Anda di halaman 1dari 20

IMAN KEPADA ALLAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Tentang Iman Kepada Allah Dalam Mata
Kuliah Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu: Drs. Achmad Hasmi Hashona, MA

Disusun Oleh:

Mia Putri Setyawati (1908096014)


Dewi Retno Anggraini (1908096015)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga kita masih diberi nikmat yang tidak dapat kita hitung
berapa jumlahnya. Selawat dan salam semoga disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw Rasul pilihan Allah yang telah membawa risalah Nya berupa Al-
Qur‟an sebagai petunjuk bagi umat manusia.

Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk membantu dalam pembelajaran
dari pihak dosen maupun mahasiswa tanpa mengurangi sedikitpun kewajiban
mahasiswa membaca referensi lain yang relevan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami hargai.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul “IMAN KEPADA
ALLAH” dapat memberi manfaat dan ilmu bagi para pembaca.

Semarang, 20 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................1

DAFTAR ISI .....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................3

A. Latar Belakang .............................................................................................3


B. Rumusan Masalah ........................................................................................3
C. Tujuan Makalah ...........................................................................................3

BAB II ISI .........................................................................................................4

A. Iman ...........................................................................................................4
A.1 Pengertian Iman ..................................................................................4
A.2 Cabang-cabang Keimanan ..................................................................7
A.3 Kesempurnaan Iman ...........................................................................7
A.4 Derajat Tertinggi Keimanan ...............................................................8
A.5 Bertambahnya Keimanan ....................................................................8
A.6 Rukun Iman .........................................................................................9
B. Iman Kepada Allah .....................................................................................9
B.1 Makna Beriman Kepada Allah............................................................9
B.2 Mengimani Wujud(Keberadaan) Allah.............................................10
B.3 Memahami sifat-sifat Allah ..............................................................12
B.4 Hikmah beriman kepada Allah .........................................................15

BAB III PENUTUP ........................................................................................18

A. Simpulan ...................................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keimanan kepada Allah merupakan hubungan yang semulia-
mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena itu,
mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman, adalah
kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang. Maka dari itu untuk
mendapat petunjuk sehingga menjadi orang beriman dan dapat
meningkatkan keimanan kepada Allah kita harus tahu dulu apa itu iman
dan iman kepada Allah. Maka dari itu penulis menyusun makalah yang
berjudul “IMAN KEPADA ALLAH” ini untuk menambah pemahaman
mengenai iman dan Iman kepada Allah.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu Iman?
2. Apa itu beriman kepada Allah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu iman
2. Untuk mengetahui apa itu beriman kepada Allah

3
BAB II

ISI

A. IMAN

A.1 Pengertian Iman


Term iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana
yu’minu-imanan. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa
Indonesia artinya meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu
memang benar atau nyata adanya.1 Iman dapat dimaknai iktiraf,
membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat khusus. 2 Menurut
WJS. Poerwadarminta iman adalah kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati
atau keteguhan hati.3 Abul „Ala al-Mahmudi menterjemahkan iman dalam
Bahasa inggris Faith, yaitu to know, to believe, to be convinced beyond the
last shadow of doubt yang artinya, mengetahui, mempercayai, meyakini
yang didalamnya tidak terdapat keraguan apapun.4 HAR Gibb dan JH
Krammers memberikan pengertian iman ialah percaya kepada Allah,
percaa kepada utusan-Nya, dan percaya kepada amanat atau apa yang
dibawa/berita yang dibawa oleh utusannya.5
Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman dalam Al-Qur‟an, akan
mendapatinya dalam dua pengertian dasar, 6yaitu:
1. Iman dengan pengertian membenarkan adalah membenarkan
berita yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam salah
satu hadist shahih diceritakan bahwa Rasulullah ketika
menjawab pertanyaan Jibril tentang Iman yang artinya bahwa
yang dikatakan Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat

1
Kaelany HD, Iman, Ilmu dan Amal Saleh, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 58.
2
Dr.Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis Pemisah antara Kufur dan Iman, Jakarta, Bumi
Aksara,1996. Hlm. 2
3
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, hlm. 18.
4
Abul A'la Al-Maududi, Toward Understanding, Comiti Riyadh: Islamic Dakwah, 1985, hlm. 18.
5
HAR. Gibb and JH Krammers, Shorter Encyclopaedia of islam, E.J. Brill, Leiden, 1974, hlm 167
6
Op.Cit. Garis Pemisah antara Kufur dan Iman. Hlm 1

