Anda di halaman 1dari 25

Daftar Urut Kepangkatan (DUK)

 Landasan Hukum
Ketentuan yang mengatur pembuatan Daftar Urutan kepangkatan (DUK) pegawai
negeri Sipil dapat ditemukan didalam :
1) Pasal 18 ayat 5 dan pasal 20 UPK 1974.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1979 tentang daftar Urut Kepangkatan Pegawai
Negeri Sipil
 Pengertian dan Fungsi DUK
Yang dimaksud dengan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) pegawai negeri sipil adalah
suatu daftar yang memuat nama pegawai sipil dan satuan organisasi Negara yang disusun
menurut tingkat kepangkatan.

DUK berfungsi sebagai salah satu bahan objektif untuk melaksanakan pembinaan
karier pegawai negeri sipil berdasarkan system karier dan system prestasi kerja. Oleh Karena
itu, DUK perlu dibuat dan dipertahankan secara terus-menerus.
 Pembuatan DUK dan Penentuan Nomor Urut dalam DUK
a. Pembuatan DUK
1. Daftar urut kepangkatan dibuat untuk seluruh pegawai negeri sipil dari satuan organisasi
Negara.
2. Daftar urut kepangkatan dibuat sekali setahun
3. Pejabat pembuat DUK :
 Menteri, jaksa agung, pimpinan kesekretariasan lembaga tertinggi Negara, pimpinan
pemerintah nondepartemen, gubernur, dan pejabat lain yang ditentukan oleh presiden,
membuat dan memelihara DUK dalam lingkungan masing- masing.
 Para pejabat tersebut diatas, selanjutnya dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya
kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaanya untuk membuat dan memelihara DUK
dalam lingkungan masing- masing.
 Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan memlihara DUK tersebut
serendah-rendahnya setingkat dengan pejabat yang memangku jabatan structural eselon V,
antara lain penilik sekolah dasar, penilik pendidikan agama, kepala sekolah dasar.
4. DUK untuk pegawa yang diperbantukan, dibuat oleh :
 Instansi yang menerima bantuan
 Instansi yang memberi bantuan
5. DUK untuk pegawai negeri sipil di luar jabatan organic tetap dicantumkan dalam DUK
instansi yang bersangkutan.
6. Calon pegawai negeri sipil tidak dicantumkan dalam DUK
7. DUK secara nasional dibuat oleh BAKN, untuk golongan IV/a sampai dengan golongan
IV/c.
b. Penentuan Nomor Urut dalam DUK
Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam DUK adalah sebagai
berikut :
a) Pangkat
Pegawai negeri sipil yang berpangkat lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut
yang lebih tinggi dalam DUK.
Apabila ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat yang sama,
misalnya sama-sama berpangkat Pembina tingkat I golongan ruang IV/b, maka pegawai
negeri sipil yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi.
b) Jabatan
Apabila ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat dama dan
diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama pual, pegawai negeri sipil yang
memangku jabatan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi.
c) Masa kerja
Apabila ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat sama
memangku jabatan yang sama, maka pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja lebih
banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi.
d) Latihan jabatan
Apabila ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat sama
memangku jabatan yang sama dan memiliki masa kerja yang sama, pegawai yang pernah
mengikuti latihan jabatan yang ditentukan dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi.
Jenis dan tingkat latihan jabatan tersebut ditentukan lebih lanjut oleh menteri yang
bertanggungjawab dalam bidangg penertiban dan penyempurnaan aturan aparatur Negara.
Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, pegawai yang lebih dahulu lulu
dicantumkan dalam nomor urut yang paling tinggi.
e) Pendidikan
Apabila ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat sama,
memangku jabatan yang sama, memiliki masa kerja yang sama dan lulus dari latihan jabatan
yang sama pula, pegawai yang lulus dari pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi.
f) Usia
Apablia ada dua orang atau lebih pegawai negeri sipil yang berpangkat sama
memangku jabatan yang sama, memiliki masa kerja yang sama, lulus dari latihan jabatan
yang sama, dan lulus dari pendidikan yang sama pula, pegawai yang berusia lebih tinggi
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi.
 Keberatan atas Nomor Urut dalam DUK
Pegawai negeri sipi yang merasa nomor urutnya dalam DUK tidak tepat dapat
mengajuka keberatan secara tertulis kepada pejabat pembuat DUK yang bersangkutan
melalui hierarki. Pernyataan keberatan itu harus sudah diajukan dalam waktu 30 hari,
terhitung mulai diumumkannya DUK. Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu
tersebut tidak dipertimbangkan.
Pejabat pembuat DUK wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang
diajukan oleh pegawai negeri sipil dalam lingkungan masing-masing. Apabila keberatan yang
diajukan itu mempunyai dasar-dasar yang kuat, pejabat pembuat DUK menetapkan
perubahan nomor urut dalam DUK sebagaimana mestinya, kemudian memberitahukan
kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan.
Perubahan atau penolakan atas keberatan diberitahukan oleh pejabat pembuat DUK
kepada pegawai negeri sipil dalam waktu 14 hari terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan tersebut.
Keberatan atas penolakan disampaikan oleh pegawai negeri sipil kepada atasan
pejabat pembuat DUK melalui hierarki, dan dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai
tanggal ia menerima penolakan atas keberatan tersebut.
Pejabat pembuat DUK kemudian membuat tanggapan dan mengajukan kepada atasan
pejabat pembuat DUK yang bersangkutan, dan disampaikan dalam waktu 3 hari kerja
terhitung mula tanggal ia menerima suart keberatan tersebut.
Atasan pejabat pembuat DUK wajib mempertimbangkam secara seksama. Perubahan
atau penolakan dari atasan pejabat pembuat DUK harus segera diberitahukan kepada pejabat
pembuat DUK, dalam waktu 14 hari terhitung mulai tanggal ia menerima surat tersebut, dan
tidak dapat diajukan keberatan lagi.
Terhadap DUK yang ditandatangani sendiri oleh menteri, jaksa agung, pimpinan
kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi Negara, pimpinan lembaga pemerintah
nondepartemen, dan gubernur, tidak dapat diajukan keberatan.
 Penggunaan DUK
DUk digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan objektf dalam melaksanakan
pembinaan karier pegawai negeri sipil. Apabila ada kekosongan jabatan, pegawai negeri sipil
yang menduduki DUK yang lebih tinggi wajib dipertimbangkan lebih dahulu. Akan tetapi
apabila pegawai negeri sipil tersebut tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut
karena sesuat hal (tidak memenuhi syarat), hal ini harus diberitahukan kepada pegawai yang
bersangkutan.
Ketentuan tentang pegawai negeri sipil yang menduduki nomor urut yang lebih tinggi
dalam DUK, tidak berlaku apabila :
1. Pegawai yang bersangkutan dikenai pemberhentian sementara
2. Pegawai yang bersangktutan sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara, kecuali
pegawai negeri sipil wanita yang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara karena
persalinan anaknya yang ke-4 dan seterusnya.
3. Pegawai yang bersangkutan menerima uang tunggu.
 Perubahan dan Penghapusan Nomor urut dalam DUK
 Perubahan Nomor Urut
Perubahan nomor urut dalam daftar urut kepangkatan diatur sebagai berikut :
1. Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian yang mengakibatkan
perubahan nomor urut dalam DUK, pejabat pembuat DUK mencatat perubahan itu dalam
DUK yang bersangkutan.
2. Setiap mutasi kepegawaian misalnya kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan
dalam jabatan, pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, promosi, dan lain-lain
mengakibatkan perubahan nomor urut dalam DUK.
3. Untuk memudahkan pengurusan DUK, perubahan-perubahan karena mutasi kepegawaian
cukup dicatat dengan menuliskan jenis mutasi kepegawaian dan tanggal berlakunya pada
lajur yang telah disediakan.
 Penghapusan Nomor Urut
Penghapusan nomor urut dilakukan pada waku penyusunan DUK untuk tahun
berikutnya. Nomor urut seorang pegawai dihapuskan dari DUK apabila :
1. Pegawai tersebut diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
2. Pegawai tersebut meninggal dunia
3. Pegawai tersebut pindah instansi.
Daftar isi :
Prakoso, Djoko. 1984. Pokok-pokok Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jilid.1. Jakarta
Ghalia Indonesia.

Moekijat. 1979. Manajemen Kepegawaian . Bandung. Alumni.

Cuti Pegawai Negeri Sipil

Dasar hukum:

1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok


Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 1999.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil.
3. Keputusan Bersama 3 Menteri mengenai Cuti Bersama.
4. Surat Edaran Nomor SE – 3559 /MK.1/2009

Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan pemberian cuti adalah dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan
rohani.
Jenis-jenis cuti:

A. Cuti Tahunan
1. Hak Cuti Tahunan
a. Merupakan hak PNS, termasuk CPNS yang telah bekerja secara terus menerus
selama 1 (satu) tahun.
b. CPNS hanya berhak atas cuti tahunan, kecuali ditentukan lain oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.
c. Selama menjalankan cuti tahunan, PNS/CPNS yang bersangkutan memperoleh
TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Tahunan
a. Penggunaan cuti tahunan dapat digabungkan dengan cuti bersama, dengan jumlah
paling sedikit menjadi 3 (tiga) hari kerja.
b. Cuti bersama yang tidak digunakan karena kepentingan dinas dan berdasarkan surat
tugas, tetap menjadi hak cuti tahunan PNS.
3. Penangguhan Cuti Tahunan yang Tersisa
a. Cuti tahunan yang tersisa 6 (enam) hari kerja atau kurang tetap menjadi hak PNS
yang bersangkutan.
b. Cuti tahunan yang tersisa lebih dari 6 (enam) hari kerja harus dimintakan
penangguhan oleh PNS/CPNS kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti,
agar penangguhan dimaksud dapat dilaksanakan tahun berikutnya.
c. Pejabat yang berwenang memberikan cuti dapat menangguhkan cuti tahunan paling
lambat akhir bulan Desember tahun yang berjalan.
4. Penggunaan Cuti Tahunan yang Tersisa
a. Cuti tahunan yang tersisa yang digabungkan penggunaannya dengan cuti tahunan
tahun yang sedang berjalan, dapat diambil untuk paling lama:
o 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan; dan
o 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan,
apabila cuti tahunan tidak diambil secara penuh dalam beberapa tahun.
b. Pengajuan permohonan cuti tahunan yang tersisa yang digabungkan penggunaannya
dengan cuti tahunan yang sedang berjalan harus mencantumkan jumlah cuti tahunan
yang tersisa dari cuti tahunan pada masing- masing tahun yang bersangkutan.
c. Tanpa adanya persetujuan penangguhan dari pejabat yang berwenang memberikan
cuti, lamanya cuti tahunan yang dapat diambil dalam tahun yang sedang berjalan
menjadi paling lama 18 (delapan belas) hari kerja.

B. Cuti Besar
1. Hak Cuti Besar
a. Merupakan hak PNS yang telah bekerja paling kurang 6 (enam) tahun secara terus
menerus.
b. PNS yang akan/telah menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunan dalam
tahun yang bersangkutan.
c. Selama menjalankan cuti besar, PNS yang bersangkutan tidak berhak atas tunjangan
jabatan dan tidak memperoleh TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Besar
a. PNS perlu merencanakan penggunaan cuti besar sejak awal tahun.
b. Cuti besar dapat digunakan oleh PNS untuk
o Memenuhi kewajiban agama;
o Persalinan anaknya yang keempat apabila PNS yang bersangkutan mempunyai
hak cuti besar menjelang persalinan; atau
o Keperluan lainnya sesuai pertimbangan pejabat yang berwenang memberikan
cuti.
3. PNS yang telah melaksanakan cuti tahunan dan akan mengambil cuti besar pada tahun
yang bersangkutan harus mengembalikan TKPKN yang diterimanya selama
melaksanakan cuti tahunan.
4. PNS yang akan/telah menggunakan cuti besar berhak atas:
a. cuti bersama;
b. cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti besar;
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga;
e. cuti karena alasan penting.

