangat sensitif terhadap berbagai gangguan baik yang
ditimbulkan secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia. Ekosistem terumbu
karang tidak hanya menarik tetapi lebih eksotis sebagai objek pariwisata. Wilayah
ini juga merupakan tempat atau rumah bagi sebagian biota laut karena dapat
dijadikan sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah pengasuhan
(nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), daerah pembesaran
(rearing) dan lain sebagainya. Manfaat lain adalah sebagai penghalang pantai
yang dapat mencegah terjadinya erosi[ CITATION Her17 \l 1033 ].

II.3 Algoritma Lyzenga


Lyzenga adalah metode berdasarkan fisik yang dapat diturunkan dari
model transfer radiasi dasar perairan dangkal. Pada dasarnya, rumus ini
didasarkan pada hukum Beer untuk penyerapan cahaya dalam media optik.
Hukum ini menyatakan bahwa intensitas cahaya yang melewati medium
menurun secara eksponensial dengan ketebalan medium.Rumus Lyzenga masih
tergolong yang paling populer, karena kesederhanaan dan sifat intuitif fisik.
Tetapi, diketahui bahwa ia memiliki akurasi yang relatif rendah dan asumsi
keseragaman optik tidak realistis[CITATION Fig \l 1033 ]

Model Algoritma Lyzenga ditulis dengan rumus Y = Ln (B1) + Ki/Kj * Ln


(B2). Hal terpenting dari model matematis algoritma ini adalah membentuk
konstanta Ki/Kj. Konstanta Ki/kj di hitung dengan menggunakan band I (B1) dan
band II (B2) yang dilakukan dengan membuat region-region yang ada pada band
tersebut dengan 39 region. Setiap region ditentukan rata-rata nilai digitalnya
untuk selanjutnya diketahui nilai varian dan kovarian sehingga didapatkan nilai a
untuk menghitung konstanta Ki/Kj. Pemilihan metode ini ditetapkan sebagai
klasifikasi awal untuk melakukan cluster terhadap nilai-nilai digital data citra yang
prosesnya dilakukan secara komputerisasi[ CITATION Sur16 \l 1033 ].

9
II.4 Unsupervised Classification
Klasifikasi tidak terbimbing biasanya dimanfaatkan pada proses klasifikasi
citra satelit untuk memetakan tutupan lahan pada area yang belum dikenali
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena data lapang tidak cukup tersedia.
Berbeda dengan klasifikasi terbimbing, data lapang dibutuhkan sebagai acuan
dalam menentukan kelas tutupan lahan. Saat ini citra satelit MODIS dinilai handal
dalam pemantauan tutupan lahan. Kehandalan ini terletak pada resoulusi
temporal yang cukup baik yakni memantau objek dipermukaan bumi pada lokasi
yang sama dengan periode ulang 16 harian[ CITATION Sam17 \l 1033 ]

Unsupervised Classfication adalah proses mengidentifikasi setiap gambar


dalam suatu dataset menjadi anggota dari salah satu kategori inheren yang ada
dalam koleksi gambar tanpa menggunakan sampel pelatihan berlabel.
Unsupervised Classfication bergantung pada mesin tanpa pengawasa algoritma
pembelajaran untuk implementasinya. Kemampuan Unsupervised Classfication
untuk mendukung klasifikasi tanpa penggunaan sampel pelatihan, telah
diidentifikasi sebagai sarana untuk meningkatkan visualisasi dan pengambilan
efisiensi dalam pengambilan gambar. Itu juga telah diidentifikasi sebagai cara
untuk mencocokkan tingkat rendah fitur untuk semantik tingkat tinggi terutama
dalam aplikasi pembelajaran berbasis. Kualitas-kualitas ini membuat
Unsupervised Classfication kemungkinan solusi untuk menjembatani
kesenjangan semantik dalam gambar pengambilan[ CITATION Ola14 \l 1033 ]

10
BAB III. METODOLOGI

III.1 Skema Kerja


Berikut adalah skema kerja dalam melakukan pemetaan persebaran
terumbu karang :

Unduh data pada website https://earthexplorer.usgs.gov/.

Buka aplikasi ER Mapper.

Masukkan data B1. Duplikat data sebanyak 6x, beri nama B1 sampai B7
dan masukkan data sesuai dengan nama layer.
Crop wilayah yang diinginkan lalu save peta.

Masukkan rumus Koreksi Radiometrik pada Formula Editor.