4
dan engkau beriman bahwa Qadar baik dan buruk adalah dari
Allah SWT.
2. Iman dengan pengertian amal atau ber-iltizam dengan amal :
segala perbuatan kebajikan yang tidak bertentangan dengan
hukum yang telah digariskan oleh syara‟.
Dalam sebuah ayat Allah :

(Q.S Al-Hujurat Ayat 15)


Yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-
orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
mereka Itulah orang-orang yang benar.
Dari ayat tersebut, dapat dikatakan bahwa Iman adalah
membenarkan Allah dan RasulNya tanpa keraguan, berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwa. Pada akhir ayat tersebut
“mereka Itulah orang-orang yang benar” merupakan indikasi
bahwa pada waktu itu ada golongan yang mengaku beriman
tanpa bukti, golongan ini sungguh telah berdusta dan mereka
tidak dapat memahami hakikat iman dengan sebenarnya.
Mereka menganggap bahwa iman itu hanya pengucapan yang
dilakukan oleh bibir, tanpa pembuktian apapun.

Pengertian iman secara istilahi ialah kepercayaan yang meresap ke


dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta
memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan
sehari-hari. Jadi, iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan

5
sekedar perbuatan dan bukan pula merupakan pengetahuan tentang rukun
iman.

Yang dimaksud dengan keimanan seseorang terhadap sesuat, adalah


bahwa dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan
tentang sesuatu, dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap
menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan lemah iman adalah orang yang hatinya
tidak pernah mengenyam ketentraman yang sempurna, yang karena itu pula
tidak ada jaminan keamanan terhadap masuknya kepercayaan-kepercayan
lain yang bertentangan dengan kepercayaanya. Akibatnya sepak terjangnya
menjadi lemah dan dalam kehidupan praktisnya muncul berbagai bentuk
kontradiksi, kekalutan, kekacauan, dan ketidak pastian. Lalu yang disebut
kuat iman adalah orang yang sesudah menanamkan keyakinannya,
membangun sepak terjang hidupnya di atas asas yang kokoh dan kuat yang
betul-betl bisa dijadikan pegangan serta memberikan jaminan ketentraman
bahwa amal-amal yang ia laksanakan pasti sesuai dengan keyakinan itu.7

Iman mencakup ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan


amalan dengan anggota badan. Iman itu akan meningkat dengan melakukan
ketaatan, dan menurun dengan melakukan maksiat.8

Contoh iman dalam bentuk ucapan lisan adalah:


dzikir,do‟a,membaca Alqur‟an. Sedangkan contoh iman dalam bentuk
keyakinan hati, seperti: meyakini keesaan Allah dalam rubbiyah, ulhiyah,
nama-nama dan sifat-sifat-Nya, keyakinan tentang wajib-nya berubadah
hanya untuk Allah semata tanpa menyeku-tukan-Nya dengan suatu apapn,
dan hal-hal lain yang berhubungan niat atau hati.

7
Abdul A‟la Maududi, Al-hadrah al-Islamiyah, ushusha wa mabadi’uha,Beirut:al-
„Arabiyyah,1970 ,hlm 3.
8
Ahmad Hawassy,KAJIAN TAUHID DALAM BINGKAI ASWAJA,Banten:Genggambook e-
publisher,2019,hlm. 72

6
A.2Cabang-cabang Keimanan

Keimanan bercabang-cabang. Cakupanya amat luas menyangkut


hati, lisan, dan perbuatan anggota badan.9
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu „anhu-, ia berkata, „Rasululah –
shallallahu „alaihi wasallam- bersabda:”Iman terbagi lebih dari tujuh
puluh atau enam puluh cabang.Yang paling utama adalah ucapan
Laailaahaillallaah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan
dari jalan. Dan sifat malu termasuk satu cabang dari iman.”(HR.
Muslim).

