Anda di halaman 1dari 5

Patah Getas dan Patah Ulet (Brittle Fracture & Ductile Fracture)

Muhammad Irfan Nuryanta (5212414014) Tugas 3


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang(UNNES), Gedung E5,
Jalan Taman Siswa Sekaran, Gunungpati, Semarang, Indonesia, 50229
Corresponding : nuryanta.irfan@gmail.com
Abstrak. Fracture atau patah adalah terbaginya sebuah benda menjadi beberapa bagian atau
lebih dikarenakan tegangan yang statis (konstan atau berubah terhadap waktu) pada suhu yang
lebih rendah dari temperatur leleh materialnya. Tegangan yang terjadi bisa berupa tensile
strength, tegangan geser atau karena torsi. Untuk material teknik, patahan yang mungkin terjadi
dikarenakan oleh 2 hal yaitu ductile fracture (patah ulet) dan brittle fracture (patah getas). Hal
ini ditentukan dari kemampuan material ketika mengalami deformasi plastis.Material ulet
biasanya mempunyai daerah deformasi plastis yang luas disertai penyerapan energi yang besar.
Sebaliknya material getas mengalami sedikit atau tidak sama sekali deformasi plastis dengan
penyerapan energi yang kecil yang akan mengakibatkan patah getas. Setiap terjadi patah akan
melibatkan dua tahap yaitu pembentukan crack (retakan) kemudian penyebaran retakan akibat
tegangan yang terjadi.
Kata Kunci : Patahan, Fracture, Brittle, Ductile, Material, Getas, Ulet
PENDAHULUAN
Dalam pemilihan bahan untuk produk , perancang harus memperhatikan sifat-sifat
logam seperti kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness) atau
kekuatan luluh (fatique strength).Sifat mekanik didefinisikan sebagai ukuran
kemampuan bahan untuk membawa atau menahan gaya atau tegangan. Pada saat
menahan beban, atom-atom atau struktur molekul berada dalam kesetimbangan. Gaya
ikatan pada struktur menahan setiap usaha untuk mengganggu kesetimbangan ini,
misalnya gaya luar atau beban.Respon mekanis dari batuan terhadap stress berbeda-
beda, tergantung dari kondisi deformasi. Berikut ini akan dipaparkan beberapa variabel
yang mempengaruhi reologi dari batuan. Dalam suatu urutan litologi yang berbeda,
batuan yang paling mungkin untuk bersifat paling ductile jika dikenai stress biasanya
disebut sebagai incompetent, sedangkan batuan yang paling mungkin untuk bersifat
brittle biasanya disebut competent. Kedua istilah ini bersifat relative karena urutan
batuan berdasarkan kompentensinya dapat berubah apabila kondisi-kondisi deformasi
seperti: confining pressure, temperature, laju strain, tekanan fluid pori dan lamanya
deformasi (waktu). Sekarang ini kebutuhan akan material terutama logam sangatlah
penting. Besi dan baja merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar untuk suatu
konstruksi. Dengan berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan oleh
suatu material ialah berbeda-beda. Sifat mekanik tersebut terutama meliputi kekerasan,
keuletan, kekuatan, ketangguhan, serta sifat mampu mesin yang baik. Dengan sifat pada
masing-masing material berbeda, maka banyak metode untuk menguji sifat apa sajakah
yang dimiliki oleh suatu material tersebut. Beberapa matetial dapat patah begitu saja
tanpa mengalami deformasi, yang berarti benda tersebut bersifat rapuh atau getas
(brittle). P.S. Saklani (2008) di dalam Glossary of Structural Geology and Tectonic
menyatakan bahwa brittle adalah rekahan pada batuan yang disebabkan karena kekuatan
deformasi atau strain yang kecil. Di dalam buku Earth Structure 2nd edition karangan
Ben A. van der Pluijm dan Stephen Marshak, brittle adalah respon material padat
terhadap stress saat material tersebut kehilangan kohesivitas. Sifat brittle mencerminkan
proses dari mekanisme deformasi brittle, hal itu hanya terjadi saat stress melebihi nilai
critical dan hanya terjadi setelah material tersebut mengalami sifat elastic dan/atau
plastic. Brittle akan terjadi bila terjadi stress yang dikontrol oleh tekanan (stress-
sensitive behavior) dan biasanya tidak terjadi pada temperature yang tinggi.
METODOLOGI
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
1. Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara cepat
dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang
singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada
patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada
material berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang
sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
a. Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan memantulkan cahaya.
b. Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak
tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.
c. Tempo terjadinya patah lebih cepat
d. Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e. Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

GAMBAR 1. Patahan Getas ( brittle )


Patah getas terjadi apabila material logam pada saat patah tidak mengalami perubahan
bentuk plastis atau pengecilan penampang. Secara makroskopis, ciri-ciri patah rapuh
antara lain :
1. Tidak ada atau terjadi sedikit deformasi plastis
2. Permukaan patahan umumnya datar dan tegak lurus terhadap permukaan
komponen
3. Struktur patahan bentuk granular atau kristalin dan merefisikan cahaya Retak
tumbuh/menjalar cepat, dan sering disertai suara keras.