Sesuaikan Band pada setiap Layer, lalu klik Save As.

Buka file hasil reflektansi, lalu buat Algoritma RGB dan ubah band-nya

Tandai titik lokasi terumbu karang sebanyak 30 titik, lalu Save.

Lakukan Calculate Statistic

Simpan Means Summary Report yang diperoleh


Buka Microsoft Excel, masukkan file Means Summary Report. Cari nilai
VAR1, VAR2, COVAR, A, dan KI/KJ.
Open file “reflektansi.ers” kemudian masukan rumus Algoritma Lyzenga.
Ubah Band menjadi Band 5, 3, dan 2.
Edit Histogram. Setelah itu Save As file.
Atur kelas pada Input dan Output data set dengan menggunakan
ISOCLASS Unsupervised Clasification.

Ubah Pseudo Layer menjadi Display Class.

Edit warna class/region lalu save file.

Buka aplikasi ENVI, masukkan file hasil klasifikasi lalu buat 5 regions
menggunakan ROI Tool.

Buat Supervised dan Unsupervised Classification, ubah ke dalam bentuk


Vector lalu Export dalam bentuk Shapefile.

Buka aplikasi ArcGIS, masukkan Shapefile. Open Attribute Table untuk


mengetahui luas wilayah
Layouting peta.

Gambar 1. Skema Kerja

11
III.2 Langkah Kerja Pemetaan Tutupan Karang

1. Buka Ermapper > Add New Surface > Load Data > masukan data citra
landsat 8 pada Pulau Tukohbele (B1) > OK

Gambar 2. Masukan Data Citra Landsat 8

2. Lalu klik kanan pada gambar > pilih zoom box tool dan zoom pada area pulau
Tukohbele > klik refresh 99%

Gambar 3. Perbesar wilayah Pulau Tukohbele


3. Lalu Buka
file RUMUS TSM dan .*MTL pada data citra Landsat pulau Tukohbele, kemudian cari
nilai SUN_ELEVATION pada file *.MTL

4. Copy Gambar 4. Mencari nilai Sun_elevation

nilai SUN_ELEVATION ke kalkulator, kemudian cari nilai sinus. Buka data citra hasil
cropping (TK_Cropping). Masukkan rumus koreksi radiometrik pada Formula Editor
sesuai dengan nilai sinus elevasi matahari yang telah dihitung menggunakan
kalkulator dan klik Apply changes, lalu Close. Kemudian klik Refresh Image 99%.

12
Gambar 5. Koreksi radiometrik

5. Klik pada Pseudo Layer, kemudian duplicate layer tersebut sebanyak enam kali, dan
ubah nama setiap layer menjadi B1 sampai B7 secara berurutan. Pilih salah satu
layer > klik Load Dataset, pilih band data citra sesuai dengan nama layer > klik OK
this layer only. Lakukan hal yang sama pada layer lainnya, kemudian klik Refresh
Image 99%.

Gambar 6. Duplicate Layer


6. Simpan data hasil koreksi radiometrik dalam format (*.ers). Lalu klik
Default (Output Type : Multi Layer, Data Type: Unsigned16Bitlnteger) > centang
Maintain Aspect Ratio dan Preserve Exact Extents.

Gambar 7. Simpan hasil radiometrik


7. Buat dokumen baru pada ER Mapper > buka data hasil koreksi radiometrik. Pada
tools Forestry > klik Create RGB Algorithm > sesuaikan band pada masing-masing
layer yang muncul menjadi Natural Color (Red Layer: B4, Green Layer : B3, Blue
Layer : B2)

Gambar 8. Memunculkan menu Forestry

13
8. Pilih menu Edit > pilih Edit/Create Regions > klik OK pada menu New Map
Composition yang muncul.

Gambar 9. pilih Edit/Create Regions


9. Pada
Tools yang muncul, klik Display/Edit Object Attributes > tunggu hingga muncul kolom
Map Composition Attribute.

Gambar 10. Map Composition Attribute


10.
Pilih tool Polygon > buat area kecil pada gambar yang secara visual memiliki warna yang
sama > beri nama pada area yang telah dibuat > lalu klik Apply. Buat minimal 30 area
kecil pada gambar dengan kriteria visual yang sama > Save > OK > Daftar area yang
telah dibuat akan muncul secara otomatis.

