Anda di halaman 1dari 10

QUNUT SETIAP SHOLAT SHUBUH HADISNYA DHAIF

Artinya : dari Rubayyi bin Anas ia berkata, saya pernah duduk-duduk bersama Anas
bin Malik ra, lalu beliau bertanya: benarkah Rosulullah saw pernah Qunut selama
sebulan?, maka jawabnya : Rosulullah saw senantiasa Qunut pada sholat subuh
sampai beliau meninggal dunia.

Artinya : dari Anas bin Malik ra , ia berkata : Rosulullah saw senantiasa Qunut dalam
sholat subuh sampai meninggal dunia.

Artinya : dari Anas bin Malik ra, ia berkata : saya pernah sholat bersama Nabi saw
maka beliau senantiasa Qunut dalam sholat subuh sampai beliau meninggal dunia.

1
Dan saya (juga) pernah sholat bersama Umar bin Khatthab maka dia pun senantiasa
Qunut dalam sholat subuh sampai ia meninggal dunia.

Artinya : dari Anas bin Malik ra. Bahwasannya Nabi saw pernah Qunut selama
sebulan memohon kehancuran buat mereka (orang-orang kafir) kemudian beliau
meninggalkannya, sedangkan dalam sholat beliau senantiasa Qunut sampai beliau
meninggal dunia.

Artinya : dari Anas bin Malik ra. Ia berkata : Rosulullah saw, Abu Bakar ra, Umar ra
dan Utsman ra senantiasa Qunut sampai mereka meninggal dunia.

2
Artinya : dari Ali dan ammar ra, bahwasannya mereka pernah sholat di belakang nabi
saw, maka beliau Qunut dalam sholat subuh.

Penjelasan :

a. Takhrij Hadist :

Hadist pertama diriwayatkan oleh Imam at-Thahawi dalam kitab Syarhu


Ma’anil Atsar1:244, Imam Baihaqi dalam kitab as-Sunanul Kubra 2:201 dan Imam
ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-Daraquthni 2:39 hadist no. 1678

Hadist kedua diriwayatkan oleh Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dalam
kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2:211, Imam ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-
Daraquthni 2:39 hadist no.1676, Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musanad
Ahmad 3:162 dan Imam Abdur Rahmad dalam kitab al-Mushannaf 3:110 hadist no
4964.

Hadist ketiga diriwayatkan oleh Imam at-Thahawi dalam kitab Syarhu Ma’anil
Atsar 1:243 dan Imam ad-Daraquthni dalam kitab ad-Daraquthni 2:40 hadist no.1679,
1680, dan 1632.

Hadist keempat diriwayatkan oleh Imam baihaqi dalam kitab as-Sunanul


Kubra 2:201 dan Imam ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-Daraquthni 2:39 hadist
no 1677.

Hadist kelima diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitab Sunanul Kubra
2:202 dan Imam ad-Daraquthni dalam kitab ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-
Daraquthni 2:40 hadist no.1681.

Hadist keenam diriwayatkan oleh Imam ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-
daraquthni 2:41 hadist no 1678.

Hadist ketujuh diriwayatkan oleh Imam ad-daraquthni 2:40 hadist no 1683.

b. Sanad Hadist :

3
Susunan rawi dalam sanad-sanad hadist ini adalah sebagai berikut:

Hadist Pertama : Imam at-Thahawi 1:244, Imam Baihaqi 2:201, Imam ad-
Duraquthni 2:39 no 1678.

Hadist kedua : Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah 2:221, Imam ad-
Daraquthni 2:39 no.1676, Imam Ahmad Bin Hanbal 3:162, Imam Abdur Razaq 3:110
no.4964.

Hadist ketiga : Imam at-Thahawi 1:243, Imam ad-Daraquthni 2:40 no.1679,


Imam ad-Daraquthni 2:40 no 1682.

Hadist keempat : Imam Baihaqi 2:201, Imam ad-Daraquthni 2:39 n0.1677.

Hadist kelima : Imam Baihaqi 2:202, Imam ad-Daraquthni 2:40 n0 1681.

Hadist keenam : Imam ad-Daraquthni 2:41 no. 1678

Hadist ketujuh : Imam ad-Daraquthni 2:40 no. 1683.

c. Kritik Sanad :

1. Dalam sanad hadist pertama kedua dan keempat terdapat seorang rawi yang
bernama Abu Ja’far ar-Razi, yang menjadi pembicaraan. Pandangan ulama tentang
dirinya adalah dia tidak kuat dalam bidang hadist, ia dapat dipercaya, hadistnya dapat
ditulis tetapi sering keliru, ia sering salah dalam meriwayatkan dari mughirah dan
lainnya,secara intelektual tidak dapat terjamin, dia sering meriwayatkan hadist-hadist
mungkar dari orang-orang terkenal, sangat faham tafsir Al-Qur’an, tidak ada seorang
pun yang berhujja dengan hadist yang ia riwayatkan sendirian, hadist-hadistnya
kontradiksi.

Dari pandangan-pandangan ulama diatas dapat kita lihat ternyata terdapat dua
penilaian : ada yang menilai positif dan ada juga yang menilai negatif. menurut ilmu
hadist jika terdapat dua hal yang berbeda seperti ini maka yang dipegang adalah
penilaian negatifnya karena mempunyai argumentasi yaitu, tidak kuat hafalan. Maka
dengan demikian rawi tersebut tidak dapat diterima sebagi hujjah.

4
2. Dalam sanad hadist ketiga dan kelima ada dua orang rawi, yang menjadi
pembicaraan, yaitu Amru bin Ubaid dan Ismail al-Makki. Pandangan ulama tentang
amru bin ubaid adalah, dia tidak dapat dipercaya dan tidak boleh dicatat hadistnya, dia
dilemahkan dalam bidang hadist, tidak ada seorang pun yang meriwayatkan darinya,
dia tidak bias apa-apa, sering berdusta dalam masalah hadist, dia mengajak orang lain
kepada faham Qadariyah, nasai dan lainnya, dia sering mencela sahabat nabi saw.
dalam bidang hadist karena ragu-ragu tidak karena disengaja, dia dianggap termasuk
pendusta yang berdosa oleh mayoritas ulama walaupun dia orang yang taat beribadah.

Sedangkan pandangan ulama tentang ismail al-makki adalah dia senantiasa


kacau hafalannya, dia menyampaikan hadist dalam tiga bentuk, dia tidak boleh dicatat
hadistnya karena sering keliru, walaupun pribadinya dapat dipercaya tetapi dia sangat
lemah, hadistnya sangat buruk, hadist-hadistnya tidak kuat tetapi masih bias dicatat
hadistnya, banyak meriwayatkan hadist-hadist mungkar dari otang-orang terkenal dan
suka menukar-nukar sanad, sering dimintai fatwa tetapi hadistnya tidak dapat
dipercaya, dia gugur hadistnya dan tertolak.

Dari pandangan dan penilaian para ulama terhadap kedua rawi tersebut
ternyata tidak satupun ulama yang menilainya positif, semuanya menilai negatif.
Dengan demikian kedua rawi tersebut dapat dinyatakan dha’if dan tidak dapat
dikuatkan oleh rawi lain atau menguatkan rawi lainnya.

3. Dalam sanad hadist keenam terdapat dua orang rawi yang menjadi
pembicaraan, yaitu Muhammad bin Halqam Al-Bazzaz dan ayahnya yang dianggap
majhul oleh para hadist dari satu orang yaitu Qais Bin Rubayyi sedangkan yang
meriwayatkan dari dia hanya satu orang dan juga demikian dengan ayahnya.

Ibnu hajar mengatakan bahwa biografi Muhmmad Bin Halqam Azdzahabi


berkata : saya tidak kenal keduanya. Imam Azdzahabi mengatakan: Mishbah bin
Halqam yang meriwayatkan dari Qais Bin Rubayyi dan anaknya Muhammad al
Bazzaz yang meriwayatkan dari dia keduanya saya tidak kenal.

5
Kesimpulan :

Dengan penjelasan tersebut maka rawi yang bersangkutan tidak dapat dipaki
hadistnya, karena tidak dikenal oleh ulama ahli hadist.

4. Pada sanad hadist ketujuh terdapat seorang rawi yang dikritik oleh ulama
para ulama yaitu Amru bin Syamiri karena kelemahan yang ada pada dirinya.
Menurut pandangan ulama tentang dirinya adalah dia orang yang bingung dan pandai
berdusta, dia seorang rafidhi yang suka mencela sahabat dan sering meriwayatkan
hadist-hadist palsu dari orang-orang tsiqah dan tidak boleh dicatat hadistnya kecuali
untuk di teliti, dia tertolak hadistnya.

Kesimpulan :

Dengan demikian, rawi tersebut tidak dapat dipakai hadistnya karena


kelemahannya sangat parah.

d. Hukum Hadist :

Setelah memperhatikan komentar dan penilaian para ulama terhadap rawi-rawi


tersebut, ternyata dapat kita lihat bahwa walaupun terdapat beberapa rawi yang lemah
tetapi tidak dapat menguatkan di antara mereka karena kelemahan yang mereka miliki
sangat fatal yaitu pada kredibilitas pribadi rawi dan intelektualitas rawi. Dengan
demikian dapat diputuskan bahwa hukum derajat hadist di atas adalah dha’if / lemah
bahkan mencapai derajat mungkar karena bertentangan dengan dua hadist shahih
berikut:

6
Artinya : dari Anas ra. Bahwasannya nabi saw tidak pernah qunut kecuali untuk
mendoakan kemenangan (kebaikan) untuk suatu kaum atau mendoakan kehancuran
buat suatu kaum. (HR.al-Khatib dalam kitabnya ”al Qunutu”).

Artinya : dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Rosulullah saw tidak pernah Qunut dalam
sholat subuh kecuali jika ia mendoakan untuk kemenangan (kebaikan) bagi suatu
kaum atau kehancuran bagi suatu kaum. (HR.Ibnu Hibban)

Menurut Imam Azzazila’ie dan Ibnu Hajar kedua hadist ini shahih dan
menunjukkan bahwa Qunut itu khusus untuk Nazilah saja, yaitu ketika ada bencana
atau musibah yang menimpa kaum muslimin.

Kesimpulan :

Hadist tersebut tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan sunah-sunah


quntu pada setiap sholat subuh.

7
Menetapkan qunut pada setiap sholat subuh saja bukan karena adanya musibah
yang menimpa kaum muslimin, adalah perbuatan bid’ah dan melanggar ketentuan
syari’at.

Qunut hanya ada jika ada musibah yang menimpa kaum muslimin atau biasa
yang disebut dengan qunut nazilah, itupun hanya untuk mendoakan kebaikan atau
kemenangan buat kaum muslimin saja bukan meendoakan kehancuran buat musuh-
musuh kaum muslimin karena hal tersebut dilarang oleh Allah saw.

 TIDAK QUNUT SUBUH, SUJUD SYAHWI

Artinya : dari al-Hasan al-Bashri dan Sa’id bin Abdul Azis, mereka berkata tentang
orang yang lupa qunut pada sholat subuh : hendaklah ia sujud syahwi dua kali.

Penjelasan :

a. Tahkrij hadist :

8
Haadist dia atas diriwayatkan oleh Imam ad-Daraquthni dalam kitab sunan ad-
Daraquthni 2:41 hadist no.1684 dan 1685.

b. Sanad hadist :

Susunan rawi dalam dalam sanad hadist diatas sebagai berikut :


1. Imam ad-Daraquthni 2:41 no 1684
2. Imam ad-Daraquthni 2:41 no 1685

c. Kritik Sanad :

Dalam sanad hadist di atas ada dua orang yang dibicarakan oleh para ulama
ahli hadist karena kelemahan yang ada pada dirinya. Mereka adalah Imran al-Qatthan
dan Sa’id bin Abdul Aziz.

Pandangan para ulama tentang Imran al-Qatthan adalah secara pribadi dia baik
tapi banyak ragu meriwayatkan hadistnya, dan dilemahkan oleh nasai, dia lemah
hadistnya, dia tidak bias apa-apa, dia dapat dicatat hadistnya. Sedangkan pandangan
ulama tentang Sa’id bin Abdul Aziz adalah dia dapat dipercaya dan seorang Imam,
hanya pada akhir-akhir hayatnya dia berubah ingatan.

Dengan penjelasan tersebut berarti kedua rawi tersebut adalah dha’if dan tidak
dapat diterima hadistnya.

d. Hukum Hadist :

Setelah menganalisa pendapat dan komentar para ulama terhadap kedua rawi
tersebut, maka dapat diputuskan bahwa, hukum derajat hadist di atas adalah dha’if.

Walaupun hadist tersebut shahih tetapi tidak dapat dipakai, sebab


sesungguhnya ia bukan lah hadist nabi saw melainkan hanyalah perkataan atau
pendapat dari seorang tabi’in. Dalam ilmu musthalah hadist pendapat atau perkataan

9
seroang tabi’in disebut sebagai hadist maqthu’. Dan haddist maqthu’ tidak dapat
dijadikan hujjah karenaia tidak lebih dari sekedar pendapat seseorang belaka.
Sedangkan yang menjadi standar hukum agama adalah Nabi saw bukan seorang
sahabat apalagi seorang tabi’in.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa hadist tersebut adalah hadist dha’if,
karena tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan adanya sujud syahwi bagi
orang yang lupa qunut dalam sholat subuh apalagi qunut setiap sholat subuh adalah
mengada-ada.

10

Anda mungkin juga menyukai