Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRATIKUM

FARMAKOLOGI KLINIK

LAKSATIF DAN ANTIDIARE

OLEH :

NAMA : ADELLA ZILVA AZNI

NIM : 1801001

KELOMPOK : 1 (GRUP 1)

HARI/JAM PRATIKUM: RABU/14:00-17:00

DOSEN PENANGGUNG JAWAB PRATIKUM

Dra. SYILFIA HASTI, M. Farm, Apt

ASISTEN DOSEN:

1. ASRI NURUL ISMI


2. CAHYA NINGSIH
3. SRI RAHAYU

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2020
OBJEK II

LAKSATIF DAN ANTIDIARE

I. Tujuan pratikum
a. Pengaruh obat-obat laksatif dan antidiare
b. Memahami mekanisme kerja obat pencahar
c. Memahamidan mampu menganalisa efek samping obat-obat laksatif/antidiare
d. Memahami dan terampil melakukan teknik evaluasi obat-obat laksatif dan
antidiare

II. Tinjauan Pustaka


Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi (buang air  besar)
sedangkan antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi defekasi. Secara
farmakologi, kedua obat ini bekerja saling  berlawanan. Secara umum disatu sisi
mempercepat laju transit usus, sedangkan yang lainnya memperlambatnya. Melalui
mekanisme tersebut maka laju absorpsi disaluran cerna akan diperlambat atau
dipercepat.
Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara
umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan
akibat massa, konsistensi, dan transit feses bertambah.
b. Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada mukosa
kolon dalam menurunkan absorbs NaCl dan air
c. Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat
menurunnya absorbs garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu
transit feses

Bisakodil

Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di


usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding
usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami
rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsang motilitas usus besar. Sediaan
berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis
dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan
terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam,
sedangkan pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu
jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama
urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak
pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal
(Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus
menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki
kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita
dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis
penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).
Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada
lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:
1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-
tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut,
penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak
diberika makan dam minum.
2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang
disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat,
diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi
bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.
4. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan
bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam
usus tetapi menyebar hingga keluar usus.
5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang
lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive
Diseases Information Clearinghouse, 2007) :

 Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau
minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan
Escherichia coli (E. coli).
 Infeksi virus
Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus,
cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.
 Intoleransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan,
misalnya pemanis buatan dan laktosa.
 Parasit
Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan
menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare
misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and
Cryptosporidium.
 Reaksi atau efek samping pengobatan antibiotik, penurun tekanan
darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu
memicu diare

Mekanisme Timbulnya Diare

Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan
diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah,
disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini
akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui
pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan
terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat
atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif
berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi
lebih dari tiga kali sehari (Anne, 2011)

Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa


mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit,
seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam dan
air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap
osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa
dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari
diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli
(Anne, 2011).

Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong


pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi
usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara langsung
distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh
peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya,
peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih
kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis
dari diare yang diinduksi oleh patogen (Anne, 2010)

Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa


dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan
daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang
terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka halus yang
hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan
permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga
mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien
karena terjadinya difusi balik dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini
dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab
infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Anne, 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan
mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan
karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan
membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan
membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena
malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air
ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat dengan
berpuasa (Anne, 2010).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen


meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan
mukosa usus (Anne, 2010).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan
antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan
toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben
yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam
bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).

Loperamida

Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225℃
disertai peruraian. Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam
metanol dan kloroform (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi sirkuler


dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini
sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare kronik. Efek samping
yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan dosis besar
loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat jam sesudah makan
obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna
dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam.
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke
dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian
besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini
lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan
kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

III. Alat dan bahan


a. Alat :
 Alat suntik
 Jarum suntik
 Timbangan
 Stopwatch
 Alat bedah
 Papan operasi
 Penggaris
b. Bahan
Hewan percobaan : mencit
Obat yang diberikan : Na CMC 1%BB, Loperamida (6mg/kgBB, 7mg/kgBB),
Bisakodil (30mg/kgBB, 40mg/kgBB), norit 10%