C. Cuti Sakit
1. Hak Cuti Sakit merupakan hak PNS dan/atau PNS/CPNS wanita yang mengalami
gugur kandungan.
2. Penggunaan Cuti Sakit
a. PNS yang menderita sakit lebih dari 2 (dua) hari harus melampirkan surat
keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah/puskesmas.
b. PNS yang telah menggunakan cuti sakit untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan dan telah aktif bekerja kembali, berhak atas:
a. cuti bersama;
b. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti tahunan yang tersisa pada
tahun sebelum digunakan cuti sakit;
c. cuti besar;
d. cuti bersalin;
e. cuti karena alasan penting.
3. Cuti Bersalin
1. Hak Cuti Bersalin
. Merupakan hak PNS/CPNS wanita untuk persalinan anaknya yang pertama,
kedua, dan ketiga.
a. Cuti bersalin yang digunakan oleh CPNS wanita untuk persalinan anaknya yang
pertama akan mengurangi hak cuti persalinan setelah yang bersangkutan menjadi
PNS.
2. Penggunaan Cuti Bersalin dan Cuti Lain untuk Bersalin
. PNS yang telah menggunakan cuti bersalin, berhak atas:
o cuti bersama;
o cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti tahunan yang tersisa
pada tahun sebelum digunakan cuti bersalin;
o cuti besar;
o cuti sakit;
o cuti karena alasan penting.
a. PNS wanita dapat diberikan cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat,
apabila yang bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan.
b. PNS wanita yang akan/telah menggunakan cuti besar untuk persalinan anaknya
yang keempat tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang
bersangkutan.
c. PNS wanita yang akan/telah menggunakan cuti besar tersebut berhak atas:
o cuti bersama;
o cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti besar;
o cuti sakit;
o cuti karena alasan penting.
d. PNS wanita dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara untuk persalinan
anaknya yang kelima dan seterusnya.
e. PNS wanita yang telah menggunakan cuti di luar tanggungan negara tersebut,
berhak atas:
o cuti bersama;
o cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti tahunan yang tersisa
pada tahun sebelum digunakan cuti di luar tanggungan negara;
o cuti besar setelah bekerja kembali paling kurang 6 (enam) tahun secara terus-
menerus;
o cuti sakit;
o cuti karena alasan penting.
4. Cuti Karena Alasan Penting

Hak Cuti Karena Alasan Penting

. Merupakan hak PNS.


a. Selama menjalankan cuti karena alasan penting, PNS yang bersangkutan tidak
memperoleh TKPKN.
1. Penggunaan Cuti Karena Alasan Penting
. Selain karena alasan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur cuti PNS, PNS juga berhak atas cuti karena alasan penting karena
terjadinya kondisi force major, misalnya banjir, tanah longsor, kebakaran, dan
gempa bumi.
a. PNS yang telah menggunakan cuti karena alasan penting, berhak atas:
o cuti bersama;
o cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti tahunan yang tersisa
pada tahun sebelum digunakan cuti karena alasan penting;
o cuti besar;
o cuti sakit;
o cuti bersalin.
5. Hak Cuti bagi PNS yang Sedang Tugas Belajar

PNS yang sedang tugas belajar, berhak atas:

. cuti bersama;
a. cuti bersalin;
b. cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat apabila yang bersangkutan
mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan;
1. PNS yang sedang tugas belajar di dalam negeri atau di luar negeri yang akan
menggunakan cuti bersalin dan cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat
(apabila yang bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan) harus
mengajukan permohonan cuti kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti
melalui Pimpinan Perguruan Tinggi atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
negara yang bersangkutan.
6. Hak Cuti bagi PNS yang Telah Selesai Tugas Belajar
PNS yang telah selesai tugas belajar dan bekerja kembali di lingkungan Departemen
Keuangan berhak atas:

. cuti bersama;
a. cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat apabila yang bersangkutan
mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan;
b. cuti sakit;
c. cuti bersalin;
d. cuti karena alasan penting.
1. PNS yang telah selesai tugas belajar dan bekerja kembali di lingkungan Departemen
Keuangan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan, berhak atas:
. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan;
a. cuti besar.
7. Pengajuan Permohonan Hak Cuti

Permohonan cuti yang akan dijalankan di dalam negeri dan sudah mendapat
persetujuan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, harus disampaikan
kepada pejabat yang berwenang menetapkan surat izin cuti paling lama 7 (tujuh)
hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan cuti, kecuali permohonan:

. cuti sakit;
a. cuti karena alasan penting.
1. Cuti yang akan dijalankan di luar negeri harus mendapatkan izin dari Menteri
Keuangan.
2. Permohonan cuti yang akan dijalankan di luar negeri dan izin ke luar negeri, harus
disampaikan kepada Sekretariat Jenderal cq. Biro Sumber Daya Manusia paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan cuti, kecuali
permohonan:
. cuti sakit;
a. cuti karena alasan penting.

8. Cuti di Luar Tanggungan Negara

PNS yang telah bekerja paling kurang 5 (lima) tahun secara terus-menerus dapat
diberikan cuti di luar tanggungan negara karena alasan-alasan pribadi yang penting
dan mendesak.

0. Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun dan
dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang
penting untuk memperpanjangnya.
1. Alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak tersebut dapat dipertimbangkan
oleh atasan langsung PNS yang bersangkutan apabila disertai dengan bukti-bukti
yang mendukung.
2. PNS yang bekerja kembali di lingkungan Departemen Keuangan setelah
melaksanakan cuti di luar tanggungan negara tidak berhak atas cuti tahunan yang
tersisa dan berhak atas:
. cuti bersama;
a. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan setelah bekerja kembali paling
kurang 3 (tiga) bulan;
b. cuti besar, yaitu setelah bekerja kembali paling kurang 6 (enam) tahun secara
terus-menerus;
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
e. cuti karena alasan penting.

Copyright @ 2010 - Bagian Manajemen Informasi SDM Biro Sumber Daya Manusia
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Cuti karyawan yang berlaku di Indonesia
Q: Apa saja sih jenis–jenis cuti?
 Cuti Tahunan

 Cuti Sakit

 Cuti Bersalin/Cuti Melahirkan

 Cuti Besar

 Cuti karena alasan penting

Q: Berapa hari cuti kerja dalam satu tahun?


Berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), seorang pekerja berhak
atas cuti tahunan sekurang kurangnya 12 hari kerja.
Q: Apa saja persyaratan untuk mengajukan Cuti Tahunan?

 Pekerja telah bekerja sekurang‐kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus.

 Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.

 Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga)
hari kerja.

 Untuk mendapatkan cuti tahunan, pekerja yang bersangkutan harus mengajukan


permintaan secara tertulis kepada pejabat/perusahaan yang berwenang memberikan
cuti.

 Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti

 Bagaimana ketentuannya apabila pekerja ingin mengambil cuti tahunan padahal masa
kerjanya masih kurang dari 1 tahun?

Berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), hanya karyawan yang
sudah bekerja minimal 12 bulan yang berhak mendapat cuti tahunan 12 hari. K arena itu,
perusahaan berwenang untuk menolak permintaan cuti dari karyawan yang belum genap 1
tahun bekerja. Apabila perusahaan bersedia memberikan ijin, maka disebut sebagai “cuti di
luar tanggungan” dan perusahaan dapat memotong gaji pekerja tersebut secara professional
rata sesuai dengan jumlah ketidak-hadirannya.
Tetapi disebutkan juga dalam Undang-undang tersebut bahwa pelaksanaan dari cuti tahunan
ditentukan dari Perjanjian Kerja Bersama; dan/atau Peraturan Perusahaan; dan/atau Perjanjian
Kerja. Artinya, cuti tersebut bergantung dari kesepakatan antara karyawan dengan pengusaha.
Pada situasi ini, keberadaan dan pelaksanaan cuti bergantung pada negosiasi personal
masing- masing karyawan dengan pengusaha.
Q: Apa syarat-syarat untuk mengajukan cuti sakit?

 Pekerja yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan, pekerja yang bersangkutan harus memberitahukan atasannya.
 Pekerja yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak
atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa pekerja yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan
melampirkan surat keterangan dokter.
 Pekerja yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit,
dengan ketentuan bahwa pekerja yang bersangkutan harus mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan
surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit dengan
keterangan tersebut, diberikan waktu paling lama 1 (satu) tahun.
 Pekerja yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada Point 3, harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan. Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan, pekerja yang
bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia akan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena sakit dan mendapat uang pesangon berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku

Q: Apabila seorang karyawan pernah meminta izin tidak masuk kerja atau sakit,
apakah itu diperhitungkan ke dalam cuti tahunan?
Peraturan mengenai pelaksanaan cuti baik cuti seharusnya diatur secara jelas oleh perusahaan
untuk memberikan kejelasan kepada karyawan mengenai karyawan yang boleh mengambil
cuti dengan gaji tetap dibayar. Termasuk mengenai cuti tambahan ketika karyawan tidak bisa
datang bekerja karena sakit. Jadi, pada dasarnya ini kembali pada kesepakatan antara
perusahaan dengan karyawan untuk memberlakukan cuti sakit ke dalam cuti tahunan atau
tidak.

Q: Apabila pekerja mengalami kecelakaan karena menjalankan kewajiban pekerjaan?


Pekerja yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajiban
pekerjaannya sehingga ia memerlukan perawatan berhak atas cuti sakit sampai sembuh dari
penyakitnya, pekerja yang bersangkutan menerima akan menerima penghasilan penuh.
Q: Adakah Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai hak pekerja
perempuan?
Ada. Cukup banyak ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi pekerja
perempuan, baik dalam konvensi internasional maupun peraturan perundang-undangan di
Indonesia, yaitu antara lain:

 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women yang


telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984
 ILO Convention No. 183 Year 2000 on Maternity Protection (Konvensi ILO
mengenai Perlindungan Maternitas)
 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)
 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)
 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan)

Q: Apa kata Undang-Undang mengenai cuti bersalin/cuti melahirkan?


Pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut :

1. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan.
Pekerja perempuan berhak memperoleh cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5
bulan sesudah melahirkan atau jika diakumulasi menjadi 3 bulan.
Q: Adakah larangan hamil bagi pekerja perempuan di dalam Undang-undang?
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memberikan kewenangan kepada pengusaha
atau perusahaan untuk membuat perjanjian kerja yang memuat ketentuan larangan menikah
maupun larangan hamil selama masa kontrak kerja atau selama masa tertentu dalam
perjanjian kerja.
Saya masih sering melihat fenomena seperti ini di indonesia, banyak pekerja wanita yang di
putus masa kerjanya alias di PHK lantaran dia menikah/hamil/melahirkan. Adakah kaitannya
dengan produktivitas seseorang? miris sekali.
Ketentuan ini terdapat pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.13/2003 yang berbunyi :
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. Pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja hamil adalah batal demi hukum dan
pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan sesuai Pasal 153 ayat 2
UU No.13/2003.
Q: Bagaimana apabila ada perjanjian kerja yang mengharuskan pekerja perempuan
mengundurkan diri ketika hamil?
Pada prinsipnya, perusahaan tidak dapat memaksa Anda untuk mengundurkan diri karena
Anda hamil. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa kehamilan bukanlah alasan yang sah
berdasarkan hukum/Undang-Undang untuk digunakan sebagai alasan memberhentikan
pekerja, meskipun sudah diperjanjikan sebelumnya.
Selain itu, perusahaan tidak dapat memaksa Anda untuk mengundurkan diri, karena pada
dasarnya pengunduran diri haruslah didasarkan pada kemauan dari pekerja (Pasal 154 huruf b
UU No.13/2003). Oleh karena itu. perjanjian yang memuat klausal pekerja akan diputus
hubungan kerjanya karena hamil tidak beralasan hukum dan dianggap batal demi hukum.
Jadi, meskipun dalam perjanjian kerja tertulis bahwa pekerja dilarang hamil sebelum waktu
tertentu, namun karena hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
ada dan hak asasi manusia (perempuan), maka secara hukum perusahaan tidak dapat
memutus hubungan kerja karyawan yang bersangkutan.
Q: Bagaimana peraturan mengenai cuti keguguran menurut Undang-Undang?
Dalam pasal 82 ayat 2 menyatakan bahwa pekerja perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan yang menangani kasus keguguran Anda.
Q: Bagaimana cara pengajuan cuti hamil/melahirkan?
Seorang pekerja perempuan berhak atas cuti hamil/melahirkan dan manfaat bersalin. Pekerja
tersebut dapat memberikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada manajemen yang
mengatakan bahwa dia akan melahirkan anaknya dalam waktu 1,5 bulan. Dan setelah
menerima surat pemberitahuan tersebut, maka manajemen harus memberikan cuti di hari
selanjutnya.
Seorang pekerja perempuan yang telah melahirkan anaknya harus memberikan
pemberitahuan kepada perusahaan tentang kelahiran anaknya dalam waktu tujuh hari setelah
melahirkan. Anda juga perlu memberikan bukti kelahiran anak anda kepada manajemen
dalam waktu enam bulan setelah melahirkan. Bukti ini dapat berupa fotocopy surat kelahiran
dari rumah sakit atau akte kelahiran.
Q: Bagaimana apabila kelahiran terjadi lebih awal sebelum pekerja pere mpuan
tersebut sempat mengurus hak cuti melahirkannya?
Realitanya, pekerja perempuan yang sedang hamil mungkin tak selalu mudah menentukan
kapan bisa mengambil haknya untuk cuti hamil dan melahirkan. Misalnya, dalam hal pekerja
tersebut melahirkan prematur sehingga pekerja tersebut melahirkan sebelum mengurus hak
cuti melahirkannya.
Apabila kelahiran terjadi lebih awal dari yang diperhitungkan oleh dokter kandungan, tidak
dengan sendirinya menghapuskan hak atas cuti bersalin/melahirkan. Anda tetap berhak atas
cuti bersalin/melahirkan secara akumulatif 3 bulan. Pengusaha dapat mengatur pemberian
hak cuti yang lebih dari ketentuan normatif, atau menyepakati pergeseran waktunya, dari
masa cuti hamil ke masa cuti melahirkan, baik sebagian atau seluruhnya sepanjang akumulasi
waktunya tetap selama 3 bulan atau kurang lebih 90 hari kalender.
Walaupun sebenarnya pekerja perempuan dapat menentukan kapan cuti tersebut diambil,
misalkan pekerja perempuan boleh memilih cuti selama 1 bulan sebelum melahirkan dan 2
bulan sesudah melahirkan sepanjang akumulasi waktunya tetap selama 3 bulan. Perusahaan –
perusahaan di Indonesia memberikan kebebasan tenaga kerja untuk bebas memilih waktu
cuti, asalkan ada rekomendasi dari dokter/bidan dan informasi waktu cuti kepada perusahaan.
Q: Apakah perusahaan tetap memberikan gaji selama pekerja perempuan menjalani
cuti hamil/melahirkan tersebut?
Selama 3 bulan cuti hamil/melahirkan tersebut, perusahaan tetap wajib memberikah hak upah
penuh, artinya perusahaan tetap memberi gaji pada pekerja perempuan yang hamil meskipun
mereka sedang menjalani cuti hamil/melahirkan.
Q: Apakah biaya melahirkan bagi pekerja perempuan ditanggung oleh perusahaan?
Menurut Pasal 4 ayat 1 UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Pasal
2 ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja menyatakan bahwa: Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10
(sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- sebulan, wajib
mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang
diselenggarakan oleh badan penyelenggara (PT Persero Jamsostek).
Sesuai Pasal 6 UU No. 3/1992 dan Pasal 2 ayat (1) PP No. 14/1993, lingkup program jaminan
sosial tenaga kerja saat ini adalah meliputi 4 (empat) program, yakni:

 Jaminan kecelakaan kerja (JKK)


 Jaminan kematian (JK)
 Jaminan hari tua (JHT)
 Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK)

Dalam hal ini, jaminan bagi pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan termasuk
dalam JPK yang menjadi hak pekerja. Cakupan program JPK ini termasuk Pelayanan
Persalinan, yakni pertolongan persalinan yang diberikan kepada pekerja perempuan
berkeluarga atau istri pekerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke-
3. Besar bantuan biaya persalinan normal setinggi-tinginya ditetapkan Rp 500.000.
Q: Apakah perusahaan menanggung biaya persalinan bagi istri seorang karyawan?
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa pekerja berhak atas jaminan sosial diantaranya
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), cakupan program JPK termasuk Pelayanan
Persalinan yang diberikan kepada pekerja perempuan berkeluarga atau istri pekerja peserta
program JPK.
Jadi, jika anda telah diikutsertakan pada program JPK pada PT Persero Jamsostek, maka istri
anda berhak memperoleh bantuan biaya persalinan dari Jamsostek. atau, jika perusahaan
mengikutsertakan anda pada asuransi kesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari JPK
yang diberikan Jamsostek, maka biaya persalinan dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi
tersebut. Meskipun, pada prakteknya, biaya yang ditanggung bisa berbeda-beda, bergantung
pada asuransi kesehatan yang diikuti perusahaan Anda.
Q: Apa saja bentuk perlindungan bagi pekerja perempuan selama masa kehamilan?
Menurut Pasal 76 ayat 2 UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 07.00.
Pasal 3 Konvensi ILO No.183 tahun 2000 mengatur lebih lanjut bahwa pemerintah dan
pengusaha sepatutnya mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa
pekerja perempuan hamil tidak diwajibkan melakukan pekerjaan yang dapat membahayakan
kesehatan ibu dan anak dalam kandungan. Mempekerjakan seorang wanita pada
pekerjaannya yang mengganggu kesehatannya atau kesehatan anaknya, sebagaimana yang
ditentukan oleh pihak berwenang, harus dilarang selama masa kehamilan dan sampai
sekurang-kurangnya tiga bulan setelah melahirkan dan lebih lama bila wanita itu merawat
anaknya.
Q: Apa kata Undang-Undang mengenai hak bagi pekerja perempuan di masa menyusui
anaknya?
Pasal 83 UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa: Pekerja perempuan
yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya
jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Dalam penjelasan Pasal 83 tersebut diatur bahwa maksud dari kesempatan sepatutnya
tersebut adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja perempuan untuk menyusui
bayinya dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan perusahaan yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama. Ketentuan Pasal 83 tersebut dapat diartikan sebagai kesempatan untuk memerah
ASI bagi pekerja perempuan pada waktu kerja.
Pasal 10 Konvensi ILO No.183 tahun 2000, mengatur lebih lanjut bahwa seorang pekerja
perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih jeda diantara waktu kerja atau pengurangan
jam kerja setiap harinya untuk menyusui bayinya, dan jeda waktu atau pengurangan jam kerja
ini dihitung sebagai waktu kerja, sehingga pekerja perempuan tetap berhak atas pengupahan.
Namun, hal tersebut tidak diatur dalam UU No.13/2003.
Lebih lanjut Pasal 128 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan mennyatakan bahwa semua
pihak harus mendukung pekerja perempuan untuk menyusui dengan menyediakan waktu dan
fasilitas khusus, baik di tempat kerja maupun di tempat umum. Fasilitas khusus tersebut
hendaknya diartikan oleh pengusaha untuk menyediakan ruang khusus menyusui atau
memerah ASI beserta tempat penyimpanannya. Menurut rekomendasi World Health
Organization (WHO), masa menyusui tersebut sekurang-kurangnya 2 tahun.
Q: Apa benar pekerja perempuan mendapatkan hak cuti menstruasi?
Percaya atau tidak, jawabannya adalah benar. Sesuai dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 81
pekerja perempuan yang dalam masa menstruasi merasakan sakit dan memberitahukannya
kepada manajemen perusahaan, maka dia tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua
dalam masa menstruasinya. Implementasi hak ini ada yang dipersulit di beberapa perusahaan
yang meminta surat keterangan dokter untuk mendapat cuti menstruasi, ketika faktanya
jarang bahkan mungkin tidak ada perempuan yang pergi konsultasi ke dokter karena
menstruasi.
Sumber :