Gambar 11. membuat 30 titik

11.
Pilih menu Process > pilih Calculate Statistics. Pada kolom Dataset, pilih data citra hasil
koreksi radiometrik, isi Subsampling Interval dengan 1 > centang Force recalculate
sats > OK. Tunggu hingga perhitungan selesai > klik OK > Close.

14
12.
Gambar 12. Calculate Statistic

Pada menu View > Statistics > pilih Area Summary Report.

Gambar 13. Area Summary Report


13.
Pada Report Setup > isi Report Type : Means Summary Report Display yang muncul >
Print/Save. Pada setup Print > pilih File Only > simpan dalam bentuk All Files.

Gambar 14. Means Summary Report


14.
Buka file hasil perhitungan statistik ER Mapper pada Ms. Excel > Cari nilai Var1, Var2,
Covar dan a > cari nilai ki/kj.

Gambar 15. Mencari nilai ki/kj


15.
Pada ER Mapper > buat dokumen baru > buka data hasil radiometrik > masukkan rumus
Algoritma Lyzenga pada Formula Editor sesuai dengan nilai ki/kj > klik Apply changes
> Close.

15
Gambar 16. Algoritma Lyzenga

16. Sesuaikan bands pada layer menjadi B5:B5, B3:B3, B2:B2, lalu Clip > klik ikon grafik >
seusaikan garis pada grafik hingga warna laut pada gambar berubah menjadi biru.

Gambar 17. Edit Tranform Limits


17.
Simpan data dalam format (*.ers) > klik Default (Output Type: Multi Layer, Data
Type: Unsigned16BitInteger) > centang Maintain Aspect Ratio dan Preserve
Exact Extents.

Gambar 18. Simpan hasil Algoritma Lyzenga


18.
Simpan data dalam format (*.tif), pada Output Type isi dengan RGB > centang Maintain
Aspect Ratio, Preserve Exact Extents, dan Delete Output Transform.

16
Gambar 19. Isi RGB

19. Buat dokumen baru pada ER Mapper > buka data hasil pemasukan algoritma
lyzenga (*.ers). pada menu process > Classification > pilih SOCLASS
Unsupervised Classification. Pada Input Dataset > pilih data hasil pemasukan
tersebut. Pada Output Dataset > beri nama baru pada data tersebut > isi
kolom Max. number of classses : 50, Max standard deviation : 2, dan Min.
distance between class mean : 1 > OK > tunggu hingga proses selesai > OK
> Close.

Gambar 20. ISOCLASS Unsupervised Classification


20.
Buka dokumen baru pada ER Mapper > klik kanan pada Pseudo Layer > pilih Class
Display > buka hasil ISOCLASS unsupervised classification.

Gambar 21. buka hasil ISOCLASS


21. Pada menu Edit > Edit Class/Region Color and Name.

17
Gambar 22. Edit Class/Region Color and Name

22. Pada kolom Dataset > masukan data ISOCLASS unsupervised classification >
seusaikan warna dengan hasil pemasukan algoritma lyzenga > simpan data
dalam format (*.tif). pada Output Type isi dengan RGB > centang Maintain
Aspect Ratio, Preserve Exact Extents, dan Delete Output Transform.

Gambar 23. Menyesuaikan warna


23.
Buka ENVI > buka file hasil sebelumnya dalam format (*.tif). Pada menu bar > klik ROI
Tools. Pada kotak ROI Tools > New software Envi. Merah muda untuk karang hidup,
cyen untuk karang mati, kuning untuk pasir dan abu-abu untuk darat atau laut.

Gambar 24. Buka ENVI


24.
Pada kolom Layer Manager > jenis kelas yang diinginkan. Pada kotak ROI Tools >
Polygon > ganti warna pada peta sesuai warna klasifikasi ENVI (min. 500 p). Lakukan
hal yang sama pada semua kelas. Lihat area/piksel yang terklasifikasi pada kolom
Area di ROI Tool.

18
Gambar 25. Ubah warna piksel

25. Pada Toolbox > pilih Classification > Supervised classification > Parallelepiped
Classification. Pada kotak Classification Input File yang muncul > klik dua kali
pada data yang sedang diolah.

Gambar 26. Parallelepiped Classification


26.
Pada Select Classes from Regions > klik Select All Items. Pada Enter Output
Class Filename > buka file baru dengan nama Parallelepiped. Pada Enter
Output Rule Filename > buka file baru dengan nama Parallelepiped2 > OK.