IV. Prosedur kerja


1. Timbang hewan, tandai dan hitung dosis yang diberikan
2. Berikan obat laksatif (Bisakodil yang sudah dicairkan) atau obat
loperamid secara oral pada satu mencit
3. Lima menit kemudian berikan pula suspense norit secara oral
4. Setelah itu, tunggu 15 menit. Dan kemudian mencit dibunuh dengan cara
dislokasi leher. Lalu, dibuka ronggan perut, dikeluarkan ususnya dengan
hati-hati, mulai dari pylorus sampai ke katup iloseka (bila perlu sampai
pada akhir cekung)
5. Rentangkan usus pada papan operasi (jangan ditarik), gunakan gunting
untuk memutus jaringan ikat pada usus dan jarum pentul untuk
menyematkan usus pada papan operas
6. Ukur panjang usus yang ditempuh oleh norit (mulai dari lambung sampai
kebatas terbentuknya warna hitam di usus) dan bandingkan dengan
panjang usus seluruhnya (%)
7. Bandingkan laju transit norit pada hewan yang tidak diberi obat laksatif
8. Bandingkan juga dengan grup lain
9. Buat kesimpulan dari hasil percobaan

V. Hasil pengamatan

Dosis Panjang Panjang usus


% laju
Dosis pada pada usus yg dilalui
transit
No manusia mencit BB VAO Keseluruhan norit norit
 0,015
0,24 ml
1 Loperamid 6mg mg/20 g 25 47 14  29,78%
 0,015
mg/20 g 0,25 ml
2 Loperamid 6mg 26 49 15  30,61%
 0,018
0,26 ml
3 Loperamid 7mg mg/20 g 23 38 12  31,57%
4 Loperamid 7mg  0,018 23 0,26 ml 37 13 35,13%
mg/20 g
 0,078
mg/20 g 0,24 ml
5 Bisakodil 30 mg 25 44 25 56,81%
 0,078
mg/20 g 0,21 ml
6 Bisakodil 30 mg 22 35 23  65,71%
 0,104
mg/20 g 0,33 ml
7 Bisakodil 40 mg 26 50 28 56%
 0,104
mg/20 g
8 Bisakodil 40 mg 25 0,32 ml 47 27  57,44%
9  Na.CMC 1% - 24 - 39 19 48,71%

Konsentrasi loperamid 0,078 mg/ml


Konsentrasi bisakodil 0.4 mg/ml
Mencit uji

Kelompok 1:

Berat mencit : 25g = 0,025 kg


Dosis pada mencit = 6 mg x 0,0026 = 0,015 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
25 kg x 0,015 mg /20 g
VaO =
0,078 mg/ml
= 0,24 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g BB x 25 g
= 0.25 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
14
= x 100 %=29,78 %
47
Kelompok 2 :
Berat mencit : 26g = 0,026 kg
Dosis pada mencit = 6 mg x 0,0026 = 0,015 mg/20 g
Konsentrasi = 0,078 mg/ml
26 kg x 0,015 mg /20 g
VaO =
0,078 mg/ml
= 0,25 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100gBB x 26 g
= 0,26 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
15
= x 100 %=30,61%
49

