Anda di halaman 1dari 8

1.

Kebijakan Modal Kerja


A. Pengertian Modal Kerja
Bambang Riyanto (2007 : 20) menyatakan bahwa “pengertian modal
kerja dimaksudkan sebagai jumlah keseluruhan aktiva lancar.” Pengertian tersebut
sama dengan pengertian modal kerja yang dinyatakan oleh Susan Irawati (2006 :
89) bahwa “modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva
lancar atau current assets.”
Sementara itu menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland – Modal
kerja adalah selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Dengan demikian
modal kerja merupakan investasi dalam kas, surat- surat berharga, piutang dan
persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk melindungi aktiva
lancar.
Pada umumnya terdapat dua pengertian modal kerja, yaitu:
1) Gross Working Capital
Modal Kerja dalam pengertian ini mengacu pada konsep kuantitatif, yang
berdasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva
lancar dan aktiva ini berupa aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk
semula atau aktiva dengan dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas
lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja yang di maksud
dalam pengertian ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.
2) Net Working Capital
Pengertian ini di dasarkan pada konsep kualitatif, yaitu dikaitkan dengan
besarnya dengan jumlah hutang lancar atau hutang yang harus segera di bayar.
Dengan demikian pengertian modal kerja menurut pengertian ini adalah
sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk
membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang
merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancarnya.
Net working capital dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Modal Kerja Permanen
Modal kerja permanen adalah modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalakan fungsinya atau modal yang harus ada
terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
b. Modal Kerja Variabel
Modal kerja variable adalah yang jumlahnya berubah-ubah sesuai perubahan
keadaan.
B. Kebijakan Modal Kerja
Kebijakan modal kerja merupakan strategi yang diterapkan oleh
perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan modal kerja dengan berbagai
alternatif sumber dana. Sumber dana untuk memenuhi modal kerja dapat
bersumber dari sumber dana berjangka panjang atau sumber dana berjangka
pendek. Masing-masing alternatif mempunyai konsekuensi dan keuntungan.
Modal kerja pada dasarnya adalah dana yang masa perputarannya berjangka
pendek, tetapi karena modal kerja harus selalu ada dalam perusahaan (modal kerja
permanen), maka modal kerja tersebut harus ada dalam jangka panjang, sehingga
diperlukan kebijakan untuk mencari sumber pembelanjaan agar diperoleh biaya
dana yang paling rendah.
Kebijakan-kebijakan modal kerja yang dapat diambil perusahaan diantaran:
1) Kebijakan Konservatif
Merupakan pemenuhan modal kerja yang lebih banyak menggunakan
sumber dana jangka panjang dibandingkan sumber dana jangka pendek. Dalam
kebijakan konservatif modal kerja permanen dan sebagian modal kerja variable
dipenuhi oleh sumber dana jangka panjang, dan sebagian modal kerja variable
lainnya dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Kebijakan ini disebut
konservatif karena sumber dana jangka panjang mempunyai jatuh tempo yang
lama sehingga perusahaan memiliki keleluasaan dalam pelunasan kembali atau
tingkat keamanan (margin of safety) yang besar. Dengan kata lain kebijakan
konservatif ini seluruh modal kerjanya dipenuhi dengan utang jangka panjang
2) Kebijakan Moderat
Perusahaan membiayai aktiva dengan dengan dana yang jangka waktunya
kurang lebih sama dengan perputaran aktiva tersebut yaitu aktiva yang besifat
permanen dan modal kerja permanen akan didanai dengan sumber dana jangka
panjang dan aktiva yang bersifat variable atau modal kerja variable akan didanai
dengan sumber dana jangka pendek (matching prinsiple). Dengan kata lain
kebijakan moderat ini modal kerjanya dipenuhi 50% dengan utang jangka pendek
dan 50% dipenuhi dengan utang jangka panjang
3) Kebijakan Agresif
Dalam kebijakan ini perusahaan, dimana kebutuhan dana jangka panjang
akan dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Pada pendekatan ini
perusahaan berani menanggung risiko yang cukup besar, sedangkan trade-off
yang diharapkan adalah memperoleh profitabilitas yang lebih besar.
1. Mengelola Aset Jangka Pendek
A. Aset Jangka Pendek
Aset jangka pendek atau aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya
yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual
atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam
perputaran kegiatan perusahaan yang normal).
Yang termasuk asset jangka pendek adalah:
1) Kas (Cash).
Uang tunai dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan. Uang tunai dan alat pembayaran itu terdiri dari uang logam,
uang kertas, cek, dan lain-lain. Kas merupakan bentuk aktiva yang paling likuid
yang bisa dipergunakan segera untuk memenuhi kewajiban financial perusahaan,
karena sifat likuidnya tersebut kas memberikan keuntungan yang paling rendah.
2) Investasi Jangka Pendek (Temporary Investment).
Obligasi pemerintah, obligasi perusahaan indusri, dan surat-surat utang
sejenis, dan saham perusahaan lain yang dibeli untuk dijual kembali dikenal
sebagai investasi jangka pendek. Surat-surat berharga yang dibeli sebagai
investasi jangka pendek dari dana-dana yang sementara belum digunakan, dan bila
surat-surat berharga tersebut dapat segera dijual, maka dapat dianggap sebagai
aktiva lancar. Surat-surat berharga tersebut dimiliki untuk jangka pendek dengan
maksud untuk diperjualbelikan (trading securities). Jenis dari investasi jangka
pendek ini adalah efek (marketable securities).
3) Wesel Tagih (Notes Receivable).
Tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu
promes. Promes tagih adalah promes yang ditandatangani untuk membayar
sejumlah uang dalam waktu tertentu yang akan datang kepada seseorang atau
suatu perusahaan yang tercantum dalam surat perjanjian tersebut (nama
perusahaan yang memegang surat tersebut).
4) Piutang Dagang (Accounts Receivable).
Piutang dagang meliputi keseluruhan tagihan atas langganan perseorangan
yang timbul karena penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit. Kebijakan
penjualan kredit sengaja dilakukan untuk  memperluas pasar dan memperbesar
hasil penjualan. Dengan kebijakan penjualan kredit ini juga akan menimbulkan
resiko bagi perusahaan akan tidak dapat ditagihnya sebagian atau bahkan mungkin
seluruh dari piutang tersebut.
5) Penghasilan Yang Akan Masih Diterima (Account Receivable).
Penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena telah memberikan
jasa-jasanya kepada pihak lain, tetapi pembayarannya belum diterima sehingga
merupakan tagihan.
6) Persediaan Barang (Inventories).
Barang dagangan yang dibeli untuk dijual kembali, yang masih ada di
tangan pada saat penyusunan neraca. Untuk perusahaan industri yang mengolah
bahan dasar menjadi barang jadi, mempunyai tiga persediaan yakni persediaan
bahan dasar atau bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan
barang jadi.
7) Biaya Yang dibayar dimuka ( Prepaid Expense).
Pengeluaran untuk memperoleh jasa dari pihak lain, tetapi pengeluaran
tersebut belum menjadi biaya atau jasa dari pihak lain yang belum dinikmati oleh
perusahaan pada periode yang sedang berjalan. Contohnya yaitu biaya sewa yang
dibayar di muka dan biaya iklan yang dibayar di muka.
B. Mengelola Aset Jangka Pendek
Dalam melakukan pengelolaan terhadap asset jangka pendeknya,
perusahaan dapat melakukan beberapa hal berikut:
1) Sinkronasi Arus Kas
Sinkronasi arus kas adalah kegiatan menyelaraskan arus kas masuk dengan
arus kas keluar, sehingga memungkinan suatu perusahaan mempertahankan saldo
kas untuk keperluan transaksi yang rendah. Pengurangan saldo kas oleh
perusahaan pada tingkat minimum akan membuat perusahaan harus menagih
tagihannya secara tepat waktu, jika ingin memenuhi kebutuhannya.
2) Memanfaatkan Masa Mengambang
Masa mengambang (float) didefinisikan sebagai perbedaan antara saldo
kas yang diperlihatkan dalam catatan sebuah perusahaan dengan saldo pada
catatan bank. Pengeluaran mengambang adalah nilai dari cek-cek yang telah
dikeluarkan perusahaan, tetapi yang masih diproses sehingga belum mengurangi
dari saldo rekening pada catatan bank atau biasa disebut cek dalam peredaran.
3) Mempercepat Penerimaan
Untuk mempercepat proses penerimaan, proses penyelesaian permintaan
barang/jasa juga harus cepat diselesaikan. Sedangkan untuk mempercepat
penagihan terhadap piutang dapat dilakukan dengan memberikan potongan harga
jika pelunasan dilakukan sebelum masa jatuh tempo, dan menggunakan jasa
inkaso (auto-debet bank) untuk mempermudah penagihan.
4) Mengelola Surat Berharga yang Mudah Dipasarkan
Sekuritas yang mudah di pasarkan adalah surat berharga yang segera dapat
dijual setelah ada pemberitahuan. Jika konversi sekuritas menjadi kas relatif
mahal dan memakan waktu, dan jika sekuritas tidak menghasilkan cukup banyak
keuntungan karena suku bunga rendah, maka tidak ada gunanya menahan
sekuritas dibanding kas. Perusahaan sebaiknya menahan sekuritas yang berguna,
memiliki suku bunga tinggi dan sekuritas itu dapat diubah menjadi kas secara
cepat dan murah.

5) Sistem Pengendalian Persediaan


Pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan
yang diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi
kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya persediaan yang sekecil-kecilnya.

2. Mengelola Kewajiban Jangka Pendek


A. Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban jangka pendek atau hutang lancar adalah kewajiban keuangan
perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang
dimiliki oleh perusahaan. Hutang lancar merupakan kewajiban perusahaan kepada
pihak lain yang harus dipenuhi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, atau
hutang yang jatuh temponya masuk siklus akuntansi yang sedang berjalan.
Yang termasuk hutang lancar adalah sebagai berikut:
1) Wesel Bayar (Notes Payable)
Wesel bayar adalah promes tertulis dari perusahaan untuk membayar
sejumlah uang atau perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang
yang ditetapkan (utang wesel). Promes dapat diberikan kepada bank ketika
perusahaan meminjam uang atau kepada kreditur untuk pembelian barang
dagangan secara kredit.
2) Hutang Dagang (Account Payable)
Hutang Dagang Adalah semua pinjaman yang  timbul karena pembelian
barang-barang dagangan atau jasa secara kredit. Pinjaman tersebut akan
dikembalikan dalam waktu satu tahun atau kurang (jangka waktu operasi
perusahaan yang normal).
3) Penghasilan Yang Ditangguhkan (Differed Revenue)
Penghasilan yang diterima terlebih dahulu merupakan penghasilan yang
sebenarnya yang belum menjadi hak perusahaan. Pihak lain telah menyerahkan
uang terlebih dahulu kepada perusahaan sebelum perusahaan menyerahkan barang
atau jasanya (perusahaan berkewajiban untuk memenuhinya). Penghasilan baru
direalisasi bila jasa-jasa telah dipenuhi atau transaksi penjualan telah selesai.
4) Hutang Dividen (Divident Payable)
Hutang dividen merupakan bagian laba perusahaan yang diberikan sebagai
deviden kapada pemegang saham, tetapi belum dibayarkan ketika neraca disusun.
5) Hutang Pajak (Tax Payable)
Beban pajak perusahaan yang belum dibayarkan pada waktu neraca
disusun.
6) Kewajiban Yang Masih Harus Dipenuhi (Accrual Payables) 
Kewajiban yang timbul karena jasa-jasa yang diberikan kepada perusahaan
selama jangka waktu tertentu, tetapi pembayarannya belum dilakukan. Seperti:
upah, bunga, sewa, pensiun dan lain-lain.

B. Mengelola Kewajiban Jangka Pendek


Dalam melakukan pengelolaan terhadap kewajiban jangka pendeknya,
perusahaan dapat mekakukan beberapa hal berikut:
1) Membuat Perencanaan Hutang
Dalam perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang, besarnya
hutang dagang, biaya-biaya yang ditangguhkan, dan semua jenis hutang harus
diketahui. Harus dipastikan bahwa tingkatan hutang berada dalam norma-norma
yang dapat diterima dan bahwa perusahaan dapat bertahan pada masa-masa yang
buruk dalam berbagai sektor, dan tentu saja dalam perekonomian secara umum.
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan jangka panjang dari perusahaan
mengharuskan adanya perencanaan struktur hutang (dan modal yang
berhubungan) sehingga dana tersedia pada saat diperlukan dan dengan biaya, yang
diperbandingkan, dapat diterima.
2) Mengetahui Resiko dari Hutang yang Berlebihan
Resiko dari hutang jangka pendek yang berlebihan adalah terjadinya
ketidakseimbangan financial perusahaan, selain itu hutang jangka pendek yang
berlebihan yang sudah jatuh lewat jatuh tempo akan menimbulkan denda (bunga).
3) Membuat Standar Kapasitas Hutang
Dalam membuat standar kapasitas hutang, harus diperhitungkan besarnya
biaya yang ditimbulkan dari hutang tersebut, dan penghasilan yang akan diperoleh
dari pemanfaatan hutang tersebut.
4) Membuat Penilaian terhadap Hutang
Penilaian terhadap hutang berguna untuk membuat perencanaan hutang
(dan juga pembayaran), selain itu penilaian terhadap hutang sangat berguna untuk
mengetahui seberapa besar beban yang akan timbul dan pendapatan yang akan
dihasilkan akibat dari hutang tersebut.
5) Membuat Laporan Akuntansi untuk Hutang
Pembuatan laporan akuntansi untuk hutang bertujuan untuk memeriksa
status hutang jangka pendek atau jangka panjang yang sebenarnya. Beberapa
laporan akuntansi yang dapat dibuat diantaranya:
a) Laporan posisi keuangan yang lazim
b) Laporan bulanan atau triwulan hutang yang membandingkan hutang – hutang
yang sebenarnya per kategori secara terperinci dengan jumlah yang
diperkenankan menurut perjanjian kredit.
c) Laporan perencanaan hutang yang membandingkan hutang yang diperlukan
dengan persetujuan kredit dan kapasitas hutang.
d) Laporan snalisa berskala mengenai hutang – hutang khusus.

Anda mungkin juga menyukai