Gambar 27. Parallelepiped


27.
Pada Toolbox > Classification > Post Classification > Classificatin to Vector. Pada Raster
to Vector Input Band > klik dua kali pada Parallel (file *.tif).

Gambar 28. Post Classification

19
28. Pada Select Classes to Vectorized > pilih keempat kelas yang dibuat sebelumnya > isi
kolom Output dengan One Layer per Class , pada Enter Output Filename > beri nama
file Vector > OK.

29. Gambar 29. Select Classes to Vectorized

Pada Toolbox > pilih Vector dan Classic EVF to Shapefile > buka semua file vector.evf.

Gambar 30. Classic EVF to Shapefile


30.
Pada Enter Output Filename (*.shp) > beri nama file sesuai kelas yang muncul > OK.

Gambar 31. Beri nama shapefile


31.
Buka ArcGIS > masukkan seluruh shapefile dari ENVI.

Gambar 32. Buka ArcGIS


32.
Sesuaikan warna masing-masing kelas sesuai dengan warna klasifikasi ENVI.

20
33. Gambar 33. Menyesuaikan warna

Open Attribute Table pada karang hidup > hitung luasan karang hidup pada kolom Area
dalam (ha).

34. Gambar 34. Menghitung Luasan Karang Hidup

Klik kanan pada Area > pilih Statistics > lihat total di area tersebut berdasarkan grafik.

35. Gambar 35. Total luasan karang hidup


Unclick kelas darat laut > add data hasil koreksi radiometrik.

36. Gambar 36. Add data hasil koreksi radiometrik


Ubah bands pada data hasil koreksi radiometrik menjadi natural color. Ubah
bands pada RGB Composite menjadi natural color (Red:B4, Green:B3,
Blue:B2).

21
Gambar 37. Ubah bands menjadi Natural Color
37.
Lakukan Layouting

22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Peta Persebaran Terumbu Karang

Gambar 38. Peta Persebaran Terumbu Karang di Pulau Tukohbele

Pada peta persebaran terumbu karang di Pulau Tukohbele menggunakan


data citra satelit Landsat 8. Pada peta tersebut dapat diklasifikasikan kedalam
tiga kelas. Ketiga kelas ini dianataranya adalah area karang hidup, karang mati
dan pasir. Dari hasil peta tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah tutupan
karang di Pulau Tukohbele termasuk dalam kondisi kurang baik yang dimana
dapat dilihat jumlah karang mati lebih banyak dibandingkan karang hidup. Namun
hal ini belum dapat dijamin kebenarannya secara keseluruhan karena belum
dilakukan ground check secara langsung ke lapangan.
Daerah pada citra hasil klasifikasi dikelompokan menjadi lima kelas yaitu
darat, laut, pasir, terumbu karang hidup dan terumbu karang mati. Kelas darat
mewakili daerah yang berada di atas permukaan air. Kelas laut merupakan

23
daerah yang yang paling luas dimana kedalamannya kira – kira lebih dari 15
meter, dimana informasi mengenai daerah tersebut tidak dapat ditangkap oleh
sensor pemetaan habitat perairan dangkal. Kelas pasir mewakili daerah yang
terdiri dari pasir – pasir halus dan kumpulan pecahan kecil karang – karang mati.
Kelas terumbu karang mati mewakili daerah yang terdiri dari karang mati dan
pecahan – pecahan karang berukuran besar. Kelas terumbu karang hidup
mewakili daerah yang terdiri dari karang - karang yang masih hidup dan dapat
tumbuh dengan baik. [ CITATION Man14 \l 1033 ]

24
IV.2 Luasan Klasifikasi

Table 1. Luasan Tutupan Karang Pada Pulau Tukohbele

Area Luas (Ha)