A.3 Kesempurnaan Iman

Cinta yang sempurna kepada Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya


memberikan konsekuensi adanya yang dicintainya. Apabila cinta dan
bencinya hanya karena Allah Ta‟ala(keduanya adalah amalan ibadah
hati),memberi dan tidak memberi hanya karena Allah Ta‟ala(keduanya
adalah amal ibadah badan), niscaya keduanya menunjukkan
kesempurnaan iman dan kesempurnaan cinta kepada Allah Ta‟ala10.
Dari Abu Umamah –radhiyallahu „anhu-, dari Rasulullah –
shallaallahu „alaihi wasallam- bersabda:
“Barangsiapa yang cinta karena Allah Ta‟ala, membenci karena Alla,
memberi karena Allah Ta‟ala, dan melarang karena Allah Ta‟ala,
niscaya telah sempurna keimanannya.”(HR: Abu Daud).

9
Ibid,hlm. 73
10
Ibid,hlm. 76

7
A.4Derajat Tertinggi Keimanan
Derajat tertinggi keimanan adalah sebenar-benarnya keyakinan(Haqqul
yaqin). Dan dengan keyakinan dan kesabaran akan tergapai kepemimpinan
dalam agama.11
Allah Berfirman:

(QS. Assajdah:24)
Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.”

A.5 Bertambahnya Keimanan

Agar iman datang di dalam kehidupan kita dan terus bertambah,


harus diketahui beberapa perkara12:
1. Kita mengetahui dan meyakini bahwa sang pencipta segala
sesuatu, nampak atau tersembunyi, kecil atau besar adalah
Allah Ta‟ala.
Allah berfirman:

(QS. Azzumar:62)
Artinya: “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia
memelihara segala sesuatu”
2. Kita mengetahui dan meyakini bahwa Allah Ta‟ala
menciptakan semua makhluk dan menciptakan
pengaruhnya(kemampuannya)

11
Ibid ,hlm. 77
12
Ibid ,hlm. 78

8
3. Kita mengetahui dan meyakini bahwa yang memiliki sema
makhluk, mendayagunakannya dan mengaturnya adalah Allah
Ta‟ala saja, tidak ada sekut baginya.
4. Kita mengetahui dan meyakini bahwa khazanah segala sesuat
hanya ada di sisi Allah Ta‟ala saja, tidak ada sisi yang selain-
Nya. Segala sesuatu yang ada, maka khazanahnya ada di sisi
allah Ta‟ala.
A.6 Rukun Iman
Rukun iman yaitu unsur-unsur pokok pembentuk keimanan, atau
pilar-pilar keimanan yang mana apabila hilang unsur-unsur tersebt
berarti keimanan tidak terbentuk dalam diri seseorang.
Rukun iman ada enam, sebagaiman disebutkan dalam hadist jibril –
„alaihissalam-tatkala bertanya kepada Nabi –shallallahu „alaihi
wasallam- tentang iman, Nabi menjawab:”[1] kamu beriman kepada
Allah Ta‟ala, [2] malaikat-malaikat-Nya,[3] kitab-kitab-Nya,[4] rasul-
rasul-Nya,[5]hari akhir, dan[6] beriman kepada ketentuan baik dan
buruk-Nya.”(Muttafaq‟alaih)13

B. IMAN KEPADA ALLAH


B.1 Makna Beriman Kepada Allah

Yang dimaksud iman kepada Alah adalah membenarkan adanya


Allah swt, dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah swt
wajib adanya karena dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzathi),
Tunggal dan Esa, Raja yang Maha kuasa, yang hidup dan berdiri
sendiri, yang Qadim dan Azali untuk selamanya. Dia Maha
mengetahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang

13
HR. Bukhari(no-50) dan Muslim(no,8)

9
ia kehendaki, menentukan apa yang ia inginkan, tiada sesuatupun yang
sama dengan-Nya, dan dia Maha mengetahui.14
Allah berfiraman:

(QS. An-Nisa‟ : 136)


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa
yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya.”
Jadi iman kepada Allah adalah mempercayai adanya Allah swt
beserta seluruh ke Agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata
kita lihat, yaitu dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.

B.2 Mengimani Wujud(Keberadaan) Allah

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara‟, dan indra.15
1. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada Sang
Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu
berpikir atau belajar.dan kenyataan ini diakui oleh setiap orang
yang memiliki fitrah yang benar, hatinya bersih dari sesuatu yang
memalingkannya dari fitrah ini.