 Undang – Undang No. 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Againts Women
 Konvensi ILO No. 183 tahun 2000 mengenai Perlindungan Maternitas
 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
 Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Q: Apa saja persyaratan untuk mengajukan cuti besar?

 Tidak semua perusahaan mengadakan cuti besar. Cuti besar hanya dilaksanakan di
perusahaan – perusahaan tertentu.
 Pekerja yang telah bekerja sekurang‐kurangnya 6 (enam) tahun secara terus menerus
pada perusahaan yang sama berhak mendapatkan cuti besar yang lamanya 3 (tiga)
bulan.
 Pekerja yang menjalani cuti besar pada tahun ketujuh dan seterusnya tidak berhak lagi
atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan
 Selama menjalankan hak istirahat panjang pekerja/buruh berhak atas upah penuh dan
pada pelaksanaan istirahat tahun kedelapan pekerja/buruh diberikan kompensasi hak
istirahat tahunan sebesar setengah bulan gaji
 Untuk mendapatkan cuti besar, pekerja harus mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti

Q: Apa yang dimaksud dengan cuti karena keperluan penting?


Pekerja berhalangan hadir/melakukan pekerjaannya dikarenakan suatu alasan penting. Dalam
pasal 93 ayat 4 UU no.13/2003 tentang Tenaga Kerja disebutkan bahwa pekerja berhak atas
cuti tidak masuk kerja karena halangan dan tetap dibayar penuh. Alasan/keperluan penting
tersebut mencakup :

 Pekerja menikah, dibayar untuk 3 (tiga) hari


 Menikahkan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
 Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
 Membaptiskan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
 Istri melahirkan/mengalami keguguran kandungan, dibayar untuk 2 (dua) hari
 Suami/istri, orang tua/mertua, anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk 2
(dua) hari
 Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk 1 (satu) hari.

Q: Apa maksud dari “Cuti berbayar di mana pekerja berhak atas upah penuh?”
Apakah gaji pokok termasuk tunjangan-tunjangan atau hanya gaji pokok saja?
Pekerja yang sedang mengambil cuti, berhak atas upah penuhnya yaitu gaji pokoknya dan
tidak termasuk tunjangan-tunjangan yang diperhitungkan berdasarkan kehadirannya di tempat
kerja per hari seperti tunjangan makan dan transportasi.
Sumber :

 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 51/MEN/2004 tentang


Istirahat Panjang Pada Perusahaan Tertentu.

 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.

 Google
Perawatan Tunjangan Cacat dan Uang Duka PNS
Dasar hukum :

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok


Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 1999.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1981 tentang Perawatan,
tunjangan Cacat, dan Uang Duka Pegawai Negeri Sipil.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan
terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil yang Tewas atau Cacat Akibat Kecelakaan karena
Dinas.

Sakit karena dinas :

Adalah sakit yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas. Pegawai
Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan/sakit karena dinas berhak memperoleh
pengobatan, perawatan, dan atau rehabilitasi atas biaya negara.

Cacat karena dinas :

Adalah cacat jasmani/rohani yang disebabkan oleh kecelakaan karena dinas/sakit karena
dinas. Tunjangan cacat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas
dan yang bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri.

Tewas :

Adalah meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajiban, atau dalam
keadaan lain yang ada hubungannya denga dinas, atau karena luka/cacat jasmani/rohani
yang didapat dalam dan karena dinas, atau karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab.

Uang duka tewas diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang dan
berdasarkan pangkat anumerta.
Calon Pegawai Negeri Sipil Cacat dan Tewas karena Dinas

o Karena cacat =} dapat diangkat Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal surat
keterangan Tim Penguji Kesehatan.
o Karena tewas =} dapat diangkat Pegawai Negeri Sipil terhitung awal bulan yang
bersangkutan tewas.

Wafat :

Adalah meninggal dunia yang bukan diakibatkan hal-hal yang menyebabkan tewas. Uang
duka wafat diberikan oleh instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang wafat.

Copyright @ 2010 - Bagian Manajemen Informasi SDM Biro Sumber Daya Manusia
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan

Perawatan, tunjangan Cacat dan Uang Duka

Setiap PNS yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya berhak memperoleh peratan. Setiap PNS yang menderita cacat jasmani atau
cacat Rohani dalam dan kerena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan
tidak dapat bekerja lagi dalam jabatannya apapun, berhak memperoleh tunjangan
disamping pensiun yang berhak diterimanya. Kecelakaan karena dinas adalah kecelakaan
yang terjadi; 1) dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; 2) dalam keadaan
lain yang ada hubungannya dengan dinas; 3) Kerana Perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun perbuatan akibat tindakan terhadap anasir itu. Tewas adalah;
1) meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban; 2) meninggal dunia
dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dina, sehingga kematian itu disamakan
dengan meningal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewjibannya; 3) meninggal
dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau jasmani yang didapat
dalam dan karena menjalankan tugas kewajiabnnya; 4) Meninggal duni karena perbuatan
anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan terhadap anasir
itu. Setiap PNS yang tewa, isteri/suaminya berhak memperoleh uang duka tewas sebesar
6 (enam) kali penghasilan bersih sebulan, serendah-rendahnya Rp. 500.000.biaya
pemakaman PNS yang tewas ditanggung oleh Negara. PNS yang wafat, isterinya/suami
berhak memperoleh uang duka wafat sebesar 3 (tiga) kali penghasilan sebulan, serendah-
rendahnya Rp. 100.000. PNS yang mengalami kecelakaan karena dinas atau menderita
sakit karena dinas berhak memperoleh pengobatan atau rehabilitasi atas biaya negara.