Kelompok 3:
Berat mencit : 23g = 0,023 kg
Dosis pada mencit = 7 mg x 0,0026 = 0,018 mg/20 g
Konsentrasi = 0,078 mg/ml
23 g x 0,018 mg/20 g
VaO =
0,078 mg/ml
= 0,26 ml
Norit yang digunakan = 1c/100gBBx 23g
= 0,23 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
12
= x 100 %=31,57 %
38
Kelompok 4 :
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
13
= x 100 %=35,13 %
37
Kelompok 5 :
Berat mencit : 25 g = 0,025 kg
Dosis pada mencit = 30 mg x 0,0026 = 0,078 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
25 g x 0,078 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,24 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100gBB x 25g
= 0.25 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhny a
25
= x 100 %=56,81 %
44
Kelompok 6:
Berat mencit : 22 g = 0,022 kg
Dosis pada mencit = 30 mg x 0,0026 = 0,078 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
22 g x 0,078 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,21 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 22g = 0,22 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
23
= x 100 %=65,71 %
35
Kelompok 7 :
Berat mencit : 26 g = 0,026 kg
Dosis pada mencit = 40 mg x 0,0026 = 0,104 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
26 g x 0,104 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,33 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 26 g = 0,26 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
28
= x 100 %=56 %
50
Kelompok 8 :
Berat mencit : 25 g = 0,025 kg
Dosis pada mencit = 40 mg x 0,0026 = 0,104 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
25 g x 0,104 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,32 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 25 g = 0,25 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
27
= x 100 %=57,44 %
47
Mencit kontrol
Kelompok 9 :
Berat badan mencit : 24 g
Dosis Na CMC 1% = 1/100 x 24g = 0,24 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 24 g = 0,24 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
19
= x 100 %=48,71%
39
VI. Pembahasan
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana
aktivitas obat antidiare dan laksatif yaitu loperamid dan bisacodil dapat menghambat
dan memperlancar defekasi dengan metode transit intestinal. Diare merupakan
keadaan buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala dari
penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf
otonom di dinding usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat
peristaltik sehingga timbul diare. Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh
melebihi frekuensi normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun
bermacam-macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk
mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah
bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya.
Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare
hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak
digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat menormalisasi
keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid
merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat
obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan
ketergantungan.
Laksatif atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk
memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperients dan aperitive.
Obat laksatif adalah obat yang membuat defekasi lebih lancar dan frekuensinya lebih
sering dari biasanya. Obat laksatif memiliki berbagai tipe. Yang pertama adalah
laksan osmotik yang bekerja meretensi air secara osmotik sehingga menstimulasi
peristaltis. Obat osmotik kita ujikan kepada mencit yaitu Bisacodyl. Bisakodyl
mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi
mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui
empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan
merangsang motilitas usus besar. Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10
mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek
samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek
pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek
pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil
diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi
ekskresi utama adalah di dalam tinja. Sedangkan pada pengujian antidiare digunakan
loperamide merupakan obat antidiare golongan opioid yang mekanisme kerjanya
adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada binatang.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.
Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi. fisiologi manusia, juga
karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian
dapat berlangsung lebih cepat. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menimbang
masing-masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang akan
diberikan pada tiap mencit. Berdasarkan tabel diatas, pada kelompok 1 kami
menggunakan obat loperamida 6 mg/kgBB sedangkan kelompok lain menggunakan
loperamid 7 mg/kgBB, obat bisakodil 30 mg/kgBB dan 40 mg/kgBB. Mencit uji pada
kelompok 1 memiliki bobot 25 gram dan setelah dikonversi dengan VAO maka
banyaknya dosis untuk mencit uji adalah 0,24 mL. Sedangkan mencit untuk kontrol
bobotnya adalah 24 gram maka dosisnya 0,24 mL. Mencit uji akan diberikan obat
loperamida 6mg/kgBB, mencit untuk kontrol akan diberikan Na CMC 0,24 mL.
Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan obat loperamida dan Na CMC dari berat mencit
secara peroral. Norit digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kecepatan
motilitas usus.
Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi
langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan
air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu
transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan volum feses, meningkatkan
viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit.
Sehingga pemberian loperamid berdasarkan literatur seharusnya dapat menurunkan
kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari laju norit panjang
usus yang dilalui oleh tinta cina terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah
pemberian tinta cina masing-masing mencit didislokasi dan dibedah untuk melihat
kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit yang telah diberikan loperamid
dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat
dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus.
Berdasarkan teori laju norit antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total
panjang usus pada mencit uji kontrol seharusnya lebih besar daripada laju norit jarak
usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji karena mencit uji
kontrol tidak mendapatkan loperamid dan sebagai penghambat gerak peristaltik usus
sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat dan jarak usus yang dilalui tinta cina
lebih panjang. Dari data didapatkan hasil sesuai dengan teori karena laju norit pada
mencit kontrol lebih besar dibanding laju norit pada mencit uji yaitu sebanyak 48,71%
pada mencit kontrol kemudian mencit uji sebanyak 29,78% dan 30,61% pada
loperamida 6 mg/kgBB, 31,57% dan 35,13% pada loperamida 7 mg/kgBB. Persentase
Laju norit antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit
uji kelompok 1 dan 2 lebih rendah dibandingkan dengan mencit uji kelompok 3 dan 4
karena mencit uji kelompok 1 dan 2 mendapatkan loperamid dengan dosis yang lebih
kecil dibandingkan mencit uji 3 dan 4 sehingga penghambatan gerak peristaltik usus
pada mencit uji 1 dan 2 lebih kecil daripada penghambatan gerak peristaltik usus pada
mencit uji 3 dan 4. Kemudian panjang usus yang dilalui norit pada dosis rendah lebih
panjang dibandingan dosis tinggi. hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi dosis
loperamid yang diberikan akan semakin pendek panjang norit diusus.
Selanjutnya adalah pemberian bisacodyl kepada mencit melalui oral.
Bisacodyl merupakan laksan iritatif. Cara kerja bisacodyl adalah dengan cara
mengiritasi usus sehingga orang tersebut berpikir harus mengeluarkan feses.
Bisacodyl memiliki dosis 5-15 gram untuk orang dewasa dan tidak memiliki dosis
untuk anak. Obat ini tidak boleh digerus karena merupakan salut enterik yang
ditujukan agar tidak pecah di lambung. Jika bisacodyl digerus terlebih dahulu maka
akan mengiritasi lambung bukan usus.
Pada uji laksatif dari data dapat dilihat bisakodyl dengan pemberian dosis
rendah menghasilkan laju norit yang tinggi dibandingkan bisakodyl dengan dosis
tinggi. Hal ini tidak sesuai teori karena seharusnya semakin besar dosis yang
diberikan maka proses obat sampai ke usus semakin panjang.

VII. Kesimpulan
1. Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi (buang air besar)
sedangkan antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi
defekasi.
2. Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang
terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan,
atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal.
3. Loperamide bekerja menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan
mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta
mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar
4. Bisacodyl merupakan laksan iritatif. Mekanisme kerja bisacodyl adalah
dengan cara mengiritasi usus sehingga orang tersebut berpikir harus
mengeluarkan feses.
5. Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain: diare kronik, diare akut,
diare akut bercampur darah, diare persisten dan diare dengan kurang gizi
berat
6. Pada pemberian Loperamide 6mg/kgBB didapatkan persentase laju
transitnya= 29,78% dan 30,61% Loperamide 7mg/kgBB = 31,57% dan
35,13%. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin
rendah dosis panjang norit di usus semakin panjang dan sebaliknya
semakin tinggi dosis, panjang usus yang diberi norit semakin pendek.
7. Pada pemberian Bisacodyl 30mg/kgBB persentase laju noritnya= 56,81%
dan 65,71%. Bisacodyl 40mg/kgBB = 56% dan 57,44%. Dari data hasil
persentase laju transit tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
dosis maka proses obat sampai keusus semakin panjang. Hal ini tidak
sesuai teori karena seharusnya semakin besar dosis yang diberikan maka
proses obat sampai ke usus semakin panjang.
VIII. Jawaban pertanyaan
1. Apakah kelemahan dan kerugian penggunaan pencahar/laksatif?
Jawab:
Kelemahan dan kerugian dalam penggunaan laksatif adalah : Pencahar
stimulan dapat menyebabkan nyeri perut, penggunaannya dalam jangka waktu
yang lama dapat mengakibatkan usus melemah. Laksatif pembentuk massa dapat
menyebabkan perut kembung.

2. Ceritakan mekanisme defekasi secara fisiologis


Jawab:
Semua diawali dengan adanya feces di colon sigmoideum, saat jumlah feces
sudah melebihi kapasitas penyimpanan di colon sigmoideum, maka feces akan
turun menuju ke rectum .Rectum biasanya kosong dan hanya terisi saat akan
memulai defekasi. Dinding rectum mempunyai reseptor regangan yang dipersarafi
oleh serabut viscero sensible parasymphatis segmen sacral 2-4. Rangsang yang
diterima dari reseptor regang menjalar melalui saraf kemudian masuk ke cornu
posterior medulla spinalis danakan naik ke otak. Rangsang akan diproses di otak,
apakah akan ditahan atau meneruskan proses defekasi.
Jika kita memutuskan untuk menahan defekasi, maka impuls akan
turunmenuju cornu anterior medulla spinalis segmen sacral 2-4 yaitu ke nervus
pudendusyang mensarafi m. levator ani, lalu terus menuju ke cabangnya yaitu
nervus rectalisinferior yang mensarafi musculus sphincter ani externus dan. Hal
ini menyebabkanm. sphincter ani externus dan m. levator ini berkontraksi untuk
menahan defekasi.
Jika kita memutuskan untuk meneruskan proses defekasi, maka impuls
akanturun menuju ke berbagai saraf:
 N. facialis (VII) untuk mengkontraksikan otot2 wajah.
 N. vagus (X) untuk menutup epiglottis
 N. Phrenicus untuk memfiksasi diapraghma

3. Kemukakan metode untuk evaluasi obat-obat antidiare, ceritakan!


Jawab:
a. Metode transit intestinal
Aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan
mengukur rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus
sepenuhnya. Pada metode transit intestinal yang menjadi parameter
pengukuran adalah rasio antara jarak rambat marker dengan panjang usus
keseluruhan. Jika suatu bahan mempunyai efek antidiare maka rasio rambat
marker yang dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang mempunyai efek
laksatif maka rasio yang dihasilkan lebih besar.
b. Metode motilitas anorektal
Memberikan informasi mengenai sensasi rektal, viskoelastisitas,
relaksasi sfingter ani interna dan defekasi balon terisi udara berbagai ukuran
dimasukkan ke rektum
c. Metode uji elektromiogram
Mencatat fungsi sfingter ani eksterna dan defekografi dimana barium
yang menebal memperkirakan konsistensi feses yang dimasukkan ke rektum
dan evakuasinya dimonitor dengan fluoroskopi

4. Kemukakan saran saudara untuk mengatasi kesukaran defekasi, jelaskan!


Jawab :
Dengan minum cukup banyak dan makanan berserat akan membantu
pergerakan feses dan membuat feses melalui usus halus dengan meningkatkan
sampah pada feses dan membuat feses menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas
fisik juga akan membantu dalam mengatasi sembelit.

5. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode yang digunakan


dalam percobaan ini!
Jawab:
Keuntungan metode transit intestinal adalah dapat dilakukan pengujian pada
hewan percobaan dan biaya percobaan lebih murah dari metode-metode lain.
Sedangkan metode lain dilakukan pengujiannya pada pasien langsung.

6. Untuk apa norit digunakan pada percobaan ini? Dapatkah kira-kira norit diganti
dengan yang lain? Berikan satu contoh!
Jawab:
Pada percobaan ini norit digunakan sebagai marker merupakan senyawa yang
mempunyai daya serap kuat (adsorbsen), dan masa kerjacepat dapat menyerap
bakteri, toksin, gas, akan tetapi tidak spesifik sehingga obat, nutrien, dan enzim
dalam saluran cerna juga akan diserap.

7. Jelaskan toksisitas/efek samping dari penggunaan laksatif dan antidiare!


Jawab:
Laksatif pembentuk massa dapat menyebabkan perut kembung. Pencahar
stimulan dapat menyebabkan nyeri perut, penggunaannya dalam jangka waktu
yang lama dapat mengakibatkan usus 'malas' atau melemah. Obat pencahar
osmotik dapat menyebabkan nyeri perut, dan perut kembung Laksatif pelembut
tinja dapat menyebabkan kram perut, mual dan ruam kulit Pastikan pasien tetap
terhidrasi dengan baik ketika menggunakan obat pencahar dengan minum banyak
cairan. Setidaknya dianjurkan dua liter (enam sampai delapan gelas) air sehari.
8. Jelaskan hubungan parameter yang diamati pada percobaan dengan antidiare atau
konstipasi!
Jawab:
Pada pratikum kita mengamati mekanisme kerja antidiare dimana obat yang
digunakan adalah loperamide dengan dosis yang berbeda dandapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan panjang usus yang dilalui oleh norit
akan semakin pendek karena obat loperamide ini menghambat motilitas /
perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal
dinding usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar.
Daftar Pustaka

Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. Jakarta

Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.

Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Penerbit UI

Press. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI.

Jakarta.

Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.

National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea.

Anda mungkin juga menyukai