Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BAKTERIOLOGI III

“SPIROCHAETALES”

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. Ratih Dewi Dwiyanti, M.kes

DI SUSUN OLEH :

Muhammad Husin

P07134218143

Sarjana Terapan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas kasih dan rahmat-Nya, makalah Spirochaetales dapat terselesaikan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan

oleh dosen serta memahami dan mengerti tentang Spirochaetales dalam bidang

Bakteriologi III. Namun, dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak

kekurangan. Untuk itu, saya mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun

untuk pennyempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini saya buat, atas perhatian serta kritik dan

sarannya, saya ucapkan terima kasih.

Banjarbaru, 27 Maret 2020

Penyusun

Muhammad Husin

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ i

Daftar Isi................................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................1

C. Tujuan.....................................................................................................2

BAB II Pembahasan.................................................................................................3

A. Pengertian COD dan BOD.....................................................................3

B. Manfaat COD dan BOD.........................................................................6

C. Faktor yang mempengaruhi COD dan BOD..........................................6

D. Siklus yang terjadi di alam.....................................................................7

E. Metode dan Alat Pengukur COD dan BOD...........................................7

BAB III Kesimpulan..............................................................................................10

Daftar Pustaka........................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spirochaeta adalah bakteri berukuran besar, kelompok heterogen


bakteri spiral yang motil. Satu famili (spirochaetaceae) dari ordo
Spirocahetales terdiri dari tiga genus organisme yang hidup bebas, berukuran
besar dan berbentuk spiral. Famili lainnya (Treponemataceae) meliputi tiga
genus yang patogen bagi manusia yakni Treponema, Boriela, dan Leptospira
(Jawetz, 2008). Bakteri spirochetes berbentuk spiroket panjang dengan
banyak uliran. Pada beberapa kelompok bakteri spiroket seperti Treponema,
Leptospira, dan Borrelia, bergerak dengan suatu gelombang uliran berjalan,
suatu tipe gerakan sel untuk menembus medium kental (Jawetz, 2008)
Bekteri ini tidak memiliki flagella, berbentuk spiral halus, langsing,
fleksibel, merupakan gram negatif, bersifat anaerob, fakulatif anaerob atau
mikroaerofil. Ukuran lebar 0.1 – 0.3 um, panjang 5 – 300 um. Walaupun
tanpa flagella dapat bergerak aktif secara cepat melalui 3 cara yakni rotasi,
kontraksi, dan gerakan seperti ular. Gerakan tersebut disebabkan karena
kuman ini memiliki beberapa lembar filament yang terletak diantara dinding
sel dan membrane sitoplasma terentang dari ujung satu keujung lainya
(Jawetz, 2008).
Spirochaeta hidup bebas didalam air yang mengandung H2S,
dilumpur, atau didasar laut. Bagi pertumbuhanya dibutuhkan media yang
diperkaya dengan serum dan dalam suasana anaerob. Kuman ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop medan gelap atau dengan pengecatanm
khusus seperti Giemsa Fontana, atau Levaditti (impregnasi perak). (Jawetz,
2008).

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja genus dari Spirochaetales?

2. Bagaimana morfologi dan identifikasi bakteri Spirochaetales?

3. Apa saja patogenesis yang ditimbulkan?

4. Bagaimana penularannya?

5. Apa saja penyakit yang ditimbulkan?

C. Tujuan

1. Mengetahui genus dari Spirochaetales

2. Mengetahui morfologi dan cara identifikasi bakteri Spirochaetales

3. Mengetaui patogenesis yang ditimbulkan

4. Mengetahui cara penularannya

5. Mengetahui penyakit yang ditimbulkan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ordo Spirochaetales

Spirochaeta adalah bakteri yang dapat hidup di luar sel, disebut free-living

bacteria. Spirochaeta berbentuk spiral yang sangat halus dengan dinding tipis

dan fleksibel. Dindingnya yang tipis membuat Spirochaeta tidak dapat dilihat

melalui pewarnaan Giemsa dan hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan

gelap (darkfield microscope), pewarnaan perak, atau immunofuorescence. Hal

ini terutama pada Treponema dan Leptospira, sedangkan pada Borrelia yang

memiliki bentuk lebih besar daripada dua genus sebelumnya, dapat dilihat

dengan pewarnaan Giemsa dan dapat dilihat dengan mikroskop biasa.