Karang Mati 23.04
Karang Hidup 11.97
Pasir 5.13

Hasil Luasan tutupan karang yang ada di Pulau Tukohbele didominasi


oleh karang hidup. Hal ini dapat dilihat dari jumlah karang hidup yang lebih
banyak dibandingkan karang mati. Persentase tutupan karang dipengaruhi oleh
kondisi baik buruknya lingkungan sekitar ekosistem karang tersebut. Ekosistem
terumbu karang sangat dipengaruhi oleh parameter fisika dan juga parameter
kimia. Parameter Fisika yang mempengaruhi ekosistem karang diantaranya arus,
gelombang, suhu dan kecerahan. Parameter Kimia yang dapat mempengaruhi
ekosistem karang diantaranya salinitas, dan pH.
Kategori penutupan karang biasanya dibagi menjadi tiga kategori
diantaranya karang hidup, karang mati dan patahan karang (rubble). Karang
hidup biasanya bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dengan demikian
membutuhkan sinar matahri untuk fotosintesis. Kematian karang biasanya
disebabkan oleh sedimentasi yang berlebihan atau karena ditumbuhi alga
sehingga menghalangi penetrasi cahaya matahari. Sedangkan patahan karang
biasanya disebabkan oleh faktor fisika seperti ombak laut yang tinggi dan arus
laut yang terlalu kencang. Selain itu patahan karang juga dapat disebabkan oleh
gangguan manusia seperti kerusakan oleh wisatawan yang menginjak karang.
Beberapa hal ini menyebabkan karang menjadi fragmen sehingga dilapangan
kita dapat melihat fragmen karang berserakan [ CITATION Ard15 \l 1033 ]

25
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi dan praktek yang telah dilaksanakan waktu praktikum
berlangsung, kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Memahami dan menguasai pengolahan data dari citra satelit LANDSAT 8
dengan menggunakan program perangkat lunak seperti ENVI, ER
Mapper, Ms. Excel dan ArcGIS untuk melakukan tutupan terumbu karang.
2. Kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan terumbu karang meliputi
suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus dan PH.
3. Perairan Pulau Tukohbele didapatkan luasan karang mati ialah 23.04 Ha
dan luasan karang hidup ialah 11.97 Ha
5.2 Saran
Saran untuk asisten semoga lebih baik lagi untuk kedepannya dan
semoga sukses dan ditingkatkan lebih lanjut.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, E. F., Hartoni, & Liliek, L. (2015). Kondisi Tutupan Terumbu Karang
Keras dan Karang Lunak di Pulau Pramuka Kabuapaten Administratif Kepulauan
Seribu DKI Jakarta. Maspari Journal , V (2).
Elliff, C. I., & Silvia., d. I. (2017). Coral Reefs as the first line of defense:
Shoreline protection in face of climate change. Marine Environmental Research .
Figueireido, I. N. (2015). A Modified Lyzenga's Model for Multispecctral
Bathymetry Using Tikhonof Regularization. Universidade de Coimbra .
Guntur, H. N. (2017). Tingkat Pertumbuhan Terumbu Karang (Coral Reef) pada
Terumbu Buatan (Artificial Reef) dengan Pengkayaan Kandungan Ziolit yang
Potensial. Jurnal Mitra Bahari (ISSN. 0216 - 4841).
Grapper, J. J., H., E.-A., & E., L. a. (2019). Coral Reeg Change Detection in
Remote Pacific Islands Using Support Vector Machine Classifiers. Remote
Sensing , 11 (1525).
Herison, A. d. (2017). Bantuan Penyuluhan dan Kegiatan Transplantasi Terumbu
Karang di Pantai Ketapang Kabupaten Pesawaran. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat .
Manullang, J. C., & H. H. (2014). Analisis Perubahan Luasan Terumbu Karang
Dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Pramuka Kabupaten
Administratif Kepulauan Seribu. Jurnal Maspari , VI (2), 124-132.
Olaode, A., G, N., & C, T. (2014). Unsupervised Classification of Images : A
Review. International Journal of Image Processing (IJIP) , 8 (5), 325-342.
Surahman, S. d. (2016). Penentuan Sebarab Terumbu Karang Dengan
Menggunakan Algoritma Lyzenga Di Pulai Maitara. In Prosiding Seminar
Nasional Kemaritiman Dan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil I , 1, 1.
Sampurno , R. M., A., B., & T., H. (2017). Estimasi Perubahan Lahan Sawah
Dengan Klasifikasi TIdak Terbimbing Citra MODIS EVI Di Provinsi Jawa Barat.
Jurnal Teknotan , 11 (2).
Shalihati, S. F. (2014). Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografi Dalam Pembangunan Sektor Kelautan Serta Pengembangan Sistem
Pertahanan Negara Maritim. Geoedukasi , III (2), 115 - 126.
Sharifan, H. (2020). Alarming the Impacts of the Organic and Inorganic UV
blockers on Endangered Coral's Species in the Persian Gulf; A Scientific
Concern for Coral Protection. Journal Pre-proof .

27
LAMPIRAN

PETA PERSEBARAN TERUMBU KARANG DI PULAU Medang

28

Anda mungkin juga menyukai