Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

“Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah I”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah SPI.

Dosen pengampu:

Nur Mukhlis Zakariya, M.Ag

Disusun Oleh :

Achmad Nuris Choiru Nada


Ahmad Junaidi
Agus Saiful Ghufron
Slamet Muhaimin

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH “AL-MUSLIHUUN”

TLOGO KANIGORO BLITAR


Jl. Raya Gaprang Po Box 108 Blitar 66171 Telp. (0342) 807422

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap
insan di masa mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan
masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan islam pada masa itu
menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah
Abbasiyah.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti
sejarah peradaban umat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa
pemerintahan umat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa
ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi,
Politik, dan Ilmu pengetahuan, dan dari segala bidang yang ada menghantarkan daulah
Bani Abbasiyah menjadi salah satu dinasti yang sangat berpengaruh bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban islam di masa itu.

B. Rumusan Penulisan
a. Bagaimana sejarah asal mula berdirinya Dinasti Abasiyah?
b. Bagaimana sistem politik, pemerintahan dan sosial pada masa Dinasti Abasiyah?
c. Bagaimana perkembangan ilmu islam dan pengetahuan dan tokoh ilmuan yang
berpengaruh pada masa Dinasti Abasiyah?

C. Manfaat Penulisan
a. Mengetahui sejarah asal mula berdirinya Dinasti Abasiyah?
b. Mengetahui sistem politik, pemerintahan dan sosial pada masa Dinasti Abasiyah?
c. Mengetahui perkembangan ilmu islam dan pengetahuan pada masa Dinasti
Abasiyah?

BAB II
2
PEMBAHASAN

A. Sejarah asal mula berdirinya Dinasti Abasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan pada
tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah.1
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan
pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah
SAW, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
disandarkan pada tiga tempa pusat kegiatan yaitu, Humaimah, Kufah, dan Khurasan.
Dengan organisasi yang bertingkat dan mekanisme pembagian tugas di atas gerakan
Abbasiyah memutuskan bahwa Khurasan dijadikan sebagai pusat kegiatan gerakan
Abbasiyah. Alasan pemilihan Khurasan selain karena letak geografisnya yang jauh dari
ibukota Dinasti Umayyah, Damaskus, juga beberapa faktor sosial yang menguntungkan
yaitu masyarakat Khurasan yang berkebangsaaan Arab mendukung gerakan ini.
Sedangkan masyarakat Khurasan non-Arab mempunyai kekecewaan-kekecewaan politik
terhadap Bani Umayyah karena kebijakan dalam hal pajak yang dianggap memberatkan
rakyat.2
Di kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya
bernama Al-Imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi
berdirinya Dinasti Abbasiyah.3 Dia mengemukakan bahwa pemindahan kekuasaan dari
satu keluarga ke keluarga yang lain harus didahului oleh persiapan jiwa. Bahwa
perubahan yang mendadak akan menyebabkan kegoncangan dalam masyarakat dan
belum tentu berhasil, sehingga harus diatur strategi yang hati-hati dengan cara
menyebarkan para propagandis untuk mendukung keluarga Nabi saw. Ide dan pemikiran
untuk mendirikan kekuasaan Abbasiyah diatur di Humaimah, dan disebarkan di Kufah
sedang tempat pergolakan dilakukan di Khurrasan yang jauh dari pengamatan
pemerintahan pusat Umayyah di Damaskus. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah
150 orang di bawah para pemimpinnya yang berjumlah 12 orang, dan puncak
pemimpinnya adalah Muhammad bin Ali. Mereka mendakwahkan kebaikan keluarga
1
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH, 2019), h. 138
2
Armany Lubis dkk, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005), h. 107
3
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 139
3
Bani Hasyim untuk mengambil hati dan dukungan dari kelompok Syi’ah. Langkah itu
berhasil menggaet pendukung kaum Syi’ah.4
Muhammad bin Ali meninggal pada tahun 125 H/742 M. Sebelum meninggal, ia
menunjuk putranya, Ibrahim sebagai penggantinya. Di masa Ibrahim bin Muhammad ini
gerakan Abbasiyah mulai menjadi gerakan terbuka dan pemberontakan terhadap Dinasti
Umayyah pun mulai diproklamirkan. Untuk tujuan itu Ibrahim mengutus Abu Muslim al-
Khurrasani pergi ke Khurrasan menemui Sulaiman bin Katsir al-Khuza’i dan berjuang
bersamanya di daerah itu.5 Akan tetapi, gerakan Ibrahim diketahui oleh khalifah
Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh
pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia
mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk pindah ke Kufah. Dan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh
Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah
ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk
mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang
melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan
akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M dengan demikian
maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang
dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat
kekuasaan awalnya di Kufah.6
Ditinjau dari proses pembentukannya, Dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar
sebagai berikut. 7
1. Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbuh dari dinasti
sebelumnya.
2. Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
3. Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
4. Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam.
5. Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai
salah satu bagian saja di antara ras-ras lain.
6. Hak memerintarah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.

