Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Resorpsi tulang alveolar merupakan proses biologis pada umumnya yang

terjadi setelah kehilangan gigi alami. Atrofi tulang alveolar merupakan gangguan

yang menyebabkan beberapa masalah fisik pada pasien edentulus. Kerusakan

alveolar dapat terjadi akibat faktor bawaan atau hal diperoleh. Kersukan alveolar

akibat faktor hal yang diperoleh diklasifikasikan menjadi kerusakan vertikal dan

horisontal, dapat di sebabkan oleh proses pencabutan, penyakit periodontal,

trauma gigi avulsi atau resesi yang terjadi akibat tumor. Atrofi tulang alveolar

menghambat pemasangan geligi tiruan maupun implan secara ideal yang

membutuhkan estetik dan fungsi yang baik, terlebih lagi ketika tinggi tulang

alveolar tidak memadai seingga menghambat penggunaan implan karena rasio

mahkota-implan tidak adekuat.1

Beberapa teknik pembedahan diajukan untuk memperbaiki keadaan tulang

yang tidak adekuat diantaranya penambahan tulang dengan bone graft dan sinus

lifting. Bone graft dikenal sebagai upaya untuk menanggulangi resorpsi tulang

alveolar yang berlebihan dengan teknik pencangkokan tulang.2

2
BAB II

TORUS/TORI

2.1 Definisi Torus/Tori

Tori berarti menonjol dalam bahasa latin merupakan eksostosis yang

terbentuk dari kortikal yang menebal dengan jumlah yang terbatas dari sumsum

tulang, serta tertutup oleh mukosa yang tipis dan sedikit vaskularisasi. Torus

palatinus merupakan suatu penonjolan tulang (exostosis) yang umum terjadi di

tengah palatum keras. Exostosis adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan

tulang yang menonjol keluar dari permukaan tulang. Secara khas keadaan ini

ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago.

Castro Reino dkk mengartikan torus atau eksostosis sebagai penonjolan tulang

kongenital dengan karakter jinak mengarah pada osteoblas yang berlebihan

sehingga tulang menjadi menumpuk sepanjang garis dari fusi palatum atau badan

mandibular.2

Eksostosis yang paling sering ditemukan pada manusia adalah torus palatinus

dan torus mandibularis. Torus palatinus seperti nodul dari tulang yang terjadi

sepanjang midline dari palatum keras. Torus mandibularis merupakan penonjolan

tulang yang terletak pada aspek lingual dari mandibular.3

Torus pada rahang atas dan bawah (eksostosis) akan menyebabkan gangguan

pada pembuatan dan pemakaian protesa. Torus biasanya diambil melalui prosedur

tersendiri, terpisah dari pencabutan atau alveoplasti. Torus palatinus, mempunyai


bentuk dan ukuran yang bervariasi, bisa berupa tonjolan kecil tunggal/berupa

tonjolan multilobuler yang luas. Pembedahan untuk menghilangkan torus ini pada

dasarnya sama tanpa memperhatikan bentuknya. Torus mandibular terletak diatas

perlekatan otot milohioid, dan biasanya bilateral.4

Gambar 2.1 Torus: (a) Torus mandibularis akan menyebebkan masalah saatu

denture digunakan; (b) Torus palatinus. (Moore, 2001).

2.2. Torus palatinus

Torus palatinus merupakan perluasan tulang yang terdapat sepanjang garis

tengah sutura palatine pada palatum keras, letaknya berdekatan dengan prosesus

alveolaris. Torus ini ditemukan kira-kira 20% dari populasi wanita, prefalensi

meningkat dua kali pada populasi pria. Perluasan torus dapat ditentukan dengan

perabaan, dan sebaliknya tidak digunakan pelega yang dibuat tanpa

memperdulikan perluasan daerah yang keras ini. Pelega semacam ini dapat

menggoyahkan gigi tiruan terhadap bagian daerah pendukungnya (Gambar 2.2).

Pelegaan yang diberikan harus sesuai dengan bentuk daerah yang keras ini.

Biasanya makin cembung daerah yang keras, makin banyak pelegaan yang harus

dibuat.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dimana torus dapat

berbentuk unilobular, polilobular, flat (datar), bentuk spindle (gelombang) yang

terletak pada midline palatum keras.2

Hampir semua torus maksilaris harus dibuang sebelum pembuatan full

denture atau partial denture. Torus yang kecil sering dibiarkan selama itu tidak

mengganggu konstruksi dan fungsi protesa. Bahkan torus yang kecil perlu

dibuang jika bentuknya irregular dan memiliki undercut yang parah, atau dimana

posterior palatal seal diharapkan.5

2.2.1 Etiologi

Etiologi torus palatinus belum diketahui secara pasti, ada beberapa factor

yang diperkirakan merupakan penyebeb terjadinya torus palatinus seperti factor

herediter, trauma superfisial, maloklusi, respon fungsional pengunyahan.

Penyebab torus palatinus masih menjadi perdebatan anatar faktor genetik dengan

faktor lingkungan seperti trauma pengunyahan.

2.2.2 Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan sebelum dilakukan pengambilan torus

palatinus, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui morfologi torus tersebut,

apabila pada torus terdapat ruang atau celah udara dalam struktur torus maka pada

saat melakukan insisi dapat terjadi kerusakan ataupun perforasi sehingga terjadi

oronasal fistula yang dapat menyulitkan tindakan pembedahan.

Torus palatinus biasanya dapat terlihat pada foto periapikal karena tidak

menghalangi penempatan film, namun cara yang terbaik untuk melihat gambaran

radiologi torus palatinus adalah dengan menggunakan foto oklusal. Pada foto
oklusal terlihat bayangan yang tebal dan padat, terlihat gambaran radiopaque,

torus palatinus terlihat sangat putih dan dapat terjadi superimposed pada film

apabila torus palatinus sangat besar. Pemeriksaan x-ray menunjukkan densitas

yang sedikit lebih tinggi dibanding tulang sekitarnya.

2.2.3 Indikasi

Indikasi pengambilan torus maksila adalah sebagai berikut :1

1. Torus yang terlalu besar sehingga mengisi seluruh langit-langit dan

menghalangi pembentukan gigi tiruan atas yang cukup luas dan stabil

(Gambar 2.2).

2. Torus dengan ceruk yang merupakan tempat penimbunan sisa makanan,

dan menyebabkan peradangan; pengambilan secara bedah perlu dilakukan

guna menciptakan hygiene mulut yang optimal

3. Torus yang meluas melampaui sambungan antara langit-langit lunak serta

menhalangi pembentukan penutupan tepi di bagian posterior palatum

(Gambar 2.3).

4. Torus yang menyebakan pasien khawatir (karena kankerfobia).

Gambar 2.2 Torus yang terjal dapat menghalangi penutupan palatum oleh gigi

tiruan secara konvensional. A, pada mulut dengan kehilangan beberapa gigi,


keadaan ini dapat diperbaiki dengan memodifikasi desain konektor mayor, B, atau

(lebih jarang) pengambilan torus secara bedah (Zarb, 2004).

Gambar 2.3 Torus maksila yang besar, yang meluas ke distal melampaui daerah

penutupan tepi posterior palatal (Zarb, 2004).

Penonjolan tulang dapat terjadi di kedua rahang, tetapi lebih sering di sisi

bukal posterior maksila (Gambar 2.4). Torus dapat menimbulkan rasa tidak enak

jika ditutupi oleh gigi tiruan, dan biasanya lalu diambil. Seringkali gigi tiruan

dapat diberi ruang pelega untuk menerima tonjolan tulang itu, atau dapat

diberikan bahan pelapis lunak yang permanen.

Model diagnostik dapat disurvei sebagai pedoman dalam menilai jumlah

minimal jaringan yang akan diambil. Terdapat bukti yang dapat dipercaya bahwa

tindakan bedah tulang alveolar dapat menyebabkan resorpsi tulang yang

berlebihan.1
Gambar 2.4 Tonjolan tulang (anak panah) pada aspek bukal dari bubungan

alveolar atas A, dan pada aspek labial serta bukal dari alveolar bawah anterior, B

dan C (Zarb, 2004).

2.2.4 Kontra Indikasi

Pada dasarnya pengambilan torus palatinus merupakan kontraindikasi pada

umumnya torus berukuran kecil sehingga hanya dilakukan perbaikan dengan

pengasahan gigi tiruan, tetapi pada beberapa kasus pengambilan torus palatinus

untuk persiapan pembuatan gigi tiruan merupakan kontra indikasi apabila:

1. Pada gambaran radiografi terlihat celah atau ruang udara di dalam struktur

torus palatinus

2. Pada pasien dengan penyakit sistemik yang kontraindikasi dilakukan

pembedahan.

2.2.5 Diagnosa

Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis dimana torus

dapat berbentuk unilobular, polilobular, flat, bentuk spindle yang
terletak pada midline palatum keras. Pemeriksaan x-ray menunjukkan

densitas yang sedikit lebih tinggidibanging tulang sekitarnya. Pemeriksaan x-ray

tidak terlalu berguna, lebih sederhana dengan pemeriksaan klinis

2.2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding torus palatinus adalah eksostosis, abses palatal. Eksostosis

biasanya terletak di bagian bukal sedangkan torus palatinus terletak di midline

palatum. Pada abses palatal biasanya ditemukan faktor iritasi seperti plak,

kalkulus atau gigi yang mengalami karies dalam. Warna mukosa terlihat merah

seperti meradang sedangkan torus memiliki warna yang sama dengan jaringan

sekitarnya. Biasanya juga ditemukan pus pada abses palatal.

2.2.6 Terapi

Tidak ada menajemen aktif yang wajib dilakukan, menenangkan pasien

bahwa keadaanya merupakan bukan suatu keganasan. Bila mukosa yang

melapisinya tipis dan cenderung trauma, pasien mungkin membutuhkan antiseptik

pencuci mulut jika terdapat ulcus. Bila tidak ada keluhan, torus palatinus tidak

memerlukan perawatan. Namun pada pasien yang menggunakan gigi tiruan, torus

palatinus ini dapat mengganjal basis gigi tiruan sehingga harus dihilangkan

dengan tindakan bedah menggunakan conservative surgical excision.

Di bidang kedokteran gigi, penatalaksanaan torus palatinus berkaitan

dengan pembuatan gigi tiruan sangat penting diperhatikan. Torus palatinus

merupakan tonjolan yang ditutupi oleh selapis tipis jaringan lunak yang

menyebabkan tori lebih sensitif terhadap tekanan atau palpasi (perabaan) dan pada

saat perabaan akan terasa sangat keras.


Gambar 2.5 A. Model standar full edentulous B. Model full edentoulus dengan

torus palatinus

Konsistensi tori pada palatum sangat keras dan tidak sama dengan jaringan

fibrous yang menutupi puncak tulang alveolar. Oleh sebab itu, penatalaksanaan

tori agar tidak mengganggu stabilisasi dan retensi gigi tiruan maka harus

dibebaskan dari gigitan tekanan gigi tiruan atau dibuang secara bedah. Torus

palatinus yang tidak ditanggulangi akan menyebabkan garis fulkrum yang

seharusnya di puncak lingir, akan berpindah di puncak torus. Hal ini

menyebabkan gigi tiruan tidak stabil dan mudah retak (patah).

2.2.6.1 Prosedur Bedah

Blok nervus insisivus dan bilateral palatinus mayus dan penambahan infiltrasi

lokal memberikan anastesi yang memadai untuk pembuangan torus. Sebuah insisi
linier di midline torus dengan insisi insisi oblique vertical-releasing pada satu

atau kedua akhiran umumnya dibutuhkan (Gambar 2.5).

Karena mukosa diatas daerah ini sangat tipis, kehati-hatian harus dilakukan

dalam menangani jaringan dari tulang mendasarinya, sebuah kasus sangat sulit

ketika tori yang multiloculated. Full palatal flap kadang-kadang bisa digunakan

untuk menunjukkan dari tori tersebut. insisi dibuat di sepanjang puncak ridge

ketika pasien edentulous atau sayatan sulcular palatal digunakan ketika gigi ada.

Refleksi jaringan dengan jenis insisi ini seringkali sulit jika tori memiliki undercut

besar di mana eksostosis tulang menyatu dengan langit-langit. Ketika tori kecil

dengan ada dasar pedunculated, sebuah osteotome dan palu dapat digunakan

untuk membuang massa tulang.5

Pada tori yang lebih besar, biasanya lebih baik membagi yang tori menjadi

beberapa fragmen dengan bur dalam handpiece rotary. Perhatian khusus harus

diberikan untuk kedalaman pemotongan untuk menghindari perforasi dasar

hidung. Setelah sectioning, individu reapproximated dan dijahit; teknik

interrupted suture sering diperlukan karena mukosa tipis mungkin tidak

mempertahankan jahitan dengan baik. Untuk mencegah pembentukan hematoma,

beberapa bentuk dressing tekanan harusa ditempatkan di atas area vault palatal.

Sebuah gigi tiruan sementara atau splint prefabrikasi dengan soft liner

ditempatkan di tengah langit-langit mulut untuk mencegah nekrosis tekanan juga

dapat digunakan untuk mendukung mukosa tipis dan mencegah pembentukan

hematoma.5
Komplikasi utama dari tori maksila removal termasuk pembentukan

hematoma pasca operasi, fraktur atau perforasi dasar dari hidung, dan nekrosis

flap. perawatan lokal, termasuk irigasi kuat, kebersihan yang baik, dan dukungan

dengan kondisioner jaringan lunak dalam splint atau gigi tiruan, biasanya

memberikan perawatan yang memadai

Gambar 2.6 Proses removal torus palatinus A, tampilan khusus torus maksilaris B

midline incision dengan insisi anteroposterior oblique releasing. C flap

mukoperiosteal diretraksi dengan silk sutures untuk meningkatkan akses pada

semua daerah torus. Proses removal palatal torus (Hupp, 2014).


Gambar 2.6 Lanjutan. D dan E, Pemisahan torus menggunakan bur fissure. F,

Osteotome kecil digunakan untuk membuang bagian dari torus. G dan H, Bur

tulang besar digunakan untuk menghasilkan kontur akhir yang diharapkan. I,

Penutupan jaringan lunak (Hupp, 2014).

Pemberian Obat-Obatan

Analgesik dan antibiotik, dengan tujuan analgetik untuk mengurangi rasa

sakit setelah pembedahan, pemberian antibiotic untuk mencegah terjadinya

inflamasi pada daerah palatum, mencegah terjadinya infeksi yang dapat

menyebabkan terjadinya vaskularisasi statis dan terkelupasnya mukosa palatal.4

2.2.6.2 Prosedur Non Bedah

Metode non bedah dilakukan dengan cara peredaan atau pembebasan tori dari

tekanan dengan cara menempatkan selapis kertas timah (alumunium foil) di atas

daerah torus pada model pada saat gigi tiruan diproses (relief of chamber). Cara
yang lain  adalah dengan mendesain plat akriliknya dengan melakukan

pembebasan torus palatinus. Luasnya ruang pembebasan sesuai dengan luas

penonjolan torus di palatum keras.

2.3 Torus Mandibula

Torus mandibula terletak di atas perlekatan otot milohioid, dan biasanya

bilateral. Tori mandibula adalah tonjolan tulang pada aspek lingual mandibula

yang biasanya terjadi di daerah premolar. asal-usul dari eksostosis tulang ini tidak

pasti, dan penambahan ukurannya lambat tetapi semakin lama semakin besar.1

Kadang-kadang, tori yang sangat besar mengganggu fungsi bicara normal

atau fungsi lidah saat makan, tapi tori ini jarang dibuang jika gigi asli masih ada.

Setelah pencabutan gigi mandibula dan sebelum pembuatan gigi tiruan sebagian

atau lengkap, mungkin diperlukan untuk menghilangkan tori mandibular untuk

memfasilitasi konstruksi gigi tiruan. Torus mandibula harus dihilangkan karena

dapat menimbulkan nyeri saat memakai gigi tiruan karena tertekan oleh sayap gigi

tiruan dan untuk mendapatkan penutupan tepi yang baik. Torus ini juga sering

timbul berdekatan dengan dasar mulut sehingga penutupan tepi tidak dapat

dilakukan pada daerah torus.1,5

2.3.1 Prosedur Bedah

Anastesi bilateral lingual dan inferior alveolar dilakukan sebelum operasi

menghilangkan tori. Insisi pada puncak ridge dibuat dan diperluas 1 sampai 1,5

cm di ujung tori. Ketika tori bilateral akan dihilangkan secara bersamaan, operator

dapat meninggalkan pita jaringan kecil di pertengahan garis anterior dari dua garis

insisi. Dengan meninggalkan pita jaringan ini melekat dapat membantu


menghilangkan pembentukan hematoma potensial di lantai anterior mulut dan

memelihara vestibulum lingual sebanyak mungkin di daerah anterior mandibula.

Seperti tori maksila, mukosa yang menutupi tori lingual umumnya sangat tipis dan

harus diangkat dengan hati-hati untuk mengekspos seluruh area tulang dan

kemudian akan disatukan kembali (Gambar 2.6) 5

Gambar 2.7 Pembuangan torus mandibularis. A) Setelah dilakukan anastesi blok,

dapat dilakukan anastesi lokal subperiosteal pada area torus sehingga mukosa

disekitarnya menggembung sehingga dapat menjadi petunjuk dalam membuat flap

mukoperiosteal. B) Outline insisi crestal. C) Exposure torus (Hupp, 2014).

Jika torus memiliki dasar pedunkulata kecil, mallet dan osteotome dapat

digunakan untuk memisahkan tori dari aspek medial mandibula. Garis belahan

dapat diarahkan dengan menciptakan cekungan kecil dengan bur dan handpiece
sebelum menggunakan osteotome. Penting bagi operator untuk memastikan

bahwa arah bur yang membetuk cekungan awal (atau yang osteotome jika

digunakan sendiri) sejajar dengan aspek medial mandibula untuk menghindari

fraktur yang tidak menguntungkan dari korteks lingual atau korteks inferior. Bur

juga dapat digunakan untuk memperdalam cekungan sehingga instrumen kecil

dapat dimasukkan ke dalam cekungan tersebut dan mengungkit lingual tori untuk.

Bur tulang atau bonefile kemudian digunakan untuk menghaluskan korteks

lingual. Jaringan harus disesuaikan dan dipalpasi untuk mengevaluasi bentuk dan

memastikan tidak ada undercut.5

Teknik jahitan terputus atau continuous digunakan untuk menutup insisi.

Kasa ditempatkan di dasar mulut dan dipertahankan untuk beberapa jam

umumnya dapat membantu mengurangi edema pasca operasi dan pembentukan

hematoma. Dalam hal dehiscence luka atau tereksposnya tulang di daerah

perforasi mukosa, perawatan lokal misalnya irigasi saline yang kuat dan sering

biasanya cukup.5
Gambar 2.8 D) Eksposure torus. E) dan F) Bur fissure dan handpiece digunakan

untuk cekungan kecil diantara ridge mandibula dan torus. G) Gunakan osteotome

kecil untuk mengeluarkan torus. H) dan I) Gunakan bur tulang atau bone file

untuk menghaluskan permukaan tulang (Hupp, 2014).


BAB III

AUGMENTASI TULANG ( ALVEOLAR AUGMENTASI)

3.1 Definisi Augmentasi Tulang

Augmentasi/augmentasi tulang berarti penambahan ukuran dari ukuran yang

telah ada dari tulan. Dalam augmentasi/penambahan linggir alveolar, bone graft

atau bahan aloplastik digunakan untuk menambah ukuran linggir alveolar yang

atropi. Sedangkan augmentasi linggir berarti suatu prosedur yang didisain untuk

memperbesar atau menambah ukuran, luas, atau kualitas dari deformasi linggir

sisa. Teknik augmentasi tulang dapat digunakan untuk aplikasi graft pada defek

soket bekas pencabutan,augmentasi horizontal, augmentasi vertikal, dan

augmentasi sinus. Untuk memaksimalkan hasil masing-masing aplikasi, berbagai

teknik yang berbeda telah digunakan termasuk bone graft sebagian, menggunakan

membran, block graft, dan distraksi osteogenesis, baik secara tersendiri atau

dalam kombinasi.6

3.2 Tujuan dan Bahan Augmentasi Tulang

Tujuan augmentasi alveolar adalah:7

1. Restorasi untuk mendapat ketinggian ridge yang optimum/mendekati

optimum, bentuk ridge, kedalaman vestibular dan optimum denture bearing

area

2. Melindungi bundle neurovaskular


3. Membuat hubungan interarch yang tepat

4. Meningkatkan retensi dan stabilitas gigi tiruan

5. Meningkatkan kenyamanan pasien dalam menggunakan gigi tiruan

Bahan yang digunakan untuk augmentasi alveolar ridge.7

1. Autogenous bone graft – iliac crest, rib graft

2. Allogenic bone graft – tulang kadaver beku kering

3. Bahan alloplastik – hydroxyapatit

4. Metal mesh dengan autogenous cancellous bone

5. Metal mesh dengan hydroxyapatite

Istilah graft merupakan jaringan atau bahan yang digunakan untuk

memperbaiki defek atau defisiensi. Graft dapat berupa allograft/

homograft/allogenic graft yaitu graft atau jaringan yang secara genetic tidak sama

pada satu spesies, graft ini diambil dari satu tubuh manusia dan ditransplantasikan

ke manusia lain. Alloplastic graft merupakan graft yang mengandung bahan inert.

Autogenous graft/autograft/autochthonous graft/autologous graft/autoplast

merupakan graft yang diambil dari tubuh pasien sendiri, dapat diambil dari bagian

tubuh lain pada pasien tersebut. Heterograft/Xenograft ialah graft yang diambil

dari donor dengan spesies yang berbeda.7

Autogenous Graft

Tulang autogen dapat diambil dari beberapa daerah anatomis. Pada

intraoral, tulang dapat diambil dari simfisis mandibular, ramus, atau daerah

tuberositas maksila. Tulang pada tuberositas maksila rata-rata kanselus,

sedangkan ramus - daerah body posterior mandibular kortikal. Simfisis


merupakan sumber terbaik dengan volume kortikal dan kanselus. Saat tulang

tambahan diperlukan pada situasi seperti edentulous mandibular atrofi atau

bilateral sinus lift, tualang autogen dari ekstraoral dapat digunakan. Daerah

pengambilan tulang ekstraoral yang paling umum digunakan adalah krista iliaca.

Daerah lain yang biasanya digunakan mencakup tibia, fibula, dan calavarium.4

Allograft

Allogeneic bone graft diperoleh dari cadaver yang diproses untuk mendapat

sterilitas dan mengurangi potensi respon imun. Proses sterilisasi menghancurkan

osteoinduktif graft; namun graft ini memberikan dukungan sehingga

memungkinkan tulang tumbuh (osteokonduksi). Pembentukan tulang, diikuti

dengan remodeling dan resorbsi, terjadi saat fase penyembuhan. Bentuk granuler

dari bahan graft allogenik memberikan peningkatan daerah permukaan dan

meningkatkan adaptasi graft dan merupakan bahan yang paling sering digunakan

untuk augmentasi kerusakan kontur linggir alveolar. Keuntungan allogeneic bone

graft antara lain menghindari donor tambahan, ketersediaan yang tidak terbatas,

dan pasien dapat menjalani prosedur ini dengan rawat jalan. Kerugiannya adalah

jumlah resorbsi yang signifikan sehingga volume tulang lebih kecil.4

Penambahan linggir juga dapat menggunakan bahan hidroksiapatit.

Hidroksiapatit merupakan bahan alloplastic yang bersifat biocompatible yang

dapat digunakan untuk peninggian linggir. Selain itu hidroksiapatit juga bersifat

non-biodegradasi, osteokonduktif, dan osteofilik, tetapi non-osteogenik.

Hidroksiapatit berbentuk bahan yang mempunyai partikel granular yang halus,

tersusun secara teratur maupun tidak. Secara kimiawi mirip dengan kalsium fosfat
ang menyusun email atau tulang. Hidroksiapatit tersedia dalam syringe

berdiameter kecil (6 mm) yang berisi 0,75 gram bahan steril yang siap digunakan.

Segera sebelum digunakan, hidroksiapatit dibasahi dengan salin atau darah vena

untuk membantu pengeluarannya dari dalam syringe. Hidroksiapatit bersifat

radioopak, dan tempat pertemuan antara tulang dan aloplas dengan mudah terlihat

pada film. Pengerasan hidroksiapatit memerlukan waktu 4-6 minggu. Pada

praktek biasanya ditunggu sampai 4 minggu setelah pembedahan untuk konstruksi

protesa sementara dan paling tidak 2 bulan apabila ingin dilakukan

vestibuloplasti. Setelah 4 tahun, pada sebagian besar kasus menunjukkan tetap

terpeliharanya linggir (hasil grafting) dengan 90% tetap bertahan baik.4

Gambar 3.1. Penambahan linggir dengan hidroksiapatit.4

Xenograft

Xenograft didapat dari bagian inorganic tulang yang diambil dari spesies

yang secara genetic berbeda dengan resipien graft. Sumber xenograft yang paling

sering adalah tulang sapi. Keuntungan dan kerugian xenograft sama dengan

allograft mencakup resorbsi signifikan pasca grafting.4


Gambar 3.2 Graft dari posterior body atau ramus dan daerah simfisis. B. Foto

pengambilan tulang dari daerah simfisis. C. Anatomi krista iliaca yang diambil. D.

Foto pengambilan krista iliaca.5

3.3 Indikasi Augmentasi Tulang

Indikasi untuk augmentasi tulang adalah:6

 Kelainan kraniofasial

 Cleft fasial. Pasien pada kasus ini sering mengalami hipoplasia maksila.

Bahkan setelah perbaikan sumbingnya dan perawatan ortodontik, defisiensi

maksila yang parah masih tetap ada. Augmentasi tulang secara eksternal

dapat memperlambat ekspansi pada jaringan sekitarnya, sehingga tubuh

bisa mengakomodasi posisi baru maksila.

 Defisiensi linggir alveolar


 Trauma kompleks

 Anomali dengan defisiensi maksila, misalnya kasus sindrom crouzon

atau sindrom pfeiffer

 Kekurangan tulang alveolar. Kekurangan tulang alveolar mungkin merupakan

hasil dari keadaan, seperti trauma avulsi gigi insisivus rahang bawah atau cacat

bawaan.

 Bila daerah yang mendukung protesa dari linggir yang atropi yang besar tidak

bisa dibaiki dengan vestibuloplasti

3.4 Kontraindikasi Augmentasi Tulang

Kontraindikasi untuk augmentasi tulang alveolar yaitu:6,7

 Pasien yang memiliki penyakit sistemik

 Pasien yang osteoporosis

 Pasien yang tidak kooperatif

3.5 Prosedur Augmentasi Tulang

Resorpsi tulang alveolar yang berlebihan akan menyebabkan hilangnya

ketinggian tulang. Pada mandibula, jumlah tulang yang hilang dilihat dengan

posisi foramen mentalis yang hampir berada di puncak dan tulang alveolar

mandibula yang sangar tipis, dan mudah mengalami fraktur. Vestibuloplasty tidak

dapat dilakukan pada kasus ini hingga penggantian tulang suportif dilakukan.7

Keterbatasan dari teknik ini adalah kondisi fisik pasien, defisiensi nutrisi,

dan ketersediaan jaringan lunak yang cukup. Prosedur augmentasi dapat dilakukan

pada maksila atau pun mandibula. 7


3.5.1 Mandibula Augmentation

3.5.1.1 Superior border grafting/augmentation

Sebuah teknik untuk augmentasi ridge, yang menggunakan dua buah

autogenous rib graft sepanjang 15 cm. Satu tulang diletakkan pada korteks,

diikuti konturing rib yang sama dalam bentuk mandibula. Rib graft difiksasi

mengikuti bentuk mandibula, dengan transosseus wiring atau circumandibular

wiring. Rib graft yang lain dibuat dalam partikel corticoancellous dan dimoulding

disekitar rib graft pertama. Flap kemudian ditutup. Iliac crest grafting terhadap

border superior juga dapat digunakan.Biasa diindikasikan pada resorpsi yang

berat pada mandibula dengan lokasi dari foramen mentalis berada di superior

mandibular. 7
Kerugian dari teknik ini adalah morbiditas dari daerah donor, membutuhkan

daerah pembedahan kedua, resorpsi berlanjut pada daerah graft, dan keterbatasan

jaringan lunak. 7

Gambar 3.3 Superior border grafting (Malik, 2008).

3.5.1.2 Inferior border grafting

Prosedur ini diindikasikan jika ketinggian alveolar ridge kurang dari 5-8

mm dan resiko fraktur patologis. Biasanya implant osseointegrated dapat

diletakkan sekitar 4-6 bulan setelah bedah. 7

Keuntungan dari teknik ini adalah pembedahan yang tidak dilakukan secara

intra oral, teknik ini dapat mencapai 11-17mm augmentasi tulang dengan resorpsi

hanya 5% pada beberapa tahun pertama, peninggian tulang untuk mengakomodasi

bedah implan, peninggian wajah sepertiga bawah sehingga estetik menjadi lebih

baik.7
Gambar 3.4 Inferior border grafting. 7

3.5.1.3 Interpositional bone graft (sandwich grafting)

Osteotomi horizontal dilakukan, pemisahan dari residual maksila atau

mandibula dan tulang digraft ke celah osteotomi. Pada mandibula, teknik ini

digunakan untuk augmentasi anterior mandibula, antara foramen mentalis. Graft

dari autogenous atau allogenic bone atau hydroxyapatite dapat digunakan.

Pemasangan alat prosthetic ditunda 3-5 bulan agar remodeling tulang terjadi.

Prosedur vestibuloplasty sekunder mungkin dibutuhkan. Keuntungan teknik ini,

hasil yang dapat diprediksi, penurunan insidensi parestesia, resorpsi yang lebih

sedikit. 7

Gambar 3.5 Interpositional bone graft (Malik, 2008).


3.5.1.4 Onlay bone grafting

Jika ketinggian alveolar adekuat tetapi lebarnya inadekuat untuk protesa

maksila ataupun mandibular, maka dapat dipertimbangkan pilihan onlay grafting.

Teknik yang paling lama dipakai untuk onlay augmentasi dengan allograft,

misalnya hidroxyapatite melalui submucosal vestibuloplasty technique. Bahan

graft yang digunakan corticocancellous block dari iliac bone. Blok dapat dikunci

pada maksila dengan sekrup kecil, mengeliminasi mobilitas dan menurunkan

resorpsi. 7

Kelebihan teknik ini : 7

1. Meningkatkan ketinggian dan lebar tulang alveolar maksila

2. Dapat digunakan pada regio anterior dan posterior

Teknik:

Insisi vestibular yang tinggi diambil untuk memfasilitasi penutupan water

tight dan untuk mencapai undermining yang baik untuk relaksasi jaringan. Flap

mukoperiosteal direfleksika untuk mengekspose defek. Perforasi kecil dibuat pada

korteks eksternal menggunakan bor bulat kecil untuk membuat perdarahan dan

pemicu pembentukan bekuan dan neovaskularisasi. Bahan grafting

diletakkan/moulded diatas korteks eksternal. Penempatan membran barrier

membantu regenerasi dan preservasi gaft. Skoring periosteum dilakukan sebelum

penutupan untuk mobilisasi flap yang tepat. 7

3.5.1.5 Osteotomi Visor

Tujuan osteotomi visor adalah untuk meningkatkan ketinggian mandibular

ridge untuk dukungan gigi tiruan. Osteotomi visor terdiri dari splitting pusat
mandibula pada dimensi bukolingual dan posisi superior bagian lingual

mandibula, yang diikat pada posisinya. Bahan cancellous bone graft diletakkan

pada korteks luar diatas hubungan superior labial untuk meningkatkan kontur. 7

Modifikasi osteotomi visor

Terdiri dari splitting mandibula bukolingual oleh osteotomi vertikal hanya

pada regio posterior dan osteotomi horizontal pada regio anterior. Segmen

posterior lingual didorong ke superior pada kedua sisi dan fragmen anterior juga

didorong ke superior dan difiksasi dengan wire ke posterior segmen lingual

mobilized baru. Partikel tulang corticcancellous graft dengn granula

hidroksiapatit diletakkan pada celah antara segmen anterior superior dan ainferior.

Sisa bahan graft dapat dimoulded pada aspek bukal segmen posterior. 7

Kelebihan teknik ini yaitu 8% ketinggian dapat terjaga dalam 3-5 tahun.

Kekurangan teknis ini berupa paraesthesia saraf dan dysaesthesia, pasien harus

rawat inap, morbiditas pada lokasi donor, inabilitas untuk menggunakan gigi

tiruan selama 3-5 bulan setelah pembedahan.7

Gambar 3.6 Modifikasi osteotomi visor7


3.5.2 Maxillary Augmentation (Penambahan linggir maksila)

Resopsi yang parah dari linggir alveolar maksila menimbulkan sebuah

tantangan dalam menyiapkan linggir yang cukup untuk pembuatan sebuah gigi

tiruan. Pada beberapa kasus seperti jarak interoklusal yang sangat besar, hilangnya

kubah palatal, hambatan dari area penopang zygomatic, dan absennya retensi dari

tuberositas maksila akan sangat menyulitkan dalam pembuatan gigi tiruan

sehingga prosedur penambahan linggir sangat diperlukan. Prosedur penambahan

linggir pada rahang atas dibagi menjadi onlay bone grafting dan sinus lifting. 7

3.5.2.1 Onlay Bone Grafting

Bone grafting atau penambahan linggir pada maksila dengan cara autogenous

dengan menggunakan tulang rusuk pertama kali ditemukan oleh Terry et al pada

tahun 1984. Onlay bone grafting diindikasikan pada penampakan ridge alveolar

yang parah dari maksila yang menyebabkan hilangnya linggir alveolar pada

maksila tersebut dan bentuk kubah dari palatal. Onlay grafting pada maksila

dilakukan dengan mengguanakan kombinasi dari tulang autogenous seperti blok

corticancellous atau sum-sum tulang yang mirip, tulang allogenic, dan BMP, yang

biasanya terkandung dalam sebuah plat. 2 Lokasi intraoral yang menjadi tempat

paling sering untuk dijadikan donor atau blok di dalam onlay bone grafting adalah

simfisis mandibula, ramus, dan eksternal oblique ridge pada mandibula. Namun,

bila resopsi atau defek yang terjadi lebih dari 2 cm maka dilakukan pendonoran

dari tulang ekstraoral yaitu crista iliaca, cranium, atau tibia. 2 Saat blok dari tulang

corticancellous digunakan, maka tulang tersebut dapat direkatkan dengan linggir


maksila dengan menempatkan sekrup kecil yang akan mengeleminasi pergerakan

dan mengurangi terjadinya resopsi.6,7

Gambar 3.7.

Onlay

Bone Graft7

3.5.2.2 Pengangkatan Sinus (Sinus lifting)

Rehabilitasi fungsi maksila menggunakan implan seringkali mengalami

hambatan dikarenakan perluasan sinus maksilaris mendekati linggir alveolar.

Prosedur pengangkatan sinus adalah suatu proses penambahan tulang yang

dilakukan diluar area membrane sinus dengan menempatkan bahan penambah

tulang agar luas area dari sinus tersebut berkurang sehingga prosedur implan dapat

dilakukan.6,7

Saat hanya diperlukan pengangkatan sinus beberapa milimeter saja, maka

dapat dilakukan pengangkatan sinus indirect atau tidak langsung. Prosedur

pengangkatan sinus secara tidak langsung dilakukan dengan cara melakukan

pengeboran implan sebatas atap sinus saja terlebih dahulu, lalu memasukkan alat

osteotome sehingga atap sinus tersebut tertekan, membran sinus terangkat dan

menjauhi dari tulang linggir maksila, lalu dimasukkan bahan pengganti tulang,
sehingga pada akhirnya tulang menjadi padat di bawah membran sinus tersebut

dan dasar sinus berada pada posisi lebih tinggi dari sebelumnya.6,7
Bila pengangkatan sinus memerlukan jarak yang begitu signifikan, maka

prosedur pembukaan sinus harus dilakukan. Pada teknik ini, pembukaan tulang

pertama kali dilakukan pada aspek lateral dari dinding maksila, lalu batas sinus

bagian inferior secara hati-hati diangkat dari tulang di dasar sinus tersebut. Saat

setelah diangkat maka langsung diletakkan bahan penambah tulang di bagian

inferior sinus, di bawah, dan di eksternal dari membran sinus. Bahan allogenik,

autogenik, xenogenic, BMP, ataupun kombinasi diantaranya dapat digunakan

sebagai bahan penambah tulang. Perforasi pada sinus maksilaris dapat

kemungkinan terjadi pada prosedur ini, sehingga bila sampai terjadi maka dapat

dilakukan penutupan pada membran sinus yang perforasi dengan bahan yang

dapat diresorbsi oleh membran sinus.6,7

Gambar 3.7. Sinus Lifting Direct.6,7


3.5.3 Augmentasi dengan Kombinasi Bedah Orthognatik

Banyak osteotomi dilakukan untuk rekonstruksi maksila/mandibula tidak

bergigi. 7

1. Anterior maxillary osteotomy

2. Total LeFort I osteotomy, dapat digunakan dengan interpositioning graft.

Total maxillary osteotomy dengan palatal vault osteotomy dapat

digunakan untuk menambah kedalaman palatal vault.

3.6 Masalah Berkaitan dengan Teknik Augmentasi6,7

1. Penutupan jaringan lunak yang tidak adekuat

2. Penolakan autografts (kegagalan penyatuan dengan tulang host)

3. Dehiscence mukosa diatasnya

4. Migrasi bahan graft

5. Resorpsi graft

BAB IV
KESIMPULAN

Prosedur pembuangan jaringan keras ataupun penambahan jaringan keras

pada dasarnya merupakan suatu usaha yang dilakukan agar gigi tiruan yang

dihasilkan mampu menciptakan suatu retensi dan stabilisasi yang tinggi. Usaha ini

membutuhkan kerja sama yang baik antara ahli bedah dan prostodontis agar

tujuan yang ingin dihasilkan dapat tercapai dengan baik. Kasus-kasus yang

membutuhkan pembuangan maupun penambahan jaringan keras dilakukan sesuai

prosedur yang ada dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar sebelum proses

pembuatan gigi palsu dilakukan, untuk itu kerjasama dengan pasien pun mutlak

diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Zarb and Bolender. Prosthodontics Treatment for Edentulous Patients:

Preprosthetic Surgery: Improving The Patients Denture-Bearing Areas and

Ridge Relations. 12th Edition. New Delhi: Elsevier,2004.p.100-122.

2. Garcia-Garcia, AS., Martinez-Gonzales,JM., Font, RG., Rivadeneira, AS.,

Roldan, LO. 2010. Current Status of the Torus Palatinus and Torus

Mandibularis. Med Oral Patol Oral Cir.Bucal. 1:15(2).p.353-60.

3. Firas, AM., Ziad, N., Al-Dwairi. 2006. Torus palatinus and torus

mandibularis in edentoulus patients. Journal of Contemporary Dental

Practice. Mei:(7);2.p.112-19.

4. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta:

EGC;1996.p.119-46.

5. Hupp, JE., Ellis E., Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial

Surgery. 6th Ed. China:Elsevier,2014.p.200-232.

6. Bradley S. M., Haghighat K. Bone augmentation techniques. Journal

Periodontol 2007:78:377-8.

7. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2 nd Ed.

India:JAYPEE.2008.p.428

Anda mungkin juga menyukai