Anda di halaman 1dari 187

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN PENDEKATAN


INTERVENSI BERJENJANG DALAM PELAYANAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT REMATIK
DI KELURAHAN PGS KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh :

Nandang Jamiat Nugraha


NPM. 0906504871

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI, 2012

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN PENDEKATAN


INTERVENSI BERJENJANG DALAM PELAYANAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT REMATIK
DI KELURAHAN PGS KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Studi
Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

Nandang Jamiat Nugraha


NPM. 0906504871

PEMBIMBING :

Dra. Junaiti Sahar, M.AppSc.,PhD

Etty Rekawati, S.Kp., MKM

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI, 2012


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT yang telah memberikan karunia

dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir

(KIA) dengan Judul : Pemberdayaan Kader dengan pendekatan Intervensi

Berjenjang dalam Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Komunitas pada Lansia

dengan Gangguan Mobilisasi Akibat Rematik di Kelurahan Pasir Gunung Selatan

Kota Depok

KIA ini dibuat berdasarkan proyek inovasi yang dikembangkan penulis

dalam praktik residensi Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Komunitas di

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) selama 9 bulan.

Inovasi yang dikembangkan didasarkan pada teori model keperawatan dan

manajemen pelayanan keperawatan komunitas.

Pelaksanaan kegiatan proyek inovasi penulis, telah mendapat banyak

bantuan dari pihak lain. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada yang terhormat;

1. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

2. Dra. Junaiti Sahar., M.App.Sc, Ph.D, selaku Wakil Dekan FIK UI dan

Pembimbing I, yang senantiasa bersabar membimbing dan memberikan arahan

selama penulis mengikuti Program Studi Magister dan Ners Spesialis

Keperawatan Komunitas di FIK UI

3. Astuti Yuni Nursasi, MN, Selaku Ketua Prodi Pasca Sarjana FIK UI dan

Supervisor praktik residensi


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
4. Etty Rekawati, S.Kp, MKM, selaku pembimbing dan Supervisor, yang

senantiasa memberikan bimbingan dan arahannya selama praktik keperawatan

komunitas

5. Sigit Mulyono, MN, selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa

memberikan inspirasi untuk selalu mengembangkan keilmuan keperawatan

melalui teknologi

6. Wiwin Wiarsih,SKp.,MN; Widyatuti, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom,; Henny

Permatasari, S.Kp.M.Kep. Sp.Kom, dan dosen-dosen keperawatan komunitas

dan dosen FIK UI lainnya

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok dan staf yang telah memberikan

kesempatan untuk melaksanakan praktik manajemen keperawatan komunitas

terkait kebijakan-kebijakan kesehatan di kota Depok

8. Kepala Puskesmas Pasir Gunung Selatan dan staf yang memberikan arahan

dan membantu pelaksanaan asuhan keperawatan yang kami berikan kepada

warga

9. Bapak Lurah Pasir Gunung Selatan dan jajarannya yang selalu siap membantu

pelaksanaan kegiatan penulis

10. Ketua Paguyuban Kader Posbindu PGS yang senantiasa memberikan bantuan

dan motivasi sehingga setiap pelaksanaan kegiatan penulis dapat dilaksanakan

dengan baik

11. Kader-kader RW 07 dan RW binaan lainnya, yang telah membantu

pelaksanaan kegaiatan dalam proyek inovasi ini

12. Keluarga binaan yang selalu siap menerima kehadiran pennulis untuk

bekerjasama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga

vi 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
13. Ketua BPH, Ketua Stikes Aisyiyah Bandung dan staf yang senantiasa

membantu moril dan materiil sehingga penulis mampu menyelesaikan studi

ini

14. Istri (Eti Kurniawati) dan anak-anakku tercinta (Syamil Ash-Shidiq dan Syafiq

Al-Faruq) serta orangtua, atas doa dan perhatian yang sangat besar sehingga

penulis selalu mendapatkan motivasi tinggi untuk menyelesaikan studi ini

dengan optimal

15. Sahabat seperjuangan Komunitas 2009, yang senantiasa bahu membahu

menyelesaikan praktik sehingga menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

16. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga setiap

kebaikannya dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda

Penulis menyadari KIA ini masih terdapat keterbatasan, untuk itu penulis

mengharapkan masukan sebagai upaya penyempurnaan KIA ini sehingga dapat

berguna sebagaimana mestinya.

Depok, 9 Juli 2012

Penulis

vii 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi Berjenjang dalam Pelayanan


dan Asuhan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi
Akibat Rematik di Kelurahan PGS Kota Depok.

Nandang Jamiat Nugraha

Juni 2012

Abstrak

Aggregate lansia merupakan kelompok berisiko dan rentan dengan kondisi


penyakitnya, karena kurangnya mengakses pelayanan dan dukungan. Keterbatasan
tersebut diperberat dengan adanya gangguan mobilisasi akibat rematik.
Diperlukan dukungan dari kader kesehatan untuk membina kesehatan lansia
terutama dalam upaya pencegahan gangguan mobilisasi dan kecacatan. Tujuan
penulisan adalah memberikan gambaran pelaksanaan pemberdayaan kader dengan
pendekatan intervensi berjenjang dalam pelayanan dan asuhan keperawatan
komunitas pada lansia dengan gangguan mobilisasi. Karya tulis ini merupakan
inovasi yang diaplikasikan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas,
asuhan keperawatan keluarga dan komunitas dengan mengintegrasikan model
manajemen pelayanan kesehatan, model community as partner, model self care
dan model family center nursing. Hasil implementasi adalah telah terbentuknya
model intervensi berjenjang dengan memberdayakan kader dan didukung petugas
puskesmas, peningkatan kemampuan kader dalam penatalaksanaan gangguan
mobilisasi akibat rematik, meningkatnya kemandirian keluarga, meningkatnya
kemampuan lansia, menurunnya tingkat nyeri, dan meningkatnya ADL lansia.
Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi alternatif acuan dalam pembinaan
keluarga dan lansia di masyarakat.

Kata kunci : kader, intervensi berjenjang, gangguan mobilisasi

ix 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
RESIDENCY OF COMMUNITY NURSING PROGRAMME
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA

Empowerment Cadres with Multilevel Intervention Approach in Community


Nursing Services toward the Elderly with Impaired Mobilization Caused
Rhematoid Artritis in PGS Depok City

Nandang Jamiat Nugraha

June 2012

Abstract

Aggregate risk groups and the elderly are a vulnerable group as well as the
condition of the disease, due to lack of access to services and support are
obtained. Limitations are compounded by the disruption caused by rheumatic
mobilization. They are require the support from cadre to foster health of the
elderly, especially in preventing impairment and disability mobilization. This
paper goal is to provide a picture of the empowerment of cadres with of multilevel
intervention approach in community care and nursing care of the elderly with
impaired mobilization. Result of this paper the innovations applied in the
management of community nursing services, nursing care families, and
communities by integrating theory and models of health service management, a
community as partner models, self-care models and family center nursing models.
The results of the implementation multilevel intervention approach is formulated
to empower cadres, increase the ability of cadres in the management of rheumatic
disorders in the aggregate due to the mobilization of the elderly, increased family
self-sufficiency, increasing the ability of the elderly, reduced levels of pain, and
increased ADL elderly. This paper is expected to be a reference in building
alternative families and elderly in the community.

Key words: cadre, multilevel intervention, impaired mobilization


 


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
 

DAFTAR ISI

COVER DALAM …………………………………………………………. i


PERNYATAAN KEASLIAN KIA ……………………………………….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………………………………. viii
ABSTRAK ………………………………………………………………… ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xi
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………….. 1


1.1 Latar Belakang ……………………………………………... 1
1.2 Tujuan Penulisan …………………………………………… 10
1.3 Manfaat Penulisan ………………………………………….. 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 13


2.1 Konsep Sebagai Kelompok Risiko ………………………… 13
2.2 Perubahan Menua Pada Lansia Dengan Gangguan
Mobilisasi …………………………………………………. 17
2.3 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan
Mobilisasi …………………………………………………. 26
2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Lansia
Dengan Gangguan Mobilisasi ……………………………. 30
2.5 Bentuk Intervensi Komunitas Pada Aggregate Lansia
Dengan Gangguan Mobilisasi Akibat Rematik …………… 38
2.6 Pendekatan Intervensi Berjenjang Sebagai Bentuk
Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Komunitas Pada
Lansia Dengan Gangguan Mobilisasi ……………………... 39
2.7 Teori dan Model Konseptual Dalam Pendekatan Intervensi
Berjenjang Pada Aggregate Lansia Dengan Gangguan
Mobilisasi …………………………………………………. 43
2.8 Peran Perawat Komunitas Dalam Penatalaksanaan
Gangguan Mobilisasi Pada Lansia ………………………... 52

BAB 3 KERANGKA KERJA PRAKTIK …………………………… 55


3.1 Kerangka Kerja Praktik ……………………………………. 55
3.2 Profil Wilayah ……………………………………………… 58

BAB 4 PELAKSANAAN PENGELOLAAN PELAYANAN DAN 60


ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS ……………….
4.1 Manajemen pelayanan keperawatan komunitas …………… 60
4.2 Asuhan Keperawatan Keluarga ……………………………. 77

xi 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
4.3 Asuhan Keperawatan Komunitas …………………………... 86

BAB 5 PEMBAHASAN ………………………………………………. 99


5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan ……………………... 99
5.2 Keterbatasan ………………………………………………... 110
5.3 Implikasi …………………………………………………… 111

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………. 113


6.1 Kesimpulan ………………………………………………… 113
6.2 Rekomendasi ……………………………………………….. 114

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………................ 116

xii 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Kerja Pengelolaan dan Pelayanan Asuhan 57


Keperawatan Komunitas Pada Lansia Dengan Gangguan
Mobilisasi …………………………………………………
Skema 4.1 Fish Bone Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas .. 66
Skema 4.2 Pohon Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan 81
Gangguan Mobilisasi ……………………………………..
Skema 4.3 Web Of Caution Masalah Rematik Pada Aggregate Lansia 89

xiii 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Prioritas Diagnosa Manajemen Pelayanan Keperawatan


Komunitas
Lampiran 2 : Rencana Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Komunitas
Lampiran 3 : Prioritas Diagnosa Asuhan Keperawatan Komunitas
Lampiran 4 : Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Aggregate
Lansia dengan Gangguan Mobilisasi
Lampiran 5 : Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 6 : Angket
Lampiran 7 : Kuesioner Aktivitas Sehari-hari
Lampiran 8 : Rekapitulasi Kemampuan Lansia dalam Barthel Index
Lampiran 9 : Skala Nyeri
Lampiran 10 : Rekapitulasi Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 11 : Angket Pengetahuan Tantang Penyakit rematik dan
Penanganannya
Lampiran 12 : Pengetahuan Lansia Tentang Penyakit Rematik dan
Penanganannya
Lampiran 13 : Evaluasi Hasil Tingkat Kemandirian Keluarga Pada Lansia
Lampiran 14 : Pengetahuan Kader Tentang Penyakit dan Penanganannya
Lampiran 15 : Hasil Evaluasi Penyuluhan Kesehatan Kader
Lampiran 16 : Frekuensi Kehadiran Kader dalam Pelatihan
Lampiran 17 : Tabel Bahan Makanan Bagi Penderita Rematik
Lampiran 18 : Cover Buku Support Group
Lampiran 19 : Format Evaluasi Penyuluhan
Lampiran 20 : Kuesioner Evaluasi
Lampiran 21 : Daftar Riwayat Hidup
 

xiv 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN

Bab I menguraikan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat pelaksanaan


pemberdayaan kader melalui pendekatan intervensi berjenjang dalam pelayanan
dan asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan gangguan mobilisasi
akibat Rematik di Kelurahan Pasir Gunung Selatan (PGS) Kota Depok.

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan telah berhasil menurunkan angka kematian bayi, ibu


dan angka kesakitan serta menghasilkan perbaikan gizi masyarakat sehingga
terjadi peningkatan jumlah lansia di Indonesia. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS), hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010 adalah
237.641.326 jiwa. Jumlah lansia yang terdata sebesar 18.118.699 jiwa (7.62%
dari jumlah penduduk). Berdasarkan data Lembaga Lanjut Usia Indonesia
Provinsi Jawa Barat (LLI Jabar, 2010), diperoleh data lansia di Jawa Barat
sebanyak 3.441.746. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah lansia di Kota Depok
sebesar 1.813.612 jiwa (BPS Kota Depok, 2012). Dampak positif yang
dihasilkan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) yang pada
akhirnya akan mengakibatkan peningkatan jumlah dan proporsi penduduk usia
lanjut. UHH Indonesia tahun 2011 adalah 69.4 tahun (www.menkokesra.go.id.
Diunduh tanggal 18 April 2012). UHH provinsi Jawa Barat adalah 68.20
(www.jabarprov.go.id, diunduh tanggal 18 April 2011). Sedangkan UHH Kota
Depok tahun 2011 sebesar 73.12 (BPS Kota Depok, 2012). Perubahan
demografi ini akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan usia
lanjut, baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan keluarga dan
masyarakat. Secara individu akibat bertambahnya usia terjadi proses menua
yang menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis/kesehatan,
mental, maupun sosial ekonomi.

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), lansia merupakan kelompok yang


mempunyai risiko terhadap gangguan biologi/kesehatan. Lansia termasuk

1    Universitas Indonesia 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

kelompok berisiko (at risk) karena pada lansia terdapat faktor-faktor resiko
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit atau tidak sehat yaitu :
Biologic risk age (risiko usia dan biologi), Social risk (risiko sosial),
Economic risk (risiko ekonomi), Life-style risk (risiko gaya hidup), Life-event
risk (risiko kejadian dalam kehidupan). 

Faktor risiko usia dan biologi sesuai dengan teori konsekuensi. Menurut
Miller (2004), Teori Konsekuensi mendalilkan bahwa lansia mengalami
konsekuensi fungsional karena perubahan yang berkaitan dengan usia dan
faktor risiko tambahan. Kombinasi dari perubahan yang berkaitan dengan usia
dan faktor risiko ini dapat mengganggu kemampuan fungsional biologis
tubuh. Salah satu sistem yang terpengaruh adalah sistem muskuloskeletal (otot
rangka). Berdasarkan teori biologis, penuaan menyebabkan perubahan struktur
sel dan jaringan dan akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif. Proses
degeneratif mempengaruhi efisiensi fungsional tulang sebelum kerangka tubuh
mencapai maturitas, dan mempengaruhi tendon, ligamen serta cairan sinovial
(Miller, 2004). Pada proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan
sinovial pada persendian, berkurangnya massa otot, osteoporosis, perubahan
pada sistem saraf pusat tonus otot menurun, perubahan kemunduran bentuk
jaringan penghubung, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum
menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga
mengurangi gerakan persendian. Adanya keterbatasan pergerakan dan
berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut (Miller,
2004). Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas
fisik dan latihan, sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living atau ADL) (Westerterp &
Meijer, 2001 dalam Miller, 2004).

Gangguan mobilisasi dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan pada


akhirnya dapat mengganggu peran yang seharusnya dilakukan oleh klien.
Masalah lain yang muncul adalah adanya resiko jatuh (falls) dan tidak aman
(unsafe) (Mayer et al, 2002 dalam Miller, 2004). Resiko jatuh dan tidak aman
selalu dikaitkan dengan konsekuensi fungsional negatif lansia karena

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

meningkatnya usia serta adanya penurunan daya tahan otot (endurance),


penurunan koordinasi gerak, dan keterbatasan gerakan sendi (Morley, 2002,
dalam Miller, 2004).

Perubahan sosial yang terjadi pada lansia adalah adanya kurangnya interaksi
sosial, kematian teman, penyakit kronis yang diderita, pandangan stereotif
pada lansia, kematian pasangan (Miller, 2004). Perubahan kejadian dalam
kehidupan lansia meliputi : pekerjaan berat pada masa lalu yang berisiko
terjadinya Rematik dan pola aktivitas berlebih. Perubahan gaya hidup pada
lansia meliputi adanya perubahan pola makan yang berisiko terhadap
terjadinya Rematik, serta kurangnya olahraga yang menyebabkan kekakuan
pada persendian. Perubahan-perubahan diatas dapat berisiko terjadinya
gangguan mobilisasi akibat Rematik.

Gangguan mobilisasi akan menyebabkan lansia menjadi rentan terhadap


masalah kesehatan. Menurut Pender, Murdaugh, dan Parsons (2002),
vulnerable (rentan) didefinisikan sebagai kelompok atau individu yang
beresiko lebih besar terhadap kelemahan atau keterbatasan fisik, psikologis,
atau kesehatan sosial. Polpulasi vulnerable lebih mudah untuk terjadinya
masalah-masalah kesehatan. Berbagai bentuk yang digunakan untuk
menggambarkan kelompok vulnerable meliputi : kelompok yang kurang
mendapat pelayanan kesehatan, adanya penyakit, kelompok khusus,
pengobatan yang merugikan, kelompok dengan kemiskinan. Masalah
fisiologis lansia meliputi stress, penyakit kronis, tingkat kesehatan dan
pembentukan kesehatan yang positif (Maurer & Smith, 2005). Terjadinya
penyakit kronis pada pada usia lanjut dapat mempengaruhi terhadap kualitas
kehidupan ( Allender & Spradley, 2005). Kelompok vulnerable memiliki
resiko lebih besar terhadap kesakitan dan kematian. Kerentanan terjadi
sebagai akibat dari interaksi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan
seseorang menjadi rentan mengalami kondisi kesehatan yang buruk (Stanhope
& Lancaster, 2004).

Salah satu masalah/gangguan yang sering terjadi pada lansia adalah Rematik
yang dapat mengakibatkan gangguan mobilisasi. Rematik adalah penyakit
Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

sendi degeneratif dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang


berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-
sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban (Miller, 2004). Secara
klinis Rematik ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan
hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar. Etiologi penyakit ini
tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, antara lain; usia lebih dari 40 tahun, jenis
kelamin wanita lebih sering, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik,
cedera sendi, pekerjaan dan olahraga, kelainan pertumbuhan, dan kepadatan
tulang. (Gunadi dalam Garnadi, 2008). Rematik seringkali berhubungan
dengan trauma maupun mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress
oleh beban tubuh dan penyakit-penyakit sendi lainnya (Gunadi dalam Garnadi,
2008). Davis (1988, dalam Luckenotte, 2006), penyebab utama peradangan
pada sendi adalah keausan sendi akibat antara lain robek, cedera atau infeksi.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya penipisan bantalan sendi sehingga
menimbulkan gesekan yang berakibat nyeri di dalam sendi. Sebanyak 80%
penderita Rematik mengeluh nyeri.

Berdasarkan hasil penelitian Zeng et al (2008), prevalensi Rematik di


Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3% (Pramudyo dalam
http://www.harian-global.com). Berdasarkan data dari Dinas kesehatan
Provinsi Jawa Barat, jumlah penderita Rematik tahun 2008 mencapai 2 juta
orang, (Isbagio dalam www. dinkes provjabar.go.id).

Penyakit Rematik memang bukanlah penyakit yang dikelompokkan dalam


penyakit mematikan secara langsung. Namun Rematik dapat mengakibatkan
kecacatan (morbiditas), ketidakmampuan (disabilitas), penurunan kualitas
hidup, serta dapat meningkatkan beban ekonomi maupun keluarganya
(Junaidi, 2006). Masyarakat pada umumnya tidak peduli terhadap bahaya
penyakit Rematik ini, padahal dalam kurun waktu yang singkat, yaitu kurang
dari tiga tahun, Rematik dapat menimbulkan kecacatan serius pada persendian
yang terkena dan dapat menimbulkan gangguan mobilisasi/aktifitas. Salah
satu dampak dari Rematik adalah gangguan mobilisasi dan keamanan

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

(mobility and safety) (Miller, 2004). Kecenderungan yang dilakukan


masyarakat bila mengalami keluhan-keluhan pada gangguan ini akan
mengambil langkah praktis, yaitu dengan membeli obat-obat penawar yang
belum tentu sesuai dan aman untuk digunakan, bahkan bersifat adiktif atau
ketergantungan.

Penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik pada aggregate lansia


diutamakan pada pengendalian faktor risiko mencakup perubahan gaya hidup
yang meliputi diet dan olahraga dan penatalaksanaan nyeri. Perubahan gaya
hidup lebih ditekankan pada pola aktifitas baik jenis kegiatan maupun ringan
beratnya kegiatan tersebut. Pola makan harus diperhatikan sekali karena
penyebab Rematik adalah dari konsumsi purin yang berlebih. Olahraga yang
disarankan adalah olahraga ringan seperti stretching, pemanasan (warming
up), senam lansia, senam khusus Rematik. Obat yang diberikan adalah
analgetik (pereda nyeri), anti inflamasi (anti radang), relaxan otot,
psikotropika, dan anti konvulsan (Dalimartha, 2008). Hasil penelitian Tseng et
al. (2006) melaporkan bahwa latihan gerak sendi (range of motion) berefek
positif terhadap peningkatan kemampuan fisik dan psikososial lansia yang
mengalami penyakit kronis.

Menurut Fitzcharles, Lussier, dan Shir (2010), manajemen penanganan nyeri


pada rematoid artritis adalah : 1) non-pharmachological treatment meliputi :
edukasi, intervensi psikososial, latihan/exercise, penurunan berat badan,
pendampingan oleh ahli/praktisi, herbal dan diet. 2) pharmachological
treatment meliputi : paracetamol (acetaminophen), NSAIDs (non steroid anti
inflammation disease), opioids, obat narkose, dan topical treatment. Hal ini
diperkuat lagi berdasarkan hasil penelitian Cho, Diane, dan Chau (2007)
melaporkan bahwa penanganan non-pharmachological sangat efektif bagi
penderita Rematik, yaitu : pendidikan kesehatan melalui Cognitive
Behavioural Theraphy (CBT), latihan fisik, dan relaksasi dan distraksi.

Pengkajian pada aggregate lansia yang berisiko Rematik di lakukan


berdasarkan keluhan yang dirasakan saat wawancara awal. Berdasarkan hasil
pengkajian terhadap 44 lansia yang berisiko Rematik di kelurahan Pasir
Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

Gunung Selatan (PGS) Kecamatan Cimanggis Kota Depok diperoleh data


sebanyak : 75% mengeluhkan tanda-tanda Rematik (pegal dan nyeri pada
persendian), serta 56.80% mempunyai kebiasaan tidak baik dalam pola makan
(makan kacang-kacangan, jeroan, melinjo), 61.36% tidak mengetahui
penyebab Rematik, 84.09% tidak mengetahui tanda gejala Rematik, 61.36%
tidak mengetahui komplikasi Rematik. Kemudian berdasarkan sikap afektif
keluarga terhadap lansia yang mengalami Rematik sebesar 54.55%
menunjukkan sikap tidak afektif, 65.91% tidak memberikan biaya pengobatan,
dan 50% tidak memberikan perawatan di rumah. Sebagian besar responden
hasil pengkajian tersebut memunculkan masalah bahwa masyarakat belum
memahami dengan baik Rematik dan cara perawatannya. Hal ini merupakan
tantangan bagi kader posbindu untuk membantu warganya yang mengalami
masalah kesehatan Rematik.

Pelayanan kesehatan bagi lansia dimasyarakat adalah posbindu. Hasil


observasi di Posbindu RW 07 pada bulan November 2011, Posbindu hanya
dihadiri 13 orang lansia. Ketua Paguyuban Kader Posbindu menyatakan
bahwa kunjungan lansia ke posbindu masih kurang yakni rata-rata sekitar 30-
40%. Keadaan tersebut menggambarkan pemanfaatan Posbindu oleh
masyarakat masih kurang. Kemampuan mengakses pelayanan kesehatan oleh
kelompok lansia cukup terbatas. Keterbatasan tersebut diperberat dengan
adanya gangguan mobilisasi akibat Rematik. Oleh karena itu diperlukan
dukungan sosial dari kader dan keluarga. Bentuk dukungan sosial yang dapat
diberikan oleh kader dan keluarga meliputi : dukungan informasional,
instrumental, emosional dan penghargaan (Pender, Murdaugh, & Parsons,
2002).

Pemerintah telah berupaya melaksanakan program pembinaan lansia melalui


Posbindu Penyakit Tidak Menular (PTM) sebagai upaya mensikapi
meningkatnya UHH. Program ini telah dilakukan pemerintah melalui
pemberdayaan masyarakat yakni kader kesehatan (Depkes RI, 2008).
Pemerintah seharusnya memfasilitasi berbagai upaya kesehatan yang
bersumberdaya masyarakat, menyelenggarakan seminar dan pelatihan bagi

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

kader dalam masalah PTM dan pengendalian faktor resikonya, memilih


posbindu dan kader posbindu teladan. Namun upaya tersebut masih belum
berjalan secara optimal. Hasil pengkajian di kelurahan PGS juga diperoleh
data bahwa pelaksanaan pelatihan bagi kader sudah dilaksanakan oleh dinas
kesehatan kota Depok, namun masih terbatas jumlahnya. Kader posbindu yang
belum mengikuti pelatihan masih cukup banyak. Kegiatan bimbingan dan
arahan dari petugas puskesmas masih belum optimal, karena kesibukan
pelayanan di dalam gedung.

Penanganan terhadap gangguan mobilisasi akibat Rematik dapat dilakukan


oleh perawat komunitas. Perawat komunitas dapat melakukan upaya promotif
dan preventif pada gangguan mobilisasi. Penanganan terhadap gangguan
mobilisasi dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui intervensi berjenjang (multilevel intervention). Penggunaan model
intervensi berjenjang dilakukan untuk merubah kemampuan komunitas
mengatasi masalah secara menyeluruh (Helvie, 1998). Sedangkan Downie,
Tannahill, dan Tannahill (1996, dalam Stanhope & Lancaster 2004)
menjelaskan bahwa intervensi berjenjang merupakan respon komunitas dalam
promosi kesehatan secara sistematik terhadap individu, keluarga, kelompok
atau aggregate, komunitas dan sosial. Intervensi berjenjang dimulai dari
petugas kesehatan yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada
kader, kemudian kader membina keluarga dan lansia yang mengalami
gangguan mobilisasi.

Pendekatan intervensi berjenjang telah dilakukan oleh Asmadi (2009) tentang


penanganan faktor resiko kekerasan pada lansia yang dilakukan oleh kader
dan mempunyai dampak positif terhadap pencegahan kekerasan pada lansia.
Intervensi berjenjang ini diterapkan pada pelaksanaan praktik pengelolaan
pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan
asuhan keperawatan keluarga untuk menangani gangguan mobilisasi akibat
Rematik pada lansia di kelurahan Pasir Gunung Selatan dengan menggunakan
integrasi fungsi manajemen, model Community as Partner, Self Care, dan

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

Family Centre Nursing. Fungsi manajemen meliputi : perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

Fungsi manajemen digunakan untuk mengidentifikasi upaya pengelolaan yang


dilakukan oleh stake holder dalam pelaksanaan program kesehatan yang telah
dirancang sebelumnya dalam rencana strategis dan operasional. Model
Community as Partner digunakan untuk mengkaji komunitas dan proses
keperawatan komunitas, Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan
masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan
masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya
(Anderson & Mc. Farlane, 2000). Fokus teori Self Care adalah perawatan diri
yang didefinisikan sebagai praktik atau aktivitas individu memulai dan
menunjukkan keperluan mereka sendiri dalam memelihara hidup, kesehatan,
dan kesejahteraan (Orem, 2001 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawatan
diri tidak terbatas pada seseorang yang memberikan perawatan untuk dirinya
sendiri; hal ini termasuk perawatan yang ditawarkan oleh orang lain untuk
keperluan orang lain. Perawatan mungkin ditawarkan oleh anggota keluarga
atau orang lain hingga orang tersebut mampu untuk melakukan perawatan diri.
Model Family Centre Nursing menjelaskan bahwa keperawatan keluarga
bertujuan untuk membantu keluarga menolong dirinya sendiri mencapai
tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam konteks tujuan, aspirasi dan
kemampuan keluarga (Friedman, Bowden and Jones, 2003). Oleh karena itu
dalam praktik keperawatan keluarga pemberian asuhan dapat diberikan kepada
keluarga dan anggota keluarga dalam keadaan sehat maupun sakit. Sedangkan
proses keperawatan keluarga berguna sebagai sebuah kerangka bagi
pemberian asuhan.

Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas selalu berdasarkan strategi


intervensi. Menurut Ervin (2002), strategi intervensi keperawatan meliputi :
pendidikan kesehatan, proses kelompok, pemberdayaan dan kemitraan. Salah
satu pemberdayaan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat melalui
peningkatan peran kader posbindu. Kader adalah anggota masyarakat, baik
pria maupun wanita, yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012



 

bekerja sama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela


(Depkes, 2010). Pemberdayaan kader dapat dimodifikasi dengan
menggunakan pendekatan intervensi berjenjang. Inovasi yang dikembangkan
untuk memberdayakan kader dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kader
harus memiliki kemampuan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada
warga yang mengalami masalah kesehatan termasuk Rematik. Kemampuan
yang diharapkan adalah penyampaian pesan (materi pendidikan kesehatan dan
penatalaksanaan pada gangguan mobilisasi) yang dilakukan oleh petugas
pelayanan kesehatan komunitas (perawat) kepada kader terlatih dan
selanjutnya kader terlatih akan memberikan materi yang diperolehnya kepada
kader lainnya, sehingga semua kader tersebut akan melakukan tugasnya untuk
menyampaikan pesan yang telah diterimanya kepada keluarga dan lansia yang
mengalami masalah kesehatan Rematik. Kader diberikan pelatihan terlebih
dahulu sehingga dapat diukur kemampuannya dalam memberikan pendidikan
kesehatan.

Peran kader sangat penting dalam membantu program pemerintah seperti


pelaksanaan posyandu balita dan posbindu lansia. Berdasarkan hasil penelitian
dari Salim dan Hasanbasri (2007) tentang implementasi pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan di Puskesmas Arso Barat Kabupaten Keerom,
kader kesehatan telah mampu membuat perencanaan kegiatan secara mandiri,
mampu melakukan rekrutmen kader dan memberikan bimbingan melalui
“learning by doing”, serta kader mampu melakukan evaluasi sederhana dalam
pelaksanaan kegiatannya. Peran petugas perkesmas telah nyata dibantu secara
hampir menyeluruh oleh kader. Arahan dan bimbingan dari petugas
puskesmas sangat diperlukan bagi kader kesehatan dalam upaya memberikan
pelayanan kesehatan yang lebih baik dan optimal.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ansari dan Andersson (2011)
melaporkan bahwa terdapat keuntungan dari pemberdayaan kader yang telah
dilakukan yaitu penekanan pada biaya (cost) dari program kesehatan di
Inggris. Amendola (2011) juga melaporkan hasil penelitiannya, kader yang
diberdayakan (empowerment) telah memberikan kontribusi yang sangat besar

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


10 
 

di Amerika Serikat khususnya pada penduduk Hispanic/Latin. Kontribusi


yang telah dihasilkan adalah adanya penerimaan positif dari warga dalam
pemeliharaan kesehatannya, Middling et al (2011) menyebutkan adanya
ketertarikan yang sangat tinggi dari kader, sehingga adanya peningkatan
jumlah kader setelah proses rekruitmen yang dilakukan kader itu sendiri.
Selain itu kader juga mendapatkan dukungan eksternal dari pemerintah distrik
setempat (Manchester Inggris).

Keperawatan komunitas bertugas untuk memberikan asuhan keperawatan pada


lansia sehat maupun sakit. Asuhan yang diberikan hendaknya sesuai dengan
kaidah keilmuwan keperawatan yang ditunjang dengan kolaborasi tim
kesehatan lain untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi lansia
khsususnya yang mengalami gangguan mobilisasi akibat Rematik.
Keperawatan komunitas bertanggung jawab untuk mengutamakan pelayanan
yang bersifat upaya promotif, protektif dan preventif sesuai dengan
kewenangannya, berkolaborasi dengan tim lain, menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat, sehingga terwujud masyarakat mandiri yang
mampu mengatasi permasalahannya. Pelaksanaan asuhan keperawatan
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan model keperawatan atau
pendekatan intervensi.

Berdasarkan uraian diatas telah diyakini bahwa peran kader kesehatan sangat
besar dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. Pemberdayaan kader
posbindu harus dilakukan secara terpadu antara mahasiswa praktik, dan
petugas puskesmas terutama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
komunitas dan keluarga yang dilakukan melalui pelaksanaan fungsi
manajemen untuk mengatasi masalah Rematik pada lansia. Untuk mengelola
kegiatan pelayanan kesehatan komunitas maka perlu digunakan suatu
pendekatan intervensi berjenjang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Memberikan gambaran pelaksanaan pemberdayaan melalui pendekatan
intervensi berjenjang dalam pelayanan dan asuhan keperawatan
Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


11 
 

komunitas pada lansia dengan gangguan mobilisasi di kelurahan Pasir


Gunung Selatan Kota Depok.

1.2.2 Tujuan khusus


a) Tersusunnya pendekatan intervensi berjenjang dengan
memberdayakan kader
b) Meningkatnya kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
kader dalam penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik
pada aggregate lansia secara berjenjang
c) Meningkatnya kemandirian keluarga dalam merawat lansia dengan
gangguan mobilisasi akibat Rematik
d) Meningkatnya kemampuan (pengetahuan, sikap, dan psikomotor)
aggregate lansia dalam mengatasi gangguan mobilisasi akibat
Rematik
e) Penurunan tingkat nyeri pada aggregate lansia dengan gangguan
mobilisasi akibat Rematik
f) Peningkatan ADL aggregate lansia setelah mengikuti intervensi
berjenjang penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik

1.3 Manfaat
1) Pelayanan keperawatan komunitas
a. Perawat komunitas
Karya Ilmiah Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat
komunitas sebagai evidence based practice dalam melakukan asuhan
keperawatan keluarga maupun komunitas berkenaan pemberdayaan
kader kesehatan untuk menangani masalah kesehatan lansia dengan
menggunakan pendekatan intervensi berjenjang
b. Puskesmas
Manfaat karya ilmiah akhir ini untuk puskesmas adalah adanya upaya
pengembangan manajemen pelayanan kesehatan lansia melalui
supervisi kader dan pemberdayaan kader

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


12 
 

c. Dinas Kesehatan
Hasil karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat keputusan berkenaan dengan masalah
kesehatan penyakit tidak menular pada lansia termasuk Rematik
dengan menetapkan pedoman penatalaksanaan bagi kader kesehatan
terkait masalah gangguan mobilisasi akibat Rematik

2) Perkembangan keperawatan
Hasil karya ilmiah akhir ini dapat digunakan dalam mengembangkan
keilmuan keperawatan untuk meningkatkan keilmuan keperawatan
terutama dalam mengintegrasikan model asuhan keperawatan yang
dapat dilaksanakan pada agregat lansia. Manfaat lain adalah dapat
dijadikan sebagai bahan dasar bagi penelitian terkait dengan topik
perawatan pada lansia dengan masalah penyakit tidak menular baik
pada lansia, keluarga/caregiver, kader kesehatan maupun pada petugas
perkesmas di puskesmas.

Universitas Indonesia
 

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini akan dipaparkan tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori
dalam pelaksanaan praktek residensi di Kelurahan Pasir Gunung Selatan (PGS).
Landasan teori mencakup : konsep at risk; perubahan menua; penatalaksanaan
gangguan mobilisasi; strategi intervensi keperawatan komunitas; bentuk
intervensi berjenjang, model yang digunakan dalam praktik serta peran dan fungsi
perawat komunitas.

2.1 Lansia sebagai Kelompok Berisiko

At risk merupakan kemungkinan munculnya suatu kejadian, seperti status


kesehatan karena terpapar oleh faktor tertentu (Swanson dan Nies,1997). At
risk tidak hanya berlaku pada individu tetapi juga berlaku terhadap kelompok.
Population at risk adalah sekelompok kelompok yang berisiko untuk
mengalami kondisi tertentu (Mc. Kie et al, 1993 dalam Mc Murray, 2003).
Sedangkan menurut Hitchock, Schubert, dan Thomas (1999) population at
risk merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki beberapa
kemungkinan yang telah jelas teridentifikasi atau telah ditentukan meskipun
sedikit terhadap munculnya suatu peristiwa. Berdasarkan pengertian-
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa population at risk
(kelompok berisiko) adalah peluang munculnya suatu kejadian penyakit pada
suatu kelompok tertentu karena adanya faktor resiko.

Risiko terpaparnya penyakit atau kemungkinan timbulnya bahaya dapat terjadi


pada orang, jenis pekerjaan atau jenis aktivitas. Penyebab dari risiko tersebut
adalah adanya faktor predisposisi internal maupun eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang ada pada diri individu yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit atau masalah kesehatan. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang terkait dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi

                                                                         13                                    Universitas Indonesia  

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


14 
 

keterpaparan terhadap penyakit atau masalah kesehatan. Apabila faktor risiko


tersebut secara terus menerus bersinggungan terhadap individu maka dapat
meningkatkan angka kesakitan, kematian. Oleh sebab itu faktor-faktor tersebut
sangat penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi timbulnya
penyakit atau masalah kesehatan, baik individu atau kelompok (Stanhope &
Lancaster, 2004).

Faktor yang menentukan atau mempengaruhi terjadinya penyakit atau tidak


sehat disebut risiko kesehatan (At risk). Menurut Stanhope dan Lancaster
(2004), At risk terdiri dari beberapa kategori, yaitu :

(a) Risiko Usia dan Biologi, adalah adanya faktor genetik atau kondisi-kondisi
biologi (fisik) yang dapat menyebabkan risiko terhadap gangguan
kesehatan. Bila salah satu anggota keluarga menderita suatu penyakit,
maka akan terjadi penyakit yang sama (repetisi) pada anggota keluarga
lainnya.

Adanya faktor-faktor resiko terhadap gangguan kesehatan pada lansia


sesuai dengan teori Konsekuensi. Menurut Miller (2004), Teori
Konsekuensi mendalilkan bahwa orang dewasa yang lebih tua (lansia)
mengalami konsekuensi fungsional karena perubahan yang berkaitan
dengan usia dan faktor risiko tambahan. Kombinasi dari perubahan yang
berkaitan dengan usia dan faktor risiko ini dapat mengganggu kemampuan
fungsional dari lansia sejauh bahwa orang berhenti melakukan kegiatan
tertentu atau melakukan mereka dalam cara yang tidak aman. Untuk
melawan fungsional konsekuensi negatif ini, intervensi dapat disarankan
oleh seorang perawat gerontik.

Peran perawat gerontik adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang


menyebabkan konsekuensi negatif yang fungsional dan memulai
intervensi yang akan mengakibatkan yang positif. Tujuan akhir dari
intervensi ini adalah untuk memungkinkan lansia untuk berfungsi di
tingkat mereka meskipun kehadiran perubahan yang berkaitan dengan usia

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
15 
 

dan faktor risiko. Hasil dari intervensi ini adalah konsekuensi fungsional
positif dari fungsi peningkatan dan lebih aman dari lansia. Selain itu,
kualitas hidup mungkin ditingkatkan karena konsekuensi fungsional yang
positif.

(b) Risiko Sosial, adalah kondisi lingkungan sosial yang dapat menyebabkan
risiko terhadap gangguan kesehatan. Maurer dan Smith (2005)
menyebutkan bahwa kondisi perubahan lingkungan fisik seperti cuaca,
iklim, cahaya, udara, makanan, air, dan penyebaran zat racun, dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan termasuk lansia. Selain
lingkungan fisik, lingkungan sosiokultural dapat mempengaruhi kesehatan
karena disebabkan adanya faktor risiko berupa sejarah budaya kehidupan
tempat tinggalnya, nilai yang dianut keluarga, institusi sosial (seperti :
pemerintah, sekolah, kepercayaan komunitas), kelas sosioekonomi,
okupasi, dan peran-peran sosial. Menurut Miller (2004) lansia berisiko
mengalami perubahan psikososial yaitu : kurangnya interaksi sosial,
kematian teman, penyakit kronis yang diderita, pandangan stereotif pada
lansia, kematian pasangan.

(c) Risiko Ekonomi, adalah adanya ketidakseimbangan antara pendapatan


keuangan keluarga dengan pengeluaran dapat menyebabkan risiko
gangguan kesehatan. Bila keluarga memiliki sumber keuangan yang
memadai/adekuat, maka keluarga tersebut dapat membeli keperluan terkait
dengan kesehatan seperti rumah, pakaian, makanan, pendidikan, dan
perawatan pada kondisi sehat maupun sakit. Risiko ekonomi pada lansia
disebabkan lansia sudah tidak mempunyai pekerjaan dan tidak
mendapatkan pendapatan. Lansia bergantung pada bantuan ekonomi dari
anggota keluarga lainnya.

(d) Risiko Gaya Hidup, adalah gaya hidup atau perilaku yang dapat
menyebabkan risiko gangguan kesehatan. Perilaku tersebut berupa
keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan hidup sehat, persepsi terhadap
risiko kesehatan, pengaturan terhadap pola tidur dan makanan,

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
16 
 

perencanaan kegiatan keluarga, penentuan penanganan terhadap anggota


keluarga yang sakit. Kebiasaan tidak berolah raga dan mengkonsumsi
makanan yang mengandung purin tinggi dapat berisiko terjadinya rematik
pada lansia.

(e) Risiko kejadian dalam kehidupan, adalah adanya kejadian dalam


kehidupan yang dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan, seperti :
pindah tempat tinggal, adanya anggota keluarga yang baru, pemecatan dari
tempat kerja, adanya kematian angggota keluarga.

Lansia yang berisiko terhadap gangguan mobilisasi akan mengalami


kerentanan (vulnerable) terhadap penyakit atau gangguan lain. Kelompok
vulnerable (rentan) didefinisikan sebagai kelompok individu yang
beresiko lebih besar terhadap kelemahan atau keterbatasan fisik,
psikologis, atau kesehatan sosial (Pender, 2002) . Kelompok vulnerable
lebih mudah untuk berkembangnya masalah- masalah kesehatan , biasanya
dikaitkan dengan hasil dari pengalaman terhadap kesehatan sebelumnya
dan bagaimana sumber – sumber yang dimiliki untuk memperbaiki kondisi
mereka. Berbagai bentuk yang digunakan untuk menggambarkan
kelompok vulnerable meliputi : kelompok yang kurang mendapat
pelayanan, kelompok khusus, pengobatan yang merugikan, kelompok
dengan kemiskinan (Maurer & Smith, 2005). Kelompok vulnerable
(rawan) memiliki resiko lebih besar terhadap kesakitan dan
kematian.(Allender & Spradley, 2005). Sementara menurut Stanhope dan
Lancaster (2004), rawan (vulnerable) adalah jika seseorang/kelompok
berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor
pencetus dapat berupa genetik, biologis atau psikososial.. Kerentanan
terjadi sebagai akibat dari interaksi faktor internal dan eksternal yang
menyebabkan seseorang menjadi rentan mengalami kondisi kesehatan
yang buruk ( Stanhope & Lancaster, 2004)

Stanhope dan Lancaster (2004) menyatakan bahwa untuk menilai risiko


gangguan kesehatan meliputi lima area yaitu: 1) risiko biologi dapat

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
17 
 

diidentifikasi berdasarkan genogram. Genogram dapat menjadi informasi


dasar dalam komposisi keluarga, hubungan dalam keluarga, serta pola
sehat dan sakit dalam keluarga; 2) risiko sosial dapat dinilai berdasarkan
karakteristik anggota keluarga, tetangga dan komunitas tempat keluarga
tinggal; 3) risiko ekonomi dapat dinilai melalui pemanfaatan sumber
finansial untuk perawatan kesehatan atau pengobatan; 4) risiko gaya hidup
dapat dinilai melalui self efficacy atau keyakinan diri dalam upaya promosi
kesehatan, perlindungan bagi kesehatan, serta pemanfaatan pelayanan
kesehatan sebagai upaya preventif; 5) risiko transisi kejadian kehidupan
dapat dinilai melalui adanya kejadian normatif seperti adanya bayi yang
akan mengakibatkan perubahan struktur dan peran dalam keluarga. Lansia
termasuk kelompok berisiko terjadinya sesuatu penyakit karena
dipengaruhi salah satu faktor yaitu proses menua.

2.2 Perubahan Menua pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi


2.2.1 Proses Menua

Berdasarkan teori biologis penuaan, perubahan struktur sel dan jaringan akan
menimbulkan perubahan degeneratif. Proses degeneratif mempengaruhi
efesiensi fungsional tulang dimulai pada dekade ketiga sebelum kerangka
tubuh mencapai maturitas, dan mempengaruhi tendon, ligamen serta cairan
sinovial (Miller, 2004). Pada proses menua biasanya terjadi penurunan
produksi cairan sinovial pada persendian, berkurangnya massa otot,
osteoporosis, perubahan pada sistem saraf pusat tonus otot menurun,
perubahan kemunduran bentuk jaringan penghubung, kartilago sendi menjadi
lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan
kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian. Adanya
keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat
memperparah kondisi tersebut (Miller, 2004). Penurunan kemampuan
muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik dan latihan, sehingga akan
mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
18 
 

(activity daily living atau ADL) (Westerterp & Meijer, 2001 dalam Miller,
2004).

2.2.2 Rematik

Rematik adalah penyakit infeksi pada sendi yang terjadi secara degeneratif
dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan
berhubungan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban (Dalimarta, 2008). Secara klinis rematik
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan hambatan gerak
pada sendi-sendi tangan dan sendi besar. Seringkali berhubungan dengan
trauma maupun mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh
beban tubuh dan penyakit-penyakit sendi lainnya (Gunadi dalam Garnadi,
2008). Davis (1988, dalam Luckenotte, 2006), penyebab utama peradangan
pada sendi adalah keausan sendi akibat antara lain robek, cedera atau infeksi.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya penipisan bantalan sendi sehingga
menimbulkan gesekan yang berakibat nyeri di dalam sendi. Sebanyak 80%
penderita rematik mengeluh nyeri.

Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Menurut Dalimarta (2008),
terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit
ini, antara lain;

(a) Usia lebih dari 40 tahun


Dari semua faktor resiko untuk timbulnya rematik, faktor penuaan
adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa rematik bukan
akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan
berbeda dengan perubahan pada rematik.

(b) Jenis kelamin wanita lebih sering


Wanita lebih sering terkena rematik pada lutut dan sendi. Sedangkan
laki-laki lebih sering terkena rematik pada paha, pergelangan tangan dan
leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi rematik kurang
lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diatas usia 50 tahun
(setelah menopause) frekuensi rematik lebih banyak pada wanita

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
19 
 

daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada


patogenesis rematik.

(c) Suku bangsa


Nampak perbedaan prevalensi rematik pada masing-masing suku
bangsa berbeda. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan pola
hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan tulang.

(d) Genetik
Rematik termasuk dalam kategori multifactorial disorders. Penyakit
reumatik adalah salah satu autoimmune diseases, yaitu suatu kategori
penyakit dimana tubuh, secara abnormal, membentuk respons imun
berlebihan terhadap sel dan jaringan yang memang secara normal ada
dalam tubuh sendiri (Sasongko, 2010). Tubuh membangun sistem
pertahan yang menyerang dirinya sendiri. Sejalan dengan hal ini,
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor genetik yang
memberi kontribusi pada timbulnya penyakit-penyakit autoimun
adalah faktor-faktor genetik yang berperan pada sistem imunitas.

(e) Kegemukan dan penyakit metabolik


Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya rematik, baik pada wanita maupun pria.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan rematik pada sendi
yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dengan rematik sendi
lain (tangan atau sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor
mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga
terdapat faktor lain (metabolit) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut.

(f) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus berkaitan dengan peningkatan resiko rematik tertentu.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
20 
 

Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan


dengan resiko rematik yang lebih tinggi.

(g) Kelainan pertumbuhan


Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya rematik pada usia muda.

(h) Kepadatan tulang


Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko
timbulnya rematik. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih
padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang
diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek.

Menurut Gunadi (2008 dalam Garnadi, 2008), gejala utama dari


rematik adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa
kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat.
Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi dan perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat
pembesaran sendi dan krepitasi.

Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul


belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari
nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
kemerahan, antara lain : 1) Keluhan nyeri sendi merupakan keluhan
utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.
Untuk mengukur nyeri dapat digunakan skala 0 – 5 dari Wong/Baker
Faces Rating Scale (Loretz, 2005). Nilai 0 = tidak ada nyeri yang
dirasakan; nilai 1 = nyeri ringan; nilai 2 = nyeri yang membuayt tidak
nyaman; nilai 3 = nyeri bertambah dan mengganggu ; nilai 4 = nyeri
yang menimbulkan sakit; nilai 5 = nyeri sekali sampai meneteskan air

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
21 
 

mata. Skala Nyeri dapat dilihat pada lampiran ke 9.; 2) Gangguan


gerakan sendi biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri; 3) Kaku pagi dapat
menimbulkan immobilisasi; 4) Krepitasi atau rasa gemeretak pada
sendi yang sakit; 5) Pembesaran sendi (deformitas); 6) Perubahan gaya
berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).

2.2.3 Gangguan Mobilisasi akibat Rematik

a) Pengertian

Menurut North American Nursing Diagnosis Assosiation, pengertian


mobilisasi adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (Wilkinsons,
2007). Pengertian ini dapat menggambarkan bahwa individu dengan
keterbatasan kemampuan melakukan pergerakan fisik secara mandiri,
seperti kemampuan untuk menggerakkan lengan, tungkai, dan kelemahan
otot secara umum.

b) Penyebab

Peningkatan usia pada lansia mengakibatkan perubahan pada semua sistem


tubuh termasuk sistem muskuloskeletal. Pada proses menua biasanya
terjadi penurunan produksi cairan sinovial pada persendian, berkurangnya
massa otot, osteoporosis, perubahan pada sistem saraf pusat tonus otot
menurun, perubahan kemunduran bentuk jaringan penghubung, kartilago
sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi
penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan
persendian. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian
sendi dapat memperparah kondisi tersebut (Miller, 2004).

Berdasarkan teori konsekuensi fungsional perubahan secara fisiologis


terjadi pada lansia bervariasi berkaitan dengan kemunduran, progresif,

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
22 
 

intrinsik dan bersifat universal dengan kecepatan yang berbeda dan


dipengaruhi oleh faktor resiko, antara lain penyakit, lingkungan, gaya
hidup, support systems, psikososial, pengobatan yang tidak cocok dan
sikap yang didasari oleh kurang pengetahuan (Miller, 2004). Konsekuensi
fungsional akan bernilai positif jika lansia mudah mencapai tingkat
kemandirian dengan sedikit jumlah ketergantungan, sebaliknya akan
bernilai negatif ketika lansia mengalami gangguan dan tingkat
kemandirian menurun. Konsekuensi fungsional negatif digambarkan
dengan berkurangnya kekuatan otot, daya tahan dan koordinasi serta
mengalami keterbatasan ROM (range of motion) sebagai akibat dari
penurunan fungsi muskuloskeletal (Miller, 2004).

c) Tanda dan Gejala

Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan terjadinya perubahan otot


dengan keluhan yang dirasakan seperti nyeri, kekakuan, gangguan
pergerakan dan tanda-tanda inflamasi mengakibatkan terjadinya
immobilisasi. Nyeri yang dirasakan antara lain nyeri leher dan punggung,
nyeri bahu, nyeri bokong dan nyeri pada kaki (Miller, 2004).

d) Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Gangguan Mobilisasi

Gangguan mobilisasi dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan pada


akhirnya dapat mengganggu peran yang seharusnya dilakukan oleh klien.
Masalah lain yang muncul adalah adanya resiko jatuh (falls) dan tidak
aman (unsafe) (Mayer et al, 2002). Resiko jatuh dan tidak aman selalu
dikaitkan dengan konsekuensi fungsional lansia karena meningkatnya usia
serta adanya penurunan kemampuan tubuh. Terdapat penyebab gangguan
mobilisasi yang dapat mengakibatkan resiko jatuh yaitu pengobatan
(medications), faktor lingkungan (environmental factors), Aktifitas fisik
(physical restraints) (Morley, 2002, dalam Miller, 2004). Gangguan
mobilisasi juga berdampak pada aktivitas sehari-hari (Activity Daily
Living/ADL). ADL yang terganggu akan mengakibatkan defisit perawatan
diri. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi seseorang mengalami

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
23 
 

gangguan kemampuan dalam perawatan diri yang meliputi mandi, berganti


pakaian, makan dan toileting (Wilkinson, 2007). Untuk mengukur tingkat
kemampuan aktivitas lansia dapat menggunakan Barthel Index (Loretz,
2005)

Barthel Index (BI) merupakan alat evaluasi yang dapat digunakan untuk
menilai kemampuan lansia dalam melakukan ADL. Pengkajian dengan
menggunakan BI sangat akurat untuk menilai kemampuan dan
keterbatasan yang dialami klien lansia. BI terdiri dari 10 item aktivitas
yaitu : personal hygiene, mandi, makan, penggunaan toilet, menggunakan
tangga, berpakaian, eliminasi buang air besar, buang air kecil, ambulasi
atau berpindah. Skala yang digunakan adalah 0 – 100 (Loretz, 2005).
Skala pengukuran BI dapat dilihat pada lampiran ke 7.

Ganggunan mobilisasi memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif.


Menurut Dalimartha (2008), penatalaksanaan pada gangguan mobilisasi
akibat rematik adalah sebagai berikut :

(a) Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu
menghentikan proses patologis

(b) Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada
sendi yang sakit.
(c) Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
(d) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
(e) Dukungan psikososial dari keluarga dan masyarakat sekitar
(f) Pemakaian kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin merupakan stimulasi kutaneus. Stimulus
kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan
nyeri. Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut kondisi lansia.
Misalnya panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
24 
 

artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang
mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990 dalam
Perry & Potter, 2002, dalam Hamdiana, 2010). Massase dengan
menggunakan kantong es dan kompres menggunakan kantung es
merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk
menghilangkan nyeri. Massase dengan menggunakan sebuah blok es
yang diletakkan di kulit dengan memberikan tekanan yang kuat, tetap
dan dipertahankan. Kompres dingin dapat dilakukan di dekat lokasi
nyeri, di sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi
nyeri dan memakan waktu 5 sampai 10 menit.

(g) Latihan ROM

Latihan fisik merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang sesuai
diberikan pada lansia yang mengalami risiko atau keterbatasan
mobilisasi. Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu
mempertahankan kebugaran jasmani untuk memelihara dan
mempertahankan kesehatan sangat bermanfaat bagi semua golongan
umur termasuk lansia. Latihan yang teratur akan meningkatkan
kekuatan otot, meningkatkan kepadatan tulang, memperbaiki
keseimbangan, koordinasi neuromuskular, meningkatkan daya tahan,
mengurangi tekanan darah, memperbaiki mood dan mencegah risiko
jatuh (Beers & Berkow, 2000 dalam Nies & McEwen, 2007 dalam
Hamdiana, 2010).

Latihan Range of Motion merupakan salah satu jenis latihan fisik,


komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan
(flexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan
sendi pada seluruh pergerakan. Latihan fisik yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan dan memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan
ROM ini anatara lain; mengoptimalkan gerak otot dan sendi;
meningkatkan kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera otot dan
sendi; mengurangi ketegangan dan nyeri otot (Perry & Potter, 2002).

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
25 
 

Selain ROM, klien dengan gangguan mobilisasi akibat rematik dapat


melakukan senam rematik. Menurut Tulaar dan Nuhonni (2008), senam
rematik dapat menurunkan rasa nyeri, menguatkan otot, melancarkan
peredaran darah. Pada penderita rematik, latihan senam harus di bawah
pengawasan dokter, terapis, instruktur atau pasien itu sendiri.
Perhatikan tiap sendi dan waspadai bila ada tanda-tanda radang. Waktu
dan jenis latihan juga dibedakan tergantung stadium penyakit dan ada
tidaknya radang. Secara umum gerakan-gerakan senam rematik
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan
dan daya tahan otot, kapasitas aerobik, keseimbangan, biomekanik
sendi dan rasa posisi sendi. Senam rematik ini merupakan latihan gerak
atau program olahraga yang sedang, berlangsung sekitar 20 hingga 30
menit dan terdiri dari empat tahapan yakni pemanasan, latihan inti I,
latihan inti II dan pendinginan.

(h) Akupresure
Pelayanan kesehatan tradisional merupakan suatu upaya kesehatan yang
banyak diminati masyarakat (Kemenkes RI, 2011). Akupresur
merupakan bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan
stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh. Berguna untuk
mengurangi bermacam-macam sakit dan nyeri serta mengurangi
ketegangan, kelelahan dan penyakit. Akupresur menyembuhkan sakit
dan nyeri yang sukar disembuhkan, nyeri punggung, spondilitis, kram
perut, gangguan neurologis, artritis. Titik-titik akupresur terletak pada
kedua telapak tangan begitu juga pada kedua telapak kaki.

(i) Penggunaan obat tradisional dan herbal yang sudah teruji


Obat tradisional berkhasiat untuk pengobatan, karena terdapat zat
ekstrak yang khasiatnya dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan (Adi,
2006). Terdapat lebih dari 100 macam obat/tanaman tradisional yang
dapat mengurangi rasa nyeri pada sendi akibat rematik.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
26 
 

(j) Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya


keluhan
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam
urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan
mempertahankannya dalam batas normal (Dalimartha, 2008). Bahan
makanan yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita
rematik dapat dilihat pada lampiran ke 17.

2.3 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi


Asuhan keperawatan komunitas merupakan bentuk pelayanan keperawatan
yang diberikan kepada komunitas dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan komunitas dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek asuhan keperawatan secara sistematis dalam
memecahkan masalah keperawatan yang berkaitan dengan masalah
kesehatan masyarakat.

Tujuan pemberian asuhan keperawatan komunitas adalah untuk mencapai


kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan dengan
melakukan upaya promotif dan preventif yang dilakukan secara
berkesinambungan.

2.3.1 Pengkajian

Aspek yang perlu dikaji pada kelompok dan komunitas dengan


menggunakan Model Community as Partner adalah:

a) Core atau inti yaitu data demografi kelompok atau komunitas yang
terdiri dari umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-
nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
b) Delapan sub sistem yang mempengaruhi komunitas
(1) Perumahan : yang dihuni oleh penduduk, Penerangan, Sirkulasi,
Kepadatan.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
27 
 

(2) Pendidikan : Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan


untuk meningkatkan pengetahuan.
(3) Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal:Apakah
tidak menimbulkan stress.
(4) Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan: Apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan
di berbagai bidang termasuk kesehatan.
(5) Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini,
merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi.
(6) Sistem komunikasi : Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan peyakit misalnya televisi, radio, koran
atau leaflet yang ada di komunitas.
(7) Ekonomi : Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), di bawah
atau di atas sehingga upaya pelayanan kesehatan yang diberikan
dapat terjangkau, misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan
sesuai status ekonomi tersebut.
(8) Rekreasi : pemanfaatan waktu luang oleh lansia, apakah tersedia
sarana rekreasi yang dapat dipergunakan oleh lansia di komunitas,
kapan saja dibuka, biayanya apakah terjangkau oleh komunitas
serta bagaimana pemanfaatannya oleh lansia.

2.3.2 Diagnosa keperawatan komunitas atau kelompok dan analisa data


Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari,
maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada
masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disusun
diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari masalah kesehatan,
karakteristik kelompok, dan karakteristik lingkungan.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
28 
 

Menurut Ervin (2002), diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan


terhadap resiko kelompok, kecendrungan, masalah potensial, kekuatan dan
keadaan yang tersembunyi. Tujuan dari diagnosa keperawatan adalah
untuk menganalisa secara kritis suatu keadaan secara alami dan
menghubungkan sebuah kesimpulan dari suatu analisa. Jadi diagnosa
keperawatan komunitas merupakan suatu pernyataan atau hipotesis hasil
dari analisa dan sintesis data serta informasi yang diperoleh selama
pengumpulan data komunitas. Keefektifan suatu program kesehatan
hampir selalu dimulai dari diagnosa yang menggunakan data untuk
mengidentifikasi keakuratan status kesehatan komunitas.

2.3.3 Perencanaan

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memecahkan masalah


kesehatan yang dihadapi, diperlukan pengorganisasian komunitas yang
dirancang untuk membuat suatu perubahan yaitu dalam bentuk lokakarya
mini berisi penyajian hasil pengkajian dan bersama-sama merumuskan
alternatif pemecahan masalah. Pendekatan ini dirancang untuk
mengembangkan masyarakat berdasarkan sumber daya dan sumber dana
yang dimiliki serta mampu mengurangi hambatan yang ada. Selain itu
untuk menumbuhkan kondisi, kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat
dengan partisipasi aktif masyarakat dan dengan penuh percaya diri dalam
memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi

2.3.4 Pelaksanaan (Implementasi)

Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah


direncanakan berupa bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan,
mempertahankan kondisi seimbang atau sehat dan meningkatkan
kesehatan; mendidik komunitas tentang perilaku sehat; advokasi dan
memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan komunitas.

Pada kegiatan praktek keperawatan komunitas berfokus pada tingkat


pencegahan, yaitu:

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
29 
 

a) Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan


pada kelompok sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum
dan perlindungan khusus terhadap penyakit. Contohnya olahraga
secara teratur

b) Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat


terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan
masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada
diagnosa dini dan tindakan untuk menghambat proses penyakit.
c) Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian
individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari
ketidakmampuan keluarga.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan


dengan membandingkan dengan tujuan semula dan dapat dijadikan dasar
untuk memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi yang dilakukan dengan
menggunakan evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil.
Sedangkan fokus dari evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan
komunitas adalah:

a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target


pelaksanaan.
b. Perkembangan atau kemajuan proses. Kesesuaian dengan perencanaan,
peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta.
c. Efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan
penggunaannya serta keuntungan program.
d. Efektifitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau
masyarakat puas terhadap tindakan yang dilaksanakan.
e. Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah dilaksanakan
tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
30 
 

Secara garis besar proses evaluasi adalah menilai respon verbal dan non
verbal komunitas setelah intervensi dilakukan dan mencatat adanya
kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit atau Puskesmas.

Berdasarkan uraian diatas, pemberdayaan masyarakat melalui kader


posbindu untuk memberikan pelayanan kesehatan pada lansia dengan
masalah rematik merupakan suatu solusi dari masalah pengelolaan dan
asuhan keperawatan komunitas. Keterlibatan kader posbindu sangat
besar perannya dalam meningkatkan kesehatan serta mencegah
terjadinya suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit tidak menular.

2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan


Gangguan Mobilisasi

Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas memerlukan strategi intervensi.


Menurut Ervin (2002), terdapat strategi intervensi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan komunitas ini, yaitu:

a) Pendidikan kesehatan
Anderson dan Mc.Farlane (2000) menjelaskan bahwa perawat komunitas
bertanggung jawab terhadap berbagai program kesehatan termasuk
program pendidikan kesehatan di masyarakat terkait dengan resiko dan
dampak dari penyakit menular. Pendidikan kesehatan perlu dirancang
secara baik dan komprehensif selain menarik untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman masyarakat agar tahu, mau dan mampu untuk
hidup sehat. Peningkatan pemahaman masyarakat tidak hanya untuk
mencegah timbulnya penyakit, tetapi diharapkan terjadi perubahan
perilaku sehat. Clark (2003) menjelaskan prinsip umum dalam pendidikan
kesehatan, yaitu pemberi materi atau learner harus mahir dan mampu
memotivasi orang lain serta memahami peserta atau masyarakat secara
fisik, psikologis atau emosionalnya; memperhatikan situasi atau kondisi
masyarakat; memperhatikan isi atau materi yang akan disampaikan; serta

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
31 
 

memberikan reward sekaligus berupaya mempertahankan dan atau


meningkatkan perilaku sehat yang telah dilakukannya.

Coates (1999 dalam Clark, 2003) menjelaskan bahwa dalam pendidikan


kesehatan terdapat beberapa prinsip yang menjadi kunci keberhasilan
proses pemberian pendidikan kesehatan terhadap masyarakat. Beberapa
prinsip tersebut adalah:

1) Pengajar atau pemateri, diharapkan pemateri adalah seseorang yang


menguasai topik pembicaraan, mempunyai motivasi yang tinggi untuk
berubah dan mampu menjadi pendengar yang baik.

2) Situasi pembelajaran diharapkan dalam situasi yang tenang dan


menyenangkan.

3) Topik pembicaraannya menarik, sesuai dengan issue yang terjadi di


masyarakat dan menggunakan bahasa sederhana.

4) Mempertahankan kondisi yang telah dicapai dan memberikan pujian


atas prestasi yang diperoleh masyarakat. Secara umum prinsip
pembelajaran khususnya di masyarakat sangat terkait dengan relevansi,
fasilitas, umpan balik dan reinforcement sehingga masyarakat mampu
menerima informasi yang disampaikan sebagai salah satu faktor untuk
merubah perilaku masyarakat.

b) Kemitraan (Partnership)

Partnership adalah hubungan antara profesi kesehatan dan partnernya


baik individu, keluarga dan masyarakat yang memiliki kekuatan.
Hubungan ini bersifat fleksibel, mengutamakan saling percaya, saling
menguntungkan dan selalu meningkatkan kapasitas dan kemampuan
individu, keluarga dan masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat (Cornes, 1998 dalam Helvie, 1998).
Keterbukaan, fleksibel dan saling percaya penting untuk dipahami
oleh anggota atau komponen masyarakat yang terlibat atau dengan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
32 
 

kata lain mampu memberikan keuntungan kepada semua pihak.


Partnership di dalam masyarakat saat ini sudah dilaksanakan sebagai
salah satu upaya memperbaiki pelayanan kesehatan di saat
kemampuan finansial baik dari pemerintah atau masyarakat
berkurang.

Courtney (1994 dalam Helvie,1998), menjelaskan bahwa peran profesi


kesehatan dalam partnership lebih bersifat penguatan kemampuan atau
keterampilan dan kapasitas partnernya. Sementara peran partner
bersifat aktif dalam pencapaian hasil berupa peningkatan efektifitas
partner dalam penyelesaian masalah. Adapun proses partnership
adalah:

1) Mencari partner yang potensial yang diharapkan dapat terlibat aktif


dalam masyarakat.

2) Mengundang partner untuk mendiskusikan tugas, tanggung jawab


dan resiko yang dapat terjadi.

3) Pelaksanaan partnership meliputi inisiasi, bekerjasama dan


mengevaluasi bentuk kerjasama secara keseluruhan

c) Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment)

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses pemberian


kemauan dan kemampuan kepada masyarakat agar mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2002). Menurut Rappaport
(1984 dalam Helvie, 1998), pemberdayaan sebagai suatu proses yang
memberikan penguatan pada individu, komunitas dan organisasi
terhadap kehidupannya. Sedangkan menurut Shardlow (1998, dalam
Roesmidi & Risyanti, 2008) pemberdayaan adalah membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan menguasakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Menurut
Hitchock, Schubert dan Thomas (1999) pemberdayaan merupakan
proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
33 
 

interaksi transformatif kepada komunitas. Berdasarkan pengertian-


pergertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah
proses penguatan pada individu , kelompok dan komunitas untuk
mengendalikan kehidupan sehingga membentuk perubahan pada
komunitas.

Proses ini memerlukan dukungan dari semua unsur atau sektor yang
terlibat dalam proses peningkatan kesehatan masyarakat, tidak hanya
sektor kesehatan semata, akan tetapi meliputi sektor terkait seperti
sektor pendidikan, pemerintahan, dunia usaha dan lembaga swadaya
masyarakat lainnya. Semua sektor yang berkonstribusi terhadap
pemberdayaan masyarakat diharapkan mempunyai satu visi dan misi
yaitu memandirikan masyarakat untuk hidup sehat. Lebih lanjut
Wallerstein (1992, dalam Helvie 1998), menjelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan proses kegiatan yang
menekankan pada aspek peningkatan partisipasi masyarakat dalam
mengorganisir suatu permasalahan yang ada baik secara individu
maupun kelompok dengan tujuan menciptakan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan bagian
penting dalam membangun pemberdayaan masyarakat dengan
melibatkan masyarakat secara penuh mulai dari identifikasi masalah
kesehatan dan menyusun rencana penanggulangannya, sehingga
masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga subjek dalam upaya
mewujudkan masyarakat yang mandiri (Parker, 1994 dalam Helvie,
1998).

Parker (1994 dalam Helvie, 1998), mengidentifikasi 8 kompetensi


yang harus dimiliki masyarakat dalam pemberdayaan, yaitu adanya :

1) Partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam menetapkan tujuan


dan merencanakan tindakan; 2) Komitmen dari masyarakat;
3) Kesadaran diri untuk menumbuhkan kesadaran orang lain terhadap
situasi tertentu yang dapat menimbulkan masalah bagi masyarakat; 4)

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
34 
 

Kemampuan untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat agar


berubah cara pandang, sikap dan kebutuhan masyarakatnya; 5)
Kemampuan mengakomodasi penyelesaian konflik; 6) Kemampuan
untuk mengatur hubungan dengan masyarakat; 7) Kemampuan
mengukur interaksi partisipan dan pengambilan keputusan; 8)
Dukungan sosial untuk memahami dan memiliki kepedulian terhadap
masyarakat sekitarnya yang memerlukan bantuan atau dukungan.

Pemberdayaan merupakan upaya memobilisasi komunitas agar


mampu berperan dalam pengambilan keputusan dan tindakan strategis,
juga merupakan upaya fasilitasi agar masyarakat mengenal masalah
yang dihadapi, serta merencanakan dan melakukan pemecahan
masalah dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai kebutuhannya.
Perawat Komunitas perlu mengetahui karakteristik komunitas setempat
yang akan diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik dengan cara
mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi komunitas,
seperti : nilai, sikap, demografi, kepemimpinan dan sebagainya. Selain
itu perawat komunitas juga harus membantu mengidentifikasi masalah
yang paling menekan, membangun rasa percaya diri komunitas,
mengorganisasikan kekuatan dan sumber yang dapat dimanfaatkan
komunitas, serta meningkatkan kemampuan untuk mandiri (Komang,
2011). Keberhasilan pemberdayaan komunitas dapat dipengaruhi oleh
lingkungan, situasi sosial politik, pengalaman komunitas, serta adanya
hubungan saling percaya dan saling menghormati, ketertarikan anggota
terhadap manfaat, dan kemampuan mengambil langkah kompromi dari
masyarakat.

Menurut Hikmat (2010), terdapat tiga jenis strategi dalam


pemberdayaan masyarakat yaitu : top-down, bottom up, dan
grassroots. Strategi top-down menekankan pada perintah dari atas
kepada bawahannya, strategi ini bersifat konvensional. Strategi bottom
up menekankan pada partisipasi masyarakat secara langsung. Namun
strategi ini tidak dapat menjadi kebijakan secara menyeluruh. Strategi

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
35 
 

grassroots yang menekankan pada kemampuan masyarakat bawah


untuk berpartisipasi. Namun hal ini pula kurang mendapat dukungan
untuk suatu kebijakan karena keinginan yang ada di masyarakat sangat
banyak dan bervariasi. Sebenarnya ketiga strategi tersebut dapat
digabung menjadi konsep baru yaitu community building, yaitu konsep
yang menjalankan fungsinya sebagai pengembangan sekaligus
pengorganisasian masyarakat secara bersamaan dan bersinergi.

Menurut Komang (2011), strategi yang dapat dilakukan dalam


memberdayakan komunitas adalah : 1) Meningkatkan status kesehatan
komunitas; 2) Berprinsip meningkatkan kontribusi masyarakat baik
secara fisik maupun non fisik; 3) Mengembangkan kegiatan
masyarakat melalui penyediaan fasilitas; 4) Memotivasi dan
memperkuat gotong royong dikalangan masyarakat

Kader merupakan anggota masyarakat, baik pria maupun wanita, yang


dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu bekerja sama dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela. Syarat menjadi
kader kelompok lanjut usia adalah : dipilih dari dan oleh masyarakat
setempat, mau dan mampu bekerja secara sukarela, mempunyai
kelebihan di masyarakat, misalnya keluwesan dalam hubungan
kemanusiaan, serta bisa membaca dan menulis huruf latin (Depkes,
2010).

Peran kader pada kelompok lanjut usia adalah :

a) Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat


b) Melakukan survey mawas diri atau pendataan bersama petugas
c) Melaksanakan musyawarah dengan masyarakat, misalnya
menyusun rencana dan jadwal kegiatan posbindu
d) Menggerakkan masyarakat
e) Melaksanakan kegiatan di posbindu dan kelompok lansia lainnya
f) Melakukan pencatatan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
36 
 

d) Proses kelompok
Proses kelompok adalah kegiatan penggabungan dari individu atau
organisasi untuk saling bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan
tertentu dan saling menguntungkan. Pembentukan kelompok melalui
proses penggabungan individu tersebut memungkinkan terjadinya
penyelesaian masalah yang dihadapi melalui tahapan perencanaan
pencapaian tujuan akhir dari kelompok tersebut (Cohen, 1991 dalam
Helvie, 1998). Inti dari proses kelompok adalah penyelesaian masalah
berdasarkan kemampuan sumber daya yang dimiliki dengan satu tujuan
akhir yang sama.

Adapun tujuan pembentukan kelompok adalah menghindari terjadinya


duplikasi antara sesama individu; mengoptimalkan sumber daya yang
dimiliki dari individu, kelompok maupun organisasinya; meningkatkan
partisipasi masyarakat secara nyata (Cohen, 1991 dalam Helvie, 1998).
Lebih lanjut Cohen (1991) menyebutkan ada 8 langkah membangun
kelompok yang efektif yaitu: 1) mempertimbangkan perlu tidaknya
pembentukan kelompok, 2) merekrut anggota kelompok, 3) menjelaskan
tujuan pembentukan kelompok, 4) mempertahankan kekompakkan
kelompok, 5) mengantisipasi sumber yang dibutuhkan, 6)
mengidentifikasi pengorganisasian kelompok, 7) mempertahankan
kekuatan kelompok, 8) mengevaluasi dan memperbaiki fungsi kelompok.

Selain strategi intervensi, perawat komunitas juga harus memperhatikan


kegiatan intervensi berupa peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit sebagai bentuk pelayanan kesehatan. Clark dan Leavell (1965,
dalam Edelman & Mandle, 2006), menjelaskan 3 tingkatan intervensi
keperawatan komunitas yaitu :

(1) Prevensi primer

Merupakan kegiatan yang dapat mengurangi faktor risiko kejadian


penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi. Prevensi primer
dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan
ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan melindungi dari

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
37 
 

penyakit (Stanhope & Lancaster, 2004). Prevensi primer yang dapat


dilakukan untuk mengatasi gangguan mobilisasi adalah dengan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai faktor risiko, tanda dan
gejala yang mungkin terjadi serta dampak penyakit tersebut jika
tidak diobati, serta cara perawatan seperti diet rematik, latihan gerak
sendi, senam rematik, dan terapi komplementer.

(2) Prevensi sekunder

Prevensi sekunder lebih ditujukan pada deteksi dini berupa skrining


untuk menemukan penyakit dan penatalaksanaan yang tepat untuk
mengatasi masalah yang terjadi. Prevensi sekunder yang dapat
dilakukan pada lansia dengan gangguan mobilisasi akibat rematik
adalah dengan memeriksakan diri pada pelayanan kesehatan, periksa
nilai asam urat, karena salah satu penyebab rematik adalah adanya
nilai asam urat yang tinggi (Dalimartha, 2008)

(3) Prevensi tertier

Prevensi tertier merupakan kegiatan yang dilakukan saat terjadi


kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan tidak dapat
disembuhkan. Pencegahan tertier yang dapat dilakukan pada lansia
dengan gangguan mobilisasi adalah dengan memberikan bantuan alat
untuk mengoptimalkan kecacatan yang terjadi, dan pengelompokkan
lansia untuk meningkatkan identitas dan perannya.

Berdasarkan strategi intervensi dan tingkatan intervensi, maka dapat


disimpulkan bahwa prevensi primer lebih diutamakan dengan tidak
mengesampingkan prevensi sekunder dan tersier. Hal ini harus
sejalan dengan strategi intervensi yang dipilih, yaitu dengan
memberdayakan (empowerment) pada kader kesehatan yang ada di
wilayah untuk membantu memberikan pelayanan kesehatan pada
lansia dengan gangguan mobilisasi akibat rematik. Strategi untuk
pemberdayaan kader harus diperhatikan bentuk intervensi yang
didasari konsep teori dan model.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
38 
 

2.5 Bentuk bentuk Intervensi Komunitas pada Aggregate Lansia dengan


Gangguan Mobilisasi akibat Rematik

Bentuk-bentuk intervensi keperawatan komunitas pada aggregate lansia


dengan gangguan mobilisasi akibat rematik antara lain : dukungan sosial,
pendidikan kesehatan, terapi modalitas, dan terapi komplementer (Hitchcock,
Scubert, & Thomas, 1999) ; Stanhope & Lancaster, 2004).

a) Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan sumber daya yang disediakan lewat interaksi
dengan orang lain (Sheridan & Radmacher, 1992 dalam Lubis, 2006).
Terdapat lima bentuk dukungan sosial, yaitu: 1) Dukungan Instrumental,
merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan
langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta
pelayanan; 2) Dukungan dari kelompok sosial, seperti dari teman senasib,
kader kesehatan; 3) Dukungan informasional dengan memberikan
pengetahuan yang dapat membantu individu untuk meningkatkan efisiensi
dalam merespon atau memberikan solusi atas permasalaha yang dihadapi;
4) Dukungan emosional yang membuat lansia memiliki perasaan nyaman,
yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial; 5)
Dukungan harga diri berupa penghargaan positif pada individu, pemberian
semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif
dengan individu lain.

b) Pendidikan kesehatan
Ervin (2002) menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan dapat dilakukan
melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan sebagai upaya perawatan
kesehatan secara langsung ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
melalui proses yang mendorong perubahan prilaku kebiasaan dan
lingkungan. Bentuk dari promosi adalah penyuluhan kesehatan,
penyebaran media informasi, serta pelatihan.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
39 
 

c) Proses kelompok
Hitchcock, Schubert, dan Thomas (1999), menjelasakan lima tahapan
dalam pembentukan kelompok, yaitu : 1) Tahapan Orientasi untuk
mengkaji arah, tujuan, bentuk kelompok pendung yang diinginkan dari
kelompok dan seleksi anggota berdasarkan persamaan masalah yang
dihadapi, motivasi, umur, seks, budaya atau tingkat pendidikan; 2)
Tahapan Konflik yang terjadi, 3) Tahapan Kohesif dimana mulai terjadi
proses adaptasi terhadap peran, aturan kelompok yang diekspresikan
melalui adanya hubungan yang harmonis antar anggota kelompok, 4)
Tahapan Kerja merupakan tahapan utama pembentukan kelompok. Setiap
anggota kelompok menjalankan peranannya masing-masing untuk
memberikan dukungan; 5) Tahapan Terminasi untuk mengeksplorasi
perasaan anggota kelompok, mengevaluasi, eksplorasi perasaan
kehilangan kelompok dan umpan balik.

d) Terapi modalitas
Terapi modalitas yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan
mobilisasi akibat rematik pada aggregate lansia adalah pengaturan diet,
kompres hangat dan dingin, latihan exercise (ROM), dan senam rematik.
e) Terapi komplementer
Terapi komplementer yang dapat dilakukan pada aggregate lansia dengan
gangguan mobilisasi akibat rematik adalah acupressure, relaksasi
progresif, refleksi, dan herbal.