4
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), h. 87-88
5
Armany Lubis dkk, Sejarah Peradaban Islam, h. 108
6
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 140
7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 44
4
B. Sistem politik, pemerintahan dan sosial pada masa Dinasti Abasiyah
Setidaknya, ada beberapa khalifah yang terkenal karena keberhasilannya membawa
Dinasti Abbasiyah pada puncak kejayaan, antara lain :

1. Abu al-Abbas al-Saffah, setelah Dinasti Umayyah takluk, dan Dinasti Abbasiyah
berdiri, Abdullah bin Muhammad diangkat menjadi khalifah pertama pada 721 M
sampai 750 M. Gelar yang ia sandang adalah Abu al-Abbas al-Saffah. Pusat
pemerintahan saat itu berada di Kuffah. Ia dikenal tegas dan pada masa
pemerintahannya ia melakukan konsolidasi untuk memajukan peradaban Islam.
2. Abu Jafar al-Mansur, berkuasa dari 750 M sampai 775 M. Abu Jafar yang
merupakan saudara dari Abu al-Abbas ini memimpin selama 25 tahun. Saat
memerintah, ia membangun ibu kota baru bernama Baghdad. Di dalamnya terdapat
istana yang dinamai Madinat as-Salam. Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari
Kuffah ke Baghdad. Di masa itulah, ilmu pengetahuan mulai dibius untuk
berkembang. Pada periode awal antara 750 M sampai 847 M, Dinasti Abbasiyah
masih mengutamakan kegiatan memperluas wilayah. Dinasti ini juga membuat
pondasi sistem pemerintahan yang menjadi pegangan di kepemimpinan selanjutnya.
Di masa ini, banyak cendekiawan yang dijadikan sebagai pegawai pemerintahan.
Abu Jafar kerap kali mengangkat cendekiawan asal Persia untuk menjadi pegawai di
pemerintahan. Satu keluarga cendekiawan dari Persia yang tergolong dekat
dengannya, Barmak. Bahkan khalifah juga memberikan jabatan wazir kepada Khalid
bin Barmak. Keluarga Barmak ketika itu dikenal sangat menyukai ilmu pengetahuan
dan filsafat.
3. Harun al-Rasyid, khalifah yang dalam sejarahnya berhasil membawa dinasti
tersebut kepuncak kejayaan, yang masa kepemimpinannya dari 786 M sampai 809
8
M. Selama memimpin, ia mendirikan perpustakaan terbesar pada zamannya,
bernama Baitul Hikmah. Saat itu orang-orang baik dari kalangan muslim maupun
dari barat, turut datang ke kota Baghdad untuk mendalami ilmu pengetahuan. Baitul
Hikmah juga dijadikan sebagai tempat untuk menerjemahkan karya-karya intelektual
dari Persia dan Yunani.
Beberapa proyek besar yang dihasilkan selama pemerintahan Harun al-Rasyid, yakni
keamanan dan kesejahteraan seluruh rakyat, pembangunan Kota Baghdad,
pembangunan sejumlah tempat ibadah, dan sarana pendidikan. Saat dipimpin Harun