Ciri-cirinya yaitu sel-sel berbentuk langsing, lentur, panjang 6-500 µ,

berbentuk spiral sekurang-kurangnya memiliki satu putaran yang lengkap.

Ordo ini terdiri atas 2 famili dengan 6 genus yang mencakup 49 spesies.. Ada

beberapa spesies yang patogen pada hewan dan manusia.

Tiga genus Spirochaeta yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia

adalah Treponema, dapat menyebabkan sifilis; Borrelia, dapat menyebabkan

Lyme disease dan demam kambuhan; dan Leptospira, dapat menyebabkan

leptospirosis.

3
B. Klasifikasi
Ordo : SPIROCHAETALES
Family : SPIROCHAETACEAE
Genus : - Spirochaeta
- Cristispira
- Treponema
- Borrelia
- Leptospira

C. Genus Spirochaeta (spiral;caeta : rambut)


Karakteristik
 Panjang 5-500 µ dengan diameter 0,2-0,75 µ
 Anaerob / Anaerob fakultatif
 Hidup bebas dalam air kotor/ air tawar yang mengandung H₂S
 Tidak bersifat parasit
D. Genus Critispira
Karakteristik
 P : 30-150 µ dengan diameter 0,5-0,3 µ
 Komensal, terdapat didalam traktus digestivus molusca/ rayap
E. Genus Treponema
Karakteristik umum :
 P : 5-15 µ dengan diameter 0.009-0.5 µ
 An aerob, hidup sebagi parasit / komensal beberapa bersifat patogen
 Tidak membuat. Katalase dan oksidase
 Ada 3 macam spesies yang patogen manusia :
1. Treponema pallidum : sifilis
2. Treponema pertenue : yaws/prambusia
3. Treponema carateum : Pinta

4
Treponema pallidum
1. Morfologi dan Identifikasi Treponema pallidum
Berbentuk spiral halus, ramping berukuran panjang 5-15 um dan
tebal 0.2 um. Untuk pengamatan biasanya digunakan mikroskop medan
gelap, imunofloerosensi atau dengan impregnasi perak karena kuman ini
mampu mereduksi perak nitrit menjadi perak metalik sehingga treponema
dalam jaringan dapat teramati (Impregnasi perak dari Levaditti).
Koil spiral tersusun teratur dengan jarak 1 um. Kuman ini bergerak
aktif dengan berputar teratur mengelilingi sumbu panjang. Sumbu
sepanjang spiral biasanya lurus, tetapi kadang-kadang membengkok
sehingga memungkinkan kuman ini suatu saat membentuk lingkaran
kemudian kembali keposisi normal. Selain bentuk spiral dikenal fase
granulair berbentuk bulat seperti kista.
T. pallidum belum berhasil dibiakkan dengan baik pada media
buatan, telur berembrio ataupun biakkan jaringan, tetapi strain Reiter yang
non patogen dapat tumbuh secara anaerob (in vitro). Kuman ini tetap
hidup selama 3-6 hari pada 25° C, sedangkan pada darah yang disimpan
pada suhu 4° C dapat hidup selama 24 jam. Sifat ini perlu diperhatikan
mengingat ada kemungkinan penularan lues melalui transfusi darah. Pada
suhu 24°C kuman ini akan mati, sifat ini dahulu digunakan sebagai terapi
lues (fefer therapy) dengan menyuntikan parasit malaria secara intravena
agar penderita menjadi demam sehingga treponema mati.
Treponema peka terhadap pengeringan dan pemanasan, senyawa
arsen, merkuri dan bismut.
T. pallidum berkembang dengan belah pasang secara transversal
setelah membelah kuman saling melekat satu sama lain untuk beberapa
saat. Penisilin pada konsentrasi rendah bersifat mamatikan treponema

5
secara lambat, hal ini disebabkan karena lambatnya multiplikasi kuman
ini.
Antigen T. pallidum belum diketahui secara jelas. Antibodi
terhadap kuman ini pada manusia dapat dideteksi dengan tes immobilisasi
(TPI), FAT (imunoflourensi) dan tes ikatan komplemen. Didalam tubuh
manusia akibat infeksi lues akan terbentuk regain. Zat tersebut terbentuk
karena adanya jaringan yang rusak (yang bersifat sebagai hapten) yang
apabila berikatan dengan protein T. pallidum akan membentuk antigen
lengkap sehingga menginduksi terbentuknya reagin. Zat ini akan
memberikan hasil positif pada tes ikatan komplemen dan tes flokulasi
dengan suspensi ekstrak jantung mamalia (sapi). Zat ini kemudian
digunakan dalam uji serelogik untuk diagnosa penyakit sifilis seperti tes
Wasserman, VDRL, Kahn.
2. Langkah – Langkah Identifikasi Treponema palliidum
1.      Pemeriksaan mikroskopik
Pada stadium I :
Bersihkan lesi dengan pinset dan kain kasa dengan NaCl, tekan lesi
sampai keluar serum Ritz yang jernih (bila berdarah diulang). Dibuat
preparat basah untuk mikroskop medan gelap. Disamping itu dibuat pula
preparat basah dengan tinta cina atau preparat kering dengan pengecatan
Fontana.
Ada kemungkinan hasil mikroskopik negatif, bila telah diberi
pengobatan atau pada lesi diberi antiseptik atau lesi primer telah sembuh.
Untuk keadaan ini bisa dilakukan aspirasi kelenjar limfe yang membesar.
Bila perlu serum Ritz dapat dihisap dengan kapiler, ditutup dengan
paraffin. Jangan disimpan di almari pendingin atau incubator.
Pada stadium II : stadium bubo
Bahan pemeriksaan dapat berupa kerokan lesi kulit atau bercak-
bercak dimulut, kondiloma divulva atau anus. Pemeriksaan mikroskopik
harus dilakukan 3 kali berturut-turut sebelum dinyatakan negatif.
2.      Pemeriksaan serelogik

6
Pada infeksi Treponema pallidum terbentuk 3 antibodi :
1. Reagin (non Troponemal) :
bereaksi dengan antigen yang terdiri dari otot jantung sapi,
diekstrasi dengan alcohol ditambah dengan kolestrol dan lesitin
(kardioolipin). Reagin dapat dideteksi dengan Tes Wasserman atau
dengan tes flokulasi baik secara makroskopik ataupun mikroskopik
(VDRL). Reagin adalah campuran IgM dan IgA terhadap beberapa
antigen yang tersebar dalam jaringan normal, zat ini dijumpai dalam
tubuh penderita setelah 2 – 3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati
dan dalam cairan spinal setelah 4 – 8 minggu infeksi.
1) Uji flokulasi VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
Dasar pengujian : partikel antigen lipid (kardiolipin jantung
sapi) tersebar rata dengan serum normal, tetapi bila bereaksi
dengan reagin akan terjadi gumpalan terutama setelah
digojog. Uji VDRL atau RPR akan menjadi negatif dalam 6 – 18
bulan setelah pengobatan sifilis secara efektif.
2) Uji Fiksasi Komplemen : CF, Waserman, Kolmer
Dasar pengujian : serum yang berisi regain mengikat
komplemen dengan adanya kardiolipin. Perlu dipastikan bahwa
serum tidak bersifat antikomplementer (tidak merusak
komplemen tampa adanya antigen). Kedua pengujian tersebut
dapat memberikan hasil secara kuantitatif, dengan pengeceran
serum secara seri.
2. Antibodi yang bereaksi dengan protein T. pallidum non patogen
(strain Reiter). Dapat diperiksa dengan Reiter Protein
Complemen Fixation Test (RPCT).
Uji nontroponemal dapat memberikan hasil positif palsu sebagai
akibat kesulitan teknis atau karena biologik karena terjadinya regain pada
bebagai penyakit antara lain (malaria, lepra, campak, mononucleosis
infeksiosa), atau karena vaksinasi, penyakit pembuluh darah dan kolagen
(Lupus erimatosus sistematik, poliartritis, penyakit rematik)

7
3. Antibodi yang bereaksi dengan T. pallidum patogen (strain
Nichols) dapat diperiksa dengan :
1. T. pallidum Immobilitation Test (TPI)
Menggunakan T. pallidum hidup dari testis kelinci yang
aktif bergerak. Apabila ditambahkan pada serum penderita yang
mengandung antibody divcampur dengan komplemen, secara
mikroskopik terlihat kuman berhenti bergerak.
2. T pallidum Flourescent Antibody test (TPFAT)
Uji ini menggunakan cara immunoflouresen tak langsung.
Pada cara ini T. pallidum mati ditambah serum penderita dan anti
human gamma globulin yang telah dilabel. Hasilnya sangat
spesifik dan peka.
3. T. pallidum Hemaglutination Test (TPHA)
Sel darah merah yang disiapkan mampu mengabsorpsi
treponema bila ditambah serum yang mengandung antibody anti
treponema akan menggumpal.
3. Patogenesis, patologi dan gejala klinik
Penularan penyakit lues pada manusia dapat melaui kohabitasi,
saliva, transfusi darah, serta transplantasi. Masa tunas 4 – 6 minggu.
Kurang lebih 30% kasus infeksi sifilis dini sembuh sempurna tampa
pengobatan, pada 30% lainya infeksi yang tidak diobati menjadi laten,
dengan uji serologi positif, sedangkan sisanya penyakit berkembang
menjadi stadium lebih lanjut.
Stadium I : afek primer :
Lesi primer 10 – 20% terjadi pada intrarektal, perianal dan oral. T.
pallidum masuk tubuh dengan mnembus mukosa atau luka pada kulit.
Kuman berkembang biak pada tempat ia masuk, sebagian menyebar ke
kelenjar limfe setempat dan peredaran darah. Pada 2 – 10 minggu setelah
infeksi pada tempat masuk (organ genitalia) terbentuk papula merah yang
membesar, mengeras (indurasi), kemudian terjadi nekrosis, pecah dan
menjadi ulkus (ulkus durum). Dasar ulkus bersih, pada palpalasi keras,

8
tidak nyeri, lesi ini sembuh spontan. Bila lesi ini dipijit akan keluar
eksudat yang mengandung kuman. Cairan ini disebut serum Reitz. Lesi
primer pada pria biasanya terjadi pada glans atau preputium penis,
sedangkan pada wanita terdapat pada vulva, labia mayora, labia minora
atau vagina.

Stadium II : stadium bubo :


Terjadi pada minggu 6 – 12 setelah efek primer. Timbul
pembengkaknan kalenjer limfe yang tidak nyeri dan tidak melekat pada
kulit. Pembengkakan kemudian menghilang, kuman masuk peredaran
darah menyebar keseluruh tubuh disertai demam, kelainan kulit, mukosa
mulut, anus serta alat genitalia. Kelainan berbentuk macula, vesikula,
pustula yang efektif.
Stadium III : stadium laten :
Kelainan kulit tang terjadi kadang-kadang dapat sembuh dengan
sendirinya untuk kemudian terbentuk suatu gumma (granulomatosa),
suatu ulkus dengan tepi tidak meradang. Gumma dapat tejadi pada tulang,
sendi, kulit dean alat-alat dalam. Pada stadium ini terjadi perubahan
degeneratif system syaraf pusat (safilis meningovaskuler, paresis dan
tabes) Rambut rontok dalam beberapa tahun karena folikel.
Stadium IV : stadium neurollus :
Terjadi pada 5 – 15 tahun setelah efek primer, merupakan akibat
penyebaran kuman ke system syaraf pusat, dengan gejala : tabes dorsalis
atau gejala psikiatrik seperti dimentia paralitika. Pada stadium II dan IV,
T. pallidum sulit ditemukan dalam lesi.
Penyakit ini dibagi 2 menurut cara perolehnya yakni sifilis dapatan
dan sifilis kongenita
1. Sifilis dapatan (aquisita) :
Secara alamiah infeksi T. pallidum hanya terbatas pada manusia,
ditullarkan lewat hubungan seksual dengan lesi pada kulit atau membrana
mukosa alat kelamin.

9
2. Sifilis kongenita :
Bila seorang ibu hamil menderita sifilis, terutama pada stadium II,
penularan dapat terjadi pada bayinya secara transplasental. Akibat yang
terjadi tergantung pada masa kehamilanya.
 Trimester I : dapat timbul abortus atau sifilis congenital
 Trimester II : stillbirth, prematuritas atau lues tarda
 Trimester III : anak lahir aterm, tetapi meninggal dengan maserasi,
kulit penuh dengan bula yang efektif. Segala sesuatu yang
dikeluarkan ibunya lewat vagina bersifat infeksius.
 Anak yang lahir hidup menderita gejala : hidung pelana (saddle
nose), kulit keriput, pada telapak dan tangan terdapat gelembung
(pemfigus sifilitikus), splenomegali. Pada foto tulang panjang
ditemukan osteochondritis, dengan daerah metaphisis yang mengapur
dan melebar.
 Lues tarda : anak yang lahir tampak normal dan sehat, tetapi
sebenarnya sedang terjadi infeksi laten. Kurang lebih 8 tahun
kemudian timbul gejala tuli sentral, kornea keruh, gigi seri bergerigi.
Ketiga gejala tersebut dikenal sebagai Trias Hutchinson. Bila anak
menjadi dewasa, timbul kelainan SSP seperti hemiplegi, tabes
dorsalis, dimentia paralitika, serta idiosi.
F. Genus Borellia
Borelia adalah spirochaeta (lebih besar dan lebih panjang daripada
Treponema), bergerak aktif secara rotasi sepanjang sumbunya. Umumnya
hidup komensal pada mukosa mulut dan pada keadaan ganggrenous atau
ulseratif dari mulut, tenggorokan atau genital. Karakteristik umum :
 P : 3-15 µ dengan diameter : 0,2-0,5 µ
 An aerob
 Hidup sebagai parasit , beberapa bersifat patogen a.l. sebagai penyebab
oleh kutu/ sengkenit (tick)
 Identifikasi kuman terutama didasarkan atas vektor arthropoda

10
Borellia recurentis

Merupakan penyebab penyakit relapsing fever (febris recurentis). Penyakit


ini dapat desebabkan pula oleh Borrelia duttonii dan Borrelia nouyi.

1. Morfologi dan Identifikasi


Bakteri ini berbentuk spiral, panjang 10-30 um dengan diameter
0.3 um, sangat fleksibel, bergerak secara rotasi atau berliku-liku. Dapat
diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, Wright, Gram atau dengan
impregnasi perak.
2. Karakteristik Pertumbuhan
Kuman ini dapat tumbuh pada media cair yang mengandung darah,
serum, cairan asites yang mengandung darah dan ginjal kelinci dan telur
berembrio lebih cepat berkembang. Pada suhu 40 C,baik dalam darah atau
kultur, kuman tahan hidup sampai beberapa bulan.
3. Langkah – langkah Identifikasi
Bahan pemeriksaan berupa darah, diambil sewaktu terjadi demam
tinggi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Giemsa atau
Wright, tampak kuman diantara sel - sel darah merah. Dapat pula
digunakan hewan percobaan, darah disuntikkan intraperitoneal pada tikus
putih atau subkutan pada kera. Setelah 2-4 hari diambil darahnya
kemudan diwarnai dan diamati dibawah mikroskop. Selama fase demam
biasanya albuminuria positif, lekosit meninggi sampai 10.000-20.000.
4. Patogenesis dan Gejala Klinik
Setelah masa inkubasi 3 - 10 hari timbul demam disertai menggigil
yang berlangsung antara 3 - 5 hari, kemudian panas turun penderita
tampaktidak sakit, hanya lemah. Kemudian setelah 4 - 10 hari timbul lagi
demam dengan menggigil, sakit kepala hebat dan rasa tidak enak badan.
Hal demikian dapat terjadi 3 - 10 kali dengan derajat kesakitan yang makin

11
berkurang. Selama fase demam,terutama waktu panas tinggi kuman
banyak terdapat dalam darah, setelah panas turun kuman tidak ditemukan
dalam darah. Kuman dapat pula ditemukan dalam urine dalam jumlah
sedikit.

G. Genus Leptosira
Karakteristik umum :
 P : 6-20 µ, diameter : 0,1 µ
 Berupa spiral rapat dengan ujung membengkok seperti kait.
 Aerob, hidup bebas /parasit beberapa bersifat patogen.

Genus Leptospira dibagi dalam 2 golongan, yakni :

1) Leptospira interrogans (strain parasit) : patogen bagi hewan dan


manusia. Terdapat lebih dari 100 tipe.
2) Leptospira biflexa (strain saprofit) : hidup dalam air, tidak
menyebabkan sakit pada hewan dan dapat tumbuh dalam media
dalam serum.
1. Morfologi dan Identifikasi
Kuman ini mempunyai struktur yang fleksibel berupa benang-
benag halus berbentuk spiral dengan satu atau kedua ujungnya
melengkung sehingga dapat berbentuk tongkat, huruf C atau S.
Panjangnya bervariasi antara 6-20 u, diameter 0.5 u. Bentuk vegetative
dapat sampai 40 u panjangnya. Bergerak secara rotasi kadang-kadang
meluncur atau bergerak seperti cambuk (whipping motion). Gerak ini
harus dapat dibedakan dengan gerak Brownian dari pseudo leptospira.
Dapat diwarnai dengan Giemsa, Anilin atau Impregnasi perak.
2. Karakteristik Pertumbuhan

12
Sumber utama tenaga kuman ini berasal dari oksidasi asam lema
rantai panjang, sedang kebutuhan nitrogen berasal dari garam ammonium.
Berkembang biak dengan pembelahan melintang. Tumbuh baik pada suhu
370 C. pH 7.2 dalam suasana aerob. Isolasi harus dalam media yang
mengandung serum (kelinci, marmut) antara lain agar pada semi solid
Noguchi, Fletcher atau media cair dari Vervoort, Stuart, Korthof.
Strain parasit tidak dapat tahan lama diluar tubuh hospes. Dalam
media Vervoot pada temperatur kamar, ditempat gelap tampa subkultur
dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun. Pada agar semi solid
Noguchi tetap virulen untukbeberapa tahun, sensitive terhadap asam. Mati
pada 500 C dalam 10 menit. Pada –700 C tahan bertahun-tahun tampa
kehilangan sifat virulen. Agak resisten terhadap desinfektan seperti :
streptomisin, tetrasikin, dan eritromisin.

3. Langkah – langkah Identifikasi


Dalam minggu pertama penyakit sering kuman terdapat banyak
didalam darah, Oeptosperemia jarang terjadi setelah hari ke 8. Pada
minggu ke 4-6 setelah gejala pertama kuman terdapat dalam urine.
Didalam urine asam kuman mengalami lisis sehingga urine harus segera
diperiksa dan semalam sebelumnya penderita diberi Na bikarbonat. Pada
fase permulaan kadang-kadang kuman dijumpai pada cairan spinal.
Sebagai penentu diagnosa perlu diamati adanya kenaikan titer zat anti
selama sakit. Pada minggu pertama antibody dalam serum meningkat,
pada minggu ke 2-3 titer meningkat sedangkan setelah minggu ke 3 titer
antibody menurun lagi dan kadang-kadang titer yang rendah masih
terdapat dalm beberapa tahun.

Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan dapat berupa :
1. Darah (minggu pertama)

13
1) Mikroskopik : 10 ml darah + 1 ml 1% Na oksalat, diputar 500
putaran/menit. Satu tetes plasma diamati dibawah mikroskop
medan gelap. Endapanya disuntikan pada marmot secara
intraperitoneal.
2) Biakan : darah atau endapan ditanam pada media Kortof.
3) Hewan percobaan: darah, plasma atau urine disuntikkan, setiap
hari diperiksa cairan peritoneal dibawah mikroskop medan gelap,
bila hasilnya positif diambil jantung hewan ditanam pada media
Kortof.
2. Urine (pada minggu ke 2-3)
1) Mikroskopik: Urine diputar selama 3000 putaran/menit selama 10
menit. Endapanya diperiksa dibawah mikroskop medan gelap.
2) Biakan : tidak dapat langsung dibiakkan karena urin berisi
bermacam-macam kuman sehingga pertumbuhan Leptospira akan
tertkan. Pada urine alkalis disuntikan intraperitoneal, bila positif
diambil darah jantung dan ditanam pada media Korthof.
Diagnosa Serologik
Titer zat anti aglutinim dapat mencapai lebih dari 1/1000, maksimal pada
minggu ke 5-8 setelah infeksi.
1) Uji aglutinasi – lisis dari Schuffuer dan Wolff. Serum penderita dalam
beberapa pengenceran dicampur dengan suspensi kuman, dieramkan
pada 320 –370 C selama 3 jam, kemudian npada suhu kamar selama 1
jam. Diambil 1 tetes dari setiap campuran diamati terjadinya aglutinasi
dan lisis dibawah mikroskop medan gelap.
2) Uji aglitinasi dari Broom : Prosedurnya sama dengan metode diatas
tetapi kuman dimatikan dahulu dengan formalin. Sebelum dibaca
campuran tersebut disimpan dalam almari pendingin selama semalam.
3) MetodaFlouresen Antibodi : Sangat baik untuk mendeteksi adanya
leptospira dalam urine atau jaringan.
Penilaian Titer Diagnostik :

14
Mengigat banyaknya serotip yang menimbulkan reaksi silang,
maka penilaian tetrasi serum tunggal harus berhati-hati, sebaiknya
mengamati kenaikn titer dari sepasang serum.
4. Patogenesis dan Gejala klinik
Leptospira merupakan penyakit primer pada hewan (zoonosis) dan
manusia terinfeksi secara kebetulan. Hospes reservoir adalah hewan
mengerat, kadang-kadang anjing, babi, sapi atu kuda, dsb. Setiap serotipe
mempunyai hospes predileksi tertentu, misalnya :
Leptospira icterohaemorrhagiae, Ratus norwegius, Leptospira hebdomadis ,
Mocrotus, Montabelli
Pada hewan kuman ini berada didalam tubuli kontorti ginjal tampa
menimbulkan gejala dan diekskresi bersama urinya. Penularan terjadi karena
manusia menelan makanan/ minuman yang telah terkontaminasi dengan
urine tikus infektif, atau berenang.
Sifat infeksi mringan/subklinis tampa ikterus, dapat berakibat fatal.
Infeksi Leptospira pada manusia menimbulkan gambaran klinik berupa :
demam tinggi akut disertai menggigil, sakit kepala, nyeri otot terutama
punggung dan betis, konyungtivitis, hepatospenomegali. Pada keadaan
demam kuman dalam darah dapat menyebar kehepar (menimbulkan nekrosis
ikterus), ginjal (menimbulkan pendarahan dan nekrosis timbul albuminuria),
Susunan syaraf pusat (menimbulkan meningitis aseptika benigna) atau oto
dan kulit (menimbulkan rasa nyeri).

15
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Spirochaeta adalah bakteri berukuran besar, kelompok heterogen bakteri
spiral yang motil. Satu famili (spirochaetaceae) dari ordo Spirocahetales
terdiri dari tiga genus organisme yang hidup bebas, berukuran besar dan
berbentuk spiral. Famili lainnya (Treponemataceae) meliputi tiga genus
yang patogen bagi manusia yakni Treponema, Boriela, dan Leptospira
2. Spirochaeta hidup bebas didalam air yang mengandung H2S, dilumpur,
atau didasar laut. Bagi pertumbuhanya dibutuhkan media yang diperkaya
dengan serum dan dalam suasana anaerob. Kuman ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop medan gelap atau dengan pengecatanm
khusus seperti Giemsa Fontana, atau Levaditti (impregnasi perak).

16
DAFTAR PUSTAKA

Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23. Jakarta : EGC

Siregar, RS. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.


Jakarta: EGC

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia, Depkes RI, Jakarta

Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Leptospira. Mikrobiologi Kedokteran.


20th ed. Jakarta: EGC; 1996. p. 322-5.

17

Anda mungkin juga menyukai