Anda di halaman 1dari 5

3.

As Sunnah
A. Pengertian As Sunnah

Setelah Al-Qur’an literature terpenting makrifa islam dan pemukiran Syi’ah


adalah sunnah Rasul SAW yang didalamnya mencakup perkataan dan sirah praktis
beliau.

Secara harfiah as sunnah adalah cara, adat istiadat, kebiasaan hidup yang
mengacu pada perilaku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan teladan. Sunnah
dalam istilah ulama adalah apa apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW,
baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun pengakuan dan sifat Nabi Muhammad
SAW. (Prinsip prinsip ekonomi islam hal 1).

Kata sunnah dalam Al’Quran diulang 16 kali pada 11 surat, 14 kali dalam
bentuk mufrad (tunggal), yaitu sunnah dan dua kali dalam bentuk jamak, yaitu sunan.
Penyebutan kata sunnah dalam al-Qur’an pada umumnya merujuk pada pengertian
bahasa, yakni cara atau tradisi

B. Macam-macam Sunnah

Sunnah atau Al Hadits dapat dibagi menjadi 6 macam, yaitu:

1) Ditinjau dari segi bentuknya


a. Fi’li, yaitu perbuatan Nabi
b. Qauli, yaitu perkataan Nabi
c. Taqriri, yaitu keizinan Nabi atau perbuatan sahabat Nabi yang
disaksikan dan tidak ditegur oleh Nabi Muhammad

2) Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya


a. Mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang orang banyak
yang menurut akal tidak mungkin mereka bersepakat dusta serta
disampaikan melalui jalan indera.
b. Masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada
orang banyak tetapi tidak sampai kepada derajat mutawatir, baik
karena jumlahnya maupun karena tidak dengan indera.
c. Ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih yang
tidak sampai kepada tingkat masyhur maupun mutawatir.

3) Ditinjau dari kualitas hadits


a. Shahih, yaitu hadits yang sehat; yang diriwayatkan oleh orang orang
baik dan kuat hafalannya, materinya baik dan persambungan sanadnya
dapat dipertanggungjawabkan. Hadits shahih memiliki syarat sebagai
berikut:
 Sanadnya bersambung atau tidak terputus
 Orang orang yang meriwayatkannya bersifat adil,
berpegang teguh kepada agama, baik akhlaknya dan
jauh dari sifat fasik
 Periwayat sempurna ingatan dan hafalannya kuat
(dhabit)
 Periwayat tidak ditolak oleh ahli ahli hadits

b. Hasan, yaitu hadits yang memenuhi persyaratan hadits shahih kecuali


disegi hafalan pembawanya yang kurang baik.
c. Dha’if, yaitu hadits lemah, baik karena terputus salah satu sanadnya
atau karena salah seorang pembawanya kurang baik dan lain lain
d. Maudlu, yaitu hadits palsu, hadits yang dibikin oleh seseorang dan
dikatakan sebagai sabda atau perbuatan Rasul.

4) Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya


a. Maqbul, yaitu hadits yang harus diterima
b. Mardud, yaitu hadits yang harus ditolak
5) Ditinjau dari segi orang yang berperan dalam berbuat atau berkata
a. Marfu’, yaitu benar benar Nabi yang berperan(bersabda, dan lain lain)
b. Mauquf, yaitu sahabat Nabi yang berperan dan Nabi tidak
menyaksikan
c. Maqtu, yaitu tabi’in yang berperan. Artinya perkataan tabi’in yang
berhubungan dengan soal soal agama

6) Pembagian lain yang disesuaikan dengan jenis, sifat, redaksi, tehnis


penyampaian dan lain lain
a. Hadits yang banyak menggunakan kata an (dari) menjadi hadits
Mu’an’an
b. Hadits yang banyak menggunakan kata anna (sesungguhnya) menjadi
haduts muanna
c. Hadits yang menyangkut perintah disebut hadits awamir
d. Hadits yang menyangkut larangan disebut hadits nawahi
e. Hadits yang sanad (sandaran)nya terputus disebut hadits munqanthi

Dasar dasar agama islam hal 196, 197, 198

C. Kedudukan Sunnah

1) Sunnah adalah sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an. Perintah untuk
menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
a. Setiap mu’mim wajib taat kepada Allah dan kepada rasul.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfaal (8): 20
b. Kepatuhan kepada Rasulullah berarti patuh dan cinta kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisaa’ (4) : 80
c. Orang-orang yang menyalahkan sunnah akan mendapatkan siksa.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mujadilah (58) : 5
d. Menjadikan sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang
beriman. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisaa’ (4) : 65
2) Sunnah berfungsi sebagai tafsiran Al-Qur’an
Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, maka sunnah berfungsi sebagai
tafsiran, syarahan dan penjelas terhadap ayat Al-Qur’an. Yang menerangkan
ayat ayat yang sangat global dan umum, seperti hadits: Shallu kama
raaitumuni ushall (sholatlah kamu sebagaimana aku sholat) adalah penjelas
dari ayat Al-Qur’an Aqimushshalah (kerjakanlah olehmu sholat).

3) Perbedaan kedudukan sunnah dengan Al-Qur’an dalam menetapkan sesuatu


Walaupun al-Qur’an dan As-Sunnah sama sama sebagai sumber hukum
islam, tetapi mempunyai perbedaan perbedaan tertentu, yaitu:
a. Segala yang ditetapkan Al-Qur’an adalah absolut nilainya. Sedangkan
apa yang ditetapkan As-Sunnah tidak semuanya bernilai absolu; ada
yang bernilai absolut, ada yang bernilai nisbi dan bahkan ada yang
tidak perlu atau tidak boleh digunakan.
b. Penerimaan seorang muslin terhadap Al-Qur’an adalah dengan
keyakinan. Sedangkan terhadap As-Sunnah sebagai besar hayalan
dugaan-dugaan yang kuat/
c. Karena pengalaman sejarah yang berbeda dengan pengalaman sejarah
kodifikasi Al-Qur’an ini maka timbul usaha dibidang seleksi hadits
dan kemudian melahirkan ilmu hadits.

Dasar dasar agama islam hal 198-202

Anda mungkin juga menyukai