--------------------------------------------------------------

PP 12/1981 tentang perawatan, tunjangan cacat dan uang duka PNS

SE bersama Menkes dan Ka BAKN no. 368/Menkes/EB/VII/1981 dan No. 09/SE/1981


tentang Perawatan, Tunjangan Cacat dan Uang Duka PNS.
Contoh :

o Seorang PNS pada waktu pergi ke kantor naik bus, namun bus yang ditumpainya bertabrakan
dengan bus lain di depan kantor yang mengakibatkan PNS tersebut dan beberpa penumpang
lain meninggal dunia. Maka PNS tersebut dinyatkan tewas.

o Seorang PNS pada waktu pergi ke kantor naik bus, pada saat bus sudah hampir sampai di
kantor, PNS tersebut meninggal dunia, kemudian dibawa ke RSUP. Berdasarkan hail
pemeriksaan dan buti-bukti yang ada ternyat PNS tersebut sebelumnya menderita sakit
jantung, didalam bus serangan jantungnya kambuh, sehingga menyebabkan meninggal dunia,
maka PNS tersebut tidak bisa dinyatakan tewas.

Catatan

Kasus pertama dapat dinyatakan tewas, karena meninggalnya disamakan dengan


meningal dunia dalam keadaan lain yang berhubungan dengan dinas, sehingga kematian
itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalan kan tugas
kewajibannya. Karena dinyatakan tewas , maka keluarganya berhak menerima uang duka
tewas, biaya pemakanan ditanggung oleh negara, dan kenaikan pangkat anumera.

Dalam kasus kedua, PNS tersebut tidak dapat dinayatakan tewas, karena ternyata
berdasarkan pemeriksaan dokter dan bukti-bukti yang ada ternyata mengidap penyakit
jantung. Didalam bus serangan jantung mendadak sehingga menyebabkan meningal
dunia. Dengan demikian keluaga yang ditinggalkan berhak menerima uang duka wafat.
Tujuan Diklat dan Komponen – Komponen Pelaksanaan
Diklat
1. Tujuan Diklat
Setiap pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang berbeda-
beda menurut Wursanto (1996:61) bahwa pendidikan dan latihan
memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan pegawai


2. Menambah keterampilan pegawai
3. Mengubah dan membentuk sikap pegawai
4. Mengembangkan keahlian pegawai, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
cepat dan efektif
5. Mengembangkan semangat, kemauan dan kesenangan kerjapegawai
6. Mempermudah pengawasan terhadap pegawai
7. Mempertinggi stabilitas pegawai

Tujuan utama program latihan dan pengembangan karyawan menurut Hani Handoko
(2002:03) yaitu:
Untuk penutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan
serta untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-
sasaran kerja yang ditetapkan.

Komponen – Komponen Pelaksanaan Diklat

a. Tujuan
Dalam usaha pelatihan, sangatlah bijak apabila sebelum
pelaksanaannya terlebih dahulu disusun perencanaan yang
disesuaikan dengan tujuan akhir. Apabila proses pendidikan
dan latihan dilihat kembali maka akan kembali terlihat bahwa
tujuan akhir proses tersebut adalah perubahan tingkah laku
yang diharapkan. Ini berarti, bahwa pendidikan hakikatnya bertujuan mengubah
tingkah pendidikan. Tingkah laku
(hasil baru laku pada sasaran perubahan) itu dirumuskan dalam suatu tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan menurut Notoatmodjo (2003:41)
adalah, “suatu deskipsi dari pengetahuan, sikap, tindakan,
penampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan dimilki
sasaran pendidikan periode tertentu”.
Suatu lembaga pendidikan, sebenarnya dibentangkan
harapan tentang tingkat dan jenis perubahan tingkah laku
sasaran pendidikan, antara lain perubahan pengetahuan sikap
dan kemampuan. Setiap perubahan tingkah laku dapat dipakai
sebagai ukuran berhasilnya proses pendidikan. Itulah sebabnya
harapan perubahan tingkah laku tersebut perlu dirumuskan
dahulu dalam suatu tujuan pendidikan.
Tingkatan tujuan pendidikan menurut Notoatmodjo
(2003:42-45) yaitu, “tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan antara, tujuan instruksional”. Isi rumusan
tujuan dalam pendidikan harus bersifat komprehensif, artinya
mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Ketiga aspek ini harus terdapat baik dalam tujuan yang bersifat
umum maupun tujuan yang bersifat khusus.
b. Materi
Materi diklat adalah keseluruhan topik yang dibahas
dalam diklat yang akan berlangsung. Materi yang dibahas harus
berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bukan hanya berdasarkan tujuan saja, pilihan materi yang
diambil bergantung pula pada isi pelatihan, desain istruksional,
dan alat bantu pelatihan juga. Selain itu, rumusan materi harus
tersusun sesuai struktur materi yang telah terintegrasi dimana
memenuhi kebutuhan peserta akan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap kerja. Prinsip-prinsip perumusan materi meliputi :
1) Materi harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan latar
belakang peserta pelatihan
2) Materi dipilih secara cermat dan diorganisir dengan
mempertimbangkan aspek kemanfaatan bagi peserta
3) Materi yang telah diberikan haruslah bermanfaat bagi
peserta pelatihan

