Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bentuk lahan atau landform adalah setiap unsur bentang lahan (landscape)
yang dicirikan oleh ekspresi permukaan yang jelas, struktur internal atau kedua-
duanya menjadi pembeda yang mencolok dalam mendiskripsi fisiografi suatu
daerah. Landform juga merupakan batas permukaan antara atmosfer, hidrosfer,
biosfer, pedosfer, dan lakmus dimana kehidupan berada di atas bumi. Bentuk
lahan merupakan kenampakan medan (terrain) yang terbentuk oleh proses alami,
memiliki komposisi tertentu, memiliki julat (range) karakteristik fisikal dan visual
tertentu dimanapun medan tersebut terjadi.
Pembentukan lahan pada proses geomorfologis mempunyai banyak asal
yang berguna untuk mengawali kajian tekstur lahannya. Salah satunya adalah
bentuk lahan asal struktural. Bentuk lahan asal struktural merupakan proses
pembentukan lahan yang disebabkan oleh adanya proses endogen. Misalnya
proses pengangkutan, penurunan dan pelipatan kerak bumi. Contoh dari bentuk
lahan asal struktural adalah penggunaan lipatan, penggunaan patahan, dan
penggunaan kubah.
I.2 Rumusan Masalah
a. Bagimana faktor yang mempengaruhi bentuk lahan struktural?
b. Apa saja ciri-ciri bentuk lahan struktural?
c. Bagaimanakah satuan bentuk lahan struktural?
d. Morfoekologi bentuk lahan struktural?
I.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi bentuk lahan struktural
b. Untuk mengetahui ciri-ciri bentuk lahan struktural
c. Untuk mengetahui satuan bentuk lahan struktural
d. Untuk mengetahui morfoekologi bentuk lahan struktural
I.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi bentuk lahan struktural
b. Dapat mengetahui ciri-ciri bentuk lahan struktural

1
c. Dapat mengetahui satun bentuk lahan struktural
d. Dapat mengetahui morfoekologi bentuk lahan struktural

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Faktor yang mempengaruhi bentuk lahan struktural


Bentuk lahan asal struktural terjadi karena deformasi (perubahan) bentuk
batuan. Terbentuk sebagai akibat proses endogen berupa tektonisme atau
diatropisme. Proses ini meliputi pengangkatan, penurunan dan pelipatan kerak
bumi sehingga terbentuk struktur lipatan dan patahan. Selain itu terdapat struktur
batuan horisontal yang merupakan struktur asli sebelum mengalami perubahan.
Dari struktur pokok tersebut kemudian dapat dirinci menjadi berbagai bentuk
lahan berdasarkan sikap lapisan batuan dan kemiringan lerengnya.
2.2 Ciri-ciri bentuk lahan struktural
1. Dip dan Strike batuan resisten - non resisten jelas. Dip adalah sudut yang
dibentuk oleh bagian atas hanging wall dan bidang sesar. Strike adalah
sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan permukaan hanging wall.
2. Adanya sesar, kekar, dan gawir sesar.
3. Horizon kunci jelas, yakni tanda yang terdapat pada permukaan sesar.
Ciri-ciri sesar :
a. Trapezoidal facet, yaitu bentuk daerah yang menyerupai trapesium.
b. Triangle facet. yaitu sistem lembah berbentuk segitiga.
c. Hanging falley, yaitu suatu lembah yang letaknya di atas lembah yang
sekarang ada.
d. Breksi besar merupakan lapisan butiran batuan sedimen runcing-runcing
pada dinding/permukaan sesar.
e. Milovit, adalah hancuran batuan-batuan seperti tepung sebagai akibat
gesekan pada sesar.
f. Jalur mata air pada tebing sesar, yang terjadi sebagai akibat butiran
permeable tersingkap.
g. Cermin sesar, yaitu permukaan mengkilap pada permukaan batuan karena
gesekan.

3
h. Kelurusan, yaitu terdapat pola permukaan yang lurus karena patahan
pada sesar sehingga membedakannya dengan wilayah sekitar.
i. Perbedaan topografi yang mencolok pada daerah yang patah dengan
daerah sekitarnya.
j. Lapisan batuan tidak kontinu (omisi) disebabkan oleh pergerakan
patahan.
2.3 Satuan bentuk lahan struktural
a. Pegunungan blok sesar adalah pegunungan yang tersusun dari batuan
klastik, ditandai oleh berbagai bentuk patahan, misalnya: graben, sembul,
triangle facet, dan sebagainya.
b. Gawir sesar yaitu tebing patahan memanjang, terjadi karena adanya
dislokasi.
c. Pegunungan/perbukitan antiklinal adalah pegunungan yang tersusun dari
batuan plastis, terdiri atas unit-unit punggung lipatan. Lembah yang
terdapat di puncak antiklin setelah tererosi disebut combe.
d. Pegunungan/perbukitan sinklinal, tersusun dari batuan plastis, terdiri atas
lembah¬ lembah lipatan
e. Pegunungan/perbukitan monoklinal adalah pegunungan lipatan yang
terjadi karena adanya tekanan pada satu titik saja yang tingginya > 500
m disebut pegunungan monoklinal, < 500 m  11o disebut cuesta.disebut
perbukitan monoklinal. Monoklinal (homoklinal yang lerengnya
f. Pegunungan/perbukitan kuba (Dome) adalah pegunungan/perbukitan
tunggal yang lerengnya landai, terjadi karena proses updoming. Kubah
yang berstadia dewasa di puncaknya terdapat sistem lembah berbentuk
segitiga (triangle facet) yang disebut flat Iron.
g. Pegunungan/perbukitan Plato, merupakan tanah datar dengan struktur
horisontal, dengan ketinggian > 500 m untuk pegunungan dan < 500
m untuk perbukitan. Pada umumnya dikelilingi oleh kelompok volkan
atau rangkaian pegunungan.

4
h. Teras struktural, merupakan permukaan bertingkat yang terjadi oleh
pengangkatan yang berulang-ulang pada suatu tempat, misalnya step
fault.
i. Perbukitan mesa adalah perbukitan yang puncaknya datar dengan
struktur horisontal sebagai akibat proses erosi. Perbukitan yang mirip
mesa tetapi puncaknya lebih sempit disebut butte. Mesa dan butte berasal
dari plato yang tererosi.
j. Graben (slenk) adalah tanah patahan yang turun sehingga
permukaannnya lebih rendah dari daerah sekitar. Terjadi karena daerah
tersebut mengalami penurunan/ penenggelaman.
k. Sembul (Horst) adalah tanah patah yang lebih tinggi dari daerah sekitar,
terjadi karena pengangkatan (up lift).
2.4 Morfoekologi bentuk lahan struktural
Morfoekologi merupakan ilmu bantu geografi yang tersusun dari dua sub
ilmu yaitu morfologi yang merupakan penafsiran tentang proses terbentuknya
sesuatu, sedangkan ekologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang
lingkungan. Jadi dapat kita artikan bahwa morfoekologi merupakan ilmu
yang mengkaji terbentuknya lingkungan lahan struktural yang terdiri atas
lipatan dan patahan.
Proses pembentukan kulit bumi yang berupa gunung, pegunungan, plato,
lembah, dan retakan yang terjadi akibat gerakan lempeng bumi dinamika
gejala diastrofisme.
Peristiwa-peristiwa akibat tenaga endogen mengakibatkan permukaan
bumi menjadi berbagai bentuk. Hasil bentukanya dapat berupa lipatan atau
patahan.
1. Bentuk lahan struktural didaerah lipatan
a. Bentukan berupa pola aliran trellis
Pada bagian terdahulu telah di temukan mengenai pola pengaliran trellis
itu terdiri atas lembah-lembah besar yang sejajar satu sama lain (lembah
subsekwen) dan anak anak sungainya yang bermuara tegak lurus pada

5
sungai yang sejajar tersebut. Anak-anak sungai tersebut merupakan
lembah obsekuen, resekuen atau konsekuen.
b. Bentukan berupa punggungan anti klinal (anticlinal ridge)
Merupakan punggungan atau pegunungan yang bertepatan dengan
sinklinal. Pada umumnya deretan pegunungan itu sejalan dengan sumbu
atau strike dari anti klinal itu. Bentuk punggungannya membulat dan
relief halus, dengan lerengnya berupa dip dari struktur.
c. Bentukan berupa lembah anti klinal (anticlinal valley)
Merupakan lembah-lembah yang berkembang sepanjang sumbu anti
klinal. Bentukan ini benar-benar menunjukkan pembalikan relief.
d. Bentukan lembah sinklinal (synclinal valley)
Merupakan lembah yang berkembang sepanjang sumbu sinklinal
e. Bentukan punggungan sinklinal (synclinal ridge)

Merupakan punggungan yang berkembang sepanjang sumbu sinklin.


Inipun menunjukkan adanya pembalikan relief yang sempurna.
Punggungannya biasanya lebar dengan lereng yang curam.

2. Bentuk lahan di daerah struktur patahan


Patahan itu terjadi oleh tekanan atau tarikan yang menyertai bentuk
lipatan, kubah, kerutan yang disertai dengan pergeseran.
a. Flexure
Flxcure adalah suatu bentuk yang terjadi jika pergeseran searah vertikal
antara dua blok batuan yang besar, hanya melampaui jarak yang tidak
panjang, antara dua masa batuan yang bergeser tersebut tidak sampai
putus, melainkan hanya terjadi atau membentuk tarikan saja.
b. Tebing
Tidak setiap tebing merupakan hasil patahan karena ada yang disebabkan
oleh hal yang lain. Mislanya tebing pada cuesta, hogback, messa, butte.
Tebing pada kelokan meander dan lain sebagainya terjadi bukan karena
sesar. Tebing akaibat patahan disebut Fault scrap, sedangkan terjadi

6
bukan karena patahan disebut Escarpment. Jadi Scrap ada dua yaitu fault
scrap dan escarpment. Tebing yang terjadi ada hubungannya dengan
sesar ada dua macam yaitu:
1. Fault scrap yaitu tebing yang terjadi langsung karena sesar. Tebing
seperti ini mungkin mengalami kemunduran oleh erosi, melakukan
atau massawasting. Oleh karena itu ada tebing muda, dewasa, dan tua
dalam perkembangannya.
2. Fault line scrap yaitu tebing yang terjadi oleh pengerjaan erosi pada
garis patahan, karena di kiri kanan garis patahan itu terdapat batuan
yang berlainan daya tahannya terhadap erosi. Kenyataannya, tebing
bisa tersusun atau bertebing majemuk ataupun bertingkat.

7
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bentuk lahan struktural terjadi karena deformasi (perubahan) bentuk
batuan. Proses ini meliputi pengangkatan, penurunan dan pelipatan kerak bumi
sehingga terbentuk struktur lipatan dan patahan. Memiliki ciri-ciri Dip dan Strike
batuan resisten - non resisten jelas, adanya sesar, kekar, dan gawir sesar, horizon
kunci jelas. Salah satu satuan bentuk lahan struktural adalah pegunungan blok
sesar. Morfoekologi merupakan ilmu bantu geografi yang tersusun dari dua sub
ilmu yaitu morfologi yang merupakan penafsiran tentang proses terbentuknya
sesuatu, sedangkan ekologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang
lingkungan. Jadi dapat kita artikan bahwa morfoekologi merupakan ilmu yang
mengkaji terbentuknya lingkungan lahan struktural yang terdiri atas lipatan dan
patahan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Bejo dkk. 2017. Geomorfologi Umum. Universitas Jember : Jember


http://geografi.fkip.unej.ac.id/wp-content/uploads/sites/23/2017/01/BAHAN-
AJAR-GEOMORFOLOGI.pdf

Dhita, Prata Rara. 2014. Geologi, Geomorfologi, dan Ilmu tanah. Uiversitas Gajah
Mada: Jogjakarta
(www.academia.edu/11007563/Geomorfologi_Bentang_Lahan)

Lansia, U. (2007). Bahan Ajar, 182–191.


https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.jtcvs.2008.03.006

Anda mungkin juga menyukai