Buku Fisika Statistik Jilid 1 PDF
Buku Fisika Statistik Jilid 1 PDF
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar yang berjudul
Fisika Statistik.
Tujuan penulisan buku ajar ini adalah untuk membantu mahasiswa
dalam mengikuti perkuliahan Fisika Statistik dan diharapkan mahasiswa dapat
memperoleh referensi yang mendukung, sehingga perkuliahan dapat berjalan
lebih terprogram.
Ucapan ribuan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan
bantuan baik berupa moril dan materil. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Mataram
2. Bapak Dekan FKIP Universitas Mataram
3. Bapak Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Mataram
4. Bapak Ketua Program Studi P. Fisika FKIP Universitas Mataram
Penulis juga mengucapkan ribuan terima kasih kepada tim editing yaitu
Zul Hidayatullah, Dedi Riyan Rizaldi, Wildan Hidayat, dan M.Nurul Iman
yang telah membantu penulis dalam memberi inspirasi dalam penulisan. Akhir
kata tak ada gading yang tak retak maka kritik dan saran yang membangun
diharapkan untuk kesempurnaan buku ini.
Penulis
iii
PENDAHULUAN FISIKA STATISTIK
2. Tujuan Perkuliahan
Setelah mengikuti kegiatan tatap muka, belajar terstruktur dan belajar mandiri,
mahasiswa Fisika FKIP Universitas Mataram mampu menganalisis konsep
teoritis dan pengetahuan dasar mengenai Fisika Statistik.
4. Pendekatan/metode pembelajaran
Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik, inkuiri,
diskusi dan tanya jawab, serta pemecahan masalah.
5. Media pembelajaran
LCD, software simulasi (Phet).
iv
6. Evaluasi
Evaluasi penilaian diambil dari kehadiran mahasiswa, tugas-tugas mahasiswa
(rangkuman perkuliahan, jawaban soal-soal, makalah, presentasi), kuis, UTS
dan UAS. Pembobotan disesuaikan dengan patokan acuan normal.
v
PETUNJUK UMUM PENGGUNAAN BUKU AJAR
vi
DAFTAR ISI
Halaman
vii
4.3 Rata-rata Energi Potensial ............................................. 65
4.4 Rata-rata Energi Osilator Harmonik.............................. 66
4.5 Derajat Kebebasan ......................................................... 67
4.6 Gas Diatomik ................................................................. 67
4.7 Suku Kuadrat Koordinat ................................................ 76
4.8 Rangkuman .................................................................... 77
Latihan Soal ................................................................... 83
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
𝟏
Gambar 1.1 Distribusi binomial dengan 𝝁 = 𝒔 dan 𝒑 = 𝟐 .............................. 5
Gambar 1.2 Peluang Distribusi Gaussian ....................................................... 7
Gambar 1.3 Histogram dari Sebuah Sinar Pendetektor Kosmik ................... 10
Gambar 1.4 Histogram dari Jumlah Seberkas Sinar Pendetektor Kosmik ... 11
Gambar 2.1 Tingkatan Energi ...................................................................... 22
Gambar 2.2 Partikel dalam Sumur Potensial Satu Dimensi ......................... 34
Gambar 2.3 Tingkat Energi Partikel dalam Sumur Potensial Satu Dimensi 35
Gambar 2.4 Potensial Permukaan ................................................................. 36
Gambar 2.5 Permukaan Keadaan (nl) .......................................................... 37
Gambar 2.6 Kotak Potensial ......................................................................... 37
Gambar 2.7 Keadaan 5 Momen Magnetik 2 Up 3 Down ............................. 39
Gambar 2.8 Sistem 3 Spin ............................................................................ 39
'( ћ0
Gambar 3.1 Fungsi Planck ) * +, ; 𝑥 1
........................................................... 50
Gambar 3.2 Pengaruh Gravitasi .................................................................... 55
Gambar 4.1 Ilustrasi Keadaan Elektron ........................................................ 69
Gambar 4.2 Derajat Kebebasan Molekul Diatomik ..................................... 81
Gambar 5.1 Peristiwa Efek Doppler ............................................................. 86
Gambar 5.2 Pancaran Gelombang Elektromagnetik dari Sebuah Atom ...... 87
Gambar 5.3 Panjang Gelombang yang Ditangkap oleh Pengamat ............... 88
Gambar 5.4 Plot Intensitas dari Fungsi Panjang Gelombang ....................... 90
Gambar 5.5 Momen Magnetik Atom ........................................................... 90
Gambar 5.6 Momen Magnetik Rata-rata Atom ............................................ 93
Gambar 5.7 Spektrum Radiasi Benda Hitam ............................................... 96
Gambar 5.8 Kapasitas Panas Intan ............................................................. 100
Gambar 5.9 Kapasitas Panas Argon ........................................................... 104
Gambar 5.10 Fungsi Distribusi Fermi Dirac pada T = 0 K ......................... 107
Gambar 5.11 Fungsi Distribusi Fermi Dirac pada T > 0 K ........................ 108
Gambar 5.12 Variasi Tingkat Energi .......................................................... 109
Gambar 5.13 Pergeseran Bola Fermi .......................................................... 110
x
Bab
Teori Peluang
1
Pokok Bahasan :
Standar Kompetensi :
Mempelajari tentang teori peluang berdasarkan distribusi Binomial, distribusi
Gauss, dan distribusi Poisson.
Kompetensi Dasar :
1. Mempelajari Distribusi Binomial.
2. Mempelajari Distribusi Gauss.
3. Mempelajari Distribusi Poisson.
Indikator :
1. Memahami Distribusi Binomial.
2. Memahami Distribusi Gauss.
3. Memahami Distribusi Poisson.
Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Distribusi Binomial.
2. Memahami Distribusi Gauss.
3. Memahami Distribusi Poisson.
1
Distribusi peluang yang terdapat dalam analisis data percobaan, terdapat
tiga aturan dasar yaitu: distribusi Binomial, Gauss, dan Poisson. Distribusi
binomial umumnya digunakan untuk percobaan yang menghasilkan jumlah
kemungkinan yang kecil, contohnya percobaan pelemparan koin yang
mempunyai sisi kepala dan sisi ekor, penghamburan partikel yang maju atau
mundur relatif terhadap arah geraknya. Distribusi Gauss merupakan distribusi
yang tidak diragukan lagi kegunaannya dalam suatu analisis data statistika.
Dalam prakteknya, sangat berguna untuk menggambarkan distribusi acak
dalam suatu percobaan yang banyak. Distribusi Poisson umumnya digunakan
untuk menghitung percobaan yang di mana suatu data menunjukkan jumlah
suatu barang atau kegiatan dalam satuan per interval atau selang. Distribusi ini
penting digunakan untuk mempelajari suatu proses acak seperti hubungannya
dengan radioaktif yang kehilangan partikel elemen dasar atau inti nuklear dan
juga digunakan untuk data yang telah diurutkan untuk membentuk tabel
frekuensi atau sebuah histogram.
Dalam pelemparan sebuah koin maka akan ada dua kemungkinan yang
akan muncul, yaitu sisi kepala atau sisi ekor. Peluang munculnya sisi kepala
adalah 50% dan sisi ekor adalah 50%. Pelemparan ini dapat dilakukan berulang
sehingga memberikan peluang untuk sisi kepala dan sisi ekor masing-masing
mendekati 142 . Jika kita melempar dua buah koin secara bersamaan maka
peluang munculnya sisi kepala untuk kedua koin adalah sebesar 25% , begitu
juga dengan peluang munculnya sisi kepala dan sisi ekor, sisi ekor dan sisi
kepala, dan keduanya sisi ekor adalah 25%. Pelemparan dengan dua buah koin
memberikan peluang 144 untuk masing-masing sisi yang muncul seperti yang
telah disebutkan di atas. Dengan demikian jika ada “x” kejadian dalam suatu
kejadian “n” maka peluang kejadian “x” dapat dirumuskan menjadi P(x;n).
Distribusi binomial berasal dari percobaan binomial yaitu suatu proses
Bernoulli yang diulang sebanyak n kali dan saling bebas. Suatu distribusi
Bernoulli dibentuk oleh suatu percobaan Bernoulli. Sebuah percobaan
Bernoulli harus memenuhi syarat:Keluaran (outcome) yang mungkin hanya
salah satu dari “sukses” atau “gagal”, Jika probabilitas sukses p,
maka probabilitas gagal q = 1 – p.
Distribusi binomial adalah distribusi probabilitas diskrit jumlah
keberhasilan dalam n percobaan ya atau tidak (berhasil atau gagal) yang saling
bebas, dimana setiap hasil percobaan memiliki probabilitas p. Eksperimen
2
berhasil atau gagal juga disebut percobaan Bernoulli. Ketika n = 1, distribusi
binomial adalah distribusi Bernoulli. Distribusi binomial merupakan dasar dari
uji binomial dalam uji signifikansi statistik.
Distribusi Binomial digunakan untuk data diskrit (bukan data kontinu)
yang dihasilkan dari eksperimen Bernouli, mengacu kepada matematikawan
Jacob Bernouli. Peristiwa pelemparan mata uang (koin) yang dilakukan
beberapa kali adalah contoh dari proses Bernouli, dan hasil (outcomes) dari
tiap-tap pengocokan dapat dinyatakan sebagai distribusi probabilitas binomial.
Kejadian sukses atau gagal calon pegawai dalam psikotest merupakan contoh
lain dari proses Bernouli. Sebaliknya distribusi frekuensi hidupnya lampu neon
di pabrik harus diukur dengan skala kontinu dan bukan dianggap sebagai
distribusi binomial.
Secara formal, suatu eksperimen dapat dikatakan eksperimen binomial jika
memenuhi empat persyaratan:
1. Banyaknya eksperimen merupakan bilangan tetap (fixed number of
trial)
2. Setiap eksperimen selalu mempunyai dua hasil ”Sukses” dan
”Gagal”. Tidak ada ‟daerah abu-abu‟. Dalam praktiknya, sukses
dan gagal harus didefinisikan sesuai keperluan, Misal:
• Lulus (sukses), tidak lulus (gagal)
• Setuju (sukses), tidak setuju (gagal)
• Barang bagus (sukses), barang sortiran (gagal)
• Puas (sukses), tidak puas (gagal)
3. Probabilitas sukses harus sama pada setiap eksperimen.
4. Eksperimen tersebut harus bebas satu sama lain, artinya satu
eksperimen tidak boleh berpengaruh pada hasil eksperimen
lainnya.
Jika koin “n” dilempar, maka akan ada 2n peluang kemungkinan sisi koin
yang akan tampak. Untuk menghitung suatu permutasi 𝑃(𝑛, 𝑥) dari suatu
kejadian “x” pada koin “n” maka dapat dirumuskan sebagai berikut.
3
𝑛!
𝑃(𝑛, 𝑥) = (1.2)
(𝑛 − 𝑥)!
1.1.2 Peluang
4
F
𝑛!
𝜎 Q = G N(𝑥 − 𝜇)Q 𝑝 ' (1 − 𝑝)F+' O = 𝑛𝑝(1 − 𝑝) (1.7)
𝑥! (𝑛 − 𝑥)!
'JK
1.2.1 Peluang
5
1 1 𝑥−𝜇 Q
𝑃X = 𝑒𝑥𝑝 N− A B O (1.8)
𝜎√2𝜋 2 𝜎
Misalkan dx adalah turunan yang sangat kecil dan peluang dari fungsi
kerapatan menjadi normal, sehingga persamaannya;
'J` 'J`
_ 𝑑𝑃X (𝑥; 𝜇, 𝜎) = _ 𝑃X (𝑥; 𝜇, 𝜎)𝑑𝑥 (1.10)
'J+` 'J+`
Γ = 2.354𝜎 (1.13)
6
Gambar 1.2 Peluang distribusi Gaussian yang
menggambarkan hubungan 𝜇, 𝜎 𝑑𝑎𝑛 Γ dan P.E
1 𝑧Q
𝑃X (𝑧)𝑑𝑧 = exp m− n 𝑑𝑧 (1.14)
√2𝜋 2
1
𝑠Q = G(𝑥r − 𝑥̅ )Q (1.16)
𝑁−1
7
huv'
1 1 𝑥−𝜇 Q
𝑃X (Δ𝑥, 𝜇, 𝜎) = _ N− A B O 𝑑𝑥 (1.17)
𝜎√2𝜋 h+v' 2 𝜎
𝑛!
= 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) … (𝑛 − 𝑥 − 2)(𝑛 − 𝑥 − 1) (1.20)
(𝑛 − 𝑥)!
, h 1 h
'
lim (1 − 𝑃) = lim H(1 − 𝑃) 4€ I = ‚ ƒ = 𝑒 +h (1.21)
€→K €→K 𝑒
8
Gabungkan pendekatan-pendekatan ini maka akan diperoleh distribusi
binomial 𝑃C (𝑥; 𝑛, 𝑝) mendekati distribusi Poisson 𝑃„ (𝑥; 𝜇 ) di mana p
mendekati nol;
𝜇 ' +h
lim 𝑃C (𝑥; 𝑛, 𝑝) = 𝑃„ (𝑥; 𝜇) ≡ 𝑒 (1.22)
€→K 𝑥!
1.3.1 Derivatif
Distribusi Poisson juga diperoleh dari kasus yang di mana jumlah yang
diamati dibandingkan dengan total kejadian. Kemungkinan 𝑑𝑃 dari
pengamatan tanpa kejadian dalam suatu interval waktu dt dituliskan sebagai
berikut;
𝑑𝑡
𝑑„ (0; 𝑡, 𝜏) = −𝑝(0; 𝑡, 𝜏) (1.23)
𝜏
9
𝑒 +‰⁄Š 𝑡 '
𝑃€ (𝑥; 𝜇) = 𝑃(𝑥; 𝑡, 𝜏) = ‚ ƒ (1.26)
𝑥! 𝜏
Atau
𝜇 ' +h
𝑃€ (𝑥; 𝜇) = 𝑒 (1.27)
𝑥!
10
1.3.3 Penjumlahan Peluang
Untuk peluang n suatu kejadian dalam suatu interval dengan nilai rata-
rata 𝜇 diberikan oleh persamaan berikut;
` F+, F+,
+h
𝜇'
𝑆„ (𝑛, ∞; 𝜇) = G 𝑃„ (𝑥; 𝜇) = 1 − G 𝑃„ (𝑥; 𝜇) = 1 − 𝑒 G (1.31)
𝑥!
'JF 'JK 'JK
11
1.4 Rangkuman
12
Contoh Soal
𝜎 Q = 𝜇𝑒 +h 𝑒 +h
𝜎Q = 𝜇
3. Di Alun-alun yang rata dan datar seorang anak bergerak 4 langkah dan
setiap langkah sejauh 25 cm. Hitunglah
a. Probabilitas di berada 50 cm di sebelah kanan lampu
b. Semua langkah yang mungkin dan buat diagram probablilitas
13
c. Bila si anak melangkah 8 langkah dan berada 1 m di sebelah kiri
lampu
Penyelesaian:
𝐿 50
= 𝑚 = 2𝑛, − 𝑁 → = 2 = 2𝑛, − 4
𝑙 25
Maka 𝑛, = 3 dan 𝑛Q = 1
Alun-alun datar menyatakan bahwa probabilitas ke kanan sama
dengan probabilitas ke kiri, 𝑝 = 𝑞 = 1⁄2. Karena itu,
˜! , — , ,
𝑃(50 𝑐𝑚) ≡ 𝑃(3,1) = —!,! AQB AQB
4
𝑃(50 𝑐𝑚) ≡ 𝑃(3,1) = = 0,25
16
b. Semua langkah yang mungkin untuk 4 langkah adalah
1 → → → → 1 m, kanan
→ → → ←
→ → ← →
4 0,5 m; kanan
→ ← → →
← → → →
→ → ← ←
→ ← → ←
← → → ←
6 Di posisi semula
→ ← ← →
← → ← →
← ← → →
→ ← ← ←
← → ← ←
4 0,5 m; kiri
← ← → ←
← ← ← →
1 ← ← ← ← 1 m, kiri
14
Diagramnya
c. Untuk 16 langkah
𝐿 −100
= 𝑚 = 2𝑛, − 𝑁 → = −4 = 2𝑛, − 48
𝑙 25
Maka 𝑛, = 2 dan 𝑛Q = 6
Alun-alun datar menyatakan bahwa probabilitas ke kanan sama
dengan probabilitas ke kiri, 𝑝 = 𝑞 = 1⁄2. Karena itu,
¢! , Q , –
𝑃(−100 𝑐𝑚) ≡ 𝑃(2,6) = Q!–! AQB AQB
28
𝑃(50 𝑐𝑚) ≡ 𝑃(3,1) = = 0,12
256
Perumusuan di atas dapat diterapkan untuk sistem elektron yang
masing-masing elektron dapat mempunyai spin-up dan spin-down.
15
Penyelesaian:
16
d. Dua obyek berbeda K, S, dan dua obyek sama T, T.
1 1
ln 𝑁! = ‚𝑁 + ƒ ln 𝑁 − 𝑁 + ln 2𝜋
2 2
ln 𝑁! = 𝑁 ln 𝑁 − 𝑁
Penyelesaian
1 1
N ln 𝑁! ‚𝑁 + ƒ 𝑁 − 𝑁 + ln 2𝜋 𝑁 ln 𝑁 − 𝑁
2 2
5 4,78749 4, 77085 3, 04719
10 15, 1044 15, 0961 13, 0259
50 148, 478 148, 476 145, 601
800 4551, 95 4551, 95 4547, 69
10000 82108, 9 82108, 9 82103, 4
100000 1051299 1051299 1051292
17
Latihan Soal
18
Bab
Prinsip Dasar Fisika Statistik
2
Pokok Bahasan :
2.1 Tingkat Energi dan Keadaan Energi.
2.2 Keadaan Mikro dan Makro.
2.3 Distribusi Statistik.
2.4 Metode Statistik.
2.5 Sebuah Contoh Model Statistik.
2.6 Statistika Entropi dalam Keadaan Mikro.
2.7 Rangkuman.
Standar Kompetensi :
Mempelajari tingkat energi dan keadaan energi, keadaan mikro dan makro,
distribusi statistik, metode statistik, sebuah contoh model statistik, serta
statistika entropi dalam keadaan mikro.
Kompetensi Dasar :
1. Mempelajari Tingkat Energi dan Keadaan Energi.
2. Mempelajari Keadaan Mikro dan Makro.
3. Mempelajari Distribusi Statistik.
4. Mempelajari Metode Statistik.
5. Mempelajari Sebuah Contoh Model Statistik.
6. Mempelajari Statistika Entropi dalam Keadaan Mikro.
Indikator :
1. Memahami Tingkat Energi dan Keadaan Energi.
2. Memahami Keadaan Mikro dan Makro.
3. Memahami Distribusi Statistik.
4. Memahami Metode Statistik.
5. Memahami Sebuah Contoh Model Statistik.
6. Memahami Statistika Entropi dalam Keadaan Mikro.
19
Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Tingkat Energi dan Keadaan Energi.
2. Memahami Keadaan Mikro dan Makro.
3. Memahami Distribusi Statistik.
4. Memahami Metode Statistik.
5. Memahami Sebuah Contoh Model Statistik.
6. Memahami Statistika Entropi dalam Keadaan Mikro.
20
Tujuan dari fisika statistik adalah untuk menelaah keterkaitan antara
mekanika dan termodinamika untuk menjelaskan fenomena fisika dengan
sistem banyak partikel dengan cara yang lebih mudah dan efisien. Dalam bab
ini kita akan melihat salah satu cara untuk membuat keterkaitan tersebut.
Sebagian besar mahasiswa sudah terbiasa dengan teori kinetik gas ideal,
mekanika, dan termodinamika, sehingga hal tersebut menjadi landasan
penjabaran pada bab ini.
21
Gambar 2.1 Tingkatan Energi
𝑛UQ ћQ 𝑉 +Q/—
𝜖U = (2.1)
8𝑚
Dimana 𝑛UQ = 𝑛'Q + 𝑛•Q + 𝑛wQ , dan 𝑛' , 𝑛• , 𝑛w adalah bilangan bulat yang
masing-masing bernilai 1, 2, 3, ….
Kembaran 𝑔U (degenerasi) masing-masing tingkat energi atau keadaan
energi dapat dengan mudah dihitung untuk bilangan kuantum yang kecil.
Dalam banyak kasus, tingkat energi suatu keadaan berjarak amat rapat
dibandingkan dengan nilai tingkat energi itu sendiri. Dengan demikian tingkat
energi dapat dikelompokkan menjadi suatu grup dengan lebar energi ∆𝜖U untuk
tingkat energi yang memiliki energi antara 𝜖U dan 𝜖U + ∆𝜖U . Setiap grup ini
dinamakan sebagai kelompok tingkat energi makro.
Untuk lebih memahami konsep “keadaan mikro” mari kita tinjau sifat
mekanik mikroskopik dari suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan partikel
yang identik. Keadaan makro (N, U, V) , dengan N adalah jumlah partikel, U
adalah energi dalam, dan V adalah volume tersusun atas sejumlah besar
keadaan mikro (microstates).
22
Microstate berarti spesifikasi paling rinci dari sekumpulan keadaan.
Misalnya, dalam teori kinetik gas klasik, untuk mendapatkan gambaran
keadaan mikro diperlukan vektor posisi dan momentum dari setiap N partikel
gas dengan jumlah koordinat 6 N (x, y, z, 𝑝' , 𝑝• , 𝑝w ). Keadaan mikro ini
mengandung sejumlah informasi mikro yang benar-benar diperlukan. Keadaan
mikro berubah sangat cepat kira-kira 10—Q kali per detik dalam satu mol gas.
Dengan kondisi keadaan mikro yang mampu berubah secara cepat maka
diperlukan konsep rata-rata untuk perhitungan keadaan mikro tersebut sesuai
dengan yang disampaikan oleh Boltzmann dan Gibbs pada akhir abad ke-19.
Tinjauan secara mekanika kuantum lebih mudah menyelesaikan permasalahan
ini dibandingkan dengan mekanika klasik. Masalah konseptual untuk keadaan
mikro klasik, seperti diuraikan di atas untuk gas, mereka tak terbatas
jumlahnya. Dalam teori kinetik gas klasik, Boltzmann dan Gibbs mengamati
bahwa dalam “ruang fase” suatu sistem membutuhkan waktu dan volume
yang sama (kombinasi ruang posisi dan momentum). Volume dalam ruang fase
dapat dipakai sebagai pembobot statistik keadaan mikro. Ruang fase yang
dibagi menjadi beberapa elemen volume yang kecil memungkinkan untuk
mendapatkan rata-rata keadaan mikro yang diperlukan.
Dalam mekanika kuantum keadaan mikro didefinisikan sebagai suatu
keadaan kuantum dari seluruh kumpulan (assembly). Keadaan mikro dapat
dijelaskan menggunakan konsep fungsi tunggal gelombang partikel N , yang
mengandung seluruh kemungkinan informasi mengenai keadaan dari suatu
sistem. Pernyataan ini menjelaskan keadaan kuantum secara diskrit. Walaupun
keadaan makro (N, U, V) memiliki banyak kemungkinan nilai keadaan mikro
yang tidak pasti dan terbatas. Nilai ini disebut Ω, dan ternyata nilai ini
memainkan peran penting dalam pengerjaan statistik.
23
Keadaan makro(macrostate) dapat disebut juga keadaan termodinamika
dari suatu sistem. Keadaan makro adalah penjelasan mendalam dari suatu
sistem (keadaan termodinamika yang sudah didefinisikan dengan baik).
Misalnya:
• sifat zat - tembaga murni;
• jumlah zat - 1,5 mol
• sejumlah kecil pasangan koordinat termodinamika - tekanan P dan volume
V; medan magnet B dan magnetisasi M; tegangan permukaan dan luas
permukaan.
Masing-masing pasangan koordinat termodinamika ini dikaitkan dengan
cara melakukan usaha pada sistem. Untuk kebanyakan sistem hanya usaha P–
V yang relevan.
Dalam prakteknya digunakan dua koordinat P dan V yang akan menjadi
kondisi eksternal. Misalnya, tembaga berada pada sebuah keadaan tertentu
(P=1 atm dan T= 450 K). Dalam hal ini keadaan makro akan ditentukan oleh
P dan T. Volume V, energi internal U, dan parameter lainnya akan ditentukan
pada prinsip dari P dan T.
Pada bab ini keadaan makro dibatasi pada sistem dalam keadaan
terisolasi. Keadaan makro akan ditentukan oleh sifat bahan, jumlah bahan N ,
energi dalam U dan volume V. Untuk sistem terisolasi energi dalam dan
volumenya tetap karena tidak ada usaha yang diberikan pada sistem. Jumlah
zat dapat ditentukan dari jumlah partikel mikroskopik penyusunnya.
Untuk sebuah sistem yang terisolasi dengan jumlah N partikel yang
besar, fluktuasi suhu T adalah kecil dan hanya ditentukan oleh (N, U, V).
Sebagai akibatnya kiita dapat menggunakan hasil berdasarkan keadaan makro
(N, U, V) untuk membahas sifat-sifat keadaan makro lainnya (N, P, T).
24
Sebuah distribusi melibatkan energi masing-masing untuk sejumlah N
partikel. Distribusi ini berlaku untuk partikel-partikel yang berinteraksi lemah.
Energi total U merupakan jumlah masing-masing energi dari N partikel yang
dirumuskan sebagai berikut.
𝑈 = G 𝜀(𝑙) (2.2)
«J,
dimana 𝜀(𝑙) adalah energi dari partikel ke-l. Persamaan ini menyiratkan bahwa
interaksi energi antara partikel yang jauh lebih kecil dari energi 𝜀 ini.
Sebuah distribusi berhubungan dengan energi dari partikel tunggal.
Untuk setiap keadaan mikro dari kumpulan N partikel identik yang berinteraksi
lemah, setiap partikel diidentifikasi sebagai daerah satu-partikel. Kita akan
menggunakan dua alternatif definisi distribusi.
25
2.4 Metode Statistik
Permasalah dalam sub-bab ini bertujuan untuk mengasumsikan rata-rata
nilai dasar tentang keadaan mikro (bagian 2.2.1) untuk menemukan distribusi
tertentu {𝑛U } (bagian 2.3) sehingga dapat menjelaskan sifat kesetimbangan
termal dari sistem.
Kita sedang mempertimbangkan sebuah sistem yang terisolasi terdiri dari
nilai tetap N pada partikel identik yang berinteraksi lemah yang terkandung
dalam volume tetap V dan energi dalam U yang tetap. Pada dasarnya terdapat
empat langkah dalam deskripsi statistik dari keadaan makro yang akan kita
bahas selanjutnya:
I. memecahkan masalah satu-partikel;
II. menghitung kemungkinan distribusi;
III. menghitung keadaan mikro untuk setiap distribusi;
IV. menemukan distribusi rata-rata.
G 𝑛U = 𝑁 (2.3)
U
G 𝑛U 𝜀U = 𝑈 (2.4)
U
26
Persamaan (2.3) memastikan bahwa distribusi berisi nomor yang benar
dari partikel. Persamaan (2.4) didapat dari (2.2), dan menjamin bahwa
distribusi sesuai dengan nilai yang benar dari U. Semua kondisi keadaan makro
(N, U, V) sekarang dapat diberikan perlakuan.
Sebelum berdiskusi lebih jauh tentang sifat dari sistem yang besar pada
termodinamika, mari kita selidiki sifat tersebut dari sistem yang lebih kecil
dengan menggunakan metodologi sebelumnya.
27
Langkah I. Masalah mekanik yang harus dipecahkan untuk memberikan
keadaan dari satu partikel. Kita mengambil solusi untuk keadaan energi
0, 𝜀, 2𝜀, 3𝜀, . . . Agar lebih mudah kita beri nama keadaan 𝑗 =
0, 1, 2, . . . 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜀U = 𝑗𝜀.
G 𝒏𝒋 = 𝟒; G 𝒏𝒋 𝜺𝒋 = 𝟒𝜀 (G 𝑛U 𝑗 = 4)
Distribusi 𝒏𝟎 𝒏𝟏 𝒏𝟐 𝒏𝟑 𝒏𝟒 𝒏𝟓 ...
1 3 0 0 0 1 0 ...
2 2 1 0 1 0 0 ...
3 2 0 2 0 0 0 ...
4 1 2 1 0 0 0 ...
5 0 4 0 0 0 0 ...
Karena 𝑡 (,) = 4. Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh jumlah
keadaan mikro untuk empat distribusi lainnya. Jawabannya adalah 𝑡 (Q) = 12,
𝑡 (—) = 6 , 𝑡 (˜) = 12 , dan 𝑡 (š) = 1 . Itu terlihat signifikan bahwa distribusi
penyebaran keadaan yang banyak memiliki partikel dan dengan demikian
28
(Langkah IV) adalah yang paling mungkin. Jumlah keadaan mikro Ω sama
dengan jumlah 𝑡 (,) + 𝑡 (Q) + 𝑡 (—) + 𝑡 (˜) + 𝑡 (š) , jadi didapatkan nilai Ω=35
dalam contoh ini.
Hasilnya adalah
𝑁!
𝑡¸¹𝑛U º» = (2.5)
∏U 𝑛U!
Langkah IV. Nilai rata-rata setiap nomor distribusi sekarang dapat diperoleh
dari rata-rata keadaan mikro, mudah dihitung sebagai rata-rata yang ditimbang
selama lima distribusi menggunakan nilai t sebagai berat. Contohnya:
(,) (Q)
(𝑛K )®¯ = (𝑛K 𝑡 (,) + 𝑛K 𝑡 (Q) + . . . )/Ω
(𝑛K )®¯ = (3 × 4 + 2 × 12 + 2 × 6 + 1 × 12 + 0 × 1)/35
60
(𝑛K )®¯ = = 1,71
35
Dengan cara yang sama untuk 𝑛, , 𝑛Q , dll. diperoleh:
Hasilnya tidak seperti kurva eksponensial, hasil umum untuk kumpulan besar
akan kita peroleh dalam bab berikutnya.
𝑆 = 𝑘C ln Ω (2.6)
dengan 𝑘C sama untuk konstanta Boltzmann yang bernilai 1,38 x I023 J K-1.
Persamaan (2.6) adalah hasil yang diperoleh dari fisika statistik. Secara
bertahap akan terlihat bahwa entropi S memiliki semua sifat termodinamika.
Apa yang telah kita ketahui tentang Ω tentu konsisten dengan hubungan
entropi.
1. Seperti disebutkan di atas, untuk sistem terisolasi dalam proses alami, yaitu
secara spontan terjadi karena sistem mencapai keseluruhan kesetimbangan.
Oleh karena itu hubungan langsung antara S dan Ω sangat diperlukan.
2. Untuk pasangan komposit (campuran), terdiri dari dua sub-pasangan 1 dan
2, diperoleh bahwa Ω = Ω, . ΩQ . Perlakuan yang diperlukan dari entropi
termodinamika ini tentu saja 𝑆 = 𝑆, + 𝑆Q .
30
3. Korelasi antara entropi dan jumlah keadaan mikro adalah sesuatu yang
sangat menarik. Ini menafsirkan hukum termodinamika yang menyarankan
untuk semua materi yang datang ke keadaan ekuilibrium akan menuju titik
nol mutlak dan hanya satu keadaan mikro yang akan diakses (Ω = 1 sesuai
dengan S= 0. Nilai nol wajar untuk nilai entropi).
31
2.7 Rangkuman
32
Contoh Soal
1. Suatu sistem terdiri dari tiga partikel berbeda, misalnya a, b dan c, yang tersebar
kedalam dua tingkat energi, 𝜀, dan 𝜀Q . Jika sistem tidak tergenerasi, atau jumlah
keadaan untuk tiap tingkat energi adalah satu, maka:
a. Tunjukkan keadaan makro yang mungkin
b. Tunjukkan keadaan mikro untuk setiap keadaan makro
c. Tentukan peluang rata-rata keadaan mikro (Ω)
d. Tentukan jumlah rata-rata keadaan mikro (Ω)
Penyelesaian
𝑁, 3 2 1 0
𝑁Q 0 1 2 3
𝑁, 3 Abc
𝑁Q 0
𝑁, 2 bc Ac Ab
𝑁Q 1 a B C
𝑁, 1 a B C
𝑁Q 2 bc Ac Ab
𝑁, 0
𝑁Q 3 Abc
33
c. Peluang rata-rata keadaan mikro (Ω)
Peluang rata-rata keadaan mikro (Ω) dapat kita lihat untuk setiap keadaan
makro, sehingga diperoleh: 𝑡 (,) = 1, 𝑡 (Q) = 3, 𝑡 (—) = 3, dan 𝑡 (˜) = 1.
Tentukan:
a. Semua fungsi keadaan yang mungkin.
b. Semua tingkat energi yang mungkin.
Penyelesaian
34
Q FÇ
𝜑F (𝑥) = ÅÆ 𝑠𝑖𝑛 A Æ 𝑥B ; 𝑛 = 1, 2, 3, .. (1)
b. Fungsi eigen atau fungi keadaan (1) terkait dengan tingkat energi 𝐸F
Çx ћx
𝐸F = QÈÆx 𝑛Q (2a)
Maka
𝐸F = 𝑛Q 𝐸K (2c)
Gambar 2.3 Tingkat Energi Partikel dalam Sumur Potensial Satu Dimensi
Hasil menarik kuantum adalah energi diskrit (2a) atau Gambar 2.3.
Artinya, energi tidak dapat mempunyai nilai di antara 𝐸F dan 𝐸Fu, .
Dengan kata lain, energi tidak dapat bernilai sembarang atau kontinu
sebagaimana energi klasik. Hasil energi diskrit ini sekaligus menjadi
pembeda antara dunia kuantum dan dunia klasik.
35
Gambar 2.4 Potensial Permukaan
Tentukan:
a. Semua fungsi eigen atau fungsi keadaan
b. Semua tingkat energi terkait
Penyelesaian
a. Persamaan Schrodingen
ћQ 𝜕 Q 𝜕Q
− m Q + Q n 𝜑(𝑥, 𝑦) = 𝐸𝜑(𝑥, 𝑦), 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝐿' , 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝐿•
2𝑚 𝜕𝑥 𝜕𝑦
˜ FÇ «Ç
𝜑F« (𝑥, 𝑦) = ÅÆ 𝑠𝑖𝑛 A Æ 𝑥B 𝑠𝑖𝑛 ‚Æ 𝑦ƒ (3)
* Æ• * •
36
Gambar 2.5 Permukaan Keadaan (nl)
b. Energi eigen merupakan jumlah dari dua energi eigen sumur satu dimensi
Çx ћx Fx «x
𝐸F,« = ‚
QÈ Æx*
+ Æx ƒ (4)
•
Setiap titik keadaan (n,l) pada permukaan bidang (nl) terkait dengan satu
energi 𝐸F« . Sekali lagi, energi keadaan dalam kasus ini juga diskrit berupa
titik-titik (n,l) yang tidak kontinu.
37
Tentukan:
a. Fungsi Keadaan Partikel
b. Energi Partikel
Penyelesaian
a. Persamaan Schrodinger
ћQ 𝜕 Q 𝜕Q 𝜕Q
− m Q + Q + Q n 𝜑(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝐸𝜑(𝑥, 𝑦, 𝑧),
2𝑚 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦
¢ «Ç ÈÇ FÇ
𝜑F« (𝑥, 𝑦, 𝑧) = ÅÊ 𝑠𝑖𝑛 AÆ 𝑥B 𝑠𝑖𝑛 ‚ Æ 𝑦ƒ 𝑠𝑖𝑛 A Æ 𝑧B (5)
* • Ë
b. Energi partikel dalam kotak diperoleh dari jumlah tiga energi partikel
dalam sumur satu dimensi,
Çx ћx « x Èx Fx
𝐸«ÈF = ‚
QÈ Æx*
+ Æx•
+ Æx ƒ (6)
Ë
5. Perhatikan kembali sistem 5 momen magnetik yang memiliki energi sistem 600
erg, tentukan
a. Keadaan sistem
b. Probabilitas masing-masing keadaan mikro bersangkutan
38
Penyelesaian
6. Sistem yang terdiri dari tiga spin berada dalam keadaan setimbang di dalam
ruang bermedan magnet B, dan energi total sistem adalah 𝐸 = −𝜇KC .
Tentukan
a. Jumlah keadaan dengan energi
b. Probabilitas spin pertama up
Penyelesaian
a. Keadaan yang mempunya energi adalah dua spin-up dan satu spin-
down
{+, +, −}, {+, −, +}, dan {−, +, +}
Jadi,
Ω(−𝜇K 𝐵) = 3
b. Dari gambar 2.8, keadaan dengan spin pertama up ada dua yaitu keadaan
pertama dan kedua. Probabilitas keadaan dengan spin pertama up adalah
Ω(−𝜇K 𝐵, 1+) 2
𝑃(1 +) = =
Ω(−𝜇K 𝐵) 3
39
7. Perhatikan kembali partikel di dalam sumur potensial satu dimensi selebar L.
Tentukan
a. Jumlah partikel kurang dari E
b. Jumlah energi antara E dan E + 𝛿𝐸
c. Rapat keadaan
Penyelesaian
𝐿
𝑛= (2𝑚𝐸),/Q
𝜋ћ
dengan demikian jumlah seluruh keadaan di bawah energi E adalah
Æ
ɸ(𝐸) = 𝑛 = Çћ (2𝑚𝐸),/Q (7)
ˆɸ Æ
Ω(𝐸) = ˆÒ 𝛿𝐸 = QÇћ (2𝑚/𝐸),/Q 𝛿𝐸 (8)
c. Rapat keadaan
Æ , ,
𝜌(𝐸) = QÇћ (2𝑚/𝐸),/Q = Q (9)
ÓÒÒÔ
Berat atom nitrogen adalah 14 maka berat molekul 𝑁Q adalah 28. Artinya,
berat 6,0221397 x 10Q— molekul nitrogen adalah 28 gram. Dengan demikian
di dalam bejana bervolume 1 liter terdapat molekul nitrogen sebanyak
40
1,15
𝑥 6,02 𝑥 10Q— = 2,47 𝑥 10QQ
28
2,47 𝑥 10QQ
=
10—
= 2,47 𝑥 10,Ö
41
Latihan Soal
42
Bab
Distribusi Statistik
3
Pokok Bahasan :
3.1 Distribusi Klasik (Maxwel-Boltzman)
3.2 Distribusi Kuantum (Fermi-Dirac dan Bose-Einstein)
3.3 Rangkuman.
Standar Kompetensi :
Mempelajari distribusi klasik (Maxwell-Boltzman) dan distribusi kunatum
(Fermi-Dirac dan Bose-Einstein).
Kompetensi Dasar :
1. Mempelajari Distribusi Klasik (Maxwell-Boltzman).
2. Mempelajari Distribusi Kuantum (Fermi-Dirac dan Bose-Einstein)
Indikator :
1. Memahami Distribusi Klasik (Maxwell-Boltzman).
2. Memahami Distribusi Kuantum (Fermi-Dirac dan Bose-Einstein).
Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Distribusi Klasik (Maxwell-Boltzman).
2. Memahami Distribusi Kuantum (Fermi-Dirac dan Bose-Einstein).
43
3.1 Distribusi Klasik
Secara fisik, batas ini sesuai dengan gas sangat sederhana. Mari kita
menerapkan distribusi Gibbs kanonik untuk molekul gas, mengingat molekul
tunggal sebagai subsistem (dari sisa molekul). Maka jelas bahwa probabilitas
untuk molekul dengan jumlah rata-rata 〈𝑛× 〉 molekul di keadaan ini, akan
ÚÛ
~𝑒 + Ü maka
ÝÛ
〈𝑛× 〉 = 𝑎𝑒 + 1 (3.2)
G〈𝑛× 〉 (3.3)
×
di mana N adalah jumlah total partikel dalam gas. fungsi distribusi yang
diberikan oleh Persamaan (3.2) disebut distribusi Boltzmann.
44
Mari kita memberikan derivasi lain dari distribusi Boltzmann, yang
didasarkan pada penerapan distribusi Gibbs besar kanonik untuk semua
partikel gas menempati keadaan kuantum yang sama, yang dianggap sebagai
subsistem dari semua partikel lainnya. Dalam persamaan umum untuk
distribusi kanonik besar, kita sekarang harus menetapkan = 𝑛× 𝜀× 𝑁 = 𝑛× .
Menambahkan indeks k juga untuk potensi Ω termodinamika, kita
memperoleh:
ßà uáà (â+ãà )
𝑤F× = 𝑒 1 (3.4)
äà
Khususnya, 𝑤K = 𝑒 Ü hanya probabilitas tidak adanya partikel apapun
dalam keadaan tertentu ini. Dalam batas yang menarik bagi kita, ketika 〈𝑛× 〉 <
äà
< 1, peluang 𝑤K = 𝑒 Ü ≈ 1, dan dari persamaan (3.4) kita memperoleh:
â+ãà
𝑤, = 𝑒 1 (3.5)
Untuk probabilitas nilai-nilai dari 〈𝑛× 〉 > 1, dalam pendekatan ini hanya
bernilai nol. Dengan demikian, dalam jumlah yang menentukan 〈𝑛× 〉, tetap
hanya satu istilah:
â+ãà
〈𝑛× 〉 = 𝑒 1 (3.7)
Kita melihat bahwa koefisien pada persamaan (3.2) dinyatakan melalui potensi
kimia dari gas, yang secara implisit didefinisikan oleh kondisi normalisasi
untuk jumlah total partikel (3,3).
45
3.2 Distribusi Kuantum
Kita telah melihat pada bagian sebelumnya bahwa karena suhu gas ideal
menurun (pada densitas tetap), Statistik Boltzmann menjadi tidak valid karena
kemunculan efek kuantum yang hanya dapat menggambarkan perilaku suhu
rendah (atau kepadatan tinggi), kita membutuhkan statistik lain. Statistik ini
berbeda, tergantung dari sifat (jenis) partikel gas. Yang paling mendasar
klasifikasi partikel dalam teori kuantum modern, berdasarkan teorema yang
paling umum dari teori medan kuantum, adalah klasifikasi ke dalam Fermion
(partikel dengan spin setengah integer) dan Boson (partikel dengan spin
integer).
Untuk sistem partikel yang digambarkan oleh fungsi gelombang
antisimetrik (Fermion), prinsip pengecualian Pauli berlaku dan statistik yang
sesuai disebut Fermi (Atau Fermi-Dirac) statistik.
h+ÝÛ FÛ
Ω× = −𝑇 ln G A𝑒 1 B (3.8)
FÛ
h+ÝÛ
Ω× = −𝑇 ln A1 + 𝑒 1 B (3.9)
Jumlah partikel rata-rata dalam sistem sama dengan minus turunan dari
potensial Ω× dengan potensial kimia μ, sehingga:
h+ÝÛ
𝜕Ω× 𝑒 1
〈𝑛× 〉 = − = h+ÝÛ (3.10)
𝜕𝜇 1+𝑒 1
1
〈𝑛× 〉 = ÝÛèé (3.11)
𝑒 1 +1
46
Ini disebut distribusi Fermi. Kondisi normalisasi untuk distribusi Fermi dapat
ditulis sebagai:
1
G ÝÛèé =𝑁 (3.12)
× 𝑒 1 +1
h+ÝÛ
Ω = −𝑇 G ln A1 + 𝑒 1 B (3.12)
×
Statistik gas ideal partikel dengan spin bilangan bulat (Boson) digambarkan
oleh fungsi gelombang simetris disebut statistik Bose (atau Bose-Einstein).
Jumlah kedudukan keadaan kuantum untuk Boson tidak terbatas. Mirip dengan
(3.8) kita memiliki:
h+ÝÛ FÛ
Ω× = −𝑇 ln G A𝑒 1 B (3.13)
FÛ
𝜇<0 (3.14)
1
〈𝑛× 〉 = ÝÛèé (3.15)
𝑒 1 −1
47
yang mana persamaan ini disebut distribusi Bose-Einstein. Kondisi normalisasi
untuk distribusi Bose-Einstein dapat ditulis sebagai:
1
G ÝÛèé =𝑁 (3.16)
× 𝑒 1 +1
Mari kita pertimbangkan entropi gas Fermi dan Bose (ideal) pada keadaan
umum (ketidakseimbangan). Kesetimbangan distribusi Bose dan Fermi akan
diperoleh, yang membutuhkan nilai entropi maksimal dalam kesetimbangan.
Analisis ini dapat dilakukan serupa dengan kasus gas Boltzmann. Sekali lagi
kita dapat mempertimbangkan kelompok level yang dekat dalam energi,
dengan j = 1,2,…. Gj nomor dari keadaan ke-j dan 𝑁U nomor partikel.
𝐺U !
𝑊U = (3.17)
𝑁U ! ¸𝐺U − 𝑁U »!
Dalam kasus statistik Bose, dalam setiap keadaan kuantum kita bisa bebas
menempatkan bilangan partikel. Sehingga bobot statistik diwakili bilangan
semua distribusi 𝑁U dan 𝐺U
¸𝐺U + 𝑁U − 1»!
𝑊U = (3.18)
¸𝐺U − 1»! 𝑁U !
Objek fisik yang paling penting untuk dipelajari dengan statistik Bose
adalah radiasi elektromagnetik pada kesetimbangan termodinamika (untuk
alasan historis yang disebut juga radiasi 'benda hitam'), yaitu gas foton.
Linearitas persamaan elektrodinamika menyebabkan keabsahan prinsip
superposisi, yaitu tidak adanya interaksi antara foton dalam membentuk gas
ideal. Sebenarnya, untuk mencapai kesetimbangan termodinamika kita harus
selalu mengasumsikan adanya beberapa interaksi kecil foton dengan materi.
Mekanisme interaksi ini terdiri dari penyerapan dan emisi foton oleh materi.
48
Hal ini menyebabkan kekhasan penting dari gas foton: jumlah partikel (foton)
N tidak dilestarikan dan harus ditentukan dari kondisi ekuilibrium
termodinamika. Membutuhkan minimum energi bebas (pada tetapan T dan V),
ìí
kita mendapatkan kondisinya: AìªB = 𝜇 = 0, sehingga potensial kimia dari
1,Ê
gas foton adalah nol :
𝜇=0 (3.19)
Fungsi distribusi foton di atas keadaan bagian dengan momen ℏ𝑘dan energi
yang pasti ℏ𝜔 = ℏ𝑐𝑘 (dan polarisasi pasti - proyeksi spin foton) diberikan oleh
distribusi Bose dengan 𝜇 = 0:
1
𝑛× = ℏ0 (3.20)
𝑒1 −1
𝑉
4𝜋𝑘 Q 𝑑𝑘 (3.21)
(2𝜋)—
𝑉𝜔Q 𝑑𝜔
(3.22)
𝜋 Q𝑐—
49
'( ћ0
Gambar 3.1 Fungsi Planck ) * +, ; 𝑥
1
𝑉 𝜔Q 𝑑𝜔
𝑑𝑁0 = (3.23)
𝜋 Q 𝑐 — ℏ0
𝑒 1 −1
yang merupakan hukum Planck. Grafik yang sesuai disajikan pada Gambar 3.1
QÇñ
Mengekspresikan semuanya dalam hal panjang gelombang 𝜆 = 0
, kita
mempunyai:
16𝜋 Q 𝑐ℏ𝑉 𝑑𝜆
𝑑𝐸ò = (3.25)
𝜆š QÇℏñ
𝑒 1ò −1
𝑇
𝑑𝑁0 = 𝑉 𝜔Q 𝑑𝜔 (3.26)
𝜋 Q𝑐—
50
Di sini, tidak ada ketergantungan pada ℏ karena ini adalah batas klasik, dan
hasil ini dapat diperoleh dengan mengalikan (3.22) oleh T, yaitu menerapkan
hukum equipartition ke masing-masing medan osilator. Dalam batas terbalik
ℏ𝜔 ≪ 𝑇 (batas kuantum) dari (3.24) kita mendapatkan rumus Wien:
ℏ ℏ0
𝑑𝑁0 = 𝑉 𝜔— 𝑒 + 1 𝑑𝜔 (3.27)
𝜋 Q𝑐—
Kepadatan spektral distribusi energi gas foton 𝑑𝐸0 /𝑑𝜔 memiliki nilai
maksimum pada saat 𝜔 = 𝜔È didefinisikan oleh kondisi :
ℏ𝜔È
≈ 2.822 (3.28)
𝑇
`
𝑉 Q
ℏ0
+1
𝐹=𝑇 _ 𝑑𝜔𝜔 ln ‚1 − 𝑒 ƒ (3.29)
𝜋 Q𝑐— K
`
𝜋 Q𝑇 ˜ 𝑥—
𝐹 = −𝑉 _ 𝑑𝑥 (3.30)
3𝜋 Q ℏ— 𝑐 — K 𝑒' − 1
𝜋 Q𝑇 ˜ 4𝜎
𝐹 = −𝑉 —
= − 𝑉𝑇 ˜ (3.31)
45(ℏ𝑐) 3𝑐
𝜋 Q 𝑘C˜
𝜎= (3.32)
60ℏ— 𝑐 Q
51
jika kita mengukur suhu T dalam derajat absolut. Entropi gas foton adalah:
𝜕𝐹 16𝜎 —
𝑆=− = 𝑉𝑇 (3.33)
𝜕𝑇 3𝑐
4𝜎 ˜
𝐸 = 𝐹 + 𝑇𝑆 = 𝑉𝑇 = −3𝐹 (3.34)
𝑐
Yang merupakan hukum Boltzmann. Untuk kalor jenis dari gas foton :
𝜕𝐸 16𝜎 — —
𝐶¯ = ‚ ƒ = 𝑇 ~𝑇 (3.35)
𝜕𝑇 Ê 𝑐
𝜕𝐹 4𝜎 ˜
𝑃 = −‚ ƒ = 𝑇 (3.36)
𝜕𝑉 1 3𝑐
𝐸
𝑃𝑉 = (3.37)
3
Karakteristik untuk gas relativistik (ultra) dengan 𝜔 = 𝑐𝑘. Jumlah total (rata-
rata) foton pada suhu tertentu diberikan oleh:
𝑉 `
𝜔Q 𝑉𝑇 — `
𝑥Q 𝑇 —
𝑁= _ 𝑑𝜔 ℏ0
= _ 𝑑𝑥 ≈ 0.244 ‚ ƒ 𝑉 (3.38)
𝜋 Q𝑐— K 𝜋 Q 𝑐 — ℏ— K 𝑒' − 1 ℏ𝑐
𝑒 1 −1
52
3.3 Rangkuman
53
Contoh Soal
1 2𝜋
𝑛=_ (Ý+h)/×1 —
(2𝑚)—/Q √𝜀𝑑𝜀
𝑒 −1ℎ
1 2𝜋
𝑛=_ (2𝑚)—/Q √𝜀𝑑𝜀
𝑒 (Ý+h)/×1 − 1 ℎ—
54
Kondensasi Bose terjadi pada saat temperature terus menurun secara
kontinu dengan 𝜇 = 0. Dengan demikian, pada limit temperature yang
sangat rendah, sistem Bose dapat dikatakan memiliki 𝜇 = 0. Jumlah
partikel pada keadaan tak terkondensasi tak kekal. Densitas energi u dan
kapasitas panas spesifik c diperoleh sebagai berikut
𝜀 2𝜋
𝑢=_ (2𝑚)—/Q √𝜀𝑑𝜀
𝑒 Ý/×1 − 1 ℎ—
`
2𝜋 𝑥 —/Q
𝑢 = — (2𝑚)—/Q (𝑘𝑇)—/Q _ ' 𝑑𝑥
ℎ 𝑒 −1
K
`
𝜕𝑢 2𝑚𝑘𝑇 —/Q 𝑥 —/Q
𝑐= = 5𝜋𝑘 ‚ Q ƒ _ ' 𝑑𝑥
𝜕𝑇 ℎ 𝑒 −1
K
Penyelesaian
a. Energi total molekul di bawah pengaruh gravitasi
𝑝⃗Q
𝐸 = 𝐸× + 𝐸€ = + 𝑚𝑔𝑧
2𝑚
55
Probabilitas molekul mempunyai momentum antara 𝑝⃗ dan 𝑝⃗ + 𝑑𝑝⃗
berada pada posisi di antara 𝑟⃗ dan 𝑟⃗ + 𝑑𝑟⃗
𝑛 +ø(
€⃗x
uÈùw)ˆ ( ú⃗ˆ ( €⃗
𝑃(𝑟⃗, 𝑝⃗)𝑑 — 𝑟⃗𝑑 — 𝑝⃗ = 𝑒 QÈ
(2𝜋𝑚𝑘𝑇)—/Q
𝑃(𝑧)𝑑𝑧 = 𝐶𝑒 +Èùw/×1 𝑑𝑧
Tetapan C ditentukan sesuai dengan keadaan sistem dan memenuhi
kondisi
_ 𝑃(𝑧)𝑑𝑧 = 𝑁
w
𝑁𝑚𝑔 +Èùw/×1
𝑃(𝑧)𝑑𝑧 = 𝑒 𝑑𝑧
𝑘𝑇
Penyelesaian
Penjumlahan logaritma fungsi partisi bagi foton
`
1
ln 𝑍 = G ln ‚ ƒ
1 − 𝑒 +øÝ“
rJ,
56
Ê Ê Ê
∑r → 2 𝑥 ý⃗ = ∫ 𝑘 Q 𝑑𝑘 =
∫ 𝑑—𝑘 ∫ 𝜀 Q 𝑑𝜀 (1)
(QÇ)( Çx Çx (ћñ)(
dengan faktor 2 berasal dari dua polarisasi foton. Substitusi integral ini
memberikan
+Ê `
ln 𝑍 = Çx (ћñ)( ∫K ln¸1 − 𝑒 +øÝ »𝜀 Q 𝑑𝜀
`
−𝑉
ln 𝑍 = Q _ ln¸1 − 𝑒 +øÝ »𝑥 Q 𝑑𝑥
𝜋 (ћ𝑐𝛽) —
K
`
−𝑉 ln (1 − 𝑒 +' )𝑥 — ∞ 1 𝑒 +'
ln 𝑍 = Q ÿ ! − _ 𝑥 — 𝑑𝑥 "
𝜋 (ћ𝑐𝛽) — 3 0 3 1−𝑒 +'
K
`
—
−𝑉 𝑥
ln 𝑍 = _ 𝑑𝑥
𝜋 Q (ћ𝑐𝛽)— 𝑒 ' − 1
K
Q —
𝑉𝜋 𝑘𝑇
ln 𝑍 = ‚ ƒ
45 ћ𝑐
𝜕𝐴 𝜕(𝑘𝑇 ln 𝑍)
𝜇= =− = 0 (𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖)
𝜕𝑁 𝜕𝑁
𝐸 = 0, 𝜀, 2𝜀
Tentukan fungsi partisi dan energi rata-rata sistem jika
a. Partikel takterbedakan dan antisimetri
b. Partikel takterbedakan dan simetri
c. Partikel terbedakan
57
Penyelesaian
𝐸% = 𝐸, 𝑃, + 𝐸Q 𝑃Q + 𝐸— 𝑃—
𝑒 +øÝ 𝑒 +QøÝ 𝑒 +—øÝ
%
𝐸=𝜀 + 2𝜀 + 3𝜀
𝑍 𝑍 𝑍
𝑒 +øÝ + 2𝑒 +QøÝ + 3𝑒 +—øÝ
𝐸% = 𝜀 +øÝ
𝑒 + 𝑒 +QøÝ + 𝑒 +—øÝ
1 + 2𝑒 +øÝ + 3𝑒 +QøÝ
𝐸% = 𝜀
1 + 𝑒 +øÝ + 𝑒 +QøÝ
𝐸% = 𝐸, 𝑃, + 𝐸Q 𝑃Q + 𝐸— 𝑃— + 𝐸˜ 𝑃˜ + 𝐸š 𝑃š + 𝐸– 𝑃–
58
c. Masing-masing energi sistem partikel identik simetri yaitu
0, 2𝜀, 4𝜀, 𝜀, 2𝜀, 3𝜀, 𝜀, 2𝜀, dan 3𝜀. Fungsi partisi terkait
𝐸% = 𝐸, 𝑃, + 𝐸Q 𝑃Q + 𝐸— 𝑃— + 𝐸˜ 𝑃˜ + ⋯ + 𝐸Ö 𝑃Ö
59
Latihan Soal
1. Carilah rapat probabilitas 𝜌(𝐸) untuk energi E dari sebuah atom tunggal
dalam gas monoatomic klasik tak-berinteraksi yang berada dalam
kesetimbangan termal.
2. Sebuah sistem yang memiliki 2 tingkat energi 𝐸K dan 𝐸, memiliki N
buah partikel. Partikel-partikel tersebut menempati tingkat energi
menurut distribusi klasik.
a. Turunkan ungkapan energi rata-rata tiap partikel.
b. Hitunglah energi rata-rata tiap partikel terhadap temperatur pada
saat 𝑇 → 0 dan 𝑇 → ∞
3. Cari ekspresi energi untuk sistem mekanika-kuantum garis foton (m=0).
Tunjukkan bahwa energinya berbanding lurus dengan 𝑇 ˜ .
4. Sebuah gas terdiri dari N partikel Bose tak berspin bermassa m berada
dalam ruang tertutup dengan volume V dan pada temperature T. Carilah
ekspresi untuk densitas keadaan partikel tunggal 𝐷(𝜀) sebagai fungsi
energi partikel tunggal 𝜀. Sketsakan hasilnya.
60
Bab
Fungsi Partisi Energi
4
Pokok Bahasan :
4.1 Bentuk-bentuk Energi.
4.2 Rata-rata Energi Kinetik.
4.3 Rata-rata Energi Potensial.
4.4 Rata-rata Energi Osilator Harmonik.
4.5 Derajar Kebebasan
4.6 Gas Diatomik.
4.7 Suku Kuadrat Koordinat
4.8 Rangkuman.
Standar Kompetensi :
Mempelajari bentuk-bentuk energi, rata-rata energi kinetik, rata-rata energi
potensial, rata-rata energi osilator harmonik, derajat kebebasan, gas diatomik,
dan suku kuadrat koodinat.
Kompetensi Dasar :
1. Mempelajari Bentuk-bentuk Energi.
2. Mempelajari Rata-rata Energi Kinetik.
3. Mempelajari Rata-rata Energi Potensial.
4. Mempelajari Rata-rata Energi Osilator Harmonik.
5. Mempelajari Derajat Kebebasan.
6. Mempelajari Gas Diatomik.
7. Mempelajari Suku Kuadrat Koordinat.
Indikator :
1. Memahami Bentuk-bentuk Energi.
2. Memahami Rata-rata Energi Kinetik.
3. Memahami Rata-rata Energi Potensial.
4. Memahami Rata-rata Energi Osilator Harmonik.
61
5. Memahami Derajat Kebebasan.
6. Memahami Gas Diatomik.
7. Memahami Suku Kuadrat Koordinat.
Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Bentuk-bentuk Energi.
2. Memahami Rata-rata Energi Kinetik.
3. Memahami Rata-rata Energi Potensial.
4. Memahami Rata-rata Energi Osilator Harmonik.
5. Memahami Derajar Kebebasan.
6. Memahami Gas Diatomik.
7. Memahami Suku Kuadrat Koordinat.
62
Bila energi partikel-partikel dalam suatu sistem berbentuk kuadrat dari
koordinat posisi dan momentum sistem maka setiap suku yang mengandung
,
kuadrat tersebut akan berkontribusi terhadap energi rata-rata sebesar Q 𝑘𝑇
dimana T adalah temperatur sistem. Hal ini akan dibahas sebagai suatu aplikasi
dari statistik Maxwell-Boltzmann.
𝑝'Q
𝜖' = (4.1)
2𝑚
Yang juga berlaku sama dengan dalam arah-y dan arah-z. Dapat pula berbentuk
energi kinetik dan energi potensial, misalnya pada osilator harmonik, yang
untuk arah-x nya adalah
𝑝'Q 1 Q
𝜖' = + 𝜇𝑥 (4.2)
2𝑚 2
yang akan memiliki bentuk sama pula dalam kedua arah lainnya.
Dengan demikian, apabila ingin dihitung 𝜖' untuk suatu partikel gas
monoatomik yang bebas dari pengaruh medan apapun, dapat dilakukan lewat
63
dengan dΓ = 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧𝑑𝑝' 𝑑𝑝• 𝑑𝑝w . Dengan melihat bentuk umum dalam
persamaan (4.3) maka apabila dituliskan
Merupakan suatu suku yang tidak lagi bergantung dari 𝑝' . Dengan
menggunakan cara ini maka Persamaan (4.3) dapat dituliskan menjadi
x
∫+ 𝑒 +[)+(€* /QÈ)]/×1 𝑑𝑉𝑑𝑝• 𝑑𝑝w
𝜖(' = x
(4.6)
∫+ 𝑒 +[)+(€* /QÈ)]/×1 𝑑𝑉𝑑𝑝• 𝑑𝑝w
` x
∫+`(𝑝'Q /2𝑚)𝑒 +€* /QÈ×1 𝑑𝑝'
𝜖(' = ` x (4.7)
∫+` 𝑒 +€* /QÈ×1 𝑑𝑝'
1
%%%
𝜖• = 𝑘𝑇 (4.10)
2
1
𝜖(w = 𝑘𝑇 (4.11)
2
64
4.3 Rata-rata Energi Potensial
Bila partikel memiliki energi potensial yang bergantung posisi seperti
dalam persamaan (4.2), maka rata-rata energi potensial dalam arah-x dapat
dicari, misalnya saja
1
𝑢' = 𝜇𝑥 Q (4.12)
2
1
𝜖 = 𝜇𝑥 Q (4.13)
2
x /Q)]/×1
∫+ 𝑒 +[)+(h' 𝑑𝑉€ 𝑑𝑦𝑑𝑧
%%%
𝑢' = (4.14)
x /Q)]/×1
∫+ 𝑒 +[)+(h' 𝑑𝑉€ 𝑑𝑦𝑑𝑧
` x /Q×1
∫+`(𝜇𝑥 Q /2)𝑒 +h' 𝑑𝑥
%%%
𝑢' = ` x
(4.15)
∫+` 𝑒 +h' /Q×1 𝑑𝑥
` x
𝑘𝑇 ∫+` 𝑢Q 𝑒 +, 𝑑𝑢 1
%%%
𝑢' = ` = 𝑘𝑇 (4.16)
x
∫+` 𝑒 +, 𝑑𝑢 2
Sehingga untuk potensial pada arah-y dan arah-z akan diperoleh pula
1
%%%
𝑢• = 𝑘𝑇 (4.17)
2
65
1
𝑢
%%%w = 𝑘𝑇 (4.18)
2
Suatu osilator harmonik yang memiliki energi pada arah-x seperti pada
persamaan (4.2) dapat pula dihitung energi rata-ratanya pada arah-x, yaitu
` ` 𝑝'Q 𝜇𝑥 Q 𝑝'Q 𝜇𝑥 Q
∫+` ∫+` ‚2𝑚 + 2 ƒ exp N− ‚2𝑚 + 2 ƒ 𝑘𝑡O 𝑑𝑥𝑑𝑝'
𝜖(' = (4.19)
` ` 𝑝'Q 𝜇𝑥 Q
∫+` ∫+` ‚2𝑚 + 2 ƒ 𝑑𝑥𝑑𝑝'
𝑝'Q
= 𝑟 Q 𝑠𝑖𝑛Q 𝜃, (4.20)
2𝑚
1 Q
𝜇𝑥 = 𝑟 Q 𝑐𝑜𝑠 Q 𝜃, (4.21)
2
QÇ ` x /×1
∫K 𝑑𝜃 ∫K 𝑒 +ú 𝑟 — 𝑑𝑟
𝜖(' = QÇ ` x /×1
= 𝑘𝑇 (4.23)
∫K 𝑑𝜃 ∫K 𝑒 +ú 𝑟 — 𝑑𝑟
Hasil dari persamaan (4.23) cocok dengan hasil sebelumnya dimana rata-rata
,
dari suku kuadrat dari x dan 𝑝' akan memberikan kontribusi energi Q 𝑘𝑇.
66
4.5 Derajat Kebebasan
Umumnya, apabila setiap kontribusi saling bebas dalam energi berupa
suku kuadrat yang bergantung pada koordinat ruang Γ dirujuk sebagai suatu
,
derajat kebebasan sebuah partikel gas. Energi rata-rata Q 𝑘𝑇 dimiliki oleh
setiap derajat kebebasan atau mode saling bebas. Sebagai contoh, misalnya
terdapat N partikel yang merupakan osilator sederhana, maka derajat
kebebasannya adalah 6, biasa dinyatakan dengan f, sehingga energi sistem tak
,
lain adalah U=6 . N. Q 𝑘𝑇= 3NkT. Dengan demikian energi sistem adalah
1
𝑈 = 𝑓𝑁( 𝑘𝑇) (4.24)
2
𝜕𝑈 1 1
𝐶𝑉 = ‚ ƒ = 𝑁𝑘𝑓 = 𝑛𝑅𝑓 (4.25)
𝜕𝑇 Ê 2 2
𝑍 = 𝑍‰ú 𝑍ú 𝑍¯ 𝑍) 𝑍F (4.26)
dengan
𝑍‰ú adalah fungsi partisi translasi
𝑍ú adalah fungsi partisi rotasi
67
𝑍¯ adalah fungsi partisi vibrasi
𝑍) adalah fungsi partisi elektronik
𝑍‰ú adalah fungsi partisi spin inti
Fungsi partisi yang sudah kita bahas selama ini sebenarnya adalah fungsi
partisi translasi. Dengan demikian, tanpa perlu perhitungan ulang kita dapatkan
𝑉
𝑍𝑡𝑟 = —
(2𝜋𝑚𝑘𝑇)—/Q (4.27)
ℎ
Sekarang kita tentukan fungsi partisi rotasi. Jika I adalah momen inersia
molekul maka dengan memecahkan persmaaan Schrodinger kita peroleh
tingkat-tingkat energi rotasi memenuhi
ℎQ
𝐸𝑗 = 𝑗(𝑗 + 1) (4.28)
8𝜋 — 𝐼
Jumlah kemungkinan nilai dimiliki 𝑚U tersebut adalah (2j+1) buah. Jadi, untuk
satu nilai energi rotasi terdapat sebanyak (2j+1) keadaan yang diperbolehkan.
Dengan demikian, dari ungkapan umum untuk fungsi partisi 𝑍 = ∑5 𝑔) 𝑒 +Ò4 /×1
maka untuk gerak rotasi kita transformasi
𝑔𝑠 → (2𝑗 + 1) (4.29)
ℎQ
𝐸𝑠 → 𝐸𝑗 = 𝑗(𝑗 + 1) (4.30)
8𝜋 Q 𝐼
68
Dengan demikian fungsi partisi rotasi dapat ditulis menjadi
x /8𝜋2 𝐼𝑘𝑇
𝑍ú = G(2𝑗 + 1)𝑒−U(Uu,)6 (4.31)
𝑠
𝑍¯ = G 𝑒 +Ò7/×1 (4.32)
FJK
,
𝑍¯ = G 𝑒 +AFuQB60/×1 = 𝑒 +60/Q×1 G 𝑒 +F60/×1 (4.33)
FJK FJK
1
𝑍¯ = 𝑒 +F60/×1 𝑒 +F60/×1 (4.34)
1 − 𝑒 +60/×1
𝑒 +F60/×1 (4.35)
𝑍¯ =
1 − 𝑒 +60/×1
69
Untuk menentukan fungsi partisi elektronik mari kita lihat idealisasi
seperti pada Gbr.4.1. Sebagai ilustrasi kita misalkan elektron-elektron dalam
molekul bergerak pada orbit-orbit dengan energi yang terkuantisasi. Misalkan
mula-mula elektron berada pada keadaan dasar. Misalkan energi yang
diperlukan untuk memintahkan elektron:
70
Terakhir, fungsi partisi spin inti hampir tidak bergantung pada suhu.
Suhu operasional biasa sekitar suhu kamar tidak mampu memberikan pengarus
yang berarti pada inti atom. Dengan hasil di atas maka fungsi partisi total dapat
didekati dengan
Ê x /¢Çx 9×1
𝑍 = 6( (2𝜋𝑚𝑘𝑇)—/Q ¹∑U(2𝑗 + 1)𝑒 +U(Uu,)6 ºx
) è;</xÛÜ (4.37)
:,+) è;</xÛÜ = ¹𝑔K + 𝑔, 𝑒 +Ò“ /×1 º𝑍F
1 𝜕𝑍 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q = 𝑁𝑘𝑇 Q ln 𝑍 (4.37)
𝑧 𝜕𝑇 𝜕𝑇
3 𝜕 U(Uu,)6x
Q −
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 > + 𝑙𝑛 ÿG(2𝑗 + 1)𝑒 8𝜋2 𝐼𝑘𝑇 "
2𝑇 𝜕𝑇
𝑠
𝜕 𝑒−𝑛ℎ𝜔/𝑘𝑇 𝜕
+ 𝑙𝑛 ? @ + 𝑙𝑛¹𝑔K + 𝑔, 𝑒 +Ò“ /×1 º (4.38)
𝜕𝑇 1−𝑒 −ℎ𝜔/𝑘𝑇 𝜕𝑇
𝜕
+ ln 𝑍F A
𝜕𝑇
ℎQ
Θú = Q (4.39)
8𝜋 𝐼𝑘
ℎQ 𝜔
Θ¯ = (4.40)
𝑘
𝐸,
Θ) = (4.41)
𝑘
71
3 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q C + 𝑙𝑛 DG(2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)EF /1 G
2𝑇 𝜕𝑇
𝑗
𝜕 𝑒+EH /𝑘𝑇
+ 𝑙𝑛 ? @ (4.42)
𝜕𝑇 1 − 𝑒−EH /𝑘𝑇
𝜕
+ 𝑙𝑛¹𝑔K + 𝑔, 𝑒 +EHI /×1 ºJ
𝜕𝑇
3 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q C + 𝑙𝑛 DG(2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)` G
2𝑇 𝜕𝑇
𝑗
(4.43)
+`
𝜕 𝑒 𝜕
+ 𝑙𝑛 K `
L + 𝑙𝑛{𝑔K + 𝑔, 𝑒 +` }J
𝜕𝑇 1−𝑒− 𝜕𝑇
3 3
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q N + 0 + 0 + 0O = 𝑁𝑘𝑇 (4.44)
2𝑇 2
𝑑𝐸 3
𝐶¯ = = 𝑁𝑘 (4.45)
𝑑𝑇 2
𝑑𝐸 3
𝐶¯ = = 𝑁𝑘 (4.46)
𝑑𝑇 2
72
3 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q C + 𝑙𝑛 DG(2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)Θ𝑣 /𝑟 G
2𝑇 𝜕𝑇
𝑗
(4.47)
𝜕 𝑒+` 𝜕
+ 𝑙𝑛 K `
L + 𝑙𝑛{𝑔K + 𝑔, 𝑒 +` }J
𝜕𝑇 1−𝑒 − 𝜕𝑇
3 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q C + 𝑙𝑛 DG(2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)Θ𝑣 /𝑟 GJ (4.48)
2𝑇 𝜕𝑇
𝑗
1 1 1 1
𝑗(𝑗 + 1) = 𝑗 Q + 𝑗 = 𝑗 Q + 𝑗 + − = ‚𝑗 + ƒ −
4 4 2 4
1
2𝑗 + 1 = 2 ‚𝑗 + ƒ
2
1
𝑑𝑗 = 𝑑 ‚𝑗 + ƒ
2
73
`
_ (2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)Θ𝑟/𝑟 𝑑𝑗
K
`
1 , , 1
= _ 2 ‚𝑗 + ƒ 𝑒 +HAUuQB+˜I 𝑑 ‚𝑗 + ƒ (4.50)
2 2
K
` , x
AUuQB Θ𝑟
+ 1
= 2𝑒 Θ𝑟/4𝑇 _ (𝑗 + 1/2)𝑒 𝑇 𝑑(𝑗 + )
2
K
` , x `
AUuQB EF
1 x
2𝑒 EF /˜1 _ (𝑗 + 1/2)𝑒 + 1 𝑑(𝑗 + ) = 2𝑒 EF /˜1 _ 𝑥𝑒 +' EF /1 𝑑𝑥
2
K K
` `
𝑇 +• 𝑇
= 𝑒 EF /˜1 _ 𝑒 𝑑𝑦 = 𝑒 EF /˜1 _ 𝑒 +• 𝑑𝑦
Θú Θú
K K
𝑇
= 𝑒 EF /˜1
Θú
3 𝜕 𝑇
𝐸 ≈ 𝑁𝑘𝑇 Q N + 𝑙𝑛 K𝑒 Θ𝑟/4𝑇 LO (4.51)
2𝑇 𝜕𝑇 Θ𝑟
3 𝜕 𝑇
𝐸 ≈ 𝑁𝑘𝑇 Q N + 𝑙𝑛 K LO
2𝑇 𝜕𝑇 Θú
3 𝜕 𝜕 3 1
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q N + 𝑙𝑛 𝑇 − ln Θú O = 𝑁𝑘𝑇 Q N + − 0O
2𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑇 2𝑇 𝑇
5
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 (4.52)
2
74
Kapasitas panas pada suhu ini adalah
𝑑𝐸 5
𝐶¯ = = 𝑁𝑘 (4.53)
𝑑𝑇 2
Sekarang kita tinjau suhu pada jangkauan 𝑇 ≫ Θ¯ . Pada jangkauan ini maka
hanya Θ) /𝑇 → ∞ yang terpenuhi sehingga kita dapat tuliskan
3 𝜕
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q C + 𝑙𝑛 DG(2𝑗 + 1)𝑒−𝑗(𝑗+1)Θ𝑒 /𝑇 G
2𝑇 𝜕𝑇
𝑗
(4.54)
+Θ𝑣 /2𝑇
𝜕 𝑒 𝜕
+ 𝑙𝑛 ? @ + 𝑙𝑛{𝑔K + 𝑔, 𝑒 +` }J
𝜕𝑇 1−𝑒−Θ𝑣 /𝑇 𝜕𝑇
3 𝜕 𝑇 𝜕 𝑒+Θ𝑟 /2𝑇
≈ 𝑁𝑘𝑇 Q O + 𝑙𝑛 K𝑒Θ𝑟/4𝑇 L + 𝑙𝑛 ? @ P (4.55)
2𝑇 𝜕𝑇 Θ𝑟 𝜕𝑇 1 − 𝑒−Θ𝑣 /𝑇
𝑒 +EF /˜1 ≈ 1
𝑒 +EH /Q1 ≈ 1
Θ¯
1 − 𝑒 +EH /Q1 ≈ 1 − ‚1 − ƒ = Θ¯ /𝑇
𝑇
3 𝜕 𝑇 𝜕 𝑇
𝐸 ≈ 𝑁𝑘𝑇 Q N + 𝑙𝑛 K L + 𝑙𝑛 K LO
2𝑇 𝜕𝑇 Θú 𝜕𝑇 Θ¯
3 1 1
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 Q N + + O
2𝑇 𝑇 𝑇
7
𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 (4.56)
2
75
Kapasitas panas pada jangkauan suhu tersebut adalah
𝑑𝐸 7
𝐶¯ = = 𝑁𝑘 (4.57)
𝑑𝑇 2
Bila suku energi bukan berbentuk kuadrat dari koordinat dari ruang Γ, seperti
𝑢𝑧 = 𝑚𝑔𝑧, (4.58)
Maka prinsip ekipartisi energi tidak akan berlaku di sini, yang berarti
1
𝑢(𝑧 ≠ 𝑘𝑇 (4.59)
2
Hal ini akan dibahas pada gas monoatomik dalam pengaruh energi potensial
gravitasi.
76
4.8 Rangkuman
Dalam bab ini kita berhenti mengkaji sifat termal dari gas diatomik, dan
melihat bahwa ini menyatukan hasil dari beberapa bab sebelumnya.
1. Sebuah molekul gas diatomik dapat dianggap memiliki kontribusi energi
independen dari translasi (sebagai molekul monoatomik), rotasi, getaran
dan eksitasi elektronik.
2. Kontribusi terhadap sifat termal (terutama untuk F dan CV) dari gerak
translasi adalah identik dengan gas monoatomik
3. Fungsi partisi, menjumlahkan faktor Boltzmann (exp (-εi /kBT)) lebih
dari semua keadaan, sekali lagi memainkan peran yang berguna.
4. Topik ini memberikan contoh yang baik dari skala energi dan eksitasi
derajat kebebasan (ekuipartisi energi di T tinggi, kuantum 'beku keluar'
di T rendah).
5. Dalam prakteknya, eksitasi elektronik dan getaran memainkan peranan
kecil untuk hampir semua gas.
6. Timbulnya rotasi terlihat pada H2, tapi memegang kejutan kuantum
tambahan dikarenakan dua atom dalam molekul berputar secara identik
dan karena itu tidak dapat di dibedakan. Spin inti mempengaruhi bobot
(dan kadang-kadang aksesibilitas) dari keadaan rotasi yang ganjil dan
genap, dan karena itu sifat termalnya.
77
Contoh Soal
1. Tinjau suatu sistem partikel identik yang tak saling berinteraksi tapi dapat
terbedakan. Sistem ini berada dalam wadah (dimensi 3) bervolume V.
energi setiap partikel diberikan oleh 𝐸 = 𝛼 (𝑃' Q + 𝑃• Q + 𝑃w Q )š/Q ,
dengan 𝛼 adalah suatu tetapan. Gunakan keadaan makrokanonik untuk
mendapatkan energi dalam U dan panas jenis 𝐶¯ dari sistem ini!
Penyelesaian:
4𝜋𝑉 ` Q
𝑍, = _ 𝑝 𝑑𝑝 exp (−𝛽𝛼𝑝š )
ℎ— K
ª
` 3
4𝜋𝑉𝛤( )
𝑍È× = G 𝑒 øhª S — 5 T
5ℎ ( 𝛽𝛼)—/š
ªJ,
Atau
3 +,
4𝜋𝑉𝑒 øh 𝛤( )
𝑍È× = S1 − 5 T
—
5ℎ ( 𝛽𝛼) —/š
78
3 +, 3
𝜕 ln 𝑍 4𝜋𝑉𝑒 øh 𝛤( ) 12𝜋𝑉𝑒 øh 𝛤( )
𝑈 = − U = S1 − 5 T S 5 T
𝜕𝛽 øh,Ê —
5ℎ ( 𝛽𝛼) —/š —
25ℎ ( 𝛽𝛼) 𝛽—/š
+,
3 5ℎ— ( 𝛽𝛼)—/š
𝑈 = 𝑘𝑇 S − 1T
5 øh 3
4𝜋𝑉𝑒 𝛤( )
5
𝜕 ln 𝑍È×
〈𝑁〉 = 𝑘𝑇 U
𝜕𝜇 1,Ê
𝜕 ln 𝑍È×
〈𝑁〉 = 𝑘𝑇 U
𝜕𝜇 1,Ê
+,
— —/š
5ℎ ( 𝛽𝛼)
〈𝑁〉 = S − 1T
3
4𝜋𝑉𝑒øh 𝛤( )
5
Maka persamaan energi dalam di atas dapat ditulis sebagai
3
𝑈 = 𝑁𝑘𝑇
5
Sedangkan panas jenisnya pada volume konstan diberikan oleh
𝜕𝑈 3
𝐶Ê = = 𝑁𝑘
𝜕𝑇 5
Penyelesaian:
Diketahui fungsi partisi sistem tersebut adalah:
79
` `
−𝐸F 1 ћ𝜔 2
𝑍 = G 𝑒𝑥𝑝 ‚ ƒ = G 𝑒𝑥𝑝 N−(𝑛 + ) O =
𝑘𝑇 2 𝑘𝑇 sinh (ћ𝜔/2𝑘𝑇)
FJK FJK
𝜕〈𝐸〉 ћ𝜔
∆𝐸 = 𝑇X𝑘 =
𝜕𝑇 ћ𝜔
2 𝑠𝑖𝑛ℎ A B
2𝑘𝑇
3. Sistem gas terdiri dari N molekul gas monoatomik yang saling berjauhan
sehingga interaksinya dapat diabaikan. Tentukan:
a. Energi rata-rata sistem
b. Kapasitas panas jenis gas
Penyelesaian:
Karena ada tiga suku kuadratik, 𝑝'Q , 𝑝•Q , dan 𝑝wQ maka menurut
teorema ekipartisi energi rata-rata setiap molekul adalah tiga kali
kT/2,
1 3
𝜀̅ = 3 𝑥 𝑘𝑇 = 𝑘𝑇
2 2
3 3
𝐸% = 𝑁 ‚ 𝑘𝑇ƒ = 𝑛𝑅𝑇
2 2
80
b. Kapasitas panas yang didapatkan adalah
𝜕𝐸% 3
𝐶¯ = m n = 𝑅
𝜕𝑇 ¯ 2
4. Sistem gas terdiri dari N molekul gas diatomik yang saling berjauhan
sehingga interaksinya dapat diabaikan. Tentukan:
a. Energi rata-rata sistem
b. Kapasitas panas jenis gas
Penyelesaian:
1 1 1
𝜀= ¸𝑝'Q + 𝑝•Q + 𝑝wQ » + 𝜔Q + 𝑞Q
2𝑚 2 2
1 5
𝜀̅ = 5 𝑥 𝑘𝑇 = 𝑘𝑇
2 2
81
5 5
𝐸% = 𝑁 ‚ 𝑘𝑇ƒ = 𝑛𝑅𝑇
2 2
𝜕𝐸% 5
𝐶¯ = m n = 𝑅
𝜕𝑇 ¯ 2
82
Latihan Soal
4. Sebuah material terdiri dari n partikel yang saling tidak tergantung dan
berada dalam pengaruh medan magnetik eksternal lemah H. Setiap partikel
memiliki momen magnetik mμ selama berada dalam medan magnetik
tersebut, dimana m = J, J-1, …,-J+1, -J, J merupakan bilangan bulat, dan μ
adalah konstanta. Sistem tersebut berada dalam temperatur T.
a) Carilah fungsi partisi sistem tersebut.
b) Hitung nilai rata-rata magnetisasi M material tersebut.
c) Carilah asimtot M untuk T yang bernilai sangat besar.
5. Gas monoatomik ideal dimasukkan ke dalam silinder dengan jari-jari a dan
tinggi L. Silinder tersebut berotasi dengan kecepatan angular ω disekitar
aksis simentrinya dan gas ideal tersebut berada dalam keadaan ekuilibrum
83
pada temperatur T pada sistem koordinat yang berotasi dengan silinder
tersebut. Asumsikan bahwa atom-atom gas tersebut memiliki massa m, tidak
memiliki tingkat kebebasan internal, dan mematuhi aturan statistik klasik.
a. Tentukan Hamiltonian pada sistem koordinat yang berotasi tersebut
b. Tentukan fungsi partisi sistem tersebut
c. Tentukan jumlah kerapatan rata-rata partikel sebagai fungsi dari r.
84
Bab
Aplikasi Statistik
5
Pokok Bahasan :
5.1 Aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann.
5.2 Aplikasi Statistik Bose-Einstein.
5.3 Aplikasi Distribusi Fermi Dirac
5.4 Rangkuman
Standar Kompetensi :
Mempelajari aplikasi statistik Maxwell-Boltzmann, aplikasi statistik Bose-
Einstein, dan aplikasi distribusi Fermi Dirac.
Kompetensi Dasar :
1. Mempelajari Aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann.
2. Mempelajari Aplikasi Statistik Bose-Einstein.
3. Mempelajari Aplikasi Distribusi Fermi Dirac.
Indikator :
1. Memahami Aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann.
2. Memahami Aplikasi Statistik Bose-Einstein.
3. Memahami Aplikasi Distribusi Fermi Dirac.
Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann.
2. Memahami Aplikasi Statistik Bose-Einstein.
3. Memahami Aplikasi Distribusi Fermi Dirac.
85
5.1 Aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann
𝑣'
𝜆 = 𝜆K A1 − B (5.1)
𝑐
86
dengan 𝜆 panjang gelombang yang dikur pengamat, 𝜆K adalah panjang
gelombang yang dikur jika sumber gelombang diam terhadap pengamat, dan c
adalah kecepatan cahaya. Kita definisikan tanda kecepatan yaitu 𝑣' > 0 jika
sumber mendekati pengamat dan 𝑣' < 0 jika sumber menjauhi pengamat.
Dalam astronomi, efek Doppler ini digunakan untuk mengukur kecepatan
bintang-bintang. Berdasarkan pergeseran panjang gelombang yang
dipancarkan bintang-bintang tersebut maka kecepatan relatif bintang terhadap
bumi dapat diprediksi menggunakan persamaan (5.2)
Mari kita perhatikan sebuah atom yang memiliki dua tingkat energi
(gambar 5.2). Atom tersebut memancarkan spektrum gelombang
elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu, sebut saja 𝜆K , akibat
transisi elektron antar tingkat energi atom tersebut. Jika atom dalam keadaan
diam maka panjang gelombang yang kita ukur adalah 𝜆K , persis sama dengan
panjang gelombang yang dipancarkan atom. Tetapi jika atom mendekati
pengamat dengan laju 𝑣' maka panjang gelombang yang dikur pengamat
¯*
adalah 𝜆 = 𝜆K A1 − ñ
B. Dan sebaliknya, jika atom menjauhi pengamat dengan
laju 𝑣' maka panjang gelombang yang diukur pengamat adalah 𝜆 = 𝜆K A1 +
¯*
ñ
B.. Sebagi ilustrasi, lihat gambar 5.3
Jika ada sejumlah atom yang diam maka gelombang yang diukur
pengamat merupakan jumlah gelombang yang dipancarkan oleh semua atom.
Panjang gelombang yang diterima dari semua atom sama, yaitu 𝜆K . Yang
dideteksi oleh pengamat hanyalah gelombang dengan panjang 𝜆K tetapi
memiliki intensitas tinggi. Akan tetapi jika atom yang memancarkan
gelombang bergerak secara acak maka komponen kecepatan ke arah pengamat,
yaitu 𝑣' juga acak. Akibatnya panjang gelombang yang diukur pengamat yang
berasal dari satu atom berbeda dengan yang diukur dari atom lainnya.
Pengamat akan mengukur gelombang yang memiliki panjang yang bervariasi
87
dalam jangkauan tertentu. Ini berakibat pada pelebaran garis spektrum yang
diamati.
𝑚 ,/Q 𝑚𝑣'Q
𝑛(𝑣' )𝑑𝑣' = H I 𝑒𝑥𝑝 O P 𝑑𝑣' (5.2)
2𝜋𝑘𝑇 2𝑘𝑇
𝑚 ,/Q 𝑚𝑣'Q
𝐼(𝜆)𝑑𝜆 ∝ H I 𝑒𝑥𝑝 O P 𝑑𝑣' (5.3)
2𝜋𝑘𝑇 2𝑘𝑇
òÔ +ò
𝑣' = 𝑐 A òÔ
B. (5.4a)
88
𝑐
𝑑𝑣' = − 𝑑𝜆 (5.4b)
𝜆K
Q
⎡𝑚 m𝑐 ‚𝜆K − 𝜆ƒ n⎤
𝑚 ,/Q
⎢ 𝜆K ⎥ 𝑐
𝐼(𝜆)𝑑𝜆 ∝ H I 𝑒𝑥𝑝 ⎢ ⎥ − 𝜆 𝑑𝜆
2𝜋𝑘𝑇 2𝑘𝑇 K
⎢ ⎥
⎣ ⎦
𝑚 ,/Q 𝑐 𝑚𝑐 𝜆K − 𝜆 Q
Q
𝐼(𝜆)𝑑𝜆 ∝ H I N− O 𝑒𝑥𝑝 O ‚ ƒ P 𝑑𝜆
2𝜋𝑘𝑇 𝜆K 2𝑘𝑇 𝜆K
Yang selanjutnya bisa ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi
𝑚𝑐 Q 𝜆K − 𝜆 Q
𝐼(𝜆)𝑑𝜆 = 𝐼(𝜆K )𝑒𝑥𝑝 O ‚ ƒ P 𝑑𝜆 (5.5)
2𝑘𝑇 𝜆K
89
5.1.2 Atom Magnetik dalam Medan Magnet
Dengan 𝜃 adalah sudut antara momen magnetik dan medan magnet. Karena
hanya ada dua arah orientasi momen magnetik yang diijinkan, yaitu searah
medan magnet (𝜃 = 0) dan berlawanan dengan arah medan magnet (𝜃 = 𝜋),
90
maka tambahan energi atom dengan momen magnetik searah medan magnet
adalah
𝑈↑ = −𝜇𝐵 (5.7)
dan tambahan energi atom dengan momen magnetik berlawanan arah medan
magnet adalah
𝑈↓ = 𝜇𝐵 (5.8)
𝑃↑ = 𝐾𝑛(𝑈↑ ) (5.9a)
𝑃↓ = 𝐾𝑛(𝑈↓ ) (5.9b)
1
𝐾= (5.10)
𝑛(𝑈↑ ) + 𝑛(𝑈↓ )
𝑛(𝑈↑ )
𝑃↑ = (5.11a)
𝑛(𝑈↑ ) + 𝑛(𝑈↓ )
𝑛(𝑈↓ )
𝑃↓ = (5.11b)
𝑛(𝑈↑ ) + 𝑛(𝑈↓ )
91
(𝑈↑ ) 𝜇𝐵
𝑛(𝑈↑ ) ∝ 𝑒𝑘𝑠 O− P = 𝑒𝑘𝑠 N O (5.12a)
𝑘𝑇 𝑘𝑇
(𝑈↓ ) 𝜇𝐵
𝑛(𝑈↓ ) ∝ 𝑒𝑘𝑠 O− P = 𝑒𝑘𝑠 N− O (5.12b)
𝑘𝑇 𝑘𝑇
𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I
𝑃↑ = 𝑘𝑇 (5.13a)
𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H I
𝑘𝑇 𝑘𝑇
𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H− I
𝑃↓ = 𝑘𝑇 (5.13b)
𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H− I
𝑘𝑇 𝑘𝑇
𝜇̅ = +𝜇𝑃↑ − 𝜇𝑃↓
𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I 𝑒𝑘𝑠 H− I
𝜇̅ = +𝜇 𝑘𝑇 − 𝜇 𝑘𝑇
𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H I 𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H− I
𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇
𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝑒𝑘𝑠 H I − 𝑒𝑘𝑠 H− I 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I − 𝑒𝑘𝑠 H− I 𝑘𝑇 𝑘𝑇 sinh H I
𝜇̅ = 𝜇 𝑘𝑇 𝑘𝑇 =𝜇 2 =𝜇 𝑘𝑇
𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝜇𝐵 𝜇𝐵
𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H− I 𝑒𝑘𝑠 H I + 𝑒𝑘𝑠 H− I cosh H I
𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇
2
𝜇𝐵
𝜇̅ = 𝜇 𝑡𝑎𝑛ℎ N O (5.14)
𝑘𝑇
92
Gambar 5.6 adalah plot 𝜇̅ sebagai fungsi suhu. Tampak bahwa 𝑇 → 0
maka 𝜇̅ → 𝜇. Artinya bahwa pada suhu tersebut momen magnetik rata-rata
mengambil arah yang sama. Ini terjadi karena pada suhu yang mendekati nol,
getaran termal atom-atom menjadi sangat kecil. Interaksi dengan medan
magnet luar dapat memaksa atom-atom mengambil arah orientasi yang sama.
dengan 𝜃 adalah sudut antara momen dipol dengan medan listrik. Jika dipol
searah medan maka energi interaksinya adalah
𝑈↑ = −𝑝𝐸 (5.16a)
𝑈↓ = 𝑝𝐸 (5.16b)
Tampak bahwa bentuk ungkapan energi ini sama persis dengan yang kita
jumpai pada atom magnetik yang telah kita bahas pada subbab 5.1.2. Dengan
demikian, pencarian momen dipol persis sama dengan saat kita mencari
momen magnetik total, hanya dengan mengganti variabel-variabel yang
equivalen sebagai berikut
𝑝↔𝜇
𝐸↔𝐵
Dengan melakukan pergantian tersebut akhirnya kita dapatkan momen dipol
rata-rata atom menjadi
𝑝𝐸
𝑝̅ = 𝑝 tanh N O (5.17)
𝑘𝑇
94
5.2 Aplikasi Statistik Bose-Einstein
8𝜋
𝑔(𝜆)𝑑𝜆 = 𝑑𝜆 (5.18)
𝜆˜
𝑔(𝜆)𝑑𝜆
𝑛(𝜆)𝑑𝜆 = (5.19)
𝑒 Ò/×1 − 1
95
6ñ
Karena energi satu foton adalah 𝐸 = ò
maka energi foton yang memiliki
ℎ𝑐 8𝜋ℎ𝑐 𝑑𝜆
𝐸(𝜆)𝑑𝜆 = 𝑛(𝜆)𝑑𝜆 = š 6ñ/ò×1 (5.20)
𝜆 𝜆 𝑒 −1
𝑑𝐸(𝜆)
U =0 (5.21)
𝑑𝜆 òh
8𝜋ℎ𝑐 𝑑𝜆
𝐸(𝜆) = (5.22)
𝜆š 𝑒 6ñ/ò×1 − 1
Untuk memudahkan diferensiasi persamaan (5.22) persamaan di atas kita
misalkan 𝑥 = 𝜆𝑘𝑇/ℎ𝑐. Dengan permisalan tersebut maka kita dapat menulis
96
𝑘𝑇 š 1
𝐸(𝜆) = 8𝜋ℎ𝑐 ‚ ƒ š ,/' (5.23)
ℎ𝑐 𝑥 (𝑒 − 1)
𝑘𝑇 𝑘𝑇 š 𝑑 1
= ‚ ƒ 8𝜋ℎ𝑐 ‚ ƒ ‚ š ,/' ƒ (5.25)
ℎ𝑐 ℎ𝑐 𝑑𝑥 𝑥 (𝑒 − 1)
ˆÒ
Agar terpenuhi ˆò = 0 maka pada persamaan (5.25) harus terpenuhi
𝑑 1
‚ š ,/' ƒ=0 (5.26)
𝑑𝑥 𝑥 (𝑒 − 1)
atau
ℎ𝑐
𝜆È 𝑇 = 0,194197 (5.28)
𝑘
97
𝜆È 𝑇 = 2,8 𝑥 10+— m K (5.29)
𝑈 = G 𝑘C 𝑇 = 3𝑁𝑘C 𝑇 (5.30)
×€
𝜕𝑈 𝑑
𝐶¯ = = [3𝑁𝑘C 𝑇]
𝜕𝑇 𝑑𝑇
98
𝐶¯ = 3𝑁𝑘C dengan 3𝑁𝑘C = 𝑅
Jadi, kapasitas panas ponon untuk temperatur tinggi menurut model Einstein
adalah
𝐶¯ = 3𝑁𝑘C = 3𝑅 (5.31)
3𝑁ℏ𝜔
𝑈=
𝑒 ℏ0⁄×k 1−1
𝜕𝑈 𝑑 3𝑁ℏ𝜔
𝐶¯ = = N ℏ0⁄× 1 O
𝜕𝑇 𝑑𝑇 𝑒 k −1
−1 ℏ𝜔 ℏ0⁄× 1
𝐶¯ = 3𝑁ℏ𝜔 N− 𝑒 l O
[𝑒 ℏ0⁄×k 1 − 1]Q 𝑘C 𝑇 Q
3𝑁ℏQ 𝜔Q 𝑒 ℏ0⁄×k 1
𝐶¯ = .
𝑘C 𝑇 Q [𝑒 ℏ0⁄×k 1 − 1]Q
3𝑁ℏQ 𝜔Q 𝑒 ℏ0⁄×k 1
𝐶¯ = .
𝑘C 𝑇 Q [𝑒 Qℏ0⁄×k 1 − 2𝑒 ℏ0⁄×k 1 + 2]
3𝑁ℏQ 𝜔Q 1
𝐶¯ = . ℏ0⁄× 1
𝑘C 𝑇 [𝑒 k − 1]
ℏ0
Sehingga 𝐶¯ untuk suhu rendah A𝑇 ≪, × ≫ 1B adalah:
k1
—ªℏx 0x
𝐶¯ = ×k 1
. 𝑒 +ℏ0⁄×k 1
ℏ0f
Jika 𝛩Ò = ×k
maka :
3𝑁ℏQ 𝜔Q 𝑒 ℏ0⁄×l 1
𝐶¯ = .
𝑘C 𝑇 Q [𝑒 ℏ0⁄×k 1 − 1]Q
99
ℏ𝜔 1 𝑒 ℏ0⁄×k 1
𝐶¯ = 3𝑁𝑘C ‚ ƒ Q . ℏ0⁄× 1
𝑘C 𝑇 [𝑒 k − 1]Q
𝛩Ò 𝑒 ℏ0⁄×k 1
𝐶¯ = 3𝑁𝑘C ‚ ƒ . ℏ0⁄× 1
𝑇 [𝑒 k − 1]Q
𝛩Ò 𝑒 ℏ0⁄×k 1
𝐶¯ = 3𝑅 ‚ ƒ . ℏ0⁄× 1
𝑇 [𝑒 k − 1]Q
Sehingga didapatkan
𝐶¯ 𝛩Ò 𝑒 ℏ0⁄×k 1
= ‚ ƒ . ℏ0⁄× 1 (5.32)
3𝑅 𝑇 [𝑒 k − 1]Q
no
𝐷(𝜔) = :n0= → dN = 𝐷(𝜔) 𝑑(ω) (5.33)
Energi total
ħràs
𝑈 = ∑x H∑w ħuàs/Û v I
t k è“
ħωxw
𝑈 = G CG J 𝐷(ω)𝑑(ω) (5.34)
x
w
eħràs/Ûkvè“
Qπ —
Di manaA • B volume sel primitive kubus dengan sisi L sehingga
101
•( x( „.x(
𝑁= –‚x
⇒N= –‚x
→V = L—
ˆª Ê× x
D(k) = ˆ×
= QÇx
ˆª ˆª Ê× x ˆ×
𝐷(𝜔) = ˆ0 = ˆ×
= QÇ
Aˆ0B (5.35)
x˜
≈ xQ
xQ
2. 2!
T—
C„ = 9. N. k •. — _ x Q dx
Θ†
T— 1 —
C„ = 9. N. k •. Q . x
Θ† 3
T— x—
C„ = 9. N. k •. . (5.36)
x—. T— 3
'•
𝑇 — 𝑒 '. 𝑥˜
𝐶Ê = 9. 𝑁. 𝑘C. ‚ ƒ _ ' 𝑑𝑥
𝛩Â (𝑒 − 1)
K
'•
𝑇 — 𝑒 '. 𝑥˜
𝐶Ê = 9. 𝑁. 𝑘C. ‚ ƒ _ ' 𝑑𝑥
𝛩Â (𝑒 − 1)
K
102
Integral parsial
_ 𝑈𝑑𝑉 = 𝑈𝑉 − 𝑉 _ 𝑑𝑈
Misalkan
U= 𝑥 ˜ ⇒ 𝑑𝑈 = 4. 𝑥 — 𝑑𝑥
)* +,
dV= () * +,) 𝑑𝑥 ⇒ 𝑉 = () * +,)
maka
`
𝑇 — −. 𝑥 ˜ 4. 𝑥 —
𝐶Ê = 9. 𝑁. 𝑘C. ‚ ƒ ÿ ' +_ ' 𝑑𝑥 "
𝛩Â (𝑒 − 1) (𝑒 − 1)
K
Di mana
‘ (
+‰g AvB +.‰g ` ˜.‰( ` ‰(
(tˆ +,)
≈ − :(tˆ +,) + ∫K (tˆ +,)
dx=dan 4∫K tˆ +,
dx = 4 {3! ξ(4)}
1 1 1 𝜋˜
𝜉(4) = ˜ + ˜ + ˜ … =
1 2 3 90
𝑇 —
𝐶Ê = 9. 𝑁𝑘C. ‚ ƒ 4 {3! 𝜉(4)}
𝛩
,Q 1 —
𝐶Ê = š
𝜋 ˜ 𝑁𝐾C A”B
o•–
C„ = 234 E(
T — ………. Hukum T — Debye (5.37)
𝐶Ê 4𝜋 ˜ 𝑇 —
= ‚ ƒ
3𝑅 5 𝛩Â
Á
T→ ∞, maka —˜— →1
Á
T →0, maka —˜— →0
103
Kebergantungan 𝐶Ê terhadap 𝑇 — ini sesuai dengan hasil pengamatan.
Gambar 5.9 Kapasitas panas argon yang diukur pada suhu jauh di
bawah suhu Debye. Garis adalah hasil perhitungan menggunakan
teori Debye
104
1
𝜓í = [𝜓, − 𝜓Q ] = 0
√2
1
𝜓í = [𝜓® (1)𝜓Y (2) − 𝜓Y (2)𝜓® (1] = 0 (5.39)
√2
,
Di mana merupakan faktor yang diperlukan untuk menormalisasi fungsi
√Q
gelombang tersebut.
ђQ 𝑘 Q (5.40)
𝐸=−
2𝑚
𝑛𝜆
𝐿=
2
ª
Di mana nilai 𝑛 = Q sehingga energi Fermi dapat dituliskan sebagai
berikut
ђQ 𝑁𝜋 Q (5.41)
𝐸í = ‚ ƒ
2𝑚 2𝐿
105
Berikut ini di tunjukkan beberapa besaran energi Fermi dari beberapa
logam
Prinsip Pauli menyatakan bahwa dalam satu sistem fisis tidak boleh
terdapat dua elektron atau lebih yang mempunyai perangkat bilangan kuantum
yang tepat sama. Prinsip larangan ini dipenuhi oleh elektron yang mengikuti
fungsi distribusi Fermi-Dirac:
1 (5.42)
𝑓(𝐸) =
𝑒 (Ò+Ò› )⁄×kÜ − 1
Keterangan :
𝑘C = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝐵𝑜𝑙𝑡𝑚𝑎𝑛𝑛
𝐸í = 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐹𝑒𝑟𝑚𝑖
106
Pada suhu 𝑻 = 𝟎 𝑲, fungsi distribusi Fermi-Diract yaitu :
1
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐸 < 𝐸í (0) → 𝑓(𝐸) = =1
1 + 𝑒 +`
1
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐸 > 𝐸í (0) → 𝑓(𝐸) = = 0
1 + 𝑒`
Sehingga dapat digambarkan seperti grafik di bawah ini
107
Sehingga dapat digambarkan seperti grafik di bawah ini
Gambar 5.11 ini menerangkan kepada kita bahwa meskipun suhu (T) logam
itu naik, tetapi energi panas yang besarnya hanya sekitar 𝑘𝑇 tidak dibagi
merata oleh seluruh elektron. Nilai energi panas ini (𝑘𝑇) pada suhu kamar
hanya bernilai sekitar 0,025 eV. Sedangkan nilai energi Fermi untuk sebuah
logam biasanya sekitar 5 eV. Jadi nilai 𝑘𝑇 ini jauh lebih kecil dari nilai
𝐸Ÿ .Akibatnya hanya elektron-elektron yang paling dekat tingkat energi Fermi
(𝐸Ÿ ) saja yang akan mengalami eksitasi (loncat ke tingkat yang lebih tinggi).
Apabila terdapat suatu medan magnet luar H, maka spin elektron bebas
akan menyesuaikan diri terhadap H. Energi total elektron bebas karena
pengaruh medan:
108
Gambar 5.12 Variasi tingkat energi karena diberikan medan magnet luar H
𝜇K 𝜇C Q 3𝑛 (5.44)
𝑀= 𝐻
2𝐸í
𝜇K 𝜇C Q 3𝑛 (5.45)
𝜒=
2𝐸í
𝐽⃗ = 𝜎𝜀⃗ (5.46)
𝐽 = 𝑛 𝑒 𝑣ˆ
1
𝐸 = 𝑚𝑣 Q
2
direpresentasikan oleh semua titik dalam bola. Arus total nol karena setiap
elektron yang berkecepatan 𝑣 selalu berpasangan dengan yang berkecepatan
– 𝑣. Kecepatan elektron sangat besar di permukaan Fermi. Permukaan Fermi
tidak begitu dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu naik, hanya sedikit elektron yang
melintasinya.
Perlu diketahui bahwa pengukuran eksperimen menunjukkan bahwa
permukaan Fermi berbentuk bola terdistorsi, sebagai akibat dilibatkannya
interaksi elektron dan kisi. Hal ini akan dijelaskan dalam bab selanjutnya. Bila
terdapat medan listrik, misalnya, 𝜀‰ searah sumbu-X, maka distribusi elektron
berubah menjadi 𝑛(𝑣⃗). Perubahan ini mempunyai komponen posisi dan waktu.
Dalam hal ini bola Fermi bergeser ke arah (-x), seperti ditunjukkan oleh
Gambar 5.13 berikut.
Gambar 5.13 (a) Bola Fermi saat setimbang dan (b) Pergeseran
Bola Fermi saat dikenakan medan
Diambil asumsi bahwa kecepatan pergeseran titik pusat oleh kehadiran medan
luar ini sangat kecil bila dibandingkan dengan vúÈ5 .
Bila 𝜀 homogen (besar dan arahnya), maka perubahan distribusi elektron
hanya dipengaruhi oleh komponen waktu. Proses yang terjadi adalah adanya
perubahan distribusi elektron karena pengaruh medan luar 𝜀 dan adanya proses
hamburan yang ingin memulihkannya ke keadaan semula. Penggabungan
kedua proses ini menghasilkan persamaan kontinuitas
110
∂𝑛𝑣⃗ 𝑒𝜀⃗ ýýý⃗) − 𝑛K (𝑣
𝑛(𝑣 ýýý⃗) (5.47)
+ • ∇Ê 𝑛( 𝑣
ýýýý⃗) + =0
∂t 𝑚K 𝜏
dengan 𝜏 adalah waktu relaksasi. Ungkapan ini sering disebut persamaan
transport Boltzmann. Dalam keadaan mapan ( 𝜕𝑛( 𝑣
ýýý⃗ ) / 𝜕𝑡 = 0 ) menjadi
𝜏 𝑒
ýýýý⃗) = 𝑛K ( 𝑣
𝑛( 𝑣 ýýýý⃗) − 𝜀⃗ • ∇Ê 𝑛( 𝑣
ýýýý⃗)0 (5.48)
𝑚K
ýýýý⃗)
𝜏 𝑒 𝜀© ∂𝑛( 𝑣 (5.49)
ýýýý⃗) = 𝑛K ( 𝑣
𝑛( 𝑣 ýýýý⃗) −
𝑚K ∂𝑣©
𝐽© = _ 𝑒 𝑣© 𝑛( 𝑣
ýýýý⃗) 𝑑𝑣© 𝑑𝑣• 𝑑𝑣w
`
ýýýý⃗)
𝜏 𝑒 𝜀© ∂𝑛( 𝑣
𝐽© = _ _ _ 𝑒 𝑣© O𝑛K ( 𝑣
ýýýý⃗) − P 𝑑𝑣© 𝑑𝑣• 𝑑𝑣w (5.50)
𝑚K ∂𝑣©
+`
`
𝑒 Q 𝜀© ýýýý⃗)
∂𝑛( 𝑣
𝐽© = − _ _ _ 𝑣© 𝑑𝑣© 𝑑𝑣• 𝑑𝑣w (5.51)
𝑚K ∂𝑣©
+`
Mengingat bahwa
a. 𝜏 = 𝑙/𝑣, di mana 𝑙 adalah lintas bebas rata-rata antara dua tumbukan,
b. 𝑣 Q = 𝑣'Q + 𝑣•Q +𝑣wQ
,
c. gerak elektron secara acak sehingga 𝑣'Q = — 𝑣 Q
maka ungkapan rapat arus (5.50) berubah menjadi
`
4𝜋𝑒 Q 𝜀© ∂𝑛K ( 𝑣
ýýýý⃗)
𝐽© = − _ 𝑙 𝑣 𝑑𝑣 (5.52)
3𝑚K ∂𝑣
K
111
Dari rapat elektron setelah mengganti variabel E menjadi 𝑣⃗ , diperoleh
distribusi elektron 𝑛K (𝑣⃗) tidak lain adalah
𝑚K
𝑛K (𝑣⃗) = 2 A B 𝑓(𝐸) (5.53)
ℎ
`
16𝜋𝑒 Q 𝑚K ∂(E)
𝐽© = 𝜀© _ 𝑙 𝐸 m− n 𝑑𝐸 (5.53)
3ℎ ∂E
K
`
16𝜋𝑒 Q 𝑚K ∂(E)
𝜎= _ 𝑙 𝐸 m− n 𝑑𝐸 (5.54)
3ℎ ∂E
K
`
∂(E)
_ 𝑙 𝐸 m− n 𝑑𝐸 = 𝑙Ò› 𝐸í (5.55)
∂E
K
𝑛𝑒 Q 𝑙Ò› 𝑛𝑒 Q 𝜏í
𝜎= = (5.56)
𝑚K 𝑣Ò› 𝑚K
112
Baik teori Drude maupun model elektron bebas terkuantisasi
mengemukakan bahwa konduktivitas listrik hanya berbanding lurus dengan
konsentrasi elektron. Namun beberapa logam dengan konsentrasi elektron
lebih tinggi, justru menunjukkan nilai konduktivitas lebih rendah. Disamping
itu, sebenarnya fakta menunjukkan bahwa konduktivitas listrik bergantung
pada suhu, dan juga arah.
113
5.4 Rangkuman
Beberapa poin yang dapat dirangkum pada bab ini antara lain:
1. Statistik Maxwell-Boltzmann dapat diaplikasikan dibeberapa
permasalahan fisika meliputi pelebaran spektrum akibat efek Doppler,
atom magnetik dalam medan magnet, dan dipol listrik.
2. Statistik Bose-Einstein dapat diaplikasikan ke dalam beberapa
permasalahan fisika meliputi radiasi benda hitam, hukum pergeseran
Wien, panas jenis zat padat menurut Einstein, dan panas jenis zat padat
model Debye.
3. Distribusi Fermi-Dirac dapat diterapkan dalam beberapa permasalahan
seperti mengetahui besar energi Fermi, prinsip ekslusi Pauli,
paramagnetik Pauli, dan konduktivitas listrik dalam suatu logam.
114
Contoh Soal
ђQ 𝑁𝜋 Q
𝐸í = ‚ ƒ
2𝑚 2𝐿
4,45 𝑥 10+š˜ ¢
3,14 Q
𝐸í = ‚4 𝑥 10 𝑥 ƒ
1,82 𝑥 10+Q- 2
Penyelesaian
𝐸Ÿ = 𝐾C 𝑇Ÿ = 5 eV
Sehingga
𝐸Ÿ
𝑇Ÿ =
𝐾C
5
𝑇Ÿ =
8,62 𝑥 10+š
𝑇Ÿ = 0,5800446 𝑥 10š 𝐾
115
𝑇Ÿ = 58004,46 𝐾
(𝐶¯ )í‰
= 0,00517
(𝐶¯ )®¯°
(𝐶¯ )í‰ 1
=
(𝐶¯ )®¯° 200
3. Anggap kita mempunyai muatan tak terhingga dari gas klasik yang
terdiri dari N partikel bebas yang identic dengan massa tiap atom sebesar
M. muatan tersebut diletakkan pada medan gravitasi yang merata dan
pada keadaan kesetimbangan termal. Tentukan: a) fungsi partisi
klasiknya; b) rata-rata energy per atom; c) kapasitas panas per atom
Penyelesaian
𝑁
𝑍=
𝐴
²³
(±+ )
Dimana nilai nilai 𝑁 = ∑U 𝑔U 𝑒 ÛÜ dan 𝐴 = 𝑒 ± , sehingga menjadi :
)³
(±+ )
𝑁 ∑U 𝑔U 𝑒 ×1 +
)³
𝑍= = = G 𝑔U 𝑒 ×1
𝐴 𝑒± U
1 )
+ 8 1 )
+ 8
𝑍= G 𝑒 ×1 = _ 𝑒 ×1 𝑑(𝑘𝑇)
ℎ—ª 𝑁! ℎ—ª 𝑁!
r
𝜕𝑍 1 +
)³
‚ ƒ = G 𝑔U 𝜖U 𝑒 ×1
𝜕𝑇 Ê 𝑘𝑇 Q
U
Sehingga
𝜕𝑍
𝑘𝑇 Q A B 𝜕 ln 𝑍
𝜕𝑇 Ê
𝜖̅ = = 𝑘𝑇 Q ‚ ƒ
𝑍 𝜕𝑇 Ê
𝜕𝐸
𝐶Ê = ‚ ƒ
𝜕𝑇 Ê
ì |á ´
Dengan 𝐸 = 𝑁𝜖̅ = 𝑁𝑘𝑇 Q A ì1
B
Ê
117
Sehingga kapasitas panas menjadi
𝜕 ln 𝑍
𝜕𝐸 𝜕 A𝑁𝑘𝑇 Q A B B 𝜕 ln 𝑍 𝜕 Q ln 𝑍
𝜕𝑇 Ê
𝐶Ê = ‚ ƒ = µ ¶ = 𝑁𝑘 m2𝑇 + 𝑇Q n
𝜕𝑇 Ê 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑇 Q
Ê
𝜋 Q ћQ
𝐸È,F = (𝑚Q + 𝑛Q ) ≡ (𝑚Q + 𝑛Q )𝐸K
2𝑀𝐿Q
Setiap titik (m, n) ditempati dua molekul yakni dengan spin-up dan
spin-down. 15 berturut menempati keadaan dan berenergi sebagai
berikut.
𝑁K m n 𝐸/𝐸K
1 1 1 2
2 1 2 5
3 2 1 5
4 2 2 8
5 1 3 10
6 3 1 10
7 2 3 13
8 3 2 13
𝜋 Q ћQ
𝐸í = 13 m n
2𝑀𝐿Q
118
salah satu dari keadaan no.7 dan no.8 ditempati satu molekul 𝐻)— dan
lainnya dua.
5. Setiap atom natrium pada logam natrium dapat melepas satu elektron
bebas. Berat atom natrium 23 sedangkan berat jenis logam ini 0,97 x 10—
kg/𝑚— . Hitung
a. Energi Fermi logam natrium tersebut
b. Persentase jumlah elektron yang mempunyai energi di atas energi
Fermi pada temperatur 300 K
c. Persentase jumlah elektron yang mempunyai energi di atas energi
Fermi pada temperature 300 K jika Kristal logam natrium dapat
direntangkan sehingga jarak antara dua atom Na yang berdekatan
menjadi 25 A
Penyelesaian
a. Berat atom Na adalah 23 berarti 23 gram/mol
Berat jenis logam Na
ℎQ 3𝑁 Q/—
𝐸í = ‚ ƒ
8𝑚 𝜋𝑉
Q/—
(6,626 𝑥 10+Q- )Q 3 𝑥 2,5 𝑥 10QQ
𝐸í = m n 𝑒𝑟𝑔
8 𝑥 9,11 𝑥 10+Q¢ 𝜋
119
𝐸í = 3,1177 𝑒𝑉
𝐸í 4,9946 𝑥 10+,Q
𝑇í = = K = 3,61665 𝑥 10˜ K
𝑘 1,381 𝑥 10+,–
𝑇 300
= 100% = 0,8295% K
𝑇í 3,61665 𝑥 10˜
𝐸í = 0,058 𝑒𝑉
𝐸í 9,36 𝑥 10+,˜
𝑇í = = K = 678 K
𝑘 1,381 𝑥 10+,–
𝑇 300
= 100% = 44,25% K
𝑇í 678
120
Latihan Soal
121
Dan turunkan untuk kompresibilitas jika degenerasi kuat. Estimasikan
kompresibilitas Kristal Na. Asumsikan bahwa Kristal Na punya satu
elektron bebas per atom dan gunakan nilai berikut: beras atom = 23,
densitas = 0,970 g/cm— .
122
DAFTAR PUSTAKA
123