c. Metode
Banyak sekali metode untuk pelatihan yang dapat
digunakan, karena masing-masing metode tersebut saling
melengkapi dan tidak ada yang paling baik. Metode mana yang
akan digunakan tergantung kepada faktor-faktor seperti jenis
pelatihan yang diberikan, pelatihan diberikan kepada siapa,
berapa usia peserta, pendidikan dan pengalaman peserta, dan
tersedianya instruktur yang cakap dalam suatu metode tertentu.
Dalam proses belajar mengajar termasuk dalam
pendidikan dan pelatihan, selain kurikulum, metode juga
merupakan alat pendidikan yang turut memegang peranan
penting. Bagaimanapun pandainya seorang pendidik dalam
usahanya mengubah tingkah laku, tidak terlepas dari metode
dan alat bantú pendidikan yang digunakan.
Jenis metode pendidikan menurut I.L Pasaribu (1983:19-31) yaitu :
Ceramah, ceramah dengan tanya jawab, diskusi
kelompok, permainan peran (role playing), permainan,
simulasi (peniruan), studi kasus, pemecahan masalah,
brainstorming, diskusi panel, seminar, tutorial,
lokakarya, demonstrasi, kunjungan ke lapangan, kerja
lapangan, progmamed instruction, metode resitasi,
simposium, team teaching.
Pendapat tersebut hanya mengemukakan cara penyampaian
bahan pengajaran kepada sasaran pendidikan dan itu hanya
teori. Adapun hasil dari metode tersebut masih tergantung pada
faktor lain yaitu pribadi pengajar yang menggunakan metode
tersebut. Bagaimanapun modernnya metode pengajaran, di
dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari metode
ceramah/kuliah
d. Media
Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik
dalam menyampaikan bahan
pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat
peraga, karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan
sesuatu dalam proses pendidikan dan pengajaran.
Masing–masing alat peraga ini disusun berdasarkan
prinsip, bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu
diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak
indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin
banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh.
Dengan kata lain alat peraga ini dimaksudkan untuk
mengarahkan indera sebanyak mungkin terhadap suatu objek,
sehingga mampu mempermudah persepsi.
Menurut Hamalik (1993:60) media pendidikan yang
dapat dipilih dikategorikan sebagai berikut:

1. Media cetak
2. Media gambar
3. Media audio
4. Media visual
5. Media audiovisual
6. Media proyeksi dan non-proyeksi

Manfaat media menurut Notoatmodjo (2003:73-74)


yaitu:
1) Menimbulkan minat dan sasaran pendidikan
2) Mencapai sasaran yang lebih besar
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
5) Embantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat
6) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan / informasi oleh pendidik
7) Mempermudah peerimaan informasi oleh sasaran pendidikan
8) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian mendalami
9) Membantu menegakan pengertian yang diperoleh

Berdasarkan beberapa pendapat diatas penulis dapat


mengkemukakan, bahwa alat peraga (media pendidikan) harus
digunakan untuk membantu penyajian dan bukaannya sebagai
penolong untuk menggantikan penyajian. Media pendidikan
yang direncanakan dengan baik dapat benar-benar membantu
dalam mengilustrasikan materi yang disampaikan

e. Instruktur
Instruktur sering juga disebut trainer.
Menurut Notoatmodjo (2003:107) instruktur adalah, “guru”. Pendapat
tersebut pada dasarnya menekankan, bahwa seorang instruktur
harus selalu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetashuan dan teknologi, khususnya dalam bidang
pekerjaan yang ia geluti. Seorang guru atau instruktur dituntut
untuk selalu kreatif mengembangkan kemampuannya agar
mampu menciptakan pengalaman belajar yang sesuai dengan
tuntuan masyarakat.
Setiap sesi pelatihan seorang instruktur harus dapat
meciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan cara
meberikan kesan yang baik. Tindakan seorang instruktur di
depan kelas menunjukan jenis suasana yang peserta harapkan.
Sesuai dengan pendapat Donaldson (1993:187) tentang sikap

seorang instruktur yaitu, “jika bertindak rileks dan bersahabat,


tersenyum dan membuka pertemuan dengan cara yang hangat
dan informal, maka participan akan merasa senang dan lebih
santai serta ingin berpasrtisipasi”.
Dalam setiap kegiatan mengajar dan mendidik sikap
guru sangat penting. Keberhasilan mengajar seorang ditentukan
oleh sikap dan sifat guru sendiri.
f. Evaluasi
Pendidikan apapun bentuk tingkatannya pada akhirnya
akan menuju suatu perubahan perilaku disini mencakup pula
peningkatan kemampuan di tiga bidang (domain) yakni
kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebeapa jauh perubahan atau peningkatan itu terjadi
diperlukan suatu mekanisme. Sistem atau alat ukur yang
disebut dengan tes, evaluasi dan pengukuran, yang oleh
sebagian orang diberi arti yang sama dan menggunakannya
secara bertukar-tukar, meskipun sebenarnya berbeda.
Tes mempunyai pengertian yang sempit dan diartikan
sebagai tugas-tugas yang sudah dibakukan yang diberikan
kepada sasaran belajar untuk diselesaikan. Pengukuran meliputi
segala cara untuk memperoleh dan membuat keputusan
pendidikan. Untuk melakukan evaluasi pendidikan diperlukan
informasi- informasi yang diperoleh dari pengukuran,
sedangkan untuk pengukuan ini adalah tes.
Menurut Notoatmodjo (2003:82) bahwa:
Untuk megukur kemampuan atau pengetahuan di dalam
proses belajar, evaluasi juga diperlukan untuk mengukur
kemampuan “learner” atau lulusan, suatu program
pendidikan setelah mereka bekerja di masyarakat, dan
evaluasi bertujuan untuk mengetahui sejauhmana lulusan
suatu program pendidikan itu mampu mengatasi masalah-
masalah kemasyarakatan yang diterjemahkan di dalam
kemampuan kerja mereka
Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses yang
sifatnya terus menerus dan harus direncanakan bersamaan
waktu dengan program pelatihan. Keseluruhan proses harus
dilaksanakan secara ilmiah, menggunakan sedapat-dapatnya
metode-metode ujian yang tepat. Masing-masing program
pelatihan harus mempunyai tujuan yang jelas, apabila evaluasi
pelatihan itu diharapkan ada manfaatnya kriteria yang
dipergunakan harus sesuai dengan tujuan program.
Berdasarkan pendapat diatas penulis dapat
mengemukakan, bahwa kegiatan evaluasi terhadaap kegiatan
pelatihan sangatlah penting karena dalam mengevaluasi orang
akan berusaha menentukan nilai atau manfaat daripada
kegiatan, dengan menggunakan informasi yang tersedia.
Evaluasi program erat kaitannya dengan perencanaan.
Manfaat perencanaan program pelatihan adalah diperolehnya
pengetahuan tentang hasil-hasil yang diinginkan setelah
pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai