FARMAKOLOGI KLINIK
OLEH :
NIM : 1801001
KELOMPOK : 1 (GRUP 1)
ASISTEN DOSEN:
2020
OBJEK II
I. Tujuan pratikum
a. Pengaruh obat-obat laksatif dan antidiare
b. Memahami mekanisme kerja obat pencahar
c. Memahamidan mampu menganalisa efek samping obat-obat laksatif/antidiare
d. Memahami dan terampil melakukan teknik evaluasi obat-obat laksatif dan
antidiare
Bisakodil
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak
pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal
(Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus
menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki
kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita
dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis
penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).
Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada
lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:
1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-
tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut,
penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak
diberika makan dam minum.
2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang
disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat,
diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi
bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.
4. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan
bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam
usus tetapi menyebar hingga keluar usus.
5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang
lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive
Diseases Information Clearinghouse, 2007) :
Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau
minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan
Escherichia coli (E. coli).
Infeksi virus
Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus,
cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.
Intoleransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan,
misalnya pemanis buatan dan laktosa.
Parasit
Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan
menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare
misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and
Cryptosporidium.
Reaksi atau efek samping pengobatan antibiotik, penurun tekanan
darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu
memicu diare
Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan
diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah,
disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini
akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui
pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan
terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat
atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif
berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi
lebih dari tiga kali sehari (Anne, 2011)
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan
antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan
toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben
yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam
bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).
Loperamida
Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225℃
disertai peruraian. Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam
metanol dan kloroform (Farmakope Indonesia IV, 1995).
V. Hasil pengamatan
Kelompok 1:
Kelompok 3:
Berat mencit : 23g = 0,023 kg
Dosis pada mencit = 7 mg x 0,0026 = 0,018 mg/20 g
Konsentrasi = 0,078 mg/ml
23 g x 0,018 mg/20 g
VaO =
0,078 mg/ml
= 0,26 ml
Norit yang digunakan = 1c/100gBBx 23g
= 0,23 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
12
= x 100 %=31,57 %
38
Kelompok 4 :
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
13
= x 100 %=35,13 %
37
Kelompok 5 :
Berat mencit : 25 g = 0,025 kg
Dosis pada mencit = 30 mg x 0,0026 = 0,078 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
25 g x 0,078 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,24 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100gBB x 25g
= 0.25 ml
pjg usus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhny a
25
= x 100 %=56,81 %
44
Kelompok 6:
Berat mencit : 22 g = 0,022 kg
Dosis pada mencit = 30 mg x 0,0026 = 0,078 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
22 g x 0,078 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,21 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 22g = 0,22 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
23
= x 100 %=65,71 %
35
Kelompok 7 :
Berat mencit : 26 g = 0,026 kg
Dosis pada mencit = 40 mg x 0,0026 = 0,104 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
26 g x 0,104 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,33 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 26 g = 0,26 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
28
= x 100 %=56 %
50
Kelompok 8 :
Berat mencit : 25 g = 0,025 kg
Dosis pada mencit = 40 mg x 0,0026 = 0,104 mg/20 g
Konsentrasi = 0,4 mg/ml
25 g x 0,104 mg/20 g
VaO =
0,4 mg/ml
= 0,32 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 25 g = 0,25 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
27
= x 100 %=57,44 %
47
Mencit kontrol
Kelompok 9 :
Berat badan mencit : 24 g
Dosis Na CMC 1% = 1/100 x 24g = 0,24 ml
Norit yang digunakan = 1cc/100g x 24 g = 0,24 ml
pjgusus norit
Laju norit = x 100 %
pjg usus seluruhnya
19
= x 100 %=48,71%
39
VI. Pembahasan
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana
aktivitas obat antidiare dan laksatif yaitu loperamid dan bisacodil dapat menghambat
dan memperlancar defekasi dengan metode transit intestinal. Diare merupakan
keadaan buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala dari
penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf
otonom di dinding usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat
peristaltik sehingga timbul diare. Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh
melebihi frekuensi normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun
bermacam-macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk
mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah
bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya.
Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare
hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak
digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat menormalisasi
keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid
merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat
obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan
ketergantungan.
Laksatif atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk
memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperients dan aperitive.
Obat laksatif adalah obat yang membuat defekasi lebih lancar dan frekuensinya lebih
sering dari biasanya. Obat laksatif memiliki berbagai tipe. Yang pertama adalah
laksan osmotik yang bekerja meretensi air secara osmotik sehingga menstimulasi
peristaltis. Obat osmotik kita ujikan kepada mencit yaitu Bisacodyl. Bisakodyl
mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi
mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui
empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan
merangsang motilitas usus besar. Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10
mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek
samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek
pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek
pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil
diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi
ekskresi utama adalah di dalam tinja. Sedangkan pada pengujian antidiare digunakan
loperamide merupakan obat antidiare golongan opioid yang mekanisme kerjanya
adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada binatang.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.
Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi. fisiologi manusia, juga
karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian
dapat berlangsung lebih cepat. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menimbang
masing-masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang akan
diberikan pada tiap mencit. Berdasarkan tabel diatas, pada kelompok 1 kami
menggunakan obat loperamida 6 mg/kgBB sedangkan kelompok lain menggunakan
loperamid 7 mg/kgBB, obat bisakodil 30 mg/kgBB dan 40 mg/kgBB. Mencit uji pada
kelompok 1 memiliki bobot 25 gram dan setelah dikonversi dengan VAO maka
banyaknya dosis untuk mencit uji adalah 0,24 mL. Sedangkan mencit untuk kontrol
bobotnya adalah 24 gram maka dosisnya 0,24 mL. Mencit uji akan diberikan obat
loperamida 6mg/kgBB, mencit untuk kontrol akan diberikan Na CMC 0,24 mL.
Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan obat loperamida dan Na CMC dari berat mencit
secara peroral. Norit digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kecepatan
motilitas usus.
Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi
langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan
air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu
transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan volum feses, meningkatkan
viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit.
Sehingga pemberian loperamid berdasarkan literatur seharusnya dapat menurunkan
kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari laju norit panjang
usus yang dilalui oleh tinta cina terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah
pemberian tinta cina masing-masing mencit didislokasi dan dibedah untuk melihat
kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit yang telah diberikan loperamid
dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat
dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus.
Berdasarkan teori laju norit antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total
panjang usus pada mencit uji kontrol seharusnya lebih besar daripada laju norit jarak
usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji karena mencit uji
kontrol tidak mendapatkan loperamid dan sebagai penghambat gerak peristaltik usus
sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat dan jarak usus yang dilalui tinta cina
lebih panjang. Dari data didapatkan hasil sesuai dengan teori karena laju norit pada
mencit kontrol lebih besar dibanding laju norit pada mencit uji yaitu sebanyak 48,71%
pada mencit kontrol kemudian mencit uji sebanyak 29,78% dan 30,61% pada
loperamida 6 mg/kgBB, 31,57% dan 35,13% pada loperamida 7 mg/kgBB. Persentase
Laju norit antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit
uji kelompok 1 dan 2 lebih rendah dibandingkan dengan mencit uji kelompok 3 dan 4
karena mencit uji kelompok 1 dan 2 mendapatkan loperamid dengan dosis yang lebih
kecil dibandingkan mencit uji 3 dan 4 sehingga penghambatan gerak peristaltik usus
pada mencit uji 1 dan 2 lebih kecil daripada penghambatan gerak peristaltik usus pada
mencit uji 3 dan 4. Kemudian panjang usus yang dilalui norit pada dosis rendah lebih
panjang dibandingan dosis tinggi. hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi dosis
loperamid yang diberikan akan semakin pendek panjang norit diusus.
Selanjutnya adalah pemberian bisacodyl kepada mencit melalui oral.
Bisacodyl merupakan laksan iritatif. Cara kerja bisacodyl adalah dengan cara
mengiritasi usus sehingga orang tersebut berpikir harus mengeluarkan feses.
Bisacodyl memiliki dosis 5-15 gram untuk orang dewasa dan tidak memiliki dosis
untuk anak. Obat ini tidak boleh digerus karena merupakan salut enterik yang
ditujukan agar tidak pecah di lambung. Jika bisacodyl digerus terlebih dahulu maka
akan mengiritasi lambung bukan usus.
Pada uji laksatif dari data dapat dilihat bisakodyl dengan pemberian dosis
rendah menghasilkan laju norit yang tinggi dibandingkan bisakodyl dengan dosis
tinggi. Hal ini tidak sesuai teori karena seharusnya semakin besar dosis yang
diberikan maka proses obat sampai ke usus semakin panjang.
VII. Kesimpulan
1. Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi (buang air besar)
sedangkan antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi
defekasi.
2. Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang
terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan,
atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal.
3. Loperamide bekerja menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan
mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta
mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar
4. Bisacodyl merupakan laksan iritatif. Mekanisme kerja bisacodyl adalah
dengan cara mengiritasi usus sehingga orang tersebut berpikir harus
mengeluarkan feses.
5. Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain: diare kronik, diare akut,
diare akut bercampur darah, diare persisten dan diare dengan kurang gizi
berat
6. Pada pemberian Loperamide 6mg/kgBB didapatkan persentase laju
transitnya= 29,78% dan 30,61% Loperamide 7mg/kgBB = 31,57% dan
35,13%. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin
rendah dosis panjang norit di usus semakin panjang dan sebaliknya
semakin tinggi dosis, panjang usus yang diberi norit semakin pendek.
7. Pada pemberian Bisacodyl 30mg/kgBB persentase laju noritnya= 56,81%
dan 65,71%. Bisacodyl 40mg/kgBB = 56% dan 57,44%. Dari data hasil
persentase laju transit tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
dosis maka proses obat sampai keusus semakin panjang. Hal ini tidak
sesuai teori karena seharusnya semakin besar dosis yang diberikan maka
proses obat sampai ke usus semakin panjang.
VIII. Jawaban pertanyaan
1. Apakah kelemahan dan kerugian penggunaan pencahar/laksatif?
Jawab:
Kelemahan dan kerugian dalam penggunaan laksatif adalah : Pencahar
stimulan dapat menyebabkan nyeri perut, penggunaannya dalam jangka waktu
yang lama dapat mengakibatkan usus melemah. Laksatif pembentuk massa dapat
menyebabkan perut kembung.
6. Untuk apa norit digunakan pada percobaan ini? Dapatkah kira-kira norit diganti
dengan yang lain? Berikan satu contoh!
Jawab:
Pada percobaan ini norit digunakan sebagai marker merupakan senyawa yang
mempunyai daya serap kuat (adsorbsen), dan masa kerjacepat dapat menyerap
bakteri, toksin, gas, akan tetapi tidak spesifik sehingga obat, nutrien, dan enzim
dalam saluran cerna juga akan diserap.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Penerbit UI
Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.