“SPIROCHAETALES”
DOSEN PEMBIMBING :
DI SUSUN OLEH :
Muhammad Husin
P07134218143
Sarjana Terapan
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen serta memahami dan mengerti tentang Spirochaetales dalam bidang
Bakteriologi III. Namun, dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, saya mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun
Demikianlah makalah ini saya buat, atas perhatian serta kritik dan
Penyusun
Muhammad Husin
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II Pembahasan.................................................................................................3
Daftar Pustaka........................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
4. Bagaimana penularannya?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ordo Spirochaetales
Spirochaeta adalah bakteri yang dapat hidup di luar sel, disebut free-living
bacteria. Spirochaeta berbentuk spiral yang sangat halus dengan dinding tipis
dan fleksibel. Dindingnya yang tipis membuat Spirochaeta tidak dapat dilihat
melalui pewarnaan Giemsa dan hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan
ini terutama pada Treponema dan Leptospira, sedangkan pada Borrelia yang
memiliki bentuk lebih besar daripada dua genus sebelumnya, dapat dilihat
Ordo ini terdiri atas 2 famili dengan 6 genus yang mencakup 49 spesies.. Ada
leptospirosis.
3
B. Klasifikasi
Ordo : SPIROCHAETALES
Family : SPIROCHAETACEAE
Genus : - Spirochaeta
- Cristispira
- Treponema
- Borrelia
- Leptospira
4
Treponema pallidum
1. Morfologi dan Identifikasi Treponema pallidum
Berbentuk spiral halus, ramping berukuran panjang 5-15 um dan
tebal 0.2 um. Untuk pengamatan biasanya digunakan mikroskop medan
gelap, imunofloerosensi atau dengan impregnasi perak karena kuman ini
mampu mereduksi perak nitrit menjadi perak metalik sehingga treponema
dalam jaringan dapat teramati (Impregnasi perak dari Levaditti).
Koil spiral tersusun teratur dengan jarak 1 um. Kuman ini bergerak
aktif dengan berputar teratur mengelilingi sumbu panjang. Sumbu
sepanjang spiral biasanya lurus, tetapi kadang-kadang membengkok
sehingga memungkinkan kuman ini suatu saat membentuk lingkaran
kemudian kembali keposisi normal. Selain bentuk spiral dikenal fase
granulair berbentuk bulat seperti kista.
T. pallidum belum berhasil dibiakkan dengan baik pada media
buatan, telur berembrio ataupun biakkan jaringan, tetapi strain Reiter yang
non patogen dapat tumbuh secara anaerob (in vitro). Kuman ini tetap
hidup selama 3-6 hari pada 25° C, sedangkan pada darah yang disimpan
pada suhu 4° C dapat hidup selama 24 jam. Sifat ini perlu diperhatikan
mengingat ada kemungkinan penularan lues melalui transfusi darah. Pada
suhu 24°C kuman ini akan mati, sifat ini dahulu digunakan sebagai terapi
lues (fefer therapy) dengan menyuntikan parasit malaria secara intravena
agar penderita menjadi demam sehingga treponema mati.
Treponema peka terhadap pengeringan dan pemanasan, senyawa
arsen, merkuri dan bismut.
T. pallidum berkembang dengan belah pasang secara transversal
setelah membelah kuman saling melekat satu sama lain untuk beberapa
saat. Penisilin pada konsentrasi rendah bersifat mamatikan treponema
5
secara lambat, hal ini disebabkan karena lambatnya multiplikasi kuman
ini.
Antigen T. pallidum belum diketahui secara jelas. Antibodi
terhadap kuman ini pada manusia dapat dideteksi dengan tes immobilisasi
(TPI), FAT (imunoflourensi) dan tes ikatan komplemen. Didalam tubuh
manusia akibat infeksi lues akan terbentuk regain. Zat tersebut terbentuk
karena adanya jaringan yang rusak (yang bersifat sebagai hapten) yang
apabila berikatan dengan protein T. pallidum akan membentuk antigen
lengkap sehingga menginduksi terbentuknya reagin. Zat ini akan
memberikan hasil positif pada tes ikatan komplemen dan tes flokulasi
dengan suspensi ekstrak jantung mamalia (sapi). Zat ini kemudian
digunakan dalam uji serelogik untuk diagnosa penyakit sifilis seperti tes
Wasserman, VDRL, Kahn.
2. Langkah – Langkah Identifikasi Treponema palliidum
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pada stadium I :
Bersihkan lesi dengan pinset dan kain kasa dengan NaCl, tekan lesi
sampai keluar serum Ritz yang jernih (bila berdarah diulang). Dibuat
preparat basah untuk mikroskop medan gelap. Disamping itu dibuat pula
preparat basah dengan tinta cina atau preparat kering dengan pengecatan
Fontana.
Ada kemungkinan hasil mikroskopik negatif, bila telah diberi
pengobatan atau pada lesi diberi antiseptik atau lesi primer telah sembuh.
Untuk keadaan ini bisa dilakukan aspirasi kelenjar limfe yang membesar.
Bila perlu serum Ritz dapat dihisap dengan kapiler, ditutup dengan
paraffin. Jangan disimpan di almari pendingin atau incubator.
Pada stadium II : stadium bubo
Bahan pemeriksaan dapat berupa kerokan lesi kulit atau bercak-
bercak dimulut, kondiloma divulva atau anus. Pemeriksaan mikroskopik
harus dilakukan 3 kali berturut-turut sebelum dinyatakan negatif.
2. Pemeriksaan serelogik
6
Pada infeksi Treponema pallidum terbentuk 3 antibodi :
1. Reagin (non Troponemal) :
bereaksi dengan antigen yang terdiri dari otot jantung sapi,
diekstrasi dengan alcohol ditambah dengan kolestrol dan lesitin
(kardioolipin). Reagin dapat dideteksi dengan Tes Wasserman atau
dengan tes flokulasi baik secara makroskopik ataupun mikroskopik
(VDRL). Reagin adalah campuran IgM dan IgA terhadap beberapa
antigen yang tersebar dalam jaringan normal, zat ini dijumpai dalam
tubuh penderita setelah 2 – 3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati
dan dalam cairan spinal setelah 4 – 8 minggu infeksi.
1) Uji flokulasi VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
Dasar pengujian : partikel antigen lipid (kardiolipin jantung
sapi) tersebar rata dengan serum normal, tetapi bila bereaksi
dengan reagin akan terjadi gumpalan terutama setelah
digojog. Uji VDRL atau RPR akan menjadi negatif dalam 6 – 18
bulan setelah pengobatan sifilis secara efektif.
2) Uji Fiksasi Komplemen : CF, Waserman, Kolmer
Dasar pengujian : serum yang berisi regain mengikat
komplemen dengan adanya kardiolipin. Perlu dipastikan bahwa
serum tidak bersifat antikomplementer (tidak merusak
komplemen tampa adanya antigen). Kedua pengujian tersebut
dapat memberikan hasil secara kuantitatif, dengan pengeceran
serum secara seri.
2. Antibodi yang bereaksi dengan protein T. pallidum non patogen
(strain Reiter). Dapat diperiksa dengan Reiter Protein
Complemen Fixation Test (RPCT).
Uji nontroponemal dapat memberikan hasil positif palsu sebagai
akibat kesulitan teknis atau karena biologik karena terjadinya regain pada
bebagai penyakit antara lain (malaria, lepra, campak, mononucleosis
infeksiosa), atau karena vaksinasi, penyakit pembuluh darah dan kolagen
(Lupus erimatosus sistematik, poliartritis, penyakit rematik)
7
3. Antibodi yang bereaksi dengan T. pallidum patogen (strain
Nichols) dapat diperiksa dengan :
1. T. pallidum Immobilitation Test (TPI)
Menggunakan T. pallidum hidup dari testis kelinci yang
aktif bergerak. Apabila ditambahkan pada serum penderita yang
mengandung antibody divcampur dengan komplemen, secara
mikroskopik terlihat kuman berhenti bergerak.
2. T pallidum Flourescent Antibody test (TPFAT)
Uji ini menggunakan cara immunoflouresen tak langsung.
Pada cara ini T. pallidum mati ditambah serum penderita dan anti
human gamma globulin yang telah dilabel. Hasilnya sangat
spesifik dan peka.
3. T. pallidum Hemaglutination Test (TPHA)
Sel darah merah yang disiapkan mampu mengabsorpsi
treponema bila ditambah serum yang mengandung antibody anti
treponema akan menggumpal.
3. Patogenesis, patologi dan gejala klinik
Penularan penyakit lues pada manusia dapat melaui kohabitasi,
saliva, transfusi darah, serta transplantasi. Masa tunas 4 – 6 minggu.
Kurang lebih 30% kasus infeksi sifilis dini sembuh sempurna tampa
pengobatan, pada 30% lainya infeksi yang tidak diobati menjadi laten,
dengan uji serologi positif, sedangkan sisanya penyakit berkembang
menjadi stadium lebih lanjut.
Stadium I : afek primer :
Lesi primer 10 – 20% terjadi pada intrarektal, perianal dan oral. T.
pallidum masuk tubuh dengan mnembus mukosa atau luka pada kulit.
Kuman berkembang biak pada tempat ia masuk, sebagian menyebar ke
kelenjar limfe setempat dan peredaran darah. Pada 2 – 10 minggu setelah
infeksi pada tempat masuk (organ genitalia) terbentuk papula merah yang
membesar, mengeras (indurasi), kemudian terjadi nekrosis, pecah dan
menjadi ulkus (ulkus durum). Dasar ulkus bersih, pada palpalasi keras,
8
tidak nyeri, lesi ini sembuh spontan. Bila lesi ini dipijit akan keluar
eksudat yang mengandung kuman. Cairan ini disebut serum Reitz. Lesi
primer pada pria biasanya terjadi pada glans atau preputium penis,
sedangkan pada wanita terdapat pada vulva, labia mayora, labia minora
atau vagina.
9
2. Sifilis kongenita :
Bila seorang ibu hamil menderita sifilis, terutama pada stadium II,
penularan dapat terjadi pada bayinya secara transplasental. Akibat yang
terjadi tergantung pada masa kehamilanya.
Trimester I : dapat timbul abortus atau sifilis congenital
Trimester II : stillbirth, prematuritas atau lues tarda
Trimester III : anak lahir aterm, tetapi meninggal dengan maserasi,
kulit penuh dengan bula yang efektif. Segala sesuatu yang
dikeluarkan ibunya lewat vagina bersifat infeksius.
Anak yang lahir hidup menderita gejala : hidung pelana (saddle
nose), kulit keriput, pada telapak dan tangan terdapat gelembung
(pemfigus sifilitikus), splenomegali. Pada foto tulang panjang
ditemukan osteochondritis, dengan daerah metaphisis yang mengapur
dan melebar.
Lues tarda : anak yang lahir tampak normal dan sehat, tetapi
sebenarnya sedang terjadi infeksi laten. Kurang lebih 8 tahun
kemudian timbul gejala tuli sentral, kornea keruh, gigi seri bergerigi.
Ketiga gejala tersebut dikenal sebagai Trias Hutchinson. Bila anak
menjadi dewasa, timbul kelainan SSP seperti hemiplegi, tabes
dorsalis, dimentia paralitika, serta idiosi.
F. Genus Borellia
Borelia adalah spirochaeta (lebih besar dan lebih panjang daripada
Treponema), bergerak aktif secara rotasi sepanjang sumbunya. Umumnya
hidup komensal pada mukosa mulut dan pada keadaan ganggrenous atau
ulseratif dari mulut, tenggorokan atau genital. Karakteristik umum :
P : 3-15 µ dengan diameter : 0,2-0,5 µ
An aerob
Hidup sebagai parasit , beberapa bersifat patogen a.l. sebagai penyebab
oleh kutu/ sengkenit (tick)
Identifikasi kuman terutama didasarkan atas vektor arthropoda
10
Borellia recurentis
11
berkurang. Selama fase demam,terutama waktu panas tinggi kuman
banyak terdapat dalam darah, setelah panas turun kuman tidak ditemukan
dalam darah. Kuman dapat pula ditemukan dalam urine dalam jumlah
sedikit.
G. Genus Leptosira
Karakteristik umum :
P : 6-20 µ, diameter : 0,1 µ
Berupa spiral rapat dengan ujung membengkok seperti kait.
Aerob, hidup bebas /parasit beberapa bersifat patogen.
12
Sumber utama tenaga kuman ini berasal dari oksidasi asam lema
rantai panjang, sedang kebutuhan nitrogen berasal dari garam ammonium.
Berkembang biak dengan pembelahan melintang. Tumbuh baik pada suhu
370 C. pH 7.2 dalam suasana aerob. Isolasi harus dalam media yang
mengandung serum (kelinci, marmut) antara lain agar pada semi solid
Noguchi, Fletcher atau media cair dari Vervoort, Stuart, Korthof.
Strain parasit tidak dapat tahan lama diluar tubuh hospes. Dalam
media Vervoot pada temperatur kamar, ditempat gelap tampa subkultur
dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun. Pada agar semi solid
Noguchi tetap virulen untukbeberapa tahun, sensitive terhadap asam. Mati
pada 500 C dalam 10 menit. Pada –700 C tahan bertahun-tahun tampa
kehilangan sifat virulen. Agak resisten terhadap desinfektan seperti :
streptomisin, tetrasikin, dan eritromisin.
Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan dapat berupa :
1. Darah (minggu pertama)
13
1) Mikroskopik : 10 ml darah + 1 ml 1% Na oksalat, diputar 500
putaran/menit. Satu tetes plasma diamati dibawah mikroskop
medan gelap. Endapanya disuntikan pada marmot secara
intraperitoneal.
2) Biakan : darah atau endapan ditanam pada media Kortof.
3) Hewan percobaan: darah, plasma atau urine disuntikkan, setiap
hari diperiksa cairan peritoneal dibawah mikroskop medan gelap,
bila hasilnya positif diambil jantung hewan ditanam pada media
Kortof.
2. Urine (pada minggu ke 2-3)
1) Mikroskopik: Urine diputar selama 3000 putaran/menit selama 10
menit. Endapanya diperiksa dibawah mikroskop medan gelap.
2) Biakan : tidak dapat langsung dibiakkan karena urin berisi
bermacam-macam kuman sehingga pertumbuhan Leptospira akan
tertkan. Pada urine alkalis disuntikan intraperitoneal, bila positif
diambil darah jantung dan ditanam pada media Korthof.
Diagnosa Serologik
Titer zat anti aglutinim dapat mencapai lebih dari 1/1000, maksimal pada
minggu ke 5-8 setelah infeksi.
1) Uji aglutinasi – lisis dari Schuffuer dan Wolff. Serum penderita dalam
beberapa pengenceran dicampur dengan suspensi kuman, dieramkan
pada 320 –370 C selama 3 jam, kemudian npada suhu kamar selama 1
jam. Diambil 1 tetes dari setiap campuran diamati terjadinya aglutinasi
dan lisis dibawah mikroskop medan gelap.
2) Uji aglitinasi dari Broom : Prosedurnya sama dengan metode diatas
tetapi kuman dimatikan dahulu dengan formalin. Sebelum dibaca
campuran tersebut disimpan dalam almari pendingin selama semalam.
3) MetodaFlouresen Antibodi : Sangat baik untuk mendeteksi adanya
leptospira dalam urine atau jaringan.
Penilaian Titer Diagnostik :
14
Mengigat banyaknya serotip yang menimbulkan reaksi silang,
maka penilaian tetrasi serum tunggal harus berhati-hati, sebaiknya
mengamati kenaikn titer dari sepasang serum.
4. Patogenesis dan Gejala klinik
Leptospira merupakan penyakit primer pada hewan (zoonosis) dan
manusia terinfeksi secara kebetulan. Hospes reservoir adalah hewan
mengerat, kadang-kadang anjing, babi, sapi atu kuda, dsb. Setiap serotipe
mempunyai hospes predileksi tertentu, misalnya :
Leptospira icterohaemorrhagiae, Ratus norwegius, Leptospira hebdomadis ,
Mocrotus, Montabelli
Pada hewan kuman ini berada didalam tubuli kontorti ginjal tampa
menimbulkan gejala dan diekskresi bersama urinya. Penularan terjadi karena
manusia menelan makanan/ minuman yang telah terkontaminasi dengan
urine tikus infektif, atau berenang.
Sifat infeksi mringan/subklinis tampa ikterus, dapat berakibat fatal.
Infeksi Leptospira pada manusia menimbulkan gambaran klinik berupa :
demam tinggi akut disertai menggigil, sakit kepala, nyeri otot terutama
punggung dan betis, konyungtivitis, hepatospenomegali. Pada keadaan
demam kuman dalam darah dapat menyebar kehepar (menimbulkan nekrosis
ikterus), ginjal (menimbulkan pendarahan dan nekrosis timbul albuminuria),
Susunan syaraf pusat (menimbulkan meningitis aseptika benigna) atau oto
dan kulit (menimbulkan rasa nyeri).
15
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Spirochaeta adalah bakteri berukuran besar, kelompok heterogen bakteri
spiral yang motil. Satu famili (spirochaetaceae) dari ordo Spirocahetales
terdiri dari tiga genus organisme yang hidup bebas, berukuran besar dan
berbentuk spiral. Famili lainnya (Treponemataceae) meliputi tiga genus
yang patogen bagi manusia yakni Treponema, Boriela, dan Leptospira
2. Spirochaeta hidup bebas didalam air yang mengandung H2S, dilumpur,
atau didasar laut. Bagi pertumbuhanya dibutuhkan media yang diperkaya
dengan serum dan dalam suasana anaerob. Kuman ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop medan gelap atau dengan pengecatanm
khusus seperti Giemsa Fontana, atau Levaditti (impregnasi perak).
16
DAFTAR PUSTAKA
17