8
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam. H.144
5
al-Rasyid, Dinasti Abbasiyah juga menaruh perhatian pada pengembangan ilmu
kesusasteraan, kebudayaan dan kesenian-kesenian lainnya. Aktivitas keilmiahan di
dinasti ini terus dilakukan pada berbagai bidang. Kejayaan keilmuan di masa ini
berkontribusi besar dalam memajukan peradaban dunia kala itu. Bahkan hingga
sekarang.
4. Al-Makmun al-Rasyid, Setelah kepemimpinan Harun al-Rasyid berakhir, khalifah di
masa Abbasiyah yang masyhur setelahnya adalah al-Makmun al-Rasyid. Al-Makmun
anak dari Harun al-Rasyid. Kekhalifahan al-Makmun didahului oleh saudaranya, al-
Amin. Selama memimpin Dinasti Abbasiyah dari 813 M sampai 833 M, al-Makmun
memperluas Baitul Hikmah yang didirikan ayahnya, Harun al-Rasyid, sebagai
akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas hingga
menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian. Di
dalamnya terdapat ribuan buku ilmu pengetahuan.
Lembaga lain yang didirikan al-Makmun adalah Majalis al-Munazharah. Lembaga
ini menyelenggarakan pengkajian keagamaan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan
istana khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di
mana Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak
keemasan Islam.
Pada masa kepemimpinan al-Makmun, kegiatan penerjemahan mendapat sorotan
yang tinggi. Terutama penerjemahan naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat
tradisi Yunani. Penerjemah saat itu mendapat bayaran yang tinggi. Penerjemah yang
tersohor yakni di antaranya Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin
Tsabit bin Qura, dan Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid Al-Ibadi. Yang
diterjemahkan adalah karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa
Arab. Misalnya pada bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan filsafat alam
secara umum.
Buku-buku karya filsuf Yunani, seperti Plato dan Aristoteles, diterjemahkan oleh
ilmuwan asal Nasrani, bernama Hunain bin Ishaq. Al-Makmun juga sempat
mengirim utusan ke Raja Roma saat itu, Leo Armenia, untuk memperoleh karya-
karya ilmu pengetahuan Yunani kuno lalu kemudian diterjemahkan ke bahasa Arab. 9
Pada masa kekhalifahannya, al-Makmun melegitimasikan paham Muktazilah sebagai
mazhab negara. Muktazilah menggunakan akal sebagai dasar memahami dan

9
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam. H.147
6
memecahkan persoalan teologi. Paham ini juga merintis pembahasan teologi Islam
secara detail dan bercorak filosofis, yang memunculkan filsafat Islam.
5. Al-Mutawakkil , Setelah al-Makmun, kepemimpinan Dinasti Abbasiyah di ujung
waktunya, adalah Khalifah al-Mutawakkil dari 847 M sampai 861 M. Nama
lengkapnya adalah al-Mutawakkil Alallah, Jafar, Abu Al-Fadhl bin Mutashim bin
Ar-Rasyid. Model pemikirannya cenderung Ahlun Sunnah. Ini berbeda dengan
khalifah sebelumnya yang banyak menaruh perhatian pada pemikiran Muktazilah.
Khalifah Al-Mutawakkil hidup sezaman dengan Abu Tsaur, Imam Ahmad bin
Hanbal, Ibrahim bin Al-Munzhir Al-Hizami, Ishaq Al-Muhsil An-Nadim, Abdul
Malik bin Habib (salah seorang imam dari kalangan mazhab Maliki), Abdul Azis bin
Yahya Al-Ghul (salah seorang murid terbesar Imam Syafi'i), Abu Utsman bin
Manzini (pakar ilmu nahwu), dan Ibnu Kullab, seorang tokoh ilmu kalam.
Sebelum lengser, al-Mutawakkil sudah merencanakan, bahwa sebelum dirinya wafat,
ia akan memberi mandat kepemimpinan kepada anak-anaknya. Pertama kepada al-
Muntashir, lalu al-Mu'taz dan kemudian al-Muayyad. Namun, al-Mutawakkil
mengubah mandat, dari sebelumnya kepada al-Muntashir, berubah kepada al-Mu'taz.
Beberapa kalangan mengatakan perubahan ini karena al-Mutawakkil menaruh cinta
yang besar kepada ibu dari al-Mu'taz, yakni Qabihah. Sementara al-Muntashir adalah
anaknya tapi dari ibu yang berbeda, yakni Habasyiyah, seorang perempuan mantan
budak asal Romawi.
Al-Mutawakkil kemudian meminta al-Muntashir untuk menunggu giliran setelah al-
Mu'taz. Namun al-Muntashir tidak mau. Karenanya al-Mutawakkil langsung
menurunkan posisi Al-Muntashir dengan paksa. Peristiwa ini bersamaan dengan
ketidaksenangan orang-orang Turki terhadap al-Mutawakkil karena beberapa
masalah.
Karena menganggap al-Mutawakkil sebagai "musuh bersama", lantas orang-orang
Turki dan al-Muntashir bersepakat membunuh sang khalifah atau ayah dari al-
Muntashir sendiri. Suatu malam masuklah lima orang Turki ke tengah-tengah tempat
Al-Mutawakkil bersenang-senang, lalu mereka membunuhnya.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah pun dipegang al-Muntashir, tapi hanya sekitar enam
bulan. Sebab setelah jabatan khalifah diraih, ia malah menjelek-jelekkan orang Turki.
Sehingga, orang Turki pun berencana membunuhnya. Upaya ini dilakukan dengan
cara memperalat seorang dokter istana yang bernama Ibnu Thayfur dengan imbalan
uang sebanyak 30.000 dinar.

7
Dokter tersebut melakukan aksinya saat mengoperasi Khalifah Al-Muntashir dengan
menggunakan pisau beracun. Sumber referensi lain menyebut wafatnya al-Muntashir
karena dicekik. Ada juga yang menyatakan al-Muntashir meninggal karena makan
buah beracun. Namun yang dapat dipastikan, ia dibunuh oleh orang-orang Turki
yang telah membantunya membunuh al-Mutawakkil atau ayah sendiri, untuk
mendapat posisi khalifah.
Mulai dari situ, cikal-bakal Dinasti Abbasiyah runtuh. Meskipun, ada banyak faktor
lain yang menyebabkannya jatuh. Misalnya tidak adanya kontrol terhadap sejumlah
provinsi sehingga ada beberapa yang memisahkan diri dari Baghdad. Ini sudah
terlihat sejak Dinasti Abbasiyah dipimpin al-Mu'tashim (833-842 M) di mana
sejumlah provinsi memisahkan diri dari Baghdad dan mendirikan kekhalifahan
sendiri. Hal ini kemudian membuat perekonomian Abbasiyah merosot karena adanya
benturan perpolitikan tersebut. Sedangkan kalau dilihat faktor eksternalnya, yakni
karena adanya Perang Salib dan serangan tentara Mongol.
C. Perkembangan ilmu islam dan pengetahuan, Tokoh Ilmuan yang berpengaruh
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan.
Secara politis khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik sekaligus agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai
kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Bani Abbasiyah
pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada
perluasan wilayayh. Di sini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyah.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid
(786-809 M) dan Anaknya Al-Makmum (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah,
Negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada
juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.10
a. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan puteranya Al-Makmun
ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang,
perpustakaan terbesar dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.

10
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 144
8
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada
masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai
adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had. Lembaga
ini kita kenal ada dua tingkatan yaitu sebagai berikut:
a) Maktab/kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak
mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, dan menulis serta anak remaja
belajar dasar-dasar ilmu agama.
b) Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar
daerah atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.11
Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-madrasah yang
dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-486 H. lembaga inilah
yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Madrasah ini dapat
ditemukan di Bagdad, Balkan, Naishabur, Hara, Ishafan, Basrah, Mausil dan kota-kota
lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai dari tingkat rendah, menengah, serta
meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.12

b. Corak Gerakan Keilmuan


Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian
keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran.
Disamping kajian yang bersifat pada Al-Quran dan Al-Hadis; sedang astronomi,
mantik dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.13

c. Kemajuan dalam Bidang Agama


Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang,
terutama dua metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi. Dalam
bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan
dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklafikasikan secara sistematis
dan kronologis. Pengklafikasian itu secara ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal
dengan klasifikasi hadis shahih, dhaif dan maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik

11
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 50
12
A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 212
13
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51
9
sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadis
14
tersebut. Diantara para ahli tafsir pada masa dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Jarir
Ath-Thabari, Ibnu Athiyah Al-Andalusi, dan Ibnu Muslim Muhammad bin Bahar
Isfahani
Dalam bidang fiqhi, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal,
seperti imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (735-795 M), Imam Syafei (767-820
M) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M). Sedangkan dalam bidang hadis,
pada masa ini lahir ahli hadis seperti Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih Al-
Bukhari. Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim. Ibnu Majah, karyanya
Sunan Ibnu Majah. Abu Dawud, karyanya sunan Abu Dawud. Imam An-Nasai,
karyanya sunan An-Nasai dan Imam Baihaqi.15
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang
semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang
dimaksud adalah nahwu, sharaf, ma’ni, bayan, badi, arudh dan insya.

d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan


a) Sains dan Teknologi, kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah
direkayasa oleh ilmuan Muslim. Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut.
b) Astronomi, ilmu ini melalui karya India Shindind diterjemahkan oleh
Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah astronom Muslim
pertama yang membuatastrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian
bintang. Di samping itu, masih ada ilmuan-ilmuan Islam lainnya, seperti Ali
ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam dan Al-
Tusi.16
c) Kedokteran, ilmu kedokteran pada masa daulah Abbasiyah berkembang pesat.
Rumah-rumah sakit besar dan sekolah kedokteran banyak didirikan. Pada masa
ini dokter yang pertama yang terkenal adalah Ali ibnu Rabban Al-Tabari. Pada
tahun 850 ia mengarang buku Firdaus al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah Al-
Razi, Al-Tuqrai, dan Ibnu Sina.17

14
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51
15
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 148
16
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52
17
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, h.52
10
d) Sejarah dan Geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke 3 H
adalah Ahmad bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Al- Tabari. Dalam
bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab
merupakan bangsa pedagang yang biasanya menempuh jarak jauh untuk
berniaga. Di antara wilayah pengembaraan umat Islam adalah umat Islam
mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal kemunculan Islam.
Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah Abu Hasan Al-Mas’udi
(w.345 H/956 M), seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai
Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis buku Muruj Az-Zahab wa Ma’adin
Al-jawahir.18
e) Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M).
Sebenarnya banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-
Tuqrai yang hidup pada abad ke 12 M.19
f) Farmasi, diantara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu
Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughini (berisi tentang obat-
obatan), Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan
makanan bergizi).20
g) Matematika, terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab
menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika
Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi adalah pengarang
kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol.
Sedangkan angka lain: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka Arab karena
diambil dari Arab. Sebelum dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan
seterusnya. Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin
Ismail bin Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika.21
h) Sastra, dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan
sastrawan. Para tokoh sastra antara lain; Abu Nuwas, salah seorang penyair
terkenal dengan karya cerita humornya. An-Nasyasi, penulis buku Alfu Lailah
wa Lailah yang merupaka buku cerita sastra Seribu Satu Malam yang sangat
terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh dunia.22

18
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
19
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52
20
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
21
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
22
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 152
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman
Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah
bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M.
12
b. Pada pemerintahan Bani Abbasiyah terjadi disentegrasi politik yang mengalami
kemajuan yang sangat pesat terutama padamasa Kholifah Harun Al-Rasyid yang
mencapai masa kejayaan Dinasti Abasiyah. Diantara kholifah-kholifah yang
termashur pada masa dinasti Abasiyah adalah: Abu Abbas Assaffah, Abu Ja’far al-
Mansur, Harun Al-Rasyid, Al-Makmun Al-Rasyid, dan Al-Mutawakil.
c. Adapun kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah dapat dilihat dari
beberapa hal yaitu munculnya lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan, corak gerakan
keilmuan, kemajuan dalam bidang agama, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan,
sains dan teknologi, serta perkembangan politik, ekonomi dan administrasi. Faktor
pendukung kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah adalah terjadinya
asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Serta adanya gerakan penerjemahan
berlangsung dalam tiga fase: Pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-
Rasyid, masa Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 1997. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmai (Tarikh Modern).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hasymy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hitti, Philip K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Lubis, Armany, dkk.2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN
Jakarta.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Muhaimin. 2005. Kawasan Dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media.
Munir, Samsul. 2019. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Murodi. 2003. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Thoha Putra.
13
Nurhakim, Moh. 2003. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Pres.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah I. Jakarta: Bulan Bintang.
Syalabi, A. 2008. Sejarah dan Kebudaayan Islam 3. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai