Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

2.1.1 Anatomi Prostat


Kelenjar prostat adalah suatu kelenjar fibro muscular yang
melingkar Bledderneck (leher kandung kemih) dan bagian
proksimal uretra, mudah teraba.
Cairan l yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan
dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan
komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan-bahan
yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam
menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan
nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata : panjang 3.4 cm, lebar 4.4 cm, dan
tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus : lobus
medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah
dan lobus lateral 2 buah.
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan
lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada
penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena
terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat.
Pada potongan melintang urethra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
a) Kapsul anatomis.
b) Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler.
c) Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
(1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
(2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini
disebut juga sebagai adenornatus zone.
(3) Disekitar uretra disebut periuretral gland.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama
dengan saluran dari uesika seminalis bersatu membentuk duktus
ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-
laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan
pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya
mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses
hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan
unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan,
konsistensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat
yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila
tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.
Apabila jaringan libromuskuler yang bertambah tonjolan
berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan
sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan urethra
dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah.
Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen
urethra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur“ angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat
mengakibatkan peradangan.

2.1.2 Fisiologi Prostat


Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung pengaruh
endokrin dan dapat dianggap imbangan (counterpart) dari pada
payudara pada wanita. Fungsi kelenjar prostat, menambah
cairan alkalis pada cairan seminatis, yang berguna melindungi
spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada urethra.
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti msn yang bersaw
sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen
utama dan cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehigga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan
selama ejakulasi Melalui kontraksi otot polos.

B. Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Kelenjar prostat adalah suatu jaringan fibromuskular dan
kelenjar granular yang melingkari uretra bagian proksimal, yang
terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak
di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih
dengan ukuran panjang 3-4 cm dan lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm dan
sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung
uretra dan dapat menyebabkan retensi urin, kelenjar prostat terdiri
dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar
prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan
yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan aikalis pada
cairan seminalis(Rudi Haryono, 2013).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar
yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Berat prostat
normalnya 120 gr, di dalamnya berjalan uretra posterior ±2,5 cm
(Rudi Haryono, 2013).
Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar
dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat
adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan berat kira-kira 20
gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih
pada pria. Bila terjadi pembesaran lobus bagian tengah kelenjar
prostat akan menekan dan uretra akan menyempit (Toto Suharyanto
& Abdul Madjid, 2013).
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran
non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland)
yang dapat membatasi aliran urine (kencing) dari kandung kemih
(bladder) (Anugoro, 2008 dalam buku Reny Yuli Aspiani, 2015).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges,
2000 dalam buku Reny Yuli Aspiani, 2015).

C. Etiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan.
Maka ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi
makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga
diatas umur 80 tahun kira-kira 80% menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan
endokrin. Testeron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat,
sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi
bagain tengah prostat.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa
hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat menurut Roger
Kirby antara lain :
a) Dihydrotestosteron
Peningakatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi.
b) Perubahan keseimbangan hormon estrogen-testoren
Pada proses penuaan pada pria tejadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
c) Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
d) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

D. PatofisiologiBenigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan
megalami hipeplasia, jika prostat membesar meluas ke atas
(bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika , maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat
untuk dapat memompa urine keluar.
Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi
dari buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya sekuela-sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan
strruktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluahan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom
/LUTS (Basuki,2000).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh
muskulus detrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan
kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut
sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas
miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus
detrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine didalam
buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia
Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensata menjadi
berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta
lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adeuat
sehingga tersisalah urine didalam buli-buli saat proses miksi berahir
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi menjadi
berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta
lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
seringkali prostat hyperplasia menambah kopensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak
jarang disertai timbulnya hernia dan haemoroid puncak dari
kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi
urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri
dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan,
sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak
sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine
dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat
mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
E. Manifestasi KlinisBenigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS), yang dibedakan menjadi:
1. Gejala obstruktif, yaitu:
a) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh otot destrussor
buii-buli memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
b) Intermitencyya itu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c) Terminal dribling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi, yaitu:
a) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

F. Pemeriksaan diagnostik Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan.
Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.

Gambar: Pemeriksaan colok dubur (rectal touche)


Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu:
a. Rectai grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan
buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi
kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan
dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan
rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade.
Pembagian grade sebagai berikut:
0 -1 cm..........: Grade 0
1 - 2 cm..........: Grade 1
2 -3 cm..........: Grade 2
3 -4 cm..........: Grade 3
Lebih 4 cm......: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat
diraba karena beniolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan
menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan
beratnya prosfat dan juga penting untuk menentukan macam
tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1) maka
terapi yang baik adalah T.U.R.P (Trans Urethral Resection
Prostat) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan
prostatektomy terbuka secara transvesical.
b. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya
sisa urin. Pengukuran ini dilakukan dengan cara meminta pasien
berkemih sampai selesai saat bangun tidur pagi, kemudian
memasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur
sisa urin.
Sisa urin 0 cc ......................... Normal
Sisa urin 0-50 cc ................... Grade 1
Sisa urin 50-150 cc ................ Grade 2
Sisa urin >150 cc ..................... Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih....... Grade 4
c. Intra urethra grading.
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam
lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan
penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urologi yang
spesifik.

Gambar: Biopsi pada prostat


2. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar
ureum kreatinin.
Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan
biopsi.
3. Pemeriksaan radiologi:
- Foto polos abdomen
- BNO-lVP
- Systocopy/Systografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan ini
dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung
kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari
muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu,
sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat
dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat
penonjolan prostat ke dalam urethra.

Gambar: Pemeriksaan Systoscopy

4. USG (Ultrasonografl)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
juga keadaan buli-buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

G. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari penatalaksanaan
medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit.
1. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin
tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot
pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat
ini menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek
samping dari obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis
kronis diberikan antibiotik.
b. Pembedahan
1) Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan yang
dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada
lobus tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit
jaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat
dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop
sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan
alat pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus listrik dimasukan
lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus selama prosedur berjalan.
Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng
logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan
jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat tempat pendarahan
dihentikan dengan couterisasi. Setelah TUR dipasang folley kateter tiga
saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml.
Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon
berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi
pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga
dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk
memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih.
2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
prostat dari uretra melalui kandung kemih..
3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi
dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat,
yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra.
6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra
yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat
menusuk adenoma dan  mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi
sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mandi air hangat
b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.
c. Menghindari minuman beralkohol
d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.
e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam
sebelum tidur.
3. Penatalaksanaan diit
Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk menghindari minuman
beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta
menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre
operasi TUR-P dan pengkajian post operasi TUR-P.

Pre operasi TUR-P


Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat
operasinya, meliputi:
a. Identitas Klien
- Nama
- Jenis Kelamin
- umur
- Agama/kepercayaan
- Status Perkawinan
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Suku/Bangsa
- Alamat
- No.register
- Diagnosa Medis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada Klien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak
lampias/puas, sehabis miksi, hesistensi, intermitency dan
waktu miksi memenjang dan akhirnya menjadi retensio urine.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran
perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran kencing) yang
berulang. Penyakit kronis pernah yang pernah diderita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah di
alami adanya riwayat penyakit DM dan Hipertesi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari alah satu anggota keluarga
yang menderita penyakit BPH anggota keluarga yang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
e. Riwayat Psikososial
Kebanyakan klien yang akan mengalami operasi akan
muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena
ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat
kecemasan dapat diliat dari perilaku klien, tanggapan klien
tentang sakitnya. Meliputi peran klien dalam keluarga dan
pean klien dalam masyarakat.
f. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan tataklaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan
tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkohol
dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan
kesehatan diri (Pemeriksaan kesehatan berkala, gizi
makanan yang adekuat).
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan
pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis
minuman,kesulitan menelan, atau keadaan, yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia,
dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami
gangguan atau masalah.
3) Pola Eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya ragu-ragu, menetes-netes, jumlah klien
harus bangun pada malam hari, untuk berkemih,kekuatan
sistem perkemihan. Mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti
konstipasi akibat dari prostrusi prostat ke dalam rektum.
4) Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lama tidur, adanya waktu tidur yang
berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada
malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur memakai bantal
atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu
ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
5) Pola aktivitas
Klien ditanya aktivitas sehari-hari, aktivitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolahrga. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktivitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan
sehari-hari sendiri.
6) Pola hubungan dengan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagaimana peran klien dalam keluarga.
Apakah klien dapat berperan sebagaimana seharusnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasin tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan klien sebelum pembedahan.
Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya.
Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping
klien dalam menghadapi sakitnya,apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi penciuman, rasa, raba lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berfikir, isi pikiran, daya ingat
dan waham, pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau maalah
pada pola ini.
9) Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tentang seksualitas. Perlu dikaji bila keadaan seksual
yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang (masalah
kepuasan, ejakulasi, ereksi, dan pola perilaku seksual).
10) Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress,
mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan
masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa, apakah mekanisme
penanggulangan stressor positif atau negatif.
11) Pola tata nilai an kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktivitas keagamaannya,
kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit , kesadaran, suara berbicara, status/habitus, pernafasan,
tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
2. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya adakah kelainan
pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.
3. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah benjolan nyeri kepala atau
trauma pada kepala.
a) Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
b) Mata
Bagaimana keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak, pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan peradarahan. Slera
tampak icterus atau tidak.
c) Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing bagaimana
bentuk nya, apa ada gangguan pendengaran.
d) Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi
atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping
hidung.
e) Mulut dan Faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi, apakah ada ulkus atau
perdarahan, lidah tremor, parese atau tidak, adakah pembesaran tonsil.

4. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pemebesaran kelenjar limphe.
5. Thorak
Bentuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
a) Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan,
pergerakan bagaimana, suara nafasnya, apakah ada suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing, atau egofoni.
b) Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak) bagaimana dengan iklus
atau getarannya.
6. Abdomen
Bagaimana bentuk Abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih, pada suprapubik. Apakah ada
nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia
atau hemoroid, hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaltic usus
menurun atau meningkat.
7. Genitalisa dan anus
Pada klien biasnaya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada
saat rectal touche. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah terpasang
kateter, bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada
nya hemoroid.
8. Ekstremistas dan Tulang Belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi , jari-jari tremor apa tidak, apakah
ada infus pada tangan, pada sekitar pemasangan infus ada tanda-tanda
infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan , bentuk tulang
belakang bagaimana.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk pemeriksaaan diagnostic sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.

Pengkajian Post Operasi TUR-P


Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi :
a) Keluhan utama
Keluhan utama klien berbeda-beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P
adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau
karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari
ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
b) Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
c) Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas. Ada
wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot bantu nafas seperti gerakan
cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda-tanda cyanosis ada atau tidak.
d) Sistem sirkulasi
Yang dikaji : nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan darah, suhu tubuh,
monitor jantung (EKG).
e) Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji : frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi/obstipasi,
bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan
muntah.
f) Sistem neurology
Hal yang dikaji : keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
g) Sistem muskuloskeletal
Bagaimana aktivitas klien sehari-hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta
keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstremitas.
h) Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh. Masih
ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda-tanda perdarahan,
infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan
jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah
pemasangan kateter.
i) Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat-obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan
irigasi kandung kemih.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa sebelum operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Asietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan pembedahan

Diagnosa setelah operasi


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

C. Rencana Keperawatan
Sebelum operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam di harapkan
masalah tindakan dapat teratasi
Kreteria hasil :
- Mengontrol nyeri
- Menunjukkan Tingkat Nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri
Rasional :
- Untuk mengetahui respon nyeri pasien
b. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase
Rasional :
- Untuk mengurangi rasa nyeri
c. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional :
- Memberikan ketenangan kepada pasien
d. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional :
- Untuk mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya.
2. Cemas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan pembedahan
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam di harapkan
masalah tindakan dapat teratasi
Kreteria hasil :
- Pasien terlihat tenang
Intervensi :
a. Kaji TTV
Rasional :
- Untuk engetahui TTV
b. Observasi kecemasan pasien
Rasional :
- Untuk mengetahui kecemasan pasien
c. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional :
- Untuk membuat pasien lebih releks
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan apabila kecemasan berlebihan
Rasional :
- Untuk menentukan tindakan selanjutnya

setelah operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam di harapkan
masalah tindakan dapat teratasi
Kreteria hasil :
- Pasien tidak lagi mengeluh rasa nyeri
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional :
- Untuk mengetahui skala nyeri pada pasien
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional :
- Untuk dapat melihat reaksi rasa nyeri pasien
c. Lakukan teknik non farmalogi
Rasional :
- Untuk membuat pasien lebih nyaman
d. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional :
- Dapat membuat pasien lebih releks
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan dala pemberian obat antibiotik
Rasional :
- Untuk mengurangi rasa nyeri yang di alami
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam di harapkan
masalah tindakan dapat teratasi
Kreteria hasil :
- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam bats normal
a. Kaji TTV
Rasional :
- Untuk mengetahui TTV pasien
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
- untuk engetahui tanda dan gejala infeksi pada pasien
c. Lakukan pembersihan luka pasien
- Untuk encegah terjadinya infeksi
d. Instruksikan pengunjung untuk encuci tangan saat berkunjung
- Agar terhindarnya infeksi dari luar
e. Kolaborasi dala pemberian obat antibiotic
- Untuk menentukan pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Aplikasi NANDA, Nic dan
Noc. Jakarta: TIM
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Suharyanto, Toto & Madjid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai