Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH AKUNTANSI PAJAK DAN MANAJEMEN PAJAK

“ AKUNTANSI ASET TETAP BERWUJUD”

OLEH :
KELOMPOK 2

M. Iksan Akbar (02271711033)


Fadila Lestari U. Abas (02271711059)
Izmi Fahira H. Achmad (02271711053)
Febriana Nurdin (02271711149)
Delinda Taher Alim (02271411086)

PROGRAM STUDY AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas izinnya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Makalah dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan dan
Manajemen Pajak.
Adapu Materi Makalah ini adalah “Akuntansi Aset Tetap Berwujud”. penulis
berusaha menyusun Makalah ini dengan bahasa yang sederhana agar dapat
dimengerti oleh semua mahasiswa dan pembaca.
Mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis,
maka penulis menyadari bahwa proses penyusunan Makalah ini tidak sempurna.
Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
atas penulisan Makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang dalam mengenal dan memahami serta menambah wawasan mengenai
Akuntansi Akuntansi Aset Tetap Berwujud.

Ternate, 29 Maret 2020


Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

PEMBAHASAN .............................................................................................. 1
A. Pendahuluan............................................................................................ 1
B. Pengakuan Aset Tetap............................................................................ 1
C. Pengukuran Biaya Perolehan................................................................. 4
D. Perolehan Aset Tetap.............................................................................. 5
E. Aset Tetap Yang Dihibahkan.................................................................. 14
F. Penyusutan Aset Tetap........................................................................... 16
G. Metode Penyusutan Aset Tetap............................................................. 19
H. Saat Penyusutan Aset Tetap Sesuai Ketentuan Komersial................. 22
I. Harga Perolehan atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi Jual
Beli Harta.................................................................................................23
J. Harga Perolehan atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi Tukar-
Menukar Harta.........................................................................................23
K. Harga Perolehan Aset Membangun Sendiri..........................................26
L. Metode Penyusutan Kesesuaian Ketentuan Perpajakan.....................26
M. Penyusutan Pada Akhir Masa Manfaat..................................................27
N. Saat Penyusutan Aset Tetap..................................................................27
O. Penarikan Harta Bukan Bangunan.........................................................27
P. Pengelompokan Harta Berwujud Bukan Bangunan untu Keperluan
Penyusutan atas Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler........................28
Q. Perhitungan Penyusutan atas Komputer, Printer, Scanner, dan
Sejenisnya...............................................................................................30
R. Perhitungan Penyusutan atas Telepon Seluler dan Kendaraan
Persuahaan..............................................................................................30
S. Ketentuan Lain........................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

ii
PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN
Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen
dalam setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi “Aset
Tetap Berwujud” (tangible fixed assets) dan “Aset Tetap Takberwujud”
(intangible fixed assets). Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang
digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun (PSAK No. 16 Revisi Tahun 2007). Masa manfaat adalah
periode aset tetap diharpkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah
produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari aset.
Contohnya adalah kepemilikan mobil yang mempunyai masa manfaat
selama 10 tahun. Penetapan apakah mobil tersebut sebagai aset tetap
berwujud atau tidak berwujud sangat bergantung pada persyaratan yang
harus terpenuhi seperti batasan di atas dan juga pada tujuan
kepemilikannya.
Apabila aset tetap berwujud, tujuan kepemilikannya tidak untuk dijual,
tetapi digunakan. dalam kegiatan normal perusahaan, sehingga
dikategorikan sebagai aset tetap berwujud. Sebaliknya mobil yang dimiliki
oleh dealer mobil, karena tujuan kepemilikannya untuk dijual kembali, maka
mobil tersebut dikategorikan sebagai “Persediaan Barang Dagangan”. Oleh
karena itu, suatu aset dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan. Namun hal ini tidak berlaku untuk hutang dan sumber
daya alam serupa yang terbarukan (renewable) serta kuasa pertambangan,
eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas alam, dan sumber daya
alam serupa yang tidak terbarukan.

B. PENGAKUAN ASET
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 16 (Revisi 2007) bertujuan
untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, agar pengguna laporan
keuangan dapat memahami informasi mengenai investasi entitas di aset
tetap, dan perubahan dalam investasi tersebut pernyataan tersebut tetap

1
berlaku untuk aset yang digunakan untuk mengembangkan aset yang terkait
dengan hak penambangan dan reservasi tambang tersebut.
Terdapat biaya yang dikeluarkan untuk perolehan aset tetap harus
diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan
dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Pengertian biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas
yang dibayarkan atau dinilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk
memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, bila dapat
diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset saat pertama kali diakui
sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain. Dengan demikian
entitas haruslah mengevaluasi atas dasar prinsip pengakuan terhadap
semua biaya perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Seperti suku cadang
utama dan peralatan pemeliharaan (service equipment) yang umumnya
dicatat sebagai persediaan dan diakui dalam laporan laba rugi saat
dikonsumsi. Tetapi terhadap suku cadang utama dan peralatan siap pakai
memenuhi kriteria aset tetap bila entitas memperkirakan akan menggunakan
aset tersebut selama lebih dari satu periode. Pelakunya juga sama bila suku
cadang dan peralatan pemeliharaan yang hanya dapat digunakan untuk
suatu aset tetap tertentu akan dicatat sebagai aset tetap. Oleh karena itulah,
pernyataan tersebut tidak menentukan unit ukuran dalam pengakuan suatu
aset tetap, sehingga perlu adanya pertimbangan dalam penerapan kriteria
yang sesuai dengan kondisi tertentu entitas. Pertimbangan penerapan
kriteria tetap terhadap agregasi unit yang secara individual tidak signifikan
sebagai contoh cetakan dan perkakas.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa suatu benda
berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai aset tetap sesuai
ketentuan akuntansi komersial apabila:
1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan
aset tersebut kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan; dan
2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Berdasarkan gambaran tersebut diperlukan adannya penilaian tingkat
kepastian aliran manfaat ekonomi masa akan datang sesuai bukti-bukti yang
ada. Kepastian ini tersedia apabila risiko dan imbalan telah diterima

2
perusahaan. Hal lainnya adalah adanya pengakuan langsung, sebagai
contoh transaksi pertukaran karena mempunyai bukti pembelian aset yang
memberikan identifikasi biayanya. Demikian pula apabila aset dibuat sendiri,
pengukuran dari sisi biaya dapat dibuat melalui transaksi dengan pihak luar
perusahaan dan perusahaan mengakumulasikan biaya yang digunakan
dalam proses penyelesaian (konstruksi), sehingga agar memenuhi suatu
kualifikasi sebagai aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada
awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termsuk bea impor, PPN
masukan yang tidak dapat dikreditkan, dan biaya lain yang dapat
diatribusikan secara langsung sampai aset tersebut siap dipakai atau berada
di tempat. Biaya yang dapat diatribusikan contohnya adalah biaya persiapan
tempat, pengiriman awal (initial delivery), penyimpanan, bongkar muat
(handling cost), pemasangan (installation cost), dan biaya profesional
(arsitek). Sebagai contoh, PT Mekar membeli sebuah mobil angkutan orang
yang kapasitasnya lebih dari 10 orang (mini bus), dengan harga perolehan
yang dirinci sebagai berikut.
Harga pembelian = Rp 220.000.000,00
PPN yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000,00
PPnBM yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000,00
Harga Perolehan Rp 264.000.000,00

Suatu aset tetap menuhi kualifikasi diakui sebagai aset pada awal harus
diukur sebesar biaya perolehan. Sebagai komponen biaya perolehan aset
tetap tersebut meliputi berikut ini (penerapan paragraf 16 PSAK No. 16
Revisi 2007).
1. Harga perolehan
Dalam komponen harga perolehan termasuk bea impor dan pajak
pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon
pembelian dan potongan-potongan lain.
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa
aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan
sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen.
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan
restorasi lokasi aset, kewajiban biaya-biaya tersebut timbul pada saat

3
aset diperoleh atau karena entitas menggunakan aset selam periode
tertentu yang bertujuan selain menghasilkan persediaan.
Sebagai biaya yang diatribusikan secara langsung, yaitu meliputi;
1. Biaya imbalan kerja (perhatikan PSAK No. 24) yang timbul secara
langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap;
2. Biaya penyiapan lahan pabrik;
3. Biaya handling dan penyerahan awal;
4. Biaya perakitan dan instalasi;
5. Biaya pengujian apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi
hassil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan
pengujian tersebut; dan
6. Komisi profesinal.
Pengakuan terhadap biaya-biaya dalam jumlah tercatat suatu aset tetap
dihentikan pada saat berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar
siap digunakan sesuai yang diinginkan dan maksud manajemen. Dari hal
tersebut, sehingga biaya pemakaian dan pengembangan aset tidak
dimasukkan ke dalam jumlah tercatat aset. Bebarapa contoh yang
dikategorikan sebagai biaya yang tidak termasuk jumlah tercatat yaitu:
1. Biaya-biaya yang terjadi saat aset telah mampu beroperasi
sebagaimana dimaksudkan oleh manajemen namun belum dipakai atau
masuk beroperasi di bawah kapasitas penuhnya;
2. Kegiatan awal operasi, seperti ketika permintaan terhadap keluaran
(output) masih rendah; dan
3. Biaya relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas.

C. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN


Sebagaimana telah dijelaskan dalam pengukuran awal bahwa aset tetap
pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Pengertian biaya
perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunainya dan diakui pada
saat terjadinya. Kemungkinan pembayaran suatu aset ditangguhkan sampai
dengan melampaui jangka waktu kredit normal, maka perbedaan nilai tunai
dengan pembayaran total diakui sebagai beban bunga selama periode.
Tetapi dikecualikan bila dikapitalisasi sesuai dengan perlakuan alternatif
yang diizinkan PSAK No. 26 (Biaya Pinjaman).

4
Perolehan aset tetap dapat beragam seperti diperoleh karena
pertukaran aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan nonmoneter.
Biaya perolehan dari suatu aset tetap diukur dengan menggunakan nilai
wajar, tetapi dikecualikan terhadap:
1. transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau
2. nilai wajar dari suatu aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat
diukur secara andal.
Perolehan aset tetap juga diperoleh dari hibah pemerintah. Dalam hal
hibah pemerintah inilah tidak boleh diakui sampai diperoleh keyakinan
bahwa entitas tersebut akan memenuhi kondisi atau prasyarat hibah dan
hibah diperoleh.
Paragraf 7 PSAK 16 (Revisi 2007) memberikan kriteria atas biaya
perolehan aset tetap yang harus diakui sebagai aset. Biaya perolehan aset
tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan
dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Selanjutnya bagaimana pengukuran setelah pengakuan awal tersebut,
oleh karenanya suatu entitas haruslah memilih model biaya (cost model)
atau model revaluasi (revaluation model) dalam kebijakan akuntansinya
terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Dengan model
biaya ini dimaksudkan bahwa setelah diakui sebagai aset, maka aset tetap
diakui sebagai aset tetap yang dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dari akumulasi rugi penurunan nilai aset.

D. PEROLEHAN ASET TETAP


Perolehan Aset Tetap Secara Gabungan
Apabila aset diperoleh secara gabungan, maka harga perolehan masing-
masing aset tetap ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan
berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang
bersangkutan, sebagai contoh harga bangunan termasuk tanah seharga
Rp300.000.000,00 (termasuk biaya notaris, bea balik nama, bea perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan, dan lain-lain). Alokasi harga
perolehannya dapat dihitung sebagai berikut.

5
(dalam rupiah)
No. Jenis Aset Harga Wajar Alokasi Harga Perolehan
1. Tanah 150.000.000,00 15/25 x 300.000.000,00 =180.000.000,00
2. Bangunan 100.000.000,00 10/25 x 300.000.000,00 =120.000.000,00
Jumlah 250.000.000,00 300.000.000,00

Ayat jurnal yang disusun saat pembelian tunai sebagai berikut.


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Tanah 180.000.000,00
Bangunan 120.000.000,00
Kas 300.000.000,00

Perolehan Aset Tetap Secara Angsuran


Terhadap aset tetap yang diperoleh secara angsuran, perlu diperhatikan
mengenai kontrak pembeliannya. Sebagai contoh, aset tetap dibeli secara
angsuran dalam 10 (sepuluh) kali angsuran.
Aset Tetap yang dibeli berupa mobil harga perolehan Rp120.000.000,00
dibayar dalam 24 kali angsuran, masing-masing Rp5.000.000,00 per bulan
dengan bunga 20% per tahun.
Perhitungan angsuran pertama.
Angsuran bulanan Rp5.000.000,00
Bunga 1/12 x 20% x Rp120.000.000,00 Rp2.000.000,00
Jumlah pembayaran Rp7.000.000,00

Angsuran bulan kedua:


Angsuran bulanan Rp5.000.000,00
Bunga 1/12 x 20% x
(Rp120.000.000,00 – Rp5.000.000,00) Rp1.916.700,00
Jumlah pembayaran Rp6.916.700,00

Ayat jurnal yang disusun


1. Saat pembelian aset tetap
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Mobil/Kendaraan (dalam angsuran) 120.000.000,00
Utang Angsuran 120.000.000,00

2. Saat pembayaran
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

6
Utang Angsuran 5.000.000,00
Beban Bunga 2.000.000,00
Kas dan Bank 7.000.000,00

3. Saat pembayaran angsuran kedua


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Utang Angsuran 5.000.000,00
Beban Bunga 1.916.700,00
Kas dan Bank 6.916.700,00

Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Pada hitungan


tersebut, bunga semakin lama semakin menurun karena jumlah pinjaman
juga menurun. Penetapan bunga yang digunakan berdasarkan pada tingkat
bunga efektif (effective interest rate).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembelian dengan angsuran ini,
bergantung pada perjanjian. Terdapat pula harga dengan angsuran
ditetapkan terlebih dahulu dan angsuran yang harus dibayar setiap bulan
tetap, maka setiap angsuran terdiri atas 2 (dua) komponen, yaitu angsuran
dan bunga. Besarnya bunga dari setiap angsuran ditetapkan menggunakan
tingkat bunga tetap (flat interest rate). Sebagai contoh, sebuah kendaraan
dibeli dengan harga perolehan tunai Rp120.000.000,00. Kendaraan dapat
dibeli dengan cara angsuran, yaitu sebanyak 24 kali, dengan bunga 25% per
tahun.
Harga beli dengan angsuran dihitung sebagai berikut.

Harga perolehan tunai Rp120.000.000,00


Bunga Rp120.000.000,00 x 25% x 24/12 Rp 60.000.000,00
Harga beli degan angsuran Rp180.000.000,00
Angsuran yang dibayarkan setiap bulan sebesar:
1/24 x Rp180.000.000,00 = Rp7.500.000,00

Jumlah tersebut termasuk angsuran dan bunga. Ayat jurnal yang dibuat
sama seperti contoh terdahulu, tetapi tetap harus memisahkan antara beban
bunga (Rp1.500.000,00) dan angsuran (Rp6.000.000,00).
Perolehan Aset Tetap Secara Pertukaran
Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007), suatu aset tetap dapat diperoleh
dengan pertukaran atau pertukaran sebagian. Dalam pertukaran sebagian

7
dapat dilakukan untuk suatu aset tetap yang tidak serupa aset lain. Biaya ini
diukur pada nilai wajar aset yang dipertukarkan atau diperoleh, yang paling
andal, sebanding dengan nilai wajar aset yang dipertukarkan setelah
disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer.
Sebagai contoh, PT Ansori merupakan sebuah perusahaan jasa
pengangkutan dengan truk sejenis yang baru. Berdasarkan pembukuan,
harga perolehan truk lama adalah Rp60.000.000,00, telah disusutkan
sebesar Rp40.000.000,00 ditukar dengan truk baru yang nilai perolehannya
Rp80.000.000,00, dan kekurangannya dibayar tunai.
Perhitungan laba atau rugi pertukaran adalah sebagai berikut.
Harga perolehan truk lama Rp60.000.000,00
Penyusutan Rp40.000.000,00
Harga sisa buku Rp20.000.000,00

Nilai truk baru Rp80.000.000,00


Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp20.000.000,00
Tambahan uang tunai Rp60.000.000,00

Dalam hal ini tidak terdapat laba atau rugi, karena truk lama dihargai
sama dengan harga sisa buku. Apabila harga tukar tambah aset lama (trade
in allowance) sebesar Rp24.000.000,00, maka perhitungan adalah sebagai
berikut.
Harga perolehan truk lama Rp60.000.000,00
Penyusutan Rp40.000.000,00
Harga sisa buku Rp20.000.000,00
Harga tukar tambah truk lama Rp24.000.000,00
Laba Pertukaran Rp 4.000.000,00

Harga truk Baru Rp80.000.000,00


Harga tukar tambah truk lama Rp24.000.000,00
Tambahan uang tunai Rp56.000.000,00

Ayat jurnal atas pertukaran yang disusun untuk transaksi tersebut


adalah sebagai berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Akumulasi Penyusutan 40.000.000,00

8
Alat Pengangkutan Baru 80.000.000,00
Kas dan Bank 56.000.000,00
Alat Pengangkutan Lama 60.000.000,00
Laba Pertukaran 4.000.000,00

Demikian sebaliknya apabila nilai tukar tambah aset lama berdasarkan


kesepakatan sebesar Rp18.000.000,00, perhitungan laba atau rugi dapat
dihitung sebagai berikut.

Harga perolehan truk lama Rp60.000.000,00


Penyusutan Rp40.000.000,00
Harga sisa buku Rp20.000.000,00
Harga tukar tambah truk lama Rp18.000.000,00
Rugi Pertukaran Rp 2.000.000,00

Harga truk Baru Rp80.000.000,00


Harga tukar tambah truk lama Rp18.000.000,00
Tambahan uang tunai Rp62.000.000,00

Ayat jurnal atas pertukaran yang disusun adalah sebagai berikut.


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Akumulasi Penyusutan 40.000.000,00
Alat Pengangkutan Baru 80.000.000,00
Rugi Pertukaran 2.000.000,00
Alat Pengangkutan Lama 60.000.000,00
Kas dan Bank 62.000.000,00

Aset yang diperoleh dari pertukaran melalui pertukaran dengan:


1. aset nonmoneter, baik dengan aset tetap yang sejenis atau aset tetap
yang tidak sejenis;
2. sekuritas berupa obligasi atau saham yang dikeluarkan oleh perusahaan
sendiri atau emisi oleh badan lain.
Dalam hal penilaian sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa aset
tetap yang diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk
suatu aset tetap yang tidak serupa aset lain, biaya tersebut diukur dengan
nilai wajar aset yang dilepas atau diperoleh yang manakah yang lebih andal,
ekuivalen dengan nilai wajar aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan

9
jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Bagaimana selanjutnya
dengan selisih nilai? Selisih nilai adalah selisih antara nilai buku aset tetap
yang lama dengan nilai perolehan baru. Dalam hal demikian, apabila aset
tetap dipertukarkan dengan aset tetap yang sejenis harus diakui sebagai
laba atau rugi. Sebaliknya apabila dipertukarkan dengan aset tetap yang
sejenis, maka pengakuan laba rugi ditangguhkan sampai saat aset tetap
yang baru dilepaskan kembali. Perlu diperhatikan, PSAK No. 16 (Revisi
2007) juga menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian yang timbul dari
penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui sebagai keuntungan
atau kerugian dalam laporan laba rugi.
Praktik akuntansi pajak tidak mengatur tentang perolehan aset dengan
pertukaran, baik kategori pertukaran aset yang sejenis atau bukan sejenis,
maupun dengan sekuritas yang tidak diterbitkan perusahaan sendiri. Hanya
masalah perlakuan perpajakannya diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa nilai perolehan atau
nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market
price). Sebagai contoh, pada tanggal 2 Januari 2016 PT Anugerah menukar
aset tetapnya berupa mobil dengan mobil yang sama milik PT Rakhmat
dengan perincian sebagai berikut.

PT Anugerah PT Rakhmat
Nilai sisa buku Rp120.000.000,00 Rp150.000.000,00
Harga pasar Rp 80.000.000,00 Rp160.000.000,00

Nilai perolehan atau nilai penjualan adalah jumlah yang seharusnya


dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Atas pertukaran
tersebut, laba atau rugi yang diperhitungkan untuk;
PT Anugerah mencatat kerugian sebesar:
= (Rp80.000.000,00 – Rp120.000.000,00) = Rp40.000.000,00
PT Rakhmat mencatat keuntungan sebesar:
= (Rp160.000.000,00 – Rp150.000.000,00) = Rp10.000.000,00

Bagaimanakah apabila pertukarannya dengan saham? Pengaturan


perpajakan atas pertukaran tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (5) Undang-

10
Undang Pajak Penghasilan bahwa apabila terjadi pengalihan harta termasuk
setoran tunai yang diterima oleh badan (perhatikan pengertian badan dalam
Pasal 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal, maka dasar
penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai
pasar harta tersebut.

Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri


Sesuai akuntansi komersial, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas
harga belinya dan setiap biaya dapat diatribusikan secara langsung dalam
membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset dapat bekerja untuk
penggunaan yang dimaksudkan. Demikian pula dalam aset yang
diperolehnya. Oleh karena membangun sendiri, tentu saja menggunakan
prinsip yang sama seperti aset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk pembangunan aset sampai siap pakai.
Biaya tidak langsung (overhead cost), efisiensi dan inefisiensi, dan
bunga selama masa konstruksi juga termasuk dalam nilai aset tetap karena
membangun sendiri. Perlu diperhatikan setiap laba internal dieliminasi dalam
menetapkan biaya.
Sebagai contoh, biaya pembangunan Rp250.000.000,00, sedangkan
harga pasar aset tetap Rp300.000.000,00. Maka penghematan
Rp50.000.000,00 tidak diakui sebagai penghasilan. Demikian halnya dengan
biaya dan jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tidak terpakai,
tenaga kerja, sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu aset
yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan, tetapi
segera diakui sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Dari aspek perpajakan perolehan aset tetap dengan cara membangun
sendiri tersebut sebagai objek yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Bunga yang dikeluarkan atas pinjaman untuk membangun selama masa
konstruksi akan dikapitalisasi. Hal ini sesuai dengan aset tertentu, maka
biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu.
Perlakuan akuntansi komersial dapat diikuti oleh akuntansi pajak, sedangkan
terhadap bunga yang dikapitalisasi akan dibebankan ke penghasilan melalui
penyusutan selama manfaat.

11
Perolehan Secara Hibah, Bantuan, dan Sumbangan
Dalam perolehan secara hibah, bantuan, dan sumbangan secara langsung
dihubungkan dengan perlakuan akuntansi pajak, karena akuntansi komersial
pada subbab pengukuran biaya perolehan telah dijelaskan perolehan aset
tetap yang diperoleh dari hibah pemerintah yang intinya tidak boleh diakui
sampai entitas memperoleh keyakinan akan memenuhi kondisi atau
prasyaratan hibah.
Terhadap aset tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat
sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan
akun modal yang berasal dari sumbangan atau modal donasi. Contoh aset
tetap berupa tanah dan bangunan dengan harga pasar Rp250.000.000,00
telah diterima sebagai sumbangan.
Modal donasi dari sisi akuntansi pajak mengacu pada Pasal 10 ayat (4)
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mengatur berikut ini.
1. Apabila terjadi pengalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta
hibah, atau warisa, syarat yang harus dipenuhi bedasarkan Pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf b adalah:
a. 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil, termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
b. Warisan
2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai Paasal 4 ayat (3)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan contoh konkret yaitu
harta hibah yang diberikan tersebut ternyata mempunyai hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan, maka dasar penilaian bagi yang menerima
penghibahan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah juga akan
dibukukan sebelah kredit pada akun “modal donasi” sebagai alokasi
sistematis rasional harga perolehan aset berwujud.

12
Dengan memperhatikan penggolongan dan implikasinya terhadap
bantuan, sumbangan, dan hibah, maka perlakuan akuntansi bagi pihak
penerima bantuan akan dikreditkan pada akun “Ekuitas atau Modal”,
sehingga diperlakukan secara fiskal sebagai penghassilan. Sebaliknya,
pihak pemberi bantuan membukukannya berdasarkan harta atau nilai sisa
buku. Dalam memberikan bantuan atas sumbangan, timbul aliran uang kas.
Seabagai contoh, ayat jurnal atas hibah sebesar RP300.000.000,00 diatur
sebagai berikut.
1. Memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 300.000.000,00
Modal Donasi 300.000.000,00
Ayat jurnal tersebut ditinjau dari pihak yang menerima bantuan atas
sumbangan. Dari pihak yang memberikan bantuan atau sumbangan
tersebut benar-benar dikeluarkan ke kas, tetapi ditinjau dari ketentuan
Undang-Undang Perpajakan tidak diperkenankan untuk dibebankan
sebagai biaya.

2. Tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)


Apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), berarti bantuan atau
sumbangan dianggap sebagai penghassilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan.

Sebagaimana contoh sebelumnya, akan disusun ayat jurnal sebagai


berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 300.000.000,00
Penghasilan Sumbangan/Bantuan 300.000.000,00

Ditinjau dari pihak yang memberikan bantuan atau sumbangan akan


disusun ayat jurnal sebagai berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya Sumbangan/Bantuan 300.000.000,00
Kas dan Bank 300.000.000,00

Uraian tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran pencatatan


atas koreksi-koreksi yang ditimbulkan dari adanya ketentuan perundang-
undangan perpajakan. Perusahaan berkemungkinan juga tidak mencatat

13
koreksi-koreksi dalam pembukuannya sehingga langsung menetapkan
komponen penghasilan dan komponen biaya.

E. ASET TETAP YANG DIHIBAHKAN


Kembali seperti contoh terdahulu yang mangacu pada Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, maka hibah pun dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
1. Memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
Bentuk aset yang dihibahkan berupa kendaraan dangan rincian sebagai
berikut.
Harga Perolehan Rp100.000.000,00
Akumulasi Penyusutan Rp 60.000.000,00
Harga Sisa Buku Rp 40.000.000,00
Harga Pasar Rp 55.000.000,00

Ayat jurnal yang disusun dari pokok pemberi adalah sebaagai berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya Tidak Dapat Dibebankan/Saldo Laba 40.000.000,00
Aakumulasi Penyusutan Kendaraan 60.000.000,00
Kendaraan 100.000.000,00

Sedangkan ayat jurnal bagi penerima hibah adalah sebagai berikut.


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kendaraan 40.000.000,00
Modal Hibah 40.000.000,00

Bila hibah yang diterima Wajib Pajak tidak dalam rangka hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan, maka dipandang
sebagai transaksi modal dengan sisa buku menurut pembukuan
pemberi hibah yang digunakan sebagai dasar pengukurannya.
Sebelumnya, penerima hibah mengakuinya sebagai ekuitas, bukan
sebagai penghasilan menurut fiskus.

2. Tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)


Dalam hal tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) pemberian hibah
tersebut dimaksudkan menjadi penghasilan bagi yang menerimanya
karena ternyata pemberi hibah ini mempunyai hubungan usaha,

14
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan pihak penerima
hibah. Transaksi hibah ini dipandang sebagai transaksi pertukaran,
sehingga dasar pengukurannya harga pasar. Seperti contoh yang lalu,
ayat jurnal disusun dari pemberi adalah sebagai berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya Hibah 55.000.000,00
Akumulasi Penyusutan Kendaraan 60.000.000,00
Kendaraan 100.000.000,00
Keuntungan dari Hibah Kendaraan 15.000.000,00

Sedangkan ayat jurnal bagi penerima hibah adalah sebagai berikut.


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kendaraan 55.000.000,00
Penghasilan Hibah 55.000.000,00

Dari gambaran tersebut, harga pasar kendaraan dihibahkan sebagai


penghasilan, sedangkan nilai sisa bukunya sebagai biaya. Apabila terjadi
laba rugi, maka akan dialokasikan ke akun laba yang ditahan.
Apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), hibah dianggap sebagai
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bagi penerimanya, dan
dicatat sebesar harga pasar dari harta hibahan. Bagi pemberi harta hibahan,
pengubahan harta tersebut merupakan pengalihan harta. Oleh karena itu,
harus dihitung laba atau rugi atas hibah harta, yaitu harga pasar dikurangi
harga perolehan apabila harta tersebut tidak disusutkan. Penghibahan
berupa tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi yang dikategorikan
sebagai pengolahan harta dikenakan PPh Final.

F. PENYUSUTAN ASET TETAP


Masalah penyusutan merupakan masalah yang penting selama masa
manfaat aset tetap. Masa manfaat diukur dengan periode suatu aset yang
diharapkan digunakan perusahaan atau jumlah produksi atau unit serupa
yang diharapkan diperoleh dari aset aleh perusahaan.
Sejalan dengan pemikiran bahwa semua jenis aset tetap berwujud,
kecuali tanah dengan berjalannya waktu akan semakin menurun
kemampuannya untuk memberikan jasa. Kemampuan yang semakin
menurun sebagai akibat adanya pemakaian, keausan, atau adanya
ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia dengan yang yang diharapkan

15
dan pada saat ini yang paling menonjol adalah perubahan teknologi,
sehingga dalam waktu yang relatif pendek, aset tetap tersebut menjadi
terbelakang teknologi, sehingga dalam waktu yang relatif pendek, aset tetap
tersebut menjadi terbelakang teknologinya, sebagai contoh komputer.
Berkurangnya kapasitas otomatis akan membuat nilai aset tetap
tersebut berkurang. Sebagai unsur pengakuan atas penurunan aset tetap
berwujud tersebut dialokasikan ke dalam penyusutan (depreciation) sebagai
alokasi sistematis rasional harga perolehan harga aset berwujud.
Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana diatur dalam PSAK No. 16 (Revisi
2007), yang dimaksudkan penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang
dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya Penyusutan
untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penyusutan dilakukan terhadap aset tetap berwujud
dengan syarat aset tetap berwujud tersebut:
1. diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi;
2. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan
3. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau
memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan
administrasi.
Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciable amount) adalah biaya
suatu aset atau jumlah lain yang diatribusikan untuk biaya dalam laporan
keuangan dikurangi nilai sisa. Terdapat istilah penghapusan yang
pengertiannya berbeda dengan penyusutan. Penghapusan adalah
penghapusan nilai buku suatu aset yang dilakukan apabila nilai buku yang
tercantum dalam laporan keuangan tidak lagi menggambarkan manfaat dari
aset yang bersangkutan.
Seperti diketahui dalam akuntansi komersial, aset tetap yang dapat
disusutkan sering kali merupakan bagian signifikan aset perusahaan. Oleh
karena itu, penyusutan juga dapat berpengaruh secara signifikan dalam
menentukan dan menyajikan keuangan dari hasil usaha. Dapat pula nilai
sisa suatu aset sering kali tidak signifikan dan diabaikan dalam penghitungan
jumlah yang dapat disusutkan. Apabila nilai sisa signifikan, nilai tersebut
diestimasi pada tanggal perolehan atau pada tanggal dilakukan revaluasi
aset. Sedangkan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah
biaya perolehan suatu aset, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk

16
biaya dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisanya. Perbedaan dalam
penghitungan penyusutan aset tetap menimbulkan perbedaan pajak
tangguhan akibat perbedaan yang sifatnya temporer. Hal ini menjadi
kewajiban bagi Wajib Pajak melakukan penghitungan dampak pajak di masa
depan bersumber dari perbedan yang terjadi dan akan dicatat sebagai
aset/liabilitas pajak tangguhan yang selanjutnya diikuti dengan telaah atas
nilai aset/liabilitas secara berkala pada umumnya tahunan. Wajib Pajak
merasakan sebagai beban atau menambah kompleksitas akuntansi tetapi
dapat diantisipasi. Bentuk-bentuk strategi untuk memberikan kemudahan
proses pencatatan sebagai contoh Wajib Pajak melakukan penyamaan
estimasi masa manfaat dan metode penyusutan sesuai dengan ketentuan
perpajakan. Sesuai Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan,
penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan,
perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak
milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-
bagian yang sama besar masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta
tersebut. Dalam pengaturan penyusutan tersebut, persyaratan aset yang
dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi:
1. harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud;
2. harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun;
3. harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
Terdapat pula aset tetap yang menurut akuntansi dapat disusutkan,
tetapi menurut akuntansi pajak tidak dapat disusutkan, yaitu:
1. aset tetap perusahaan berupa kendaraan yang dikuasai dan dibawah
pulang pegawai, termasuk juga yang ada di daerah terpencil;
2. aset tetap perusahaan berupa rumah yang terletak bukan di daerah
terpencil yang ditempati pegawai yang tidak diberi tunjangan oleh
perusahaan.

Dengan demikian, harta yang dimiliki perusahaan tetapi tidak digunakan


untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan karena tidak
memenuhi syarat di atas, tidak boleh disusutkan. Apabila terjadi penjualan,

17
maka laba atau rugi dihitung dengan mengurangkan harga perolehan
terhadap harga jual. Harga demikian kebanyakan dimiliki oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi, tentu laba tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan.
Dalam melakukan penyusutan tentu memperhatikan dasar yang
digunakan untuk menyusutkan. Apabila dasar penyusutan antara akuntansi
komersial dengan akuntansi pajak sama, seharusnya akan menghasilkan
jumlah penyusutan yang sama dengan asumsi menggunakan metode
penyusutan yang sama. Adanya pengelompokkan harta berwujud
berdasarkan masa manfaat dan sekaligus penetapan presentase tarif
penyusutan yang telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak
Penghasilan mengakibatkan adanya perbedaan, yang dikenal dengan beda
waktu (time difference). Ditinjau dari seluruh jumlah yang dibebankan adalah
sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Pengaruh secara umum tentu
menimbulkan selisih antara laba bersih komersial dengan Penghasilan Kena
Pajak. Secara komersial yang diatur pada PSAK No. 46 (Reformat tahun
2007), selisih pajaknya dibukukan dalam akun Pajak Penghasilan yang
ditangguhkan.
Untuk aset yang disusutkan harus dikelompokkan terlebih dahulu sesuai
masa manfaat. Akuntansi komersial mengatur estimasi masa manfaat suatu
aset yang dapat disusutkan dengan dasar pertimbangan yang biasanya
didasarkan pada pengalaman dengan jenis aset yang serupa. Sedangkan
ketentuan perpajakan untuk pengelompokkan aset tetap berdasarkan masa
manfaat pmengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009
Tanggal 15 Mei 2009 berlaku per 1 Januari 2009.

G. METODE PENYUSUTAN SESUAI KETENTUAN KOMERISAL


Jumlah penyusutan akan dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama
masa manfaat aset tetap berwujud menggunakan berbagai metode yang
sistematis. Penggunaan metode penyusutan mempersyaratkan adanya
penggunaan yang konsisten (taat asa), sehingga diharapkan dapat
menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke
periode.
Dalam praktik akuntansi komersial metode penyusutan dapat digunakan
sesuai pengelompokan menurut kroteria berikut ini.
1. Dasar Waktu

18
a. Metode garis lurus (straight line method)
Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan
berjalannya waktu, dalam jumlah-jumlah yang sama selama masa
manfaat aset tetap berwujud tersebut:

Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan

Cara perhitungan presentase penyusutan dapat dengan mudah


dilakukan apabila diketahui masa manfaat.

b. Metode pembebanan menurun


1) Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method)
Metode ini sering disebut metode jumlah angka tahun yang akan
menghasilkan jumlah penyusutan yang semakin menurun dari
tahum ke tahun.
Dengan rumusan:
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penghitungan Penyusutan

Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu

Tarif penyusutan ditetapkan dengan pecahan, yaitu pembilang


adalah angka tahun yang ada selama masa manfaat aset tetap,
sabagai contoh 1,2,3,4,5 dan seterusnya, sedangkan pembilang
untuk tahun pertama adalah penjumlahan angka tahun sampai
dengan angka tahun terakhir. Sebagai contoh, apabila masa
manfaat hanya 5 tahun, maka penjumlahannya (1+2+3+4+5) = 15.
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double
declining balance method)
Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama
menjadi lebih kecil dari tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran
bahwa kapasitas aset tetap dalam memberikan jasanya dari tahun
ke tahun semakin menurun.
Perhitungan biaya penyusutan dapat dirumuskan:
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan

Dasar Perhitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Periode

19
Pada umumnya, tarif penyusutan adalah dua kali tarif penyusutan
apabila menggunakan metode garis lurus tanpa memperhatikan
nilai residu (recidual value)

2. Dasar Penggunaan
a. Metode jam jasa (service hours method)
Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan
pada teori bahwa pembelian aset tetap ditunjukkan dari jumlah jam
jasa langsung dan dalam metode ini mengakui estimasi masa
manfaat aset yang diukur dalam jam jasa.
Tarif Penyusutan per jam dihitung:
Harga Prolehan – Nilai Residu
Tarif Penyusutan per jam =
Estimated Service Life

b. Metode unit produksi (productive output method)


Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam
kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi ini
dapat pula dinyatakan dalam bentuk jam pemakaian atau urut-urut
kegiatan lainnya. Penghitungan besarnya biaya penyusutan dapat
dirumuskan:
Tarif Penyusutan = Produksi Sebenarnya / Kapasitas Produksi
Biaya Penuyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu

3. Dasar kriteria lainnya


Menggunakan dasar kriteria lainnya bahwa biaya penyusutan dapat
dihitung dengan dasar jenis dan kelompok. Pengelompokkan ini dikenali
dalam kelompok atau dalam perpajakan dikenali dengan golong 1,
golongan 2, golongan 3, dan golongan bangunan. Ketentuan Pasal 11
Undang- Undang Pajak Penghasilan mengelompokkannya ke dalam
“Bukan Bangunan” dan kelompok “Bangunan”. Akuntansi komersial
mengelompokkan aset berdasarkan masa manfaat.

Tarif Penyusutan Grup = 1


Taksiran Rata- Rata Umur Grup Aset

20
Untuk memperoleh aset tetap sesuai akuntansi komersial dapat
bermacam- macam cara, yaitu perolehan secara gabungan, angsuran,
pertukaran dan membangun sendiri, serta metode penyusutan yang
digunakan juga telah di atur dalam PSAK 17 tahun 2009.

Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang – Undang Pajak Penghasilan telah


menjelaskan tentang pengeluaran- pengeluaran untuk memperoleh
harta berwujud dan harta tidak berwujud serta pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun pembebannya
dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Demikian pula halnya
dalam Pasal 9 ayat (2) pengeluaran menurut sifatnya merupakan
pembayaran di muka, sebagai contoh sewa untuk beberapa tahun yang
akan datang dibayarkan sekaligus pembebanannya akan dilakukan
melalui alokasi- alokasi pertahun.

Penyusutan menurut akuntansi pajak ini tidak mempertimbangkan


nilai sisa (residual value), sehingga diartikan bahwa seluruh harga
perolehan tersebut disusutkan. Sebenarnya banyak cara yang dapat
ditempuh untuk memperoleh aset tetap telah disampaikan dalam
akuntansi konvensional. Akan tetapi, dapat teridentifikasi bahwa aset
tetap dapat diperoleh melalui;

1. Pembelian secara tunai krediat ataupun angsuran;


2. Leasing (sewa)
3. Pertukaran dengan sekuritas atau dengan aset lainnya.
4. Penyertaan modal
5. Membangun sendiri
6. Hibah atau pemberian
7. Bangun guna serah (built operate transefer—BOT)

Pasal 10 Undang – Undang Pajak Penghasilan mengatur cara


penilaian harta seperti penetapan harga perolehan atau harga jual
dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan
penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung laba atau rugi
apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan perhitungan
penghasilan dari penjualan barang dagangan. Dalam menentukan harga

21
perolehan atau harga penjualan, serta harta dapat dikelompokkan
menjadi:

1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal ini terjadi jual beli
harta
2. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal ini terjadi tukar
menukar harta
3. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal ini terjadi
pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal ini terjadi
pengalihan harta karena hibah, bantuan, atau sumbangan, dan
warisan.
5. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal ini terjadi
pengalihan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagai pengganti penyertaan modal.

H. SAAT PENYUSUTAN ASET TETAP SESUAI KETENTUAN KOMERSIAL


Paragraf 58 SAK No. 16 (Revisi 2007) menyatakan bahwa penyusutan aset
dimulai pada saat aset berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar
aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen.
Terjadinya perbedaan pengakuan tersebut mengakibatkan perbedaan
periode pengakuan aset tetap, sehingga berakibat perbedaan saat diakuinya
penyusutan aset tetap.
I. HARGA PEROLEHAN ATAU HARGA PENJUALAN DALAM HAL
TERJADI JUAL BELI HARTA
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Contoh Kasus :
CV AXA menjual mobil kepada CV BETA dengan harga Rp100.000.000,
tetapi harga pasar/nilai wajar dari mobil tersebut adalah Rp150.000.000.
Nilai buku mobil tersebut bagi CV AXA adalah Rp90.000.000.

22
Jika CV AXA dan CV BETA ada hubungan istimewa. Harga penjualan
adalah harga pasar wajar yakni Rp150.000.000, sehingga keuntungan
yang diperoleh oleh CV AXA sebesar Rp50.000.000.

J. HARGA PEROLEHAN ATAU HARGA PENJUALAN DALAM HAL


TERJADI TUKAR- MENUKAR HARTA
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar.

Contoh Kasus :

PT AL menukarkan mobil “Blast” (Nilai Buku Rp100.000.000, Harga


Pasar Rp150.000.000) dengan mobil “Center” (Nilai Buku
Rp80.000.000, Harga Pasar Rp150.000.000) milik PT EL.

Dari transaksi tersebut, PT AL memperoleh keuntungan sebesar


Rp 50.000.000 dan PT EL memperoleh keuntungan sebesar
Rp.70.000.000. Sehingga harga perolehan Mobil “Blast” dan Mobil
“Center” dari pertukaran tersebut adalah sebesar Harga Pasarnya yaitu
Rp150.000.000.

HARGA PEROLEHAN ATAU HARGA PENJUALAN DALAM HAL


TERJADI PENGALIHAN HARTA KARENA HIBAH, BANTUAN ATAU
SUMBANGAN DAN WARISAN
Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang
memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a atau warisan, maka nilai
perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari
pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak
menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui,
maka nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan


yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a, maka nilai perolehan bagi pihak yang mengalihkan adalah harga
pasar.

23
Adapun syarat yang adala dalam pasal 4 ayat (3) huruf a UU No. 36
Tahun 2008 adalah sebagai berikut.

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan


amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Contoh Kasus :

a. CV Sinar menghibahkan mobil kepada Yayasan Panti Jompo. Nilai


buku mobil tersebut bagi CV Sinar adalah Rp100.000.000 dan Harga
Pasarnya Rp150.000.000. Harga pengalihan mobil tersebut adalah
sebesar nilai bukunya Rp100.000.000, sehingga tidak ada
keuntungan yang diakui oleh CV Sinar. Demikian juga bagi Yayasan
Panti Jompo, harga perolehan mobil adalah sebesar Rp100.000.000
b. CV Sinar menghibahkan mobil kepada Tuan Han yang merupakan
salah satu mitra bisnis CV Sinar. Nilai buku mobil tersebut bagi
CV Sinar adalah Rp100.000.000 dan harga pasarnya
Rp150.000.000. Mobil tersebut bagi Tuan Han merupakan objek
pajak, karena antara CV Sinar dan Tuan Han terdapat hubungan
usaha. Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar harga
pasarnya Rp150.000.000. Sehingga keuntungan yang diakui oleh
CV Sinar sebesar Rp50.000.000. Bagi Tuan Han, Harga Perolehan
mobil adalah sebesar Rp150.000.000.

24
HARGA PEROLEHAN ATAU HARGA PENJUALAN DALAM HAL
TERJADI PENGADILAN HARTA TERMASUK SETORAN TUNAI YANG DI
TERIMA BADAN SEBAGAI PENGGANTI PENYERTAAN MODAL
Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi
dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Penilaian harta yang
diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal akan dinilai
berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.

Contoh:

Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya


adalah Rp25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan
sahamnya dengan nilai nominal Rp20.000.000,00. Harga pasar mesin-
mesin bubut tersebut adalah Rp40.000.000,00. Dalam hal ini PT Y akan
mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva dengan nilai
Rp40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan
penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai
pasar harta, yaitu sebesar Rp20.000.000,00 (Rp40.000.000,00 -
Rp20.000.000,00) dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X selisih
sebesar Rp15.000.000,00 (Rp40.000.000,00 - Rp25.000.000,00)
merupakan Objek Pajak.

K. HARGA PEROLEHAN ASET MEMBANGUN SENDIRI


Harga perolehan aset tetap yang dibangun sendiri meliputi seluruh biaya
yang dikeluarkan sehubungan hingga siap pakai. Kemungkinan masalah
yang timbu meliputi pembebanan biaya tidak langsung dengan alokasi
secara proposional, dan bunga selama masa konstruksi dan
penghematbiaya. Untuk kepentingan perpjakan perlakuan akuntasi tetap
dapat didikuti, tetapi bunga selama masa konstruksi (pembangunan) akan
dikapitalisasi yang nantinya secara bertahap dibebankan sebagai biaya
melalui penyusutan. Masalah penghematan biaya misalnya dengan
membangun sendiri menjadi lebih murah, selisihnya tidak diakui sebagai
penghasilan. Sedangkan kerugian akibat nilai bangunan menjadi lebih tinggi
diakui sebagai beban kerugian.

25
L. METODE PENYUSUTAN SESUAI KETENTUAN PERPAJAKAN
Aset tetap kecuali tanah akan makin berkurang kemampuannya untuk
memberikan jasa bersamaan dengan berlakunya waktu. Jumlah yang dpat
disusutkan aialokasikan ke setiap periode akuntasi selama masa manfaat
aset dengan berbagai metode yang sistematis dan diterapkan secara
konsisten/taat asas, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan
pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil
afiliasi perusahan dari periode ke periode penyusutan dapat dilakukan
dengan berbagai metode seperti yang telah dijelaskan pada uraian
terdahulu.
Metode penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun
(declining balance method) untuk aset tetap berwujud bukan bangunan.
2. Metode garis lurus untuk aset tetap berwujud berupa bangunan

Penggunaan metode penyusutan aset tetap berwujud disyaratkan taat


asas (konsisten). Dalam hal wajib pajak menggunakan metode saldo
menurun, maka sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan
sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan Wajib Pajak, apabila
ditemukan adanya alat-alat kecil atau sering disebut small tools yang sama
atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.

M. PENYUSUTAN PASA AKHIR MASA MANFAAT


Cara penghitungan penyusutan tersebut dilakukn untuk tahun-tahun
selanjutnya sampai dengan masa manfaat aset tetap tersebut berakhir.
Apabila wajib pajak menggunakan metode saldo menurun, besarnya biaya
penyusutan semakin lama semakin menurun.

N. SAAT PENYUSUTAN ASET TETAP


Seperti pada akuntasi komersial bahwa penyusutan aset dimulai pada saat
aset tersebut siap untuk dugunakan yaitu saat aset berada pada lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap untuk digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan menurut akuntasi pajak
dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Kecuali untuk harta yang

26
masih dalam proses pengerjan, penyusutannya dimulai pda bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan pada tahun petama dihitung
secara prorata. Dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak, penyusutan
dapat dilakukan pada saat bulan harta tersebut untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihaa penghailan atau pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan. Mulai menghasilkan tersebut dikaitkan dengan saat diterim
atau diperolehnya penghasilan.

O. PENARIKAN HARTA BUKAN BANGUNAN


Aset tetap perusahan yang tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian.
Penarikan dapat dilakukan dengan menjual aset tetap tersebut. Dalam
akuntansi komersial, terhadap aset tetap yang dijual nilai bukunya dihitung
sampai dengan tanggal penjualan, sedangkan dalam ketentuan perpajakan
nilai sisa bukunya dihitung sampai dengn akhirtahun sebelum aset tersebut
dijual.

Ketentuan Pasal 11 Ayat (8) Undang-Undang Pajak Penghasilan, bahwa


telahterjadi penjuala atau penarikan harta (Pasal 4 ayat (1) huruf d atau
penarika harta karena sebab lainnya, maka nilai buku harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian
asuransinya yang diterima atau diperoleh, dibukukan sebagao penghasilan
pada tahun terjadinya penarikan, sehingga keuntungan atau kerugian karena
penalihan atau penarikan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukan
pengalihan harta. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerima
neto dari penjualan harta yaItu selisih antara harga penjualan denagn biaya
yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan, dan atau penggantian
asuransinya dibukukan sebagai penghasilan. Pada tahun terjadinya
penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi dan Nilai Sisa
Bukunya dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Dalam hal penggantian suransi ternyata jumlah yang dterima
baru dapat diketahui dengan pasti beberapa waktu kemudian, amaka Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak agar
jumlah sebesar kerugian dapat dibebankan dalam tahun penggantian
asuransi tersebut. Namun demikian, apabla terjadi pengalihan harta karena
bantuan, sumbangan, hibah, atau warisan (yang memenuhi syarat Pasal 4
ayat (3) huruf a rta berwujud, maka jumlah ssdan huruf b Undang-Undang

27
Pajak Penghasilan) berupa harta berwujud, maka jumlah sisa bukunya tidak
boleh dibebankan sebagi kerugian oleh pihak yang mengalihkan.

P. PENGELOMPOKKAN HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK


KEPERLUAN PENYUSUTAN ATAS USAHA JASA TELEKOMUNIKASI
SELULER
Terdapat pengelompokkan harta berwujud bukan bangunan untuk
kepentingan penyusutan telah diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Acuan lain yang dapat digunakan adalah dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 138 Tahun 2000 tetang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Peluasan Pajak Penghasilan dan biaya dalam
hal-hal tertentu dan atau bagi Wajib Pajak tertentu sesuai kbijakan
pemerintahan.

Dengan kewenangan tersebut keluarlah Keputusan Diektur Jenderal


Pajak No. Kep -520/PJ,/2002 Tanggal 11 Desember 2002 tentang Jenis-
Jenis Harta yang Dugunakan dalam Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler
yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk
keperluan penyusutan.

1. Jenis Harta yang Disusutkan dan Pengelompokkannya


Untuk jenis-jenis hrta yang digunakan dalam usahan jasa
telekomunikasi seluler termasuk dalam masing-masing kelompok harta
berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan ditentukan
sebagai berikut.
Jenis-jenis Harta Berwujud untuk Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler

Nomo Kelompok Aset Jenis Aset


r Urut Berwujud
1 1 Base Stasion Controller
2 2 Mobile Switching Center, Homer Location
Register, Visitor Location Register,
Authentication Centre, Equitment Identitu
Register, Intelligent Network Service
Control Point, Intelligent Network Service
Management Point, Radio Base Stasion
Transceive Unit, Terminal SDH/Mini Link,
Antenna

28
2. Tata Cara Penghitungan Penyusutan Fiskal
Untuk penghitungan penyusutan fiskal atau jenis-jenis harta tersebut
diatur sebagi berikut :
1. Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut berlaku pada tahun pajak/
tahun 2002
2. Atas jenis-jenis herta sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak tersebut yang telah dimiliki dan digunakan
dalam perusahan sejak sebelum tahun pajak/ tahun buku 2002 ,
penghitungan penyusutan fiskla sampai dengan tahun pajak/tahun
buku 2001 menggunakan tarif penyusutan kelompok 3.
3. Perhitungan penyusutan fiskan atas harta dimaksud pada abutir 2
mulai tahun pajak/tahun buku 2002 menggunakan tarif penyusutan
kelompokknya yang baru (Kelompok 1 atau Kelompok 2) dengn
metode penyusutan yang tetap sama yaitu :
a. Meode garis lurus, dasar penyusutan adalah harga perolehan;
b. Metode saldo menurun, dasar penyusutan dalah nilai sisa buku
fiskal.
4. Masa manfaat yang tersisa atas harta dimaksud pada butir 2 setelah
perpindahan dari kelompok 3 ke dalam kelompok 1 atau kelompok 2
akan mengalami penyesuaian otomatis karena beban penyusutan
yang semakin besar. Khusus untuk harta yang disusutkan dengan
metode saldo menurun, masa manfaat yang tersisa dalam :
a. Kelompok 1, akab berakhir paling lama pada tahun kekempat
sejak tahun pajak/tahun buku 2002 (nilai sisa buka fiskal
disusutkan sekaligus)
b. Kelompok 2, akan berakhir paling lama pada tahun kedelapan
sejak tahun pajak/tahun buku 2002 (nilai sisa buku fiskal
disusutkan sekaligus)

Q. PERHITUNGAN PENYUSUTAN ATAS KOMPUTER, PRINTER,


SCANNER, DAN SEJENISNYA
Dikeluarkannya Keputusan Menteri Keungan No. 138/KMK.03/2002 Tanggal
8 April 2002 sebagai pembaruan atas Keputusan Menteri Keuangan No.

29
250/KMK.04/2000 Tanggal 14 Desember 2000 selanjutnya diberikan
penegasan pelaksanaannya.

Khusus untuk penyusutan atas komputer, printer, scanner, dan


sejenisnya ditegaskan dalam SE-07/PJ.42/2002 sebagi berikut :

1. Perubahan pengelompokkan yang sebelumnya termasuk dalam


kelompok 2 selanjutnya berubah menjadi kelompok 1
2. Atas perubahan tersebut, maka perhitungan penyusutan atas kemputer,
printer, scsnner, dan sejenisnya yang telah dimiliki dan digunakan dalam
perusahan sebelum tanggal 1 April 2002 diatur :
a. Perhitungan penyusutannya berdasarkan ketentuan lama (Kelompok
2) yang diberlakukan sampai dengan bulan Maret 2002
b. Perhitungan penyusutan berdasarkan ketentuan yang baru
(Kelompok 1) berlaku mulai bulan April 2002 dengan tetap
menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami
penyesuian/percepatan secara otomatis.

R. PERHITUNGAN PENYUSUTAN ATAS TELEPON SELULER DAN


KENDARAAN PERUSAHAN
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No Kep. -220/PI/2002 tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan
Perusahan tanggal 18 April 2002 mengatur pembebanaan biaya melalui
penyusutan terhadapa Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahan, Aturan
tersebut, meliputi berikut ini.
1. Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan
dugunakan perusahan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan 50% (lima puluh persen) dari jumlah
biaya perolehan atau pembelin melalui penyusutan aset tetap (harta
berwujud bukan bangunan) kelompok 1 (perhatikan pengelompokkan
sesuai Keputusan Menteri Keuangan terakhir No. 138/KMK.03/2002).
2. Biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus,
minibus, atau sejenisnya yang dimiliki dan digunakan perusahan untuk
antar-jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagi biaya
perusahan melalui penyusutan sebagai aset tetap kelompok 2

30
(perhatikan pengelompokkan sesuai Keputusan Menteri
Keunganterakhir No, 138/KMK. 03/2002)
3. Biaya perolehan pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus,
minibus, atau sejenisnya yang dimiliki dan digunakan perusahan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan
aset tetap (harta berwujud bukan bangunan) kelompok 2 (perhatikan
pengelompokkan sesuai Keputusan Menteri Keunganterakhir No,
138/KMK. 03/2002)
4. Dalam hal pembebanan biaya tersebut pada butir 1, butir 2, dan butir 3,
ternyata penghasilan Wajib Pajak dimaksud Pajak Penghasilan yang
bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka
pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan
Pajak Penghasilan yang bersiifat final atau noma penghitungan khusus,
sehingga ketentuan pembebanan tidak diberlakukan. Demikian halnya
atas biaya-biaya yang dibebankan sebagai biaya perusahan maka juga
tidak dianggap sebagai penghasilan bagi pegawai perusahan yang
bersangkutan.

S. KETENTUAN LAIN
Penyimpangan dari ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan yang mengatur masalah penyusutan bahwa Menteri Keuangan
selanjutnya mempunyai kewenangan mengatur tersendiri untuk penyusutan
harta berwujud yang digunakan dalam rangka menyesuaikan dengan
karakteristik bidang-bidang usaha tertentu seperti pertambangan minyak dan
gas bumi, serta perkebunan tanaman keras.

31
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, 2016. Akuntansi Perpajakan (Edisi 6), Salemba Empat, Jagakarsa


Jakarta selata.

Anda mungkin juga menyukai