14
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumarth, Hidayatuth Thalibin Fi Bayan Muhimmatid Din, Terj. Afif
Muhammad, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu, (A.
Bayan, 1998), hlm. 113.
15
Ahmad Hawassy,KAJIAN TAUHID DALAM BINGKAI ASWAJA,Banten:Genggambook e-
publisher,2019,hlm.89

10
2. Bukti akal tentang terwujudnya Allah adalah proses penciptaan
semua makhluk. Semua makhluk pasti ada yang menciptakan ,
karena tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan
tidak mungkin pula terjadi secara kebetulan.
Allah Ta‟ala menyebutkan dalil „aqli(akal) yang qath‟i dalam
firman-Nya:

(QS. Aththur:35)
Artinya: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?”
Ayat di atas menegaskan bahwa makhluk tidak tercipta tanpa
pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi
jelaslah yang menciptakan makhluk adalah Allah Ta‟ala.
3. Dalil syara‟(syariat) tentang wujud Allah Ta‟ala yaitu bahwa
seluruh kitab samawi(yang diturunkan dari langit) berbicara
tentang ini.
Seluruh hukum syara yang mengandung kemaslahatan manusia
yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-
kitab datang dari Rabb yang Mahabijaksana dan mengetahi segala
kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat
disaksikan akan kebenarannya yang dijelaskan di dalam kitab-
kitab, menjadi dalil atau bukti bahwa kitab-kitab datang dari Rabb
yang Mahakuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan-Nya.
4. Dalil logika tentang wujud Allah Ta‟ala dapat dibagi menjadi dua:
a. kita mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-
orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan
kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini
menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah Ta‟ala.
b. Adanya mukjizat. Tanda tanda kebenaran Nabi yang disebut
mkjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang,
merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus

11
para nabi tersebut, Yaitu Allah Ta‟ala, karena hal-hal itu
terjadi di luar kemampuan manusia. Allah melakukanyya
sebagai bukti penguat kebenaran dan dalam rangka menolong
para rasul.

B.3 Memahami sifat-sifat Allah

Sifat adalah kata bahasa Arab yang merupakan derivasi dari kata
wasf (shifat) yang telah diIndonesiakan. Sifat dapat diartikan sebagai
sebuah sebutan yang dapat menunjukan keadaanbenda. Ata lebih
mudahnya sifat adalah ciri-ciri sesuatu. Dapat juga dipahami , sifat
adalah sebuah ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang dan dapat
digunakan sebagai saran identifikasi.16
Para mutakallim membagi lima puluh sifat Allah Swt. menjadi sifat
wajib, muhal, dan jawaz. 13 Menurut Imam al-Haramain, pemahaman
tiga bentuk sifat ini tergolong sebagai konsumsi akal (rasional).
Sehingga bagi orang yang tidak mampu memahami kehendak sifat-
sifat tersebut berarti tidak berakal. Digambarkan bahwa kalau
dikatakan Allah Swt. itu wajib bersifat, seumpama qudrah (kuasa),
tentunya akal memahami bahwa ketiadaan sifat kuasa bagi-Nya tidak
mungkin akan diterima akal.17
Tapi sebelum mengenal partikulasi sifat-sifat Allah Swt., secara
global harus diyakini bahwa Zat Tunggal Allah Swt. selalu bersanding
erat dengan segala sifat purna,hampa dari bermacam-macam
kekurangan (cacat),dan berwewenang melakukan dan meninggalkan
segala hal yang potensial wujud (baca: mumkinat). Perincian ke 50
sifat itu adalah sebagai berikut:
A. Sifat sifat Allah

16
Ibid ,hlm.101
17
Ibid,hlm.108

12
1. Sifat Wajib Allah Swt. berjumlah dua puluh. Kemudian
jumlah dua puluh sifat ini dikelompokkan menjadi empat,
yaitu nafsiyah, salbiyah, ma'ani,dan ma'nawiyah.
1. Nafsiah, adalah sifat yang berhubungan dengan keberadaan
Zat Allah Swt. Ini hanya memiliki satu sifat, yaitu sifat
wujud (Eksistensi Tuhan).
2. Salbiyah, dapat diartikan sebagai jenis sifat yang dipahami
untuk meniadakan- menyangkal- ketidaklayakan dan
ketidaksesuaian bagi Allah SWT. Dinamika
salbiyah(terlepas) karena motifasi penyifatan ini bertujuan
menafikan sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah SWT.
Adapun dan dengan keberadaan Zat ketidaklayakkan bagi
dan Allah Swt. Adapun sifat-sifat yang terekrut dalam
Salbiyah meliputi sifat
a. qidam; dahulu tanpa permulaan,
b. baqa; kekal,
c. mukhalafah li al-hawadits; berbeda dengan
makhluk,
d. qiyamuhu bi nafsih : eksis dengan Zat sendiri,
e. wahdaniyah: Maha Esa.

Sifat salbiyah dapat digambarkan seperti sifat


qidam (dahulu tidak berawal), misalnya, berarti bahwa
wujud Allah Swt sudah ada sejak semula tanpa di
dahului sesuatupun.Jadi sifat qidam ini menolak sifat
kebaharuan;

3. Ma'ani, adalah sifat wajib bagi Allah Swt yang dapat


digambarkan oleh akal pikiran manusia dan dapat
meyakinkan orang karena kebenaranya dapat dibuktikan
oleh pancaindera. Yang termasuk kedalam sifat ma‟ani ada
tujuh sifat, antara lain:
a. Qudrat : kuasa

13
b. Iradat : kehendak,
c. Ilm : pengetahuan
d. Hayat: hidup
e. Sama‟: mendengar
f. Bashar: melihat
g. Kalam: bicara
4. Ma‟nawiyah, sifat yang berhubungan dengan sifat ma‟ani,
atau merupakan kelanjutan logis dari sifat ma‟ani. Sifat yang
masuk dalam bagian ini ada tujuh, yaitu:
a. Kaunhu qadiran: keberdaan-Nya Maha Kuasa
b. Kaunhu muridan:keberadaan –Nya Maha
Berkehendak
c. Kaunhu aliman: keberadaan –Nya Maha
Mengetahui
d. Kaunhu hayyan: keberadaan_nya Maha hidup
e. Kaunhu sami‟an: Keberadaan-Nya Maha
mendengar
f. Kaunuhu bashiran : keberadaan-nya maha
melihat
g. Kaunuhu mtakaliman: keberadaan-Nya Maha
Berbicara
2. Sifat Muhal(Kebalikan sifat wajib) juga ada dua pluh. Lebih
mudahnya sifat wajib adalah sesuatu yang sudah pasti
dimiliki tuhan, sebaliknya, sifat muhal sudah pasti tidak ada
pada Zat Allah Swt. Jadi disamping orang muslim wajib
memahamii sifat Allah swt juga hars paham dengan sifat
yang tidak layak dimiliki-Nya. Yakni keharusan meniadakan
sifat-sifat berjumlah dua puluh pada Zat-Nya.
3. Sifat Jawaz hanya satu.Sifat ini diibaratkan hak wewenang
Tuhan dalam bertindak.Segala realitas yang dihubungkan
dengan eksistensi Allah Swt. untuk berbuat (jaiz) sebenarnya
bukan bagian sifat yang menetap pada Zat-Nya, melainkan

14
sebuah sifat yang berhubungan dengan kuasa-Nya . jadi
jangan disalahpahami bahwa Zat Allah Swt. tersifati dengan
jawaz.Yang benar bahwa Zat Allah Swt. hanya tersifati
dengan sifat- sifat wajib.Dari sini dapat disimpulkan bahwa
sifat jawaz Allah Swt. ialah hak wewenang Tuhan. Adalah
rasional bila Allah Swt. mungkin melakukan segala apa yang
menjadi kehendak-Nya, tanpa terikat dengan segala apapun.

B.4 Hikmah beriman kepada Allah


1. Mendapatkan perlindungan dari Allah
Alla berfirman:

(QS. Al Mu‟min:51)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-
orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari
berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah akan menolong
orang orang yang mau beriman kepada-Nya. Sehingga jika
kita beriman maka kita akan mendapat perlindungannya.
2. Menjadi pribadi yang lebih baik
Mereka yang benar-benar beriman kepada Allah SWT
menyadari bahwa dirinya lemah tidak ada daya upaya kecuali
atas kehendak Allah SWT. Oleh karenanya ia tidak akan
pernah berbuat yang melanggar larangan Allah. Justru,
imannya akan semakin menguat sehingga dirinya pun
terbentengi dan terkendali daripada berbuat yang maksiat,
serta termotivasi untuk selalu mengerjakan amal ibadah yang
benar.

15
3. Tidak mudah putus asa
Sebab, bagaimana sikap seseorang akan terlihat jelas jika ia
sedang ditimpa musibah. Mereka yang beriman akan selalu
berpikiran positif kepada Allah atas segala yang mereka
hadapi. Sementara tanpa iman, itulah yang menyebabkan
seseorang mudah berputus asa dan tak jarang memilih
melakukan tindakan yang merugikan.

4. Dapat menmbuhkan rasa rendah hati


Iman kepada Allah, berarti kita percaya baik dari hati, lisan,
maupun perbuatan akan Dzat Allah SWT dengan segala
Keagungan dan Kesempurnaan-Nya. Karenanya, sebagai
manusia yang merupakan salah satu dari makhluk ciptaan
Allah, kita sadar bahwa diri kita ini bukanlah apa-apa jika
bukan karena Kuasa Allah SWT. Dengan menyadari hal
tersebut, kita tidak akan bersikap sombong, tidak akan
memandang rendah orang lain, sehingga kita pun bisa lebih
toleran terhadap sesama dan saling menyayangi satu sama
lain untuk menciptakan kehidupan yang damai.
5. Selalu bersyukur
Dengan beriman kepada Allah, kita menyadari bahwa segala
yang kita nikmati di dunia (maupun di akhirat nanti) adalah
berasal dari Allah SWT. Maka, tidak ada celah bagi kita
protes jika sesuatu yang kita dapatkan tidak sesuai keinginan.
Allah lebih mengetahui apa yang tidak hamba-Nya ketahui.
Maka, kita pun menjadi sadar untuk senantiasa bersyukur atas
segala berkah yang Allah berikan serta berusaha
memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
6. Menentramkan hati
Firman Allah:

16
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ra‟d:28)
Surah tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang
beriman, yang mana mereka senantiasa mengingat Allah
SWT, maka hal tersebut membuat hati mereka menajdi
tentram. Jadi, jika ingin memperbaiki maupun mendapatkan
suasana hati yang damai, aman, dan nyaman, maka banyak-
banyaklah mengingat Allah SWT.

17
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa


iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-imanan.
Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya
meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang
benar atau nyata adanya. Rukun iman ada enam, sebagaiman
disebutkan dalam hadist jibril –„alaihissalam-tatkala bertanya kepada
Nabi –shallallahu „alaihi wasallam- tentang iman, Nabi menjawab:”[1]
kamu beriman kepada Allah Ta‟ala, [2] malaikat-malaikat-Nya,[3]
kitab-kitab-Nya,[4] rasul-rasul-Nya,[5]hari akhir, dan[6] beriman
kepada ketentuan baik dan buruk-Nya.”(Muttafaq‟alaih). Iman kepada
Allah adalah membenarkan adanya Allah swt, dengan cara meyakini
dan mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya karena dzatnya sendiri
(Wajib Al-wujud li Dzathi), Tunggal dan Esa, Raja yang Maha kuasa,
yang hidup dan berdiri sendiri, yang Qadim dan Azali untuk
selamanya.
B. SARAN

Demikian makalah ini kami persembahkan. Kami harap dapat


bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Kritik dan saran
sangat kami harapkan. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

HD, K. ( 2000). Iman, Ilmu dan Amal Saleh. Jakarta: Rineka Cipta.

Zain, H., Thalibin Fi Bayan Muhimmatid Din, H., & Terj. Afif Muhammad,. (1998).
Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu.

Abdul Khalid, A. R. (1996). Garis Pemisah antara Kufur dan Iman. Jakarta: Bumi
Aksara.

Al-maududi, A. A. (1970). Al-hadharah al-Islamiyah, Ushusuha wa Mabadi'uha. Beirut:


al-„Arabiyyah.

Al-Maududi, A. A. (1985). Toward Understanding. Comiti Riyadh: Islamic Dakwah.

Gibb, H., & Krammers, J. (1974). Shorter Encyclopaedia of islam. E.J. Bril: Leiden.

Hawassy, A. (2019). KAJIAN TAUHID DALAM BINGKAI ASWAJA. Banten:


Genggambook e-publisher.

Poerwadarminta, W. ( 2000). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

19

Anda mungkin juga menyukai