Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual, karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang

dikatakan Lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses

yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008). Sedangkan

menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut

Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau mencapai usia 60 tahun

lebih.

Laju perkembangan penduduk lanjut usia di dunia termasuk Indonesia saat

ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan

proporsi penduduk lanjut usia. Besarnya jumlah penduduk Lansia menjadi beban

jika Lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada

peningkatan biaya pelayanan kesehatan. Penduduk lanjut usia akan mengalami

proses penuaan secara terus menerus dengan ditandai menurunnya daya tahan

fisik sehingga rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian (Badan Pusat Statistik, 2015).

Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia

terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut

usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa. Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut

usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025,

jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan RI, 2013).


Besarnya jumlah penduduk Lansia di Indonesia menjadi beban jika Lansia

memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya

pelayanan kesehatan. Penduduk lanjut usia akan mengalami proses penuaan

secara terus menerus dengan ditandai menurunnya daya tahan fisik sehingga

rentang terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Badan

Pusat Statistik, 2015).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit. Hal tersebut disebabkan

seiring meningkatnya usia terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis

mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Sehingga Lansia

rentan terkena infeksi penyakit menular akibat masalah degeneratif menurunkan

daya tahan tubuh seperti Tuberkulosis, Diare, Pneumonia dan Hepatitis. Selain itu

penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut diantaranya Hipertensi,

Stroke, Diabetes Melitus dan radang sendi atau Asam Urat. Perubahan tersebut

pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial Lansia. Sehingga secara

umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Kementerian Kesehatan RI,

2013; Sunaryo, 2016).

Penyakit Asam Urat atau dalam dunia medis disebut penyakit Gout

Arthritis adalah penyakit sendi yang yang diakibatkan oleh gangguan

metabolisme Purin yang ditandai dengan tingginya kadar Asam Urat dalam darah.

Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal dapat

menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam persendian dan organ tubuh

lainnya. Penumpukan Asam Urat ini yang membuat sendi sakit, nyeri, dan

meradang. Apabila kadar Asam Urat dalam darah terus meningkat menyebabkan

penderita penyakit ini tidak bisa berjalan, penumpukan Kristal Asam Urat berupa
Tofi pada sendi dan jaringan sekitarnya, persendian terasa sangat sakit jika

berjalan dan dapat mengalami kerusakan pada sendi bahkan sampai menimbulkan

kecacatan sendi dan mengganggu aktifitas penderitanya (Susanto, 2013).

Angka kejadian Gout Arthritis pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh

World Health Organization (WHO) adalah mencapai 20% dari penduduk dunia

adalah mereka yang berusia 55 tahun, prevalensi penyakit Gout Arthritis adalah

24,7% prevalensi yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan lebih tinggi perempuan

13,4% dibanding laki-laki 10,3%.

Menurut Word Health Organization (WHO) pada tahun 2013 sebesar 81%

penderita Gout Arthritis di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan

71% cenderung langsung mengkonsumsi obat pereda nyeri yang dijual secara

bebas. Sedangkan menurut Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa penyakit Gout

Arthritis di Indonesia yang diagnosis tenaga kesehatan sebesar 11.9% dan

berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24.7%, sedangkan berdasarkan daerah

diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%, diikuti Jawa

Barat 32,1% dan Bali 30%.

Bedasarkan hasil pengkajian yang dilakukanan oleh mahasiswa D-III

Keperawatan STIKES Nauli Husada Sibolga pada tanggal 04 November – 09

November 2019 di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai didapatkan jumlah

total Lansia adalah 184 orang Lansia yaitu terdiri dari 118 orang perempuan dan

66 orang laki-laki. Rentang usia sekitar 60-110 tahun dengan 86 orang

diantaranya mengalami Gout Arthritis, dengan gejala pada umumnya nyeri pada

bagian sendi dan menjalar sehingga mengganggu aktifitas Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Abdi Binjai.

Pada umumnya penderita Gout Arthritis memiliki tanda dan gejala

peradangan pada sendi dan jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri hebat pada

saat pagi hari. Menurut Andarmoyo (2013) nyeri adalah pengalaman sensori dan

emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan


yang aktual atau potensial saat terjadi kerusakan jaringan. Perawatan Lansia

dengan Gout Arthritis perlu dilakukan agar tidak semakin memburuk serta tidak

muncul komplikasi yang sebenarnya masih dapat dicegah. Tindakan farmakologis

untuk perawatan Gout Arthritis diantaranya adalah menkonsumsi obat-obatan

seperti Allopuriniol yang berguna untuk menurunkan kadar Asam Urat dan

tindakan non farmakologi seperti kompres hangat untuk meringankan rasa nyeri

dan Inflamasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat

Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan keperawatan pada Lansia Ny. S

dengan Gout Arthritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis dapat merumuskan

masalah sebagai berikut : Bagaimanakah asuhan keperawatan Lansia pada Ny. S

dengan Gout Arhritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah

untuk mengetahui tentang pengelolaan asuhan keperawatan pada Lansia dengan

Gout Arthritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penulisan ini adalah diperolehnya gambaran asuhan

keperawatan yang meliputi:

1) Pengkajian asuhan keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis di Panti

Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

2) Merumuskan diagnosa keperawatan terkait masalah keperawatan yang dialami

Lansia dengan Gout Arthritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.
3) Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada Lansia dengan Gout Artritis

di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

4) Melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan terkait masalah keperawatan

pada Lansia dengan Gout Arthritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

5) Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis di

Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

1.4 Sasaran

Sasaran Asuhan Keperawatan di tujukkan pada Ny. S di Wisma Melati Panti

Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

1.4.1 Tempat

Laporan Tugas Akhir ini di susun dengan mengambil tempat di Wisma Melati

Panti Sosial tresna Werdha Abdi Binjai Tahun 2019.

1.4.2 Waktu

Waktu yang di perlukan dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan mulai pada

tanggal 04 – 08 November 2019.

1.5 Manfaat Penulisan

1.5.1. Bagi Penulis

1. Penulis dapat mengerti dan lebih menguasai teori tentang asuhan keperawatan

gerontik pada klien dengan Gout Arthritis .

2. Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang

Gout Arthritis.

3. Penulis dapat mengaplikasikan teori Gout Arthritis secara benar kepada pasien

dalam praktek di lapangan.

1.5.2. Bagi Institusi

1. Dapat menambah pustaka perpustakaan STIKes Nauli Husada Sibolga.

2. Sebagai acuan belajar mahasiswa/i STIKes Nauli Husada Sibolga dalam

pembuatan laporan tugas akhir berikutnya.


1.5.3. Bagi Tempat Pelaksanaan Studi Kasus

Dengan penulisan penulisan laporan tugas akhir ini, diharapkan dapat

menambah bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik,

khususnya pada Lansia dengan Gout Arthritis di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi

Binjai.

Anda mungkin juga menyukai