Pada berbagai kristal getas, perambatan retakan disebabkan karena pengulangan


pemutusan ikatan sepanjang struktur kristalografi dalam berbagai bidang, beberapa
proses dinamakan cleavage (pembelahan). Patahan dengan jenis seperti ini dinamakan
dengan patahan transgranular atau transkristalin karena patahan melewati butiran-
butiran. Secara makroskopik, permukaan patahan akan terihat berbutir dan bersegi
sebagai akibat dari perubahan orientasi dari bidang-bidang pembelahan dari butir
menuju butir. Ini akan terlihat jika diamati secara mikroskopik dengan menggunakan
Semi Electron Microscope (SEM).
Dalam beberapa paduan, perambatan retakan terjadi di sepanjang batas butir. Retakan
ini dinamakan dengan intergranular. Jenis patahan ini, akan memperlihatkan butiran
secara keseluruhan dan bersifat 3 dimensi. Hal ini terjadi setelah terjadinya proses yang
memperlemah ikatan pada batas butir.

(a) (b) (c)

GAMBAR 2. (a) Patahan Berbentuk V seperti pada logo Chevron (b) Patahan Getas
Memperlihatkan Adanya Punggung Bukit (c) Hasil Uji SEM terhadap Patahan Getas

2. Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada
material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini
ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar
di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan
berwarna kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang
dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada
material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah
(duta, 2011).
Ciri-cirinya :
a. Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial
b. Tempo terjadinya patah lebih lama.
c. Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban
d. Permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa), berserat,
menyerap cahaya, dan penampilannya buram.

GAMBAR 3. Patahan Ulet ( Ductile )


Secara makroskopis, ciri-ciri patah ulet antara lain :
1. Terjadi deformasi plastis yang cukup besar sebelum patah
2. Bidang geser (shear lip) biasanya tampak atau diketemukan pada akhir patahan
3. Permukaan patahan berserat (fibrous) atau silky texture, tergantung pada jenis
material
4. Penampang melintang di daerah patahan biasanya berkurang karena pengecilan
penipisan (necking)
5. Pertumbuhan retak berjalan lambat
GAMBAR 4. Mekanisme Patah Secara Ulet GAMBAR 5. Bentuk Patahan (a)
Patah
Ulet Sempurna (b) Patah Ulet
Sebagian
(c) Patah Getas

GAMBAR 6. Hasil Uji SEM terhadap Patahan dengan Sifat Ulet

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN


Kesimpulannya adalah pada patah ulet akan terlihat deformasi plastis yang kasar pada
permukaannya. penyebaran retakan patah ulet material adalah stabil asalkan tegangan
yang terjadi sama dan tidak berubah. sedangkan untuk patah getas tidak terjadi
deformasi plastis pada saat terjadi retakan sehingga penyebaran retakan tidak stabil dan
sangat cepat.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis akan sangat berterimakasih kepada pembaca yang memberikan masukan yang
bersifat membangun untuk paper ini.
REFERENSI
1. Abdunnaser & Sumiyanto. 2011. Pengaruh Proses Hardening dan
Tempering Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro pada Baja Karbon
Sedang Jenis SNCM. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Institut Saint dan
Teknologi Nasional.
2. Amstead B.H., Ostwald P.F., & Begeman M.L. dan Sriati Dj. 1995.
Teknologi Mekanik edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga.
3. Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi
V. Jakarta: PT Asdi Mahastaya.
4. ASTM E23-56. Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of
Metallic Materials.
5. ASM Handbook Committe. 2002. Fractography and Atlas Fractograp-shs
8thEdition. USA.
6. Pradani, Yayi Febdia. 2012. Pengaruh Variasi Temperature Tempering
terhadap Kekuatan Tarik, Kekerasan, dan Struktur Mikro pada Pengelasan
Baja St-60. Malang: Universitas Negeri Malang.
7. Djaprie, Sriati. 1992. Metalurgi Mekanik Jilid II. Jakarta: Erlangga.
8. Khasanah, Nur. 2010. Penentuan Kealyalan Material Pipa Elbow Local
Content Sebagai Pengganti Pipa Elbow GE N879 pada Lokomotif Kereta Api
CC204 Di PT Industri Kereta Api (Persero). Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: Institu Teknologi Sepuluh November
9. Koswara, Engkos. 1999. Pengujian Bahan Logam. Bandung: Humaniora
Utama Press.
10. Lugiyono, Suwandono & M. Mukhamad. 2011. Pengaruh Temperatur
Terhadap Sifat Mekanik pada Baja Karbon Sedang St 60.

Anda mungkin juga menyukai