2.6 Pendekatan Intervensi Berjenjang Sebagai Bentuk Pelayanan dan


Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi akibat
Rematik

Intervensi berjenjang merupakan intervensi yang berfokus terhadap


perubahan manusia dan lingkungan (Simons-Morton, Parcel, dan Bunker,
1988, dalam Helvie, 1998). Manusia dan lingkungan saling mempengaruhi
dan merupakan hal penting untuk menentukan kesehatan. Sedangkan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
40 
 

Downie, Tannahill, dan Tannahill (1996, dalam Stanhope & Lancaster 2004)
menjelaskan bahwa intervensi berjenjang merupakan respon komunitas
dalam promosi kesehatan secara sistematik terhadap individu, keluarga,
kelompok atau aggregate, komunitas dan sosial.

Intervensi berjenjang dimulai dari petugas kesehatan yang mentransfer


pengetahuan dan keterampilan kepada kader, kemudian kader
mentransferkan kepada keluarga dan lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi. Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), bahwa pemberdayaan
kader memerlukan sifat leadership/kepemimpinan dan menjadikan
empowerment (kader) menjadi asisten professional di komunitas. Hal ini
menunjukkan bahwa intervensi berjenjang intervensi yang dilakukan secara
top – down, dimulai dari petugas kesehatan, kader terlatih, kader, keluarga
dan aggregate lansia.

Intervensi pada keperawatan komunitas harus mencakup : (1) mempengaruhi


individu untuk mengurangi faktor risiko terhadap penyakit. Menurut Pender,
Murdaugh, dan Parson (2006), pendidikan kesehatan merupakan suatu
kegiatan dengan cara memberikan pengetahuan dalam upaya untuk
meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perubahan perilaku. Individu mempunyai kekuatan dan
kemampuan untuk mengubah perilaku sehat atau melakukan modifikasi
gaya hidup sehat dengan adanya peningkatan pengetahuan melalui
pendidikan kesehatan; (2) mempengaruhi organisasi dan pemerintah untuk
mengurangi faktor risiko lingkungan terhadap penyakit. Dinas kesehatan dan
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk mengurangi faktor risiko
lingkungan terhadap penyakit. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya
mengacu pada pengurangan faktor risiko. Perawat komunitas harus mampu
melakukan advokasi tentang pentingnya faktor lingkungan untuk
mengurangi faktor risiko khususnya pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
41 
 

Intervensi berjenjang merupakan upaya perawat komunitas untuk


melaksanakan kedua aspek diatas, yaitu manusia dan lingkungan. Aspek
pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan
kesehatan pada individu, kelompok dan komunitas terhadap gangguan
mobilisasi. Upaya terhadap aspek lingkungan adalah dengan memberikan
advokasi kepada dinas kesehatan dan puskesmas tentang sumber daya yang
ada di wilayahnya. Kader kesehatan merupakan sumber daya manusia yang
ada dilingkungan puskesmas. Kegiatan pendidikan kesehatan yang bertujuan
untuk merubah perilaku manusia (lansia) harus dilakukan secara sinergis dan
berkelanjutan.

Kegiatan pendidikan kesehatan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup


banyak. Oleh karena itu intervensi berjenjang dapat dimulai dengan
melakukan advokasi kepada pihak puskesmas tentang kondisi lansia dengan
gangguan mobilisasi fisik, dampak yang diakibatkan, serta informasi tentang
adanya kader kesehatan (kader posbindu) sebagai sumber daya yang dapat
dimanfaatkan/diberdayakan. Selanjutnya dapat disusun materi pendidikan
kesehatan yang akan diberikan kepada kader kesehatan di wilayah kelurahan
dalam bentuk modul. Materi pendidikan kesehatan terhadap gangguan
mobilisasi meliputi : konsep rematik (pengertian , tanda dan gejala,
penyebab,dampak), penatalaksanaan terhadap gangguan mobilisasi, yaitu
dengan melakukan diet rematik, latihan gerak sendi/ range of motion
(ROM), senam rematik, terapi komplementer seperti akupresure dan
tanaman obat tradisional.

Materi pelatihan merupakan pesan yang harus disampaikan perawat


komunitas dan puskesmas kepada kader kesehatan. Selanjutnya kader
terlatih akan memberikan materi yang diperolehnya kepada kader lainnya,
sehingga semua kader tersebut akan melakukan tugasnya untuk
menyampaikan pesan (materi pelatihan) yang telah diterimanya kepada
warga yang mengalami masalah kesehatan rematik. Kader diberikan
pelatihan terlebih dahulu sehingga dapat diukur kemampuannya dalam
memberikan pendidikan kesehatan. Intervensi berjenjang (petugas kesehatan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
42 
 

– kader terlatih – kader kesehatan lain – keluarga – klien) dapat


dimanfaatkan oleh perawat komunitas untuk mengurangi faktor risiko
dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat (kader).

Peran kader sangat penting dalam membantu program pemerintah seperti


pelaksanaan posyandu balita dan posbindu lansia. Berdasarkan hasil
penelitian dari Salim dan Hasanbasri (2007) tentang implementasi
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di Puskesmas Arso Barat
Kabupaten Keerom, kader kesehatan telah mampu membuat perencanaan
kegiatan secara mandiri, mampu melakukan rekrutmen kader dan
memberikan bimbingan melalui “learning by doing”, serta kader mampu
melakukan evaluasi sederhana dalam pelaksanaan kegiatannya. Peran
petugas perkesmas telah nyata dibantu secara hampir menyeluruh oleh
kader. Arahan dan bimbingan dari petugas puskesmas sangat diperlukan
bagi kader kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang
lebih baik dan optimal.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ansari dan Andersson (2011)
melaporkan bahwa terdapat keuntungan dari pemberdayaan kader yang telah
dilakukan yaitu penekanan pada biaya (cost) dari program kesehatan di
Inggris. Amendola (2011) juga melaporkan hasil penelitiannya, kader yang
diberdayakan (empowerment) telah memberikan kontribusi yang sangat
besar di Amerika Serikat khususnya pada penduduk Hispanic/Latin.
Kontribusi yang telah dihasilkan adalah adanya penerimaan positif dari
warga dalam pemeliharaan kesehatannya, Middling et al (2011)
menyebutkan adanya ketertarikan yang sangat tinggi dari kader, sehingga
adanya peningkatan jumlah kader setelah proses rekruitmen yang dilakukan
kader itu sendiri. Selain itu kader juga mendapatkan dukungan eksternal dari
pemerintah distrik setempat (Manchester Inggris).

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
43 
 

2.7 Teori dan Model Konseptual dalam Pendekatan Intervensi pada


Aggregate Lansia dengan gangguan Mobilisasi
2.7.1 Model Community as Partner

Model Community as Partner meliputi intra sistem dan ekstrasistem.


Intrasistem adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu atau lebih
karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Aggregat ekstrasistem
meliputi delapan subsistem yaitu lingkungan fisik, pelayanan kesehatan
dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson &
McFarlan, 2000; Ervin, 2002). Model yang diaplikasikan oleh Anderson
& Mc.Farlan digambarkan sebagai gabungan dari 5 variabel mencakup
fisiologis, psikologis, sosial budaya, ruhani dan perkembangan, yang
saling berinteraksi secara harmonis dan stabil dalam menghadapi stressor
baik yang datang dari lingkungan internal maupun eksternal.  

Stressor yang dialami oleh lansia berawal dari lingkungan intrapersonal


maupun ekstrapersonal yang memiliki tiga garis pertahanan yaitu : 1)
Garis pertahanan normal (normal line of defence) yaitu garis pertahanan
tebal yang mengelilingi komunitas dimana tingkat kesehatan komunitas
yang dicapai setiap saat dan menunjukkan keadaan di komunitas; 2) Garis
pertahanan fleksibel (flexibel line defence) adalah garis putus-putus yang
mengelilingi komunitas dan garis pertahanan normal. Garis ini merupakan
garis buffer zone yang menunjukkan tingkat kesehatan dinamis akibat
respon sementara terhadap stressor atau kemampuan komunitas dalam
menghadapi masalah tanpa respon maladaptif; 3) Garis pertahanan resisten
merupakan garis yang melakukan perlawanan melindungi struktur dasar
dan menjadi aktif manakala lansia menderita sakit.

Model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda


pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian
komunitas terdiri (1) inti komunitas (the community core), (2) subsistem
komunitas (the community subsystems), dan (3) persepsi (perception).
Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat yang

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
44 
 

merupakan praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat


untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya.

Inti Komunitas meliputi : 1) Demografi. Variabel yang dapat dikaji adalah


jumlah penduduk lansia dengan rematik baik pria atau wanita. Data
diperoleh melalui Puskesmas berupa laporan tahunan atau rekapitulasi
jumlah kunjungan pasien yang berobat; 2) Statistik vital. Data statistik
vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan dan angka kematian
penduduk lansia akibat rematik. Angka kesakitan dan kematian tersebut
diperoleh dari penelusuran data sekunder baik dari Puskesmas atau
Kelurahan; 3) Karakteristik penduduk secara fisik, psikologis, sosial dan
perilaku.

Sub Sistem dalam pengkajian Community as Partner meliputi lingkungan


fisik. Lingkungan fisik yang paling berpengaruh adalah cuaca atau iklim di
wilayah tersebut. Aspek lingkungan fisik yang paling penting dikaji adalah
struktur wilayah secara geografi, luas wilayah, dan cuaca dingin yang
sangat memungkinkan terjadinya rematik. Variabel sub sistem kesehatan
adalah :

1) sarana kesehatan dan karakteristik layanan kesehatan yang ada. Untuk


sarana kesehatan, hal yang peru dikaji adalah jenis dan jumlah sarana
kesehatan yang digunakan penduduk seperti Rumah Sakit atau Puskesmas,
keterjangkauan terhadap sarana kesehatan tersebut meliputi : besaran tarif,
jarak ke tempat pelayanan kesehatan, kemudahan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan, adanya posyandu atau posbindu, dan peraturan atau
regulasi di wilayah tersebut

2) Ekonomi. Variabel dari sub sistem ekonomi adalah pendapatan


penduduk (pendapatan dan pengeluaran),jenis pekerjaan, aktifitas yang
sering dilakukan setiap hari

3) Keamanan dan transportasi. Variabel transportasi yang perlu dikaji


adalah jenis transportasi yang digunakan penduduk, termasuk transportasi
ke sarana kesehatan, keterjangkauan jenis transportasi tersebut serta

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
45 
 

ketersediaan jenis transportasi yang dapat digunakan untuk memperoleh


pelayanan penyakit rematik

4) Variabel keamanan meliputi jenis dan tipe pelayanan keamanan yang


ada, tingkat kenyamanan dan keamanan penduduk serta jenis dan tipe
gangguan keamanan

5) Kebijakan dan pemerintahan. Jenis kebijakan yang sedang


diberlakukan, kegiatan promosi kesehatan yang sudah dilakukan,
kebijakan terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, serta
adanya partisipasi masyarakat

6) komunikasi. Komunikasi meliputi jenis dan tipe komunikasi yang


digunakan penduduk, khususnya komunikasi formal dan informal yang
digunakan dalam keluarga. Jenis bahasa yang digunakan terutama dalam
penyampaian informasi kesehatan rematik pada lansia, daya dukung
keluarga terhadap lansia yang menderita rematik.

7) Pendidikan. Pendidikan sebagai sub sistem meliputi tingkat


pengetahuan penduduk tentang pengertian rematik, bahaya dan dampak
rematik, cara mengatasi rematik, bagaimana cara perawatan rematik, dan
cara mencegah rematik;

8) Rekreasi. Perlu dikaji adalah jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada,
tingkat partisipasi atau kemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan
keamanan dari sarana rekreasi yang ada.

Salah satu sub sistem lain adalah Persepsi. Aspek yang perlu dikaji adalah
persepsi lansia terhadap rematik, persepsi keluarga terhadap rematik, serta
sejauh mana persepsi tersebut dapat memelihara, merawat, dan
meningkatkan status kesehatan pada lansia. Aspek persepsi meliputi
pengetahuan, sikap dari individu dan keluarga.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
46 
 

2.7.2 Model Self Care

Dorothea E. Orem mengajukan 3 (tiga) teori yang saling berhubungan dan


banyak digunakan. Fokus dari ketiga teori tersebut adalah bahwa fungsi
manusia dan pemeliharaan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan
dengan melakukan perawatan untuk mencapai hal – hal tersebut.

Teori pertama “defisit perawatan diri,” merupakan inti dari idenya dan
yang paling komprehensif. Hal ini menjelaskan gambaran konseptual
penerima perawatan sebagai manusia yang tidak mampu melakukan
perawatan diri secara berkelanjutan dan independen dikarenakan hal-hal
yang terkait dengan kesehatan atau keterbatasan (Tomey & Alligood,
2006). Teori kedua, “teori perawatan diri” berdasar pada ide sentral bahwa
suatu hubungan muncul antara tindakan perawatan diri yang
dipertimbangkan serta perkembangan dan fungsi individu dan kelompok.
Teori ketiga, “teori sistem keperawatan” yang menjelaskan kebutuhan
perawatan diri terapeutik dan tindakan-tindakan yang diperlukan serta
sistem-sistem yang terlibat dalam perawatan diri dalam konteks hubungan
interpersonal dan yang dibangun dalam diri manusia dengan defisit
perawatan diri (Tomey & Alligood, 2001).

Fokus dalam ketiga teori ini adalah perawatan diri yang didefinisikan
sebagai “praktik atau aktivitas individu memulai dan menunjukkan
keperluan mereka sendiri dalam memelihara hidup, kesehatan, dan
kesejahteraan”. Perawatan diri tidak terbatas pada seseorang yang
memberikan perawatan untuk dirinya sendiri; hal ini termasuk perawatan
yang ditawarkan oleh orang lain untuk keperluan orang lain. Perawatan
mungkin ditawarkan oleh anggota keluarga atau orang lain hingga orang
tersebut mampu untuk melakukan perawatan diri. Perawatan diri
mempunyai tujuan dan berperan terhadap integritas struktural, fungsi, dan
perkembangan manusia. Tujuan yang ingin dicapai adalah kebutuhan
perawatan diri universal, perkembangan, dan perawatan kesehatan akibat
penyimpangan kesehatan.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
47 
 

Ketiga tipe kebutuhan perawatan diri adalah universal, perkembangan, dan


penyimpangan kesehatan. Kebutuhan perawatan diri universal ditemukan
pada seluruh manusia dan dihubungkan dengan proses kehidupan dan
kesejahteraan umum mereka. Kebutuhan perkembangan berhubungan
dengan tahapan-tahapan yang berbeda yang dialami manusia. Kebutuhan
yang ketiga berdasarkan hasil dari atau dikaitkan dengan penyimpangan
dalam aspek struktur dan fungsi manusia. Orem mengoperasionalkan
masing-masing dari kebutuhan-kebutuhan ini. Fokus keperawatan adalah
pada pengidentifikasian kebutuhan perawatan diri, perencanaan metode
dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan, dan “totalitas kebutuhan untuk
tindakan perawatan diri”.

Kebutuhan perawatan diri universal meliputi : (1) Pemeliharaan intake


udara yang adekuat, (2) Pemeliharaan intake cairan yang adekuat, (3)
Pemeliharaan intake makanan yang adekuat, (4) Tindakan pencegahan dari
perawatan dikaitkan dengan proses eliminasi, (5) Pemeliharaan
keseimbangan antara istirahat dan tidur, (6) Pemeliharaan keseimbangan
antara menyendiri dan interaksi sosial, (7) Pencegahan dari bahaya
terhadap kehidupan, fungsi, dan kesejahteraan manusia, (8) Promosi
fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok sosial dan
pertimbangan potensi manusia, keterbatasan manusia yang diketahui, dan
keinginan manusia untuk menjadi normal.

Kebutuhan perawatan diri perkembangan meliputi : 1) Penyediaan dan


mempertahankan kebutuhan yang adekuat (udara,air,nutrisi,dll) sesuai
dengan perubahan dan untuk mempertahankan fungsi; 2) Penyediaan dan
mempertahankan kondisi fisik, lingkungan dan sosial, rasa aman dan
nyaman, keterikatan dengan orang lain, rasa diperhatikan oleh orang lain;
3) Penyediaan dan mempertahankan lingkungan b.d. perubahan sensori; 4)
Penyediaan dan mempertahankan Lingkungan b.d. perubahan afektif dan
kognitif; 5) Penyediaan Ketrampilan lansia b.d proses penuaan untuk dapat
hidup di komunitas; 6) Penyediaan Lingkungan b.d perubahan psikososial;

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
48 
 

7) Penyediaan Lingkungan yang mendukung untuk dapat menjadi bagian


dari keluarga dan komunitas.

Kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan meliputi : 1)


Pencarian atau pengamanan bantuan-bantuan medis tertentu dalam
peristiwa terpapar terhadap agen biologi atau fisik atau kondisi lingkungan
tertentu yang dikaitkan dengan peristiwa atau kondisi patologis manusia,
atau ketika terdapat bukti kondisi genetik, fisiologis, atau psikologis yang
diketahui untuk menghasilkan atau dikaitkan dengan patologi manusia; 2)
Menyadari dan memperhatikan efek-efek dan akibat kondisi dan status
patologis; 3) Menyelesaikan secara efektif instruksi-intruksi secara medis
tindakan-tindakan diagnostik, terapeutik, dan rehabilitatif yang ditujukan
untuk pencegahan jenis patologi tertentu terhadap patologi itu sendiri,
terhadap pemecahan fungsi integritas manusia, perbaikan deformitas atau
abnormalitas, atau kompensasi ketidakmampuan; 4) Menyadari dan
mengatasi atau mengolah ketidaknyamanan atau efek-efek penghilangan
dari tindakan perawatan medis yang diberikan oleh dokter; 5)
Memodifikasi konsep diri (dan gambaran diri) dalam menerima dirinya
sebagai manusia dalam suatu status kesehatan tertentu dan kebutuhan
bentuk perawatan kesehatan spesifik; 6) Mempelajari untuk hidup dengan
efek status dan kondisi patologis serta efek tindakan diagnostik dan
penatalaksanaan medis dalam suatu gaya hidup yang meningkatkan
perkembangan personal yang berkesinambungan.

Asuhan keperawatan adalah perawatan diri yang terapeutik yang dirancang


untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri dalam tidak adanya
kemampuan untuk melakukannya. Tindakan keperawatan, disebut “teori
sistem keperawatan,” adalah : 1) Wholly compensatory : Perawat
diharapkan untuk memenuhi seluruh perawatan diri terapeutik pasien atau
untuk mengganti ketidakmampuan klien untuk terlibat dalam perawatan
diri, atau ketika pasien membutuhkan bimbingan berkelanjutan dalam
perawatan diri.2) Partially compensatory : Perawat dan pasien terlibat
dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri. 3) Supportive educative

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
49 
 

system : Sistem membutuhkan bantuan dalam pembuatan keputusan,


kontrol perilaku, dan kebutuhan pengetahuan dan ketrampilan. Dibawah
sistem ini, pasien mampu untuk menampilkan perawatan diri dengan
bantuan.

2.7.3 Model Family Centre Nursing

Keperawatan keluarga bertujuan untuk membantu keluarga menolong


dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam
konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, Bowden and
Jones, 2003). Oleh karena itu dalam praktik keperawatan keluarga
pemberian asuhan dapat diberikan kepada keluarga dan anggota keluarga
dalam keadaan sehat maupun sakit. Sedangkan proses keperawatan
keluarga berguna sebagai sebuah kerangka bagi pemberian asuhan.

Proses keperawatan keluarga berbeda-beda, tergantung bagaimana perawat


memandang keluarga dalam praktiknya. Tipe praktik pertama adalah
keluarga dipandang sebagai konteks, maka asuhan keperawatan berfokus
pada individu. Tipe praktik keempat adalah keluarga kumpulan dari
angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan kepada seluruh
anggota keluarga. Tipe praktik ketiga adalah subsistem keluarga sebagai
klien, dimana yang akan menjadi fokus pengkajian dan intervensi. Tipe
praktik berikutnya adalah keluarga sebagai klien, dimana keseluruhan
anggota keluarga dipandang sebagai klien sedangkan individu anggota
keluarga sebagai konteks. Tipe kelima adalah keluarga sebagai komponen
masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem dalam sebuah
sistem yang lebih besar, yaitu masyarakat.
 
Model family centered nursing didasarkan pada pandangan bahwa
keluarga adalah unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga
dan dari unit yang lebih luas. Sehingga dalam konteks rematik pada
aggregat lansia dengan melihat keluarga yang memiliki lansia rematik
merupakan unit dasar untuk perawatan individu. Aplikasi model ini perlu

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
50 
 

mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika


melakukan asuhan keperawatan (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan model Family Centered
Nursing memberikan kerangka acuan untuk mengaplikasikan proses
keperawatan melalui model friedman. Proses keperawatan tersebut terdiri
dari pengkajian keluarga dan individu di keluarga, perumusan diagnosa
keperawatan keluarga, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan,
dan evaluasi tindakan keperawatan keluarga yang telah dilakukan.
 
Pengkajian keluarga dengan menggunakan model Friedman terdiri atas
enam kategori yang harus dikaji pada keluarga, meliputi : identitas
keluarga, riwayat dan tahap perkembangan keluarga, lingkungan tempat
tinggal, struktur keluarga, fungsi keluarga, stres, koping dan adaptasi
keluarga. Kedalaman pengkajian masing-masing kategori didasarkan pada
tujuan, masalah keluarga, sumber daya dan peran perawat dalam
melakukan asuhan (Friedman, et.al., 2003). Sedangkan sumber data
pengkajian hasil wawancara dengan klien sebagai data subyektif dari hasil
wawancara dan data obyektif yang berasal dari hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan bahasa non verbal klien.
 
Akhir dari pengkajian keluarga adalah saat mengidentifikasi masalah
keluarga baik yang actual maupun yang resiko atau ancaman. Didalam
praktik keperawatan masalah kesehatan yang dialami keluarga dirumuskan
sebagai diagnosa keperawatan keluarga (Friedman, et.al., 2003). Sehingga
bisa dikatakan diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan
diagnosis dari diagnosis ke sistem dan subsistem. Menurut Gordon (2000,
dalam Friedman, et.al., 2003) diagnosis keperawatan keluarga digunakan
sebagai dasar proyeksi hasil, intervensi perencanaan, dan evaluasi hasil
yang dicapai. Sehingga dalam menegakkan diagnosis keperawatan
keluarga harus didasarkan pada salah satu teori keperawatan atau teori

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
51 
 

keluarga atau menggunakan diagnosis dari NANDA (North American


Nursing Diagnosis Association).
 
Setelah diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan, selanjutnya perlu
ditetapkan prioritasnya berdasarkan hirarki kebutuhan dan kepentingannya
bagi keluarga. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan
intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan
multiple. Perawat menggunakan prioritas saat menyusun intervensi untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan sehingga kebutuhan klien
akan terpenuhi. Prioritas secara konstan akan berubah sesuai perubahan
situasi dan kondisi klien.
 
Tahap berikutnya adalah perencanaan. Perencanaan yang mencakup tujuan
umum, tujuan khusus, kriteria dan rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien. Perencanaan harus disusun
bersama keluarga,, serta melibatkan seluruh anggota keluarga dalam unit
pelayanan (Friedman, et.al, 2003). Perencanaan harus membawa dan
mendorong keluarga membuat pilihan jenis intervensi keperawatan dan
meyakinkan jika intervensi dilaksanakan akan diterima, didukung dan
dipelihara. Jika keluarga tidak mampu membuat pilihan, maka perawat
berperan membantu keluarga mengidentifikasi alternatif, memahami
konsekuensi dan membuat keputusan yang dapat diterima oleh keluarga.
Perencanaan yang mencakup tujuan umum, tujuan khusus, kriteria dan
rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah
kesehatan klien.
 
Tahap selanjutnya adalah implementasi keperawatan keluarga yang telah
direncanakan. Tindakan yang dilakukan oleh perawat meliputi tindakan
terapeutik nyata dari perawat, yang terjadi dalam konteks hubungan
perawat-klien guna mempengaruhi fungsi individu, keluarga atau
komunitas yang menjadi akutabilitas perawat (Wright & Bell, 1994, dalam
Friedman, et.al., 2003). Untuk setiap diagnosa keperawatan perawat

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
52 
 

mengidentifikasi intervensi yang sesuai, yang dari setiap intervensi


tersebut membutuhkan pengetahuan teoritis spesifik dan ketrampilan
klinik spesifik. Beberapa metode yg dapat digunakan antara lain
membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, konseling, penyuluhan,
dan memberikan asuhan keperawatan langsung. Selama proses ini
kemungkinan akan muncul data baru. Data ini dikumpulkan, perawat
dengan fleksibel melakukan pengkajian ulang dan membuat modifikasi
perencanaan bersama keluarga.
 
Pada tahap akhir yaitu evaluasi, didasarkan pada keefektifan intervensi
yang telah dilakukan oleh perawat. Keberhasilan dilihat pada respon
keluarga bukan intervensi yang dilakukan. Disamping itu sebenarnya
proses evaluasi terjadi secara terus-menerus setiap saat perawat
memperbaharui rencana asuhan keperawatan. Selanjutnya Martin (1994,
dalam Friedman, 2003) juga membahas beberapa metode evaluasi untuk
mengukur kualitas praktik keperawatan, antara lain konferensi kasus;
berbagi kunjungan evaluasi dan observasi, melakukan audit, umpan balik
sejawat, dan pemantauan tinjauan; survey kepuasan klien; dan audit
eksternal.

2.7 Peran dan Fungsi Keperawatan Komunitas dalam Penatalaksanaan

Gangguan Mobilisasi pada Lansia

Peran perawat komunitas menurut Hitchock, Schubert, dan Thomas (1999)


adalah sebagai pemberi perawatan (care provider), advokat (advocator),
kolaborator (collaborator), konselor (counselor), pendidik (educator), dan
peneliti (researcher). Terkait dengan peran perawat komunitas terhadap lansia
yang mengalami gangguan mobilisasi adalah sebagai berikut :

2.7.1. Pemberi perawatan

Perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan melalui proses


keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
53 
 

evaluasi. Perawat dapat memberikan perawatan secara langsung pada


lansia dengan gangguan mobilisasi melalui pemeriksaan fisik, kemampuan
mobilisasi, psikologis, sosial dan ekonomi

2.7.2 Advokat
Helvie (1998), menyatakan advokasi sebagai proses meningkatkan kondisi
pasien agar pasien menentukan nasibnya sendiri. Advokasi bertujuan
untuk membela klien, kelompok dan masyarakat yang tidak mampu
berbicara atau mengeluarkan pendapat. Perawat dapat memberikan
bantuan kebutuhan lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
perlindungan terhadap risiko gangguan kesehatan. Pemberian informasi
tentang bantuan pembiayaan untuk terapi akibat gangguan mobilisasi
sangat dibutuhkan lansia.

2.7.3 Kolaborator
Hitchock, Schubert, dan Thomas (1999), menyebutkan kolaborasi sebagai
proses membuat keputusan dengan bidang lain dalam proses keperawatan.
Perawat komunitas dapat melakukan kolaborasi dengan petugas kesehatan
lain seperti psikolog, ahli gizi, ahli terapi rehabilitasi medis/fisioterapis
dan bidang lainnya untuk membantu lansia dalam mempertahankan
kesehatannya.

2.7.4 Konselor
Peran konselor yang dilakukan perawat adalah dengan memberikan
masukan agar lansia dan keluarga dapat mengambil keputusan dalam
memberikan perawatan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi.
Pola komunikasi dengan lansia dan keluarga harus dilakukan dengan baik
agar terbina hubungan saling percaya, sehingga lansia dapat melakukan
perannya dengan optimal.

2.7.5 Pendidik

Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada lansia dan keluarga


agar terhindar dari gangguan yang lebih berat lagi. Jenis pendidikan

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
54 
 

kesehatan yang dapat dilakukan adalah perilaku untuk memeriksa


kesehatan secara berkala, mengenalkan risiko gangguan mobilisasi baik
secara fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi. Selain itu perlu juga
dilakukan pendidikan terhadap Support group dan Self Help Group

2.7.6 Peneliti
Perawat dapat melakukan penelitian pada lansia dengan gangguan
mobilisasi dengan tujuan agar diperoleh jenis intervensi keperawatan yang
tepat untuk mengurangi gangguan tersebut. Hasil penelitian dapat menjadi
acuan bagi penatalaksanaan dan pencegahan dari masalah gangguan
mobilisasi akibat rematik. Penelitian terkait gangguan mobilisasi yaitu
tentang pengaruh latihan gerak sendi untuk menurunkan nyeri, pola makan
yang adekuat bagi penderita rematik, dan tingkat nyeri dihubungkan
dengan pola aktifitas.

Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
55 
 

BAB 3

KERANGKA KONSEP PRAKTIK RESIDENSI

Bab ini menguraikan dan menjelaskan keterkaitan antar konsep yang mendasari
praktek keperawatan komunitas pada aggregat lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi akibat rematik. Kerangka konsep praktik residensi dalam pengelolaan
aggregat lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat rematik
menggunakan pendekatan intervensi berjenjang.

3.1 Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Komunitas Residensi

Lansia dengan gangguan mobilisasi perlu mendapat bantuan dari perawat


komunitas. Bantuan yang diberikan harus dilakukan dengan memperhatikan
tingkatan intervensi dan strategi intervensi. Pencegahan primer harus
diutamakan, dengan tidak mengesampingkan pencegahan sekunder dan
tersier. Tindakan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah pendidikan
kesehatan, konseling, coaching, dan kampanye. Sedangkan strategi intervensi
yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dengan sasaran utama kader
kesehatan.

Pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan


mobilisasi memerlukan fungsi-fungsi manajemen. Manajemen, yaitu
perencanaan; pengorganisasian; pelaksanaan; dan pengendalian/monitoring.
Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan
dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas yang telah ditentukan.
Manajemen keperawatan sangat dibutuhkan untuk dapat menjamin bahwa
suatu aplikasi pelayanan dan asuhan keperawatan di komunitas dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. (Gillies, 2000). 

Penyusunan rancangan pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas pada


lansia dengan gangguan mobilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan
model manajemen, model community as partner, model self care, dan model

  55                                      Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
56 
 

family centre nursing. Ketiga model tersebut dapat berguna untuk mengetahui
masalah yang ada pada individu, kelompok keluarga, dan komunitas.

Langkah berikutnya adalah membuat perencanaan asuhan keperawatan


(nursing care plan). Perencanaan meliputi aspek manajemen, asuhan
keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan pada keluarga/individu.
Perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaannya serta memudahkan
pencapaian tujuan yang diharapkan.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan


gangguan mobilisasi melalui pendekatan intervensi berjenjang melalui 3
tingkatan yaitu tingkat Kelurahan, tingkat Rukun Warga (RW), dan tingkat
Rukun Tetangga (RT). Kader terpilih dari setiap kader posbindu dilatih
terlebih dahulu di tingkat kelurahan. Kemudian dari setiap kader yang dilatih
tersebut melatih kader lainnya di tingkat RW. Perwakilan kader setiap RW
harus melakukan pendampingan pada kader lainnya di setiap RT. Selanjutnya
kader memberikan pendidikan kesehatan dan pemantauan keluarga/lansia
dengan gangguan mobilisasi.

Framework praktik keperawatan komunitas yang dilaksanakan pada aggregate


lansia dengan gangguan pergerakan akibat rematik tergambar dalam diagram
berikut ini:

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
MANAJEMEN 
55 
• Perencanaan : Visi‐misi, tujuan, strategi, 
 
SPM, indikator, sasaran 
• Pengorganisasian : struktur organisasi,  MANAJEMEN   MANAJEMEN  
tupoksi, kerjasama LP dan LS 
• Pelaksanaan : pelaksanaan Tupoksi  1. Sosialisasi program   1. Peran dan fungsi kader 
• Kontrol/evaluasi : supervisi, pendelegasian    2. Pelaksana program  meningkat 
3. Bentuk kegiatan   2. Kemampuan kader 
INTERVENSI   4. Monev program  meningkat 
COMMUNITY AS PARTNER  3. Kemampuan petugas  
Tingkat Prevensi :  ASKEP KOMUNITAS  dalam supervisi  
1. Inti Komunitas 
Nilai dan Kepercayaan : budaya terhadap 
Primer :  1. Self Helf Group 
penyakit   ASKEP KOMUNITAS 
 Demografi : jumlah lansia, usia, j.kelamin,  Pendidikan kes :  2. Support Group 
pendidikan, jumlah penderita  Konseling,  3. Kampanye program  1. Meningkatnya 
2. Sub Sistem  coaching,kampanye  :senam rematik, ROM,  pengetahuan lansia 
Layanan Kesehatan & Sosial  
  Sekunder :  Gerak jalan santai,  sebesar 20% 
Ekonomi;Pendidikan; Komunikasi 
3. Persepsi masyarakat   Identifikasi faktor  Toga, Terapi Modalitas  2. Adanya yankes bagi lansia  
Masalah 
(  resiko  / komplementer dan  3. Adanya sosial support 
Kesehatan pada 
Screening  media promkes  4. Meningkatnya 
Lansia dengan  
Tersier :  4. Refreshing kader  pengetahuan masy  
gangguan 
SELF CARE; OREM THEORY  Rehabilitasi  (pelatihan, aktifitas  sebesar 20% 
mobilisasi  
(bantuan penuh,  sosial, game, simulasi) 
1. Universal Self Care requisite  
Aktifitas, Makanan, interaksi sosial  sebagian dan 
2. Developmental self care requisite  motivasi) 
Penyediaan lingkungan fisik,  dukungan klg 
ASKEP KELUARGA 
3. Nursing System  Berdasarkan Strategi  ASKEP KELUARGA 
Supportive educative   Intervensi :  1. Pelatihan/coaching 
care giver  1. Meningkatnya 
1. Pendidikan  2. Konseling lansia RA  pemahaman   pola hidup 
Kesehatan   3. Konseling caregiver  sehat  pada  lansia dan 
2. Proses Kelompok  4. Pengaturan Gizi   keluarga sebesar 20% 
3. Kemitraan  5. ROM dan Senam  2. Meningkatnya 
FAMILY CENTRE NURSING 
4. Pemberdayaan  Rematik  kemandirian keluarga 
1. Tugas Kes keluarga  6. Pengaturan obat 
  55                                      Universitas Indonesia  3. Kemandirian lansia 
2. Koping Keluarga 
7. Terapi Modalitas  meningkat   
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 8. 2012
Herbal/TOGA 
55 
 

  55                                      Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
56 
 

3.2 Profil Wilayah


Kelurahan Pasir Gunung Selatan memiliki luas wilayah 251.01 Ha, berada
dalam wilayah Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Batas wilayah sebagai
berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kalisari, sebelah Timur
berbatasan dengan Kelurahan Pekayon dan Tugu, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kelurahan Tugu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan
Srengseng Sawah. Kelurahan Pasir Gunung Selatan terdiri dari 15 RW dan
130 RT (Profil Kel.PGS, 2007)

Berdasarkan data sekunder dari profil wilayah Kelurahan Pasir Gunung


Selatan terdiri dari 7309 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 27.984
jiwa, terdiri 13.864 laki-laki dan 14.120 perempuan. Jumlah penduduk usia 45
– 64 tahun pada tahun 2009 sebanyak 3835 jiwa dan kelompok usia diatas 65
tahun sebanyak 674 jiwa (Profil Puskesmas, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lurah PGS, disebutkan hampir


40% wilayah PGS merupakan komplek Militer dan Polri. Terdapat Markas
Komando (Mako) Brimob di RW 01 dan 09, Komplek Militer Infanteri dan
Yon Zipur di RW 12 dan RW 05, serta perumahan milik prajurit dan perwira
TNI – Polri sehingga banyak penduduk usia produktif. Mata pencaharian
terbanyak adalah TNI / Polri, swasta dan PNS (Profil kel. PGS, 2007)

Kelurahan Pasir Gunung Selatan merupakan wilayah binaan Puskesmas Pasir


Gunung Selatan. Sementara berdasarkan data laporan Puskesmas dengan
melakukan observasi dan skrining pada lansia yang mengikuti kegiatan
Posbindu di wilayah PGS tahun 2009 sebesar 0.67% menderita reumatik
(Profil Puskesmas PGS, 2010). Penatalaksanaan pada lansia yang menderita
rematik adalah dengan memberikan obat piroxycam, allupurinol, dan obat
penyerta sesuai keluhan. Kegiatan pendidikan kesehatan secara khusus belum
dilaksanakan dengan optimal di puskesmas maupun posbindu.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
57 
 

Kelurahan PGS memiliki 11 Posbindu yang telah dibentuk. Telah dibentuk


kelompok kader posbindu yang tergabung dalam Paguyuban Kader Posbindu
Kelurahan PGS. Kegiatan yang telah dilaksanakan adalah pemeriksaan rutin
oleh petugas puskesmas pada lansia dalam kegiatan posbindu, senam lansia
sebanyak dua kali setiap pekan, pengajian rutin sebanyak dua kali setiap
bulannya. Selain Posbindu, masyarakat lansia dapat memanfatkan sarana
pelayanan kesehatan lainnya yaitu : Rumah Sakit Bhayangkara,
Poliklinik/Balai pengobatan atau praktek dokter yang terdapat di wilayah
Kelurahan PGS, Rumah Bersalin/praktik Bidan, dan Apotek.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan


gangguan mobilisasi dilakukan di 5 RW yaitu RW 01, RW 07, RW 09, RW
12, dan RW 13. Semua RW tersebut sudah memiliki posbindu. Pelaksanaan
model estafet ini dilaksanakan di RW 07 dan RW 13 dengan membentuk
kelompok pendukung terhadap lansia dengan gangguan mobilisasi akibat
rematik. Kelompok pendukung merupakan kader-kader aktif di RW 07 dan
RW 09.
 

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
 
 

BAB 4

PELAKSANAAN PENGELOLAAN PELAYANAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGATE LANSIA DENGAN
GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT REMATIK DI KELURAHAN
PASIR GUNUNG SELATAN KOTA DEPOK
 

Bab ini akan menguraikan pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan


dengan menggunakan intervensi berjenjang meliputi : analisis situasi dan
pelaksanaan manajemen pelayanan keperawatan komunitas; asuhan keperawatan
komunitas; dan asuhan keperawatan keluarga.

4.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


4.1.1 Analisis Situasi

Pengkajian terhadap pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas


dimulai dari tingkat Dinas Kesehatan Kota Depok selama dua minggu dan
di Puskesmas Pasir Gunung Selatan selama dua minggu. Pengkajian yang
dilakukan berdasarkan empat fungsi manajemen meliputi :
1) Perencanaan 2) Pengorganisasian; 3) Pengarahan; dan 4) Pengawasan.

4.1.1.1 Perencanaan

Hasil analisis terhadap program pengelolaan pelayanan keperawatan


komunitas ternyata program pembinaan kesehatan lansia belum menjadi
fokus utama arah kebijakan bidang kesehatan dalam rencana strategis Kota
Depok tahun 2011-2016. Akibat yang ditimbulkan adalah adanya risiko
peningkatan angka kesakitan PTM pada lansia. Perencanaan spesifik
terkait perencanaan pencegahan dan penatalaksanaan gangguan mobilisasi
akibat pada Aggregatelansia Rematik belum diikutsertakan dalam program
kerja yang telah ada, sehingga penatalaksanaannya tidak berjalan dengan
baik. Kemudian terbatasnya sumber daya manusia (petugas puskesmas)
yang mempunyai kualifikasi untuk membina lansia dan keluarga di
masyarakat mengakibatkan pembinaan lansia dan keluarga menjadi

 
60     Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
61 
 

tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Proses rekrutmen petugas harus


sesuai dengan kebutuhan dimasyarakat. Terbatasnya anggaran anggaran
sektor kesehatan untuk pembinaan kesehatan lansia mengakibatkan
pelaksanaan pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia tidak berjalan
dengan baik. Perencanaan terhadap lansia yang menderita gangguan
mobilisasi akibat Rematik di Puskesmas Pasir Gunung Selatan dirancang
oleh Ketua paguyuban kader posbindu, bukan oleh penanggung jawab
program kesehatan lansia. Hal ini sangat ironis, karena tingkat pendidikan
petugas puskesmas lebih tinggi daripada kader, serta tanggung jawab
petugas lebih tinggi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
masyarakat

Pembenaran : Perencanaan merupakan suatu pendekatan yang strategis


yang mencerminkan aktivitas yang mengarah pada pencapai tujuan
(Mintzberg, 1994 dalam Marquis & Houston, 2006). Perencanaan yang
adekuat mendorong pengelolaan terbaik sumber daya yang ada sehingga
jelas adanya tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Marquis &
Houston, 2006). Lebih dalam lagi menurut Douglas (1996, dalam Marquis
& Houston, 2006), perencanaan merupakan tindakan dengan tujuan
spesifik.

Penanganan terhadap lansia dengan gangguan mobilisasi akibat Rematik


tidak disebutkan secara spesifik dalam resntra kota Depok. Penyakit
Rematik memang bukan penyakit yang secara langsung menyebabkan
kematian, namun dampak yang diakibatkannya dapat menyebabkan
individu menjadi tidak optimal. Perencanaan penanganan terhadap lansia
dengan Rematik tergabung dalam penatalaksanaan penyakit lain (PTM)
dalam pelaksanaan posbindu.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
62 
 

4.1.1.2 Pengorganisasian

Terbatasnya jumlah petugas puskesmas menyebabkan pembinaan


posbindu belum optimal. PJ program lansia harus membina 11 posbindu,
sedangkan petugas tersebut juga harus memberikan pelayanan di dalam
gedung. Petugas menjadi terbatas dan tidak melakukan pembinaan di
masyarakat, serta belum optimal melatih kader. Kader yang mengikuti
pelatihan didinas kesehatan sangat terbatas, padahal jumlah kader di
kelurahan PGS cukup banyak. Akibatnya kader tidak percaya diri dan
belum menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Terdapat struktur
garis komando namun pelaksanaannya belum berjalan sesuai yang
diharapkan, akibatnya kegiatan pelayanan dimasyarakat belum optimal.
Koordinasi antara PJ wilayah dengan kader posbindu dilakukan setiap
bulan, namun hanya laporan terkait pelaksanaan posbindu saja. Kemudian
koordinasi lintas sektor dan lintas program belum optimal, hal ini
mengakibatkan penatalaksanaan PTM khususnya gangguan mobilisasi
akibat Rematik pada lansia belum optimal.

Pembenaran. Pengorganisasian merupakan proses mengidentifikasi


kebutuhan organisasi dari pernyataan misi yang akan dilakukan
(Swanburg, 2000). Adanya struktur organisasi, pembagian aktivitas kerja,
penentuan tanggung jawab dan wewenang merupakan fungi dari
pengorganisasian (Marquis & Houston, 2006). Program pembinaan
kesehatan lansia di Dinas Kesehatan Kota Depok berada di Bidang
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Yankesmas) dibawah koordinasi seksi
Kesehatan Keluarga (Kesga). Penanggung jawab program lansia di
puskesmas tidak mampu berperan dengan baik, karena lebih
mengutamakan pelayanan di dalam gedung. Hal positif yang ada di
kelurahan PGS ini adalah adanya paguyuban kader posbindu kelurahan
PGS. Paguyuban ini merupakan wadah organisasi kader dalam melakukan
tugas-tugasnya. Adanya komunikasi, pembagian tugas dan wewenang

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
63 
 

memudahkan dalam pelaksanaan suatu program kerja dalam paguyuban


tersebut.

4.1.1.3 Pengarahan

Beban kerja yang tinggi pada setiap petugas puskesmas, menyebabkan


setiap petugas bertanggung jawab untuk beberapa program. Kesibukan
yang dialami petugas mengakibatkan kegiatan supervisi dan pembinaan
kader tidak berjalan optimal. Belum adanya pedoman supervisi
menyebabkan kesulitan petugas melakukan supervisi. Kemampuan kader
menjadi rendah karena terbatasnya informasi yang diterima dan
terbatasnya supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan pada saat posbindu,
dan itu pun dalam waktu yang tidak terlalu lama karena hanya
menjalankan pemeriksaan rutin saja. Motivasi kader juga menjadi
menurun, karena kader hanya melaksanakan rutinitas kegiatan di
posbindu. Tidak ada pendelegasian dan kemampuan kader yang memadai
menyebabkan pelayanan pada lansia belum optimal. Kurangnya kerjasama
dengan masyarakat untuk sosialisasi adanya program Posbindu PTM. Hal
ini dapat disebabkan adanya keterbatasan sumber daya manusia yang
dimiliki oleh Puskesmas Pasir Gunung Selatan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan pada lansia. Kemudian belum optimalnya pencatatan
dan pelaporan masalah PTM dapat mengakibatkan tidak diketahuinya
potensi masalah yang mungkin timbul.

Pembenaran. Pelaksanaan (pengarahan/penggiatan) merupakan fase dari


perwujudan fungsi kepemimpinan manajemen keperawatan yang meliputi
proses pendelegasian, pengawasan, koordinasi dan pengendalian
implementasi rencana organisasi (Marquis & Houston, 2006). Kegiatan
koordinasi antara Dinas Kesehatan dengan Puskesmas rutin dilaksanakan
setiap bulannya. Koordinasi dan pengarahan dilakukan puskesmas
terhadap kader di posbindu dilaksanakan setiap bulannya secara terjadwal
dan dilaksanakan setelah kegiatan posbindu selesai.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
64 
 

4.1.1.4 Pengawasan

Bentuk evaluasi dari dinas kesehatan terhadap petugas puskesmas hanya


berdasarkan DP3 saja. Belum adanya penilaian kinerja petugas dalam
melaksanakan pembinaan di masyarakat menyebabkan motivasi petugas
dalam melakukan kegiatan tidak optimal. Bila hal ini berlangsung lama,
maka mutu pelayanan kesehatan di masyarakat menjadi menurun.
Kegiatan monitor dan evaluasi (monev) dari Dinkes hanya dilaksanakan
terkait dengan program yang dianggarkan. Fungsi pengontrolan yang
tidak efektif ini menyebabkan tidak dapat dilakukannya pengembangan
dan modifikasi program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
terus berkembang terutama pada lansia dengan penyakit tidak menular
termasuk gangguan mobilisasi akibat Rematik Puskesmas Pasir Gunung
Selatan sebagai pembuat kebijakan teknikal dan penanggung jawab
program Posbindu PTM hanya melaksanakan program yang ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kota Depok (top-down planning)

Pembenaran. Pengawasan/pengendalian merupakan proses evaluasi


terhadap implementasi yang telah dilaksanakan, pemberian masukan atau
feedback, dan pembuatan prinsip-prinsip organisasi melalui pembuatan
standar (Marquis & Houston, 2006). Evaluasi harus bersifat menyeluruh
dan terencana dan bukan hanya kagitan rutinitas saja. Koordinasi antara
lembaga yang memberikan perhatian terhadap kesehatan lansia masih
belum optimal. Jika sudah terjadi komunikasi dan kerjasama yang
optimal maka diharapkan kesehatan dan kesejahteraan lansia semakin
baik.

4.1.2 FISH BONE ANALISIS

Dari uraian data tentang pelaksanaan empat fungsi manajemen pelayanan


kesehatan pada lansia dengan Rematik di wilayah kerja Puskesmas Pasir
Gunung Selatan Kota Depok, maka dapat digambarkan diagram fish bone
untuk mempermudah merumuskan masalah yang ditemukan. Diagram fish

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
65 
 

bone tentang masalah manajemen pelayana kesehatan pada lansia dengan


gangguan mobilisasi akibat Rematik adalah sebagai berikut :

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
66 
 

Pengorganisasian Perencanaan
Petugas kurang, setiap  Pengembangan potensi 
petugas memegang  masyarakat (kader)  Tidak ada 
bnyk program  rendah, kader belum  pedoman  yang  Pelayanan kes 
Ada struktur garis  mendapat pelatihan  jelas dalam upaya  pada lansia belum 
komando, namun  pencegahan dan  optimal 
belum berjalan  Kegiatan pelayanan  penatalaksanaan 
sesuai yang  di masyarakat belum  faktor risiko  
diharapkan  rematik  Tidak tercapainya  1. Perencanaan tahunan belum 
optimal 
target cakupan 
Penatalaksanaan Perencanaan  menggambarkan rencana 
PTM khususnya pelayanan kes 
tahunan pada  pelaksanaan program PTM 
Koordinasi LP – LS gangguan pada lansia 
program PTM  secara komprehensif 
belum optimal mobilisasi belum
belum jelas  Pembinaan keluarga  termasuk SDM, fasilitas dan 
optimal
Pembinaan Terbatasnya SDM   dan lansia belum  dana 
SDM di puskesmas
kader tidak yang sesuai  optimal   2. peran dan fungsi kader 
terbatas
optimal kompetensi   belum optimal dalam 
penatalaksanaan gangguan 
Beban kerja tinggi  Motivasi petugas  mobilisasi pada 
Kemampuan kader  Belum adanya  dalam melakukan 
di puskesmas,  Aggregatelansia 
jadi rendah  penilaian kinerja  kegiatan tidak 
supervisi tidak  3. Belum optimalnya supervise 
petugas dalam  optimal sehingga 
optimal  Motivasi kader  kader oleh PJ wilayah 
pembinaan di  mutu yankes dpt 
Evaluasi  menurun masyarakat 
posbindu 
menurun 
dokumentasi  4. Belum adanya evaluasi 
Tidak diketahui  kinerja kelompok kader 
masalah PTM  Evaluasi kegiatan 
potensi masalah  Upaya peningkatan 
berupa laporan  yang dilakukan di  posbindu  
pelayanan belum 
tidak optimal  yang mungkin timbul  masyarakat  optimal dilakukan 
Pelaksanaan kegiatan  belum terlaksana 
oleh kader tidak  dengan baik 

optimal dan motivasi 
kader menurun  Pengawasan
Pengarahan
 
60     Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
67 
 

Berdasarkan analisis data fish bone maka diperoleh rumusan masalah manajemen
pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate lansia dengan masalah
gangguan mobilisasi Rematik sebagai berikut :

1. Perencanaan tahunan belum menggambarkan rencana pelaksanaan


program PTM secara komprehensif termasuk SDM, fasilitas dan dana
2. peran dan fungsi kader belum optimal dalam penatalaksanaan gangguan
mobilisasi pada aggregate lansia
3. Belum optimalnya supervisi kader oleh PJ wilayah

4. Belum adanya evaluasi kinerja kelompok kader posbindu

4.1.3 PRIORITAS MASALAH

Berdasarkan masalah manajemen pelayanan kesehatan di atas, maka perlu


dilakukan prioritas masalah. Prioritas masalah dapat menggunakan tehnik
Scoring menurut Ervin (2002) yaitu : 1) Pentingnya untuk dipecahkan; 2)
Perubahan positif untuk masyarakat; 3) Peningkatan kualitas hidup jika
dipecahkan; 4) urutkan semua masalah dari 1 – 6. Penapisan masalah
manajemen dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan hasil skoring di atas maka urutan prioritas masalah


manajemen pelayanan kesehatan komunitas pada Aggregate lansia dengan
masalah gangguan mobilisasi akibat Rematik adalah :
1. Peran dan fungsi kader belum optimal dalam penatalaksanaan
gangguan mobilisasi pada Aggregate lansia
2. Belum optimalnya supervisi kader oleh PJ wilayah
3. Belum adanya evaluasi kinerja kelompok kader posbindu
4. Perencanaan tahunan belum menggambarkan rencana pelaksanaan
program PTM secara komprehensif termasuk SDM, fasilitas dan dana

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
68 
 

4.1.4 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 1


Berdasarkan agregat lansia dengan gangguan mobilisasi akibat
Rematik yang dibina perawat, maka masalah manajemen pelayanan
keperawatan adalah : Peran dan fungsi kader belum optimal dalam
penatalaksanaan gangguan mobilisasi pada Aggregate lansia di
kelurahan Pasir Gunung Selatan

a) Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
selama 9 bulan peran dan fungsi kader dalam membina kesehatan
lansia dengan gangguan mobilisasi akibat Rematik di kelurahan
Pasir Gunung Selatan menjadi optimal

b) Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
diharapkan :
1) Terbentuknya kelompok kader yang akan melaksanakan
intervensi berjenjang pada Aggregate lansia dengan gangguan
mobilisasi akibat Rematik
2) Terlaksananya kegiatan pelatihan bagi kader tentang
penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik pada
lansia
3) Meningkatnya kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan
sikap) kader tentang penatalaksanaan lansia dengan gangguan
mobilisasi akibat Rematik sebesar minimal 20%

c) Alternatif Penyelesaian Masalah dan Pembenaran


Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan peran dan fungsi kader adalah sebagai berikut :
1) Koordinasi dengan puskesmas dan paguyuban kader untuk
pelaksanaan pelatihan kader

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
69 
 

2) Diseminasi hasil pelatihan pada kader lainnya di RW


percontohan
3) Bentuk kelompok yang akan melaksanakan intervensi
berjenjang
4) Lakukan pelatihan tentang penatalaksanaan gangguan
mobilisasi akibat Rematik pada kader di RW percontohan
5) Motivasi kader untuk melakukan pendidikan kesehatan pada
lansia (individu dan kelompok) secara berjenjang

Pembenaran. Puskesmas harus melaksanakan fungsi


pemberdayaan masyarakat dalam melaksanakan tugas membina
kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya (Trihono, 2005).
Pemberdayaan masyarakat yang ada di wilayah tingkat RW adalah
kader posbindu. Salah satu peran kader posbindu adalah
memberikan pendidikan kesehatan pada individu dan kelompok
lansia (Depkes, 2010). Kegiatan pelatihan merupakan satu
alternatif untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pada
kader sebagai upaya promosi kesehatan. Pender, Murdoch, dan
Parsons (2002) upaya promosi kesehatan dapat dilakukan dengan
melatih individu(kader posbindu). Upaya peningkatan kemampuan
kader harus dilakukan, diantaranya melalui kegiatan pelatihan.
Pelatihan kader bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan kader sehingga lebih percaya diri dalam
menyelenggarakan tugas selanjutnya (Azwar, 1996)

4.1.5 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 2


Belum optimalnya supervisi kader oleh Penanggung Jawab (PJ) wilayah
dalam membina kesehatan lansia dengan gangguan mobilisasi akibat
Rematik di kelurahan Pasir Gunung Selatan

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
70 
 

a) Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
selama 9 bulan diharapkan pelaksanaan supervisi kader oleh PJ
wilayah menjadi optimal

b) Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
diharapkan :
1) Adanya koordinasi antara residen dengan puskesmas dalam
melakukan supervisi sebagai bentuk evaluasi kinerja kader
2) Petugas Puskesmas memberikan pengarahan pada kelompok kader
pada pelatihan
3) Terlaksananya pembinaan berkelanjutan dari PJ wilayah / residen
puskesmas terhadap kelompok kader
4) Terlaksananya pendampingan terhadap kader saat memberikan
penilaian pada kader dalam memberikan pendidikan kesehatan di
kelompok lansia
5) Diperolehnya umpan balik dari PJ wilayah / residen terkait
pelaksanaan pendidikan kesehatan
6) Adanya pendampingan pada kader oleh PJ Wilayah/residen yang
melakukan kunjungan rumah pada lansia yang mengalami
gangguan mobilisasi akibat Rematik

c) Alternatif penyelesaian masalah dan pembenaran


Alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan melalui kegiatan :
1) Koordinasi dengan PJ wilayah tentang perencanaan supervisi dan
pembinaan pada kelompok kader meliputi materi pembinaan, alat
ukur evaluasi penkes, dan jadwal supervisi
2) PJ Wilayah memberikan pengarahan pada pelatihan kader
3) PJ wilayah/residen memberikan penilaian pada saat supervisi kader
4) Lakukan pendampingan pada kader yang melakukan pendidikan
kesehatan pada individu maupun kelompok

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
71 
 

5) Berikan umpan balik pada kader setelah melaksanakan pendidikan


kesehatan dan kunjungan rumah

Pembenaran. Kegiatan supervisi merupakan kegiatan arahan yang


dilakukan petugas puskesmas pada kader dalam menjalankan peran dan
fungsinya. Kegiatan supervisi merupakan bentuk komunikasi dua arah
sehingga ada koordinasi petugas puskesmas dengan kader. Marquis dan
Houston (2006), pengarahan dapat dilakukan dengan menggunakan
komunikasi yang efektif untuk mengurangi kesalahpahaman dan
memberikan persamaan persepsi, pandangan, dan pengertian terhadap
masalah yang disampaikan.

4.1.6 Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


1. Masalah manajemen : Peran dan fungsi kader belum optimal dalam
penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik pada aggregate
lansia di kelurahan Pasir Gunung Selatan
1) Melakukan koordinasi dengan dengan puskesmas PGS dan
paguyuban kader untuk pelaksanaan pelatihan kader. Koordinasi
dilakukan dalam kegiatan lokakarya mini yang dilaksanakan
tanggal 8 November 2011 di kelurahan PGS dan di Puskesmas
pada pertemuan berikutnya tanggal 15 November 2011.
2) Melakukan pelatihan kader tingkat kelurahan pada tanggal 30
November – 1 Desember 2011. Materi pelatihan adalah
penatalaksanaan pada penyakit tidak menular termasuk Rematik.
Materi pelatihan meliputi : peran dan fungsi kader posbindu,
tehnik berkomunikasi di depan umum, konsep penyakit tidak
menular (PTM), penatalaksanaan pada lansia yang menderita
PTM, demonstrasi penyuluhan
3) Diseminasi hasil pelatihan pada kader lainnya di RW
percontohan
Kegiatan diseminasi hasil telah dilakukan pada hari Jumat
tanggal 16 Desember 2011 pukul 13.00 – 15.00 bertempat di

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
72 
 

posbindu RW percontohan dihadiri 10 orang kader. Dalam


kegiatan tersebut ketua RW siaga sekaligus kader posbindu
melaporkan hasil kegiatan penyegaran kader posbindu.
Kemudian dilanjutkan dengan latihan praktik penyuluhan
kesehatan tentang Rematik oleh salah seorang kader posbindu
dibantu satu kader lainnya.
4) Pembentukan kelompok kader yang akan melaksanakan
intervensi berjenjang di RW Percontohan
Pembentukan kelompok kader dilakukan setelah diseminasi hasil
pelatihan. Kegiatan pembentukan kelompok kader (support
group) dilakukan tanggal 21 Desember 2011. Kegiatan yang
dilakukan adalah appersepsi tentang dampak gangguan
mobilisasi akibat Rematik pada lansia, penjelasan konsep
kelompok kader yang memotivasi aggregate lansia, memotivasi
kader untuk mengikuti kelompok kader, pembentukan pengurus
organisasi support group, menyusun jadwal pertemuan dan
materi pelatihan.
5) Melakukan pelatihan tentang penatalaksanaan gangguan
mobilisasi akibat Rematik pada kelompok kader bertempat di
posbindu RW Percontohan
Pertemuan 1 tanggal : Kamis, 9 Februari 2012, materi konsep
Rematik
Pertemuan 2 tanggal : Kamis, 16 Februari 2012, materi diet
Rematik
Pertemuan 3 tanggal : Kamis, 23 Februari 2012, materi ROM
Pertemuan 4 tanggal : Kamis, 8 Maret 2012, materi Pengenalan
obat dan Review ROM. Pemateri dari Puskesmas
Pertemuan 5 tanggal : Kamis, 15 Maret 2012, materi
Pemeriksaan darah dan tekanan darah
Pertemuan 6 tanggal : Kamis, 22 Maret 2012, pengenalan obat
tradisional

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
73 
 

Pertemuan 7 tanggal : Selasa, 27 Maret 2012, materi senam


Rematik
Pertemuan 8 tanggal : Kamis, 5 April 2012, materi praktek
tanaman obat
Pertemuan 9 tanggal : Kamis, 12 April 2012, materi persiapan
penyuluhan kesehatan dan kunjungan rumah
6) Lakukan koordinasi untuk evaluasi kegiatan pendidikan
kesehatan pada lansia (individu dan kelompok)
Pertemuan dilakukan tanggal 7 Mei 2012 di rumah ketua RW
siaga
7) Pelaksanaan penyuluhan kesehatan oleh kader
Kader sebagai anggota kelompok telah melakukan penyuluhan
kesehatan pada keluarga dan lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi akibat Rematik. Kegiatan dilakukan pada tanggal 18
April 2012 oleh Kader Mar dan kader Mei; tanggal 24 April 2012
oleh kader SA dan kader Mus; tanggal 26 April 2012 oleh kader
SJ; tanggal 27 April 2012 oleh kader SW ; tanggal 1 Mei 2012
oleh kader Ra dan kader Sh; tanggal 3 Mei 2012 oleh kader Ti
dan kader Tin
8) Pembinaan Keluarga dan lansia oleh kader
Kader membina satu keluarga dan lansia. Hasil kegiatan
didokumentasikan pada buku yang telah disediakan.

2. Masalah manajemen : Belum optimalnya supervisi kader oleh PJ


wilayah dalam membina kesehatan lansia dengan gangguan mobilisasi
akibat Rematik di kelurahan Pasir Gunung Selatan
1) Melakukan koordinasi dengan petugas puskesmas tentang
perencanaan supervisi dan pembinaan pada kelompok kader
meliputi materi pembinaan, alat ukur evaluasi penkes, dan
jadwal supervisi
2) Mendampingi petugas puskesmas memberikan pengarahan pada
pelatihan kader

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
74 
 

3) Mendampingi PJ Wilayah memberikan penilaian pada saat


supervisi kader di posbindu
4) Melakukan supervisi pada anggota kader yang melakukan
penyuluhan kesehatan
5) Melakukan pendampingan pada kader yang melakukan
pendidikan kesehatan pada individu maupun kelompok
6) Memberikan umpan balik kader setelah melaksanakan
penyuluhan kesehatan

4.1.7 Evaluasi

1. Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas 1


1) Pelatihan kader posbindu tingkat kelurahan PGS
Peserta adalah kader posbindu di 6 RW binaan mahasiswa Fakultas
Ilmu Keperawatan UI yaitu RW 01, 07, 09, 12, 13, dan 14. Namun
dalam pelaksanaannya dihadiri kader posbindu RW 05 dan RW 02
sebanyak 8 orang. Jumlah peserta hari pertama sebanyak 36 orang.
Jumlah peserta hari kedua sebanyak 32 orang. Kehadiran peserta
melebihi sasaran (lebih dari 100%). Materi yang disampaikan
100%. Kader mampu mendemonstrasikan penyuluhan’.
Peningkatan pengetahuan tentang PTM sebesar 20%

Rencana Tindak Lanjut dari kegiatan ini adalah adanya diseminasi


hasil kegiatan pada anggota/kader posbindu yang tidak mengikuti
penyegaran kader ini dan peserta diharuskan melakukan penyuluhan
pada kegiatan sosial seperti layanan kesehatan di posbindu,
pengajian dan arisan di RW masing-masing

Disepakatinya kegiatan lanjutan penyegaran kader posbindu tahap


II dengan topik : penanganan PTM pada tingkat keluarga dan
kelompok ti tingkat RW

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
75 
 

2) Diseminasi hasil pelatihan


Hasil kegiatan : pembagian tugas pendampingan hasil pelatihan dari
satu kader kepada rekan kader lainnya dalam satu wilayah yang
sama. Kader yang mengikuti pelatihan mendampingi kader yang
belum mengikuti pelatihan. Selain itu disepakati pembagian jadwal
penyuluhan oleh kader untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan
warga masyarakat seperti arisan dan pengajian.
3) Pembentukan Kelompok Kader yang akan melaksanakan intervensi
berjenjang
Terbentuknya kelompok kader dan ketua kelompok. Jumlah kader
yang hadir 10 orang. Telah tersusun jadwal pelatihan, materi dan
pemateri.

4) Pelatihan tentang penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat


Rematik pada kelompok support group
Pertemuan 1 : hadir 10 orang kader; Pertemuan 2 : hadir 7 orang
kader; Pertemuan 3 : hadir 5 orang kader; Pertemuan 4 : hadir
10 orang kader ; Pertemuan 5 : hadir 15 orang kader dan warga;
Pertemuan 6 : hadir 8 orang kader; Pertemuan 7 : hadir 13 orang
kader dan 2 orang kader tidak aktif, serta 1 orang tokoh masyarakat;
Pertemuan 8 : hadir 8 orang kader;Pertemuan 9 : hadir 8 orang kader

Prosentase kehadiran kader dalam pelatihan sebesar 84.44%. Hasil


selengkapnya dapat dilihat pada lampiran ke 16.

Sebelum pelatihan dilakukan pre test pada kader tentang


pengetahuan konsep Rematik dan penatalaksanaannya. Rata – rata
hasil pre test adalah 71.67%. Setelah kegiatan pelatihan dilakukan
post test dengan hasil rata-rata sebesar 92.50%. Pengetahuan kader
meningkat sebesar 20.83% setelah mengetahui pelatihan. Hasil
lengkap dapat dilihat pada lampiran 14.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
76 
 

5) Pelaksanaan Penyuluhan Oleh Kader


Evaluasi dilakukan oleh Petugas kesehatan (mahasiswa residensi)
dengan hasil nilai berdasrkan alat evaluasi yang telah ditentukan
dan disepakati dengan puskesmas.

Hasil dari penilaian penyuluhan kader adalah rata-rata nilai


kemampuan kader memberikan penyuluhan sebesar 72.17%. Hasil
lengkap dapat dilihat pada lampiran 15.

Selain menunjukkan kemampuannya memberikan penyuluhan


kesehatan, kader juga telah mampu melakukan pendokumentasian
hasil kunjungan rumah pada Buku Support Group. Buku Support
Group dapat dilihat pada lampiran 18.

2. Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas 2


1) Pelatihan bagi kader dalam kelompok kader
Pelatihan materi penatalaksanaan Rematik bagi kader dilaksanakan
sesuai jadwal. Jumlah kehadiran rata-rata diatas 84.4 %. Materi
yang tersampaikan 100%. Setiap kader juga diberikan Buku Modul
Support Group untuk memantau lansia dan keluarga yang dibinanya
untuk selanjutnya dilaporkan dan didiskusikan pada pertemuan
rutin kader.
2) Praktik supervisi
Praktik supervisi telah dilakukan oleh residen saat kader posbindu
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga Bp. N. Kemudian
supervisi juga dilakukan oleh PJ wilayah saat memberikan penilaian
pada kader yang memberikan penyuluhan saat kegiatan posbindu.

Hasil supervisi langsung diberikan umpan balik pada kader yang


bersangkutan dan kader lainnya, sehingga arahan dari supervisor
dapat disimak seluruh kader. Kader merasa sudah mempunyai
keberanian untuk menyampaikan materi, walaupun masih harus
melihat media. Evaluasi dilakukan oleh petugas puskesmas dan
mahasiswa residensi. Hasil evaluasi adalah kemampuan penyuluhan

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
77 
 

masih terfokus pada media, serta terlalu banyak bercandanya. Hal


ini merupakan pengalaman yang sangat berharga.

3) Penyusunan alat evaluasi penyuluhan kesehatan


Penyusunan alat evaluasi penyuluhan dimaksudkan untuk
memudahkan kader dalam melaksanakan penyuluhan serta bagi
supervisor dari puskesmas, maupun dari ketua paguyuban posbindu
PGS.
Alat evaluasi ini terdiri dari : persiapan (penyiapan sarana, media,
materi, persiapan fisik dan mental), pelaksanaan (kontrak waktu,
penampilan, penguasaan materi, gerakan verbal dan non verbal),
dan penutup (evaluasi berupa pertanyaan, kontrak waktu).
Menurut supervisor penyuluhan, alat evaluasi mudah digunakan dan
dapat menjadi acuan bagi kader untuk melakukan penyuluhan.

4.1.8 Rencana Tindak Lanjut


Rencana Tindak Lanjut yang akan dilakukan adalah :
1. Penyuluhan kesehatan oleh kelompok kader terjadwal dan diketahui
oleh seluruh anggota dan PJ wilayah
2. Supervisi oleh PJ wilayah terjadwal dan diketahui kepala Puskesmas
3. Pembuatan media lembar balik untuk materi penyuluhan kesehatan
4. Koordinasi lintas sektor (dengan pihak kelurahan) untuk menunjang
kegiatan posbindu dan kelompok kader bagi lansia dengan masalah
Rematik

4.2 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Asuhan keperawatan keluarga dilakukan pada 10 keluarga binaan dalam


waktu 9 bulan terhitung sejak November 2011 sampai dengan April 2012.
Asuhan keperawatan dengan menggunakan model Family Centre Nursing.
Berikut akan diuraikan asuhan keperawatan pada keluarga Bp E khususnya
pada Ibu M yang menderita Rematik.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
78 
 

4.2.1 Analisa Situasi, Pohon Masalah, dan Prioritas Masalah

1. Analisa Situasi

Hasil pengkajian pada keluarga Bp. E diperoleh data sebagai berikut :


Usia Bp E 58 tahun, suku Betawi, pendidikan SD, pekerjaan sebagai
tukang perbaikan barang elektronik di rumahnya. Bp. E menikah
dengan Ibu M (55 tahun) dan dikaruniai 4 anak. Semua anaknya telah
menikah dan saat ini Ibu M telah mempunyai enam orang cucu. Saat
ini Bp E dan Ibu M tinggal berdua di rumahnya.

Ibu M sering mengeluh nyeri pada sendi lutut dan punggung kaki kiri,
serta merasakan baal (kebas) pada telapak tangan kiri. Ibu M juga
mengeluhkan keterbatasan pergerakan saat beraktifitas seperti adanya
nyeri saat menekuk lutut dan pergelangan kaki. Saat pertama ditemui
Ibu M tampak menahan nyeri karena terdapat bengkak pada lutut
kirinya. Skala nyeri berdasarkan skala Wong/Face Baker adalah 4.
Nilai Asam urat saat dikaji 6.2 mg/dl (bulan sebelumnya 8.1 mg/dl).
BB = 60 kg, dan TB 144 cm, TD = 120/80 mm/Hg, Nadi =74 x/menit.
Nyeri yang dirasakan Ibu M menyebabkan Ibu M mengurangi
aktifitasnya. Pada lutut kiri Ibu M tampak bengkak dan terdapat nyeri
saat di tekan. Ibu M mengatakan kalau berjalan nyeri dan kadang-
kadang diseret kakinya. Ibu M juga khawatir saat berjalan akan jatuh.
Sampai saat ini Ibu M belum pernah mengalami jatuh.

Ibu M mengatakan sebelumnya mempunyai kebiasaan memakan


makanan yang menyebabkan Rematik yaitu daging, melinjo, sayuran
berwarna hijau, kol, dan kadang-kadang emping saat makan nasi
goreng. Hal itu dilakukan karena merasa masih muda. Selama ini Ibu
M bekerja sebagai pencuci baju orang lain dan bekerja mulai pukul 4
pagi sampai pukul 11 siang. Sejak merasakan Rematik 6 bulan lalu, Ibu
M memutuskan berhenti bekerja dan hanya beraktifitas sebagai ibu
rumah tangga serta mengasuh cucu-cucunya yang tinggal tidak jauh
dari rumahnya. Ibu M sudah rutin ke posbindu tiap bulannya untuk

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
79 
 

periksa tekanan darah dan asam uratnya, serta memeriksakan diri ke


klinik dan pengobatan tradisional seperti pengobatan cina, akupunktur
dan bekam. Hasil pengobatan tradisional yang dirasakan Ibu M adalah
berkurangnya rasa nyeri, tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama,
karena nyeri dirasakan lagi beberapa hari kemudian. Selama ini Ibu M
juga sudah rutin olah raga jalan pagi setiap harinya. Ibu M tidak
mengetahui Rematik secara jelas, termasuk penyebab dan komplikasi
yang ditimbulkannya. Ny. M berharap ada yang menjelaskannya
sehingga bisa dipelajari dan dilaksanakan. Harapannya ia dapat
sembuh dan kakinya dapat berjalan dengan baik.

Lingkungan sekitar rumah sebagian besar adalah penduduk betawi dan


asli depok. Ibu M senang dengan tetangganya yang baik baik walaupun
berbeda agama. Kegiatan di daerahnya cukup ramai, banyak anak-anak
serta kegiatan ibu ibu cukup banyak seperti arisan, posyandu dan
posbindu. Ibu M selalu berkunjung ke Posbindu, namun Bp E kadang
kadang berkunjung ke posbindu. Ibu M mengatakan tidak terlalu
memperhatikan penampilan dirinya. Menurutnya yang penting rapi dan
tidak bau badan saja. Menurut Ibu M kadang-kadang ada perasaan
malu dengan kondisinya, yaitu menyeret kaki saat berjalan. Saat Ibu M
merasakan nyeri pada persendian, kurang memperhatikan perawatan
dirinya, namun tetap dapat bersosialisasi dengan tetangganya.

Mobilitas Geografis Keluarga. Keluarga bapak E sudah lama tinggal di


Depok dan mengatakan akan menghabiskan masa tuanya di rumah ini.
Keluarga Bapak E sering berinteraksi dengan tetangga. Selalu
mengikuti kegiatan di tetangganya. Jika ada tetangga yang mendapat
musibah atau tetangga yang sedang hajatan mereka akan
menyempatkan diri untuk berkunjung.

Sistem Pendukung Keluarga. Bp E tidak mempunyai simpanan uang di


bank. Jika ada kebutuhan mendadak Bp E selalu berusaha untuk
mendapatkan uang. Jika sudah tidak mampu baru akan mengatakan

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
80 
 

kepada anaknya, namun menurut Ibu M hal tersebut sangat jarang


dilakukan, malu dan kasihan kepada anak selalu direpotkan.

Struktur Keluarga. Bp E selalu berkomunikasi dengan Ibu M, karena


sebagai suami istri semuanya harus terbuka. Tidak ada rahasia diantara
mereka berdua. Ibu M mengatakan anak-anaknya sangat membantu
diri dan suaminya, sehingga setiap minggu mereka datang berkunjung
ke rumah sekedar menegok orang tuanya, kecuali yang di Surabaya
kadang-kadang setahun sekali. Bp E sebagai kepala keluarga masih
mampu melaksanakan peran sebagai suami kepada Ibu M. Namun jika
cucunya datang berkunjung, Bp E tidak dapat memberikan uang jajan.
Ibu M berperan sebagai isteri yang menyediakan kebutuhan suaminya.

2. Pohon Masalah
Hasil pengkajian diatas dapat dianalisis dengan menggunakan web of
caution sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada
keluarga Bp E

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
81 
 

Pemeliharaan 
kesehatan tidak  Harga diri rendah 
Resiko jatuh 
efektif 

Ketidaknyamanan  Tidak melakukan  Penampilan diri 


fisik karena nyeri  perawatan diri   tidak optimal 
kronis 

Gangguan Mobilisasi 
akibat Rematik 

Pola Perilaku hidup 
sehat tidak efektif 
terkait faktor risiko 
Rematik 

Skema 4.1 Pohon Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Gangguan mobilisasi
akibat Rematik

Berdasarkan pohon masalah diatas, maka dapat diketahui diagnosa keperawatan


keluarga sebagai berikut :

1. Ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis


2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
3. Gangguan pergerakan
4. Resiko Jatuh

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
82 
 

3. Prioritas Masalah :
Berdasarkan hasil analisis dan skoring prioritas masalah maka
diperoleh masalah keperawatan pada Ibu M sebagai berikut : 1)
ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis, 2) pemeliharaan kesehatan
tidak efektif, 3) gangguan pergerakan, 4) resiko jatuh.

4.2.2 Perencanaan

Diagnosa 1 : Ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis pada Ibu M

Tujuan Umum : setelah dilakukan 8 kali kunjungan rumah selama 60 menit,


Nyeri dapat berkurang dan berangsur hilang

Tujuan Khusus : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 4 kali kunjungan


diharapkan keluarga mampu : 1) menjelaskan pengertian, penyebab
nyeri,tingkatan nyeri, 2) menyebutkan akibat nyeri, 3) menyebutkan cara
mengatasi nyeri, 4) melakukan relaksasi progresif, 5) melakukan kompres hangat
dan dingin

Intervensi : 1) jelaskan tentang pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri; 2)


jelaskan akibat dari nyeri pada persendian; 3) jelaskan cara mengatasi nyeri; 4)
lakukan relaksasi progresif; 5) demonstrasikan tehnik kompres hangat dan dingin

Pembenaran : Nyeri dapat dikurangi tingkatannya dengan mengenal gejala yang


muncul. Tehnik relaksasi progresif dapat mengalihkan pikiran klien terhadap
nyeri yang dirasakan (distraksi). Kemudian kompres hangat dan dingin
merupakan stimulus pada kulit untuk mengalihkan nyeri dan meningkatkan
penyembuhan. Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut kondisi lansia.
Misalnya panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat artritis,
tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang mengalami
peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990 dalam Perry & Potter, 2002)
Massase dengan menggunakan kantong es dan kompres menggunakan kantung es
merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk menghilangkan nyeri.
Massase dengan menggunakan sebuah blok es yang diletakkan di kulit dengan
memberikan tekanan yang kuat, tetap dan dipertahankan. Kompres dingin dapat

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
83 
 

dilakukan di dekat lokasi nyeri, di sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan
dengan lokasi nyeri dan memakan waktu 5 sampai 10 menit. 

Implementasi : 1) Menjelaskan pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri dengan


menggunakan media lembar balik dan leaflet; 2) Menjelaskan akibat dari nyeri
pada persendian; 3) Menjelaskan cara mengatasi nyeri, yaitu dengan
menggunakan tehnik relaksasi progresif, kompres dingin dan kompres hangat; 4)
Melakukan relaksasi progresif dengan posisi terlentang; 5) Mendemonstrasikan
tehnik kompres hangat dan dingin, yaitu dengan menggunakan alat seperti
waskom, handuk kecil, dan air dingin/hangat.

Evaluasi : Ibu M mampu menyebutkan pengertian, penyebab, dan tingkatan


nyeri. Ibu juga mampu menyebutkan akibat nyeri pada persendian, yaitu tidak
dapat beraktifitas seperti biasanya sebelum sakit. Ibu M takut kalau penyakit yang
dideritanya akan menyebabkan kecacatan. Ibu M mampu menjelaskan cara
mengatasi nyeri yaitu dengan beristirahat, tehnik mengambil nafas dalam dan
seperti semedi, terus bisa dengan kompres. Tingkatan nyeri berkurang menjadi 2
bahkan pada pertemuan akhir menjadi 1. Ibu M mengatakan sudah tidak sakit
kalau berjalan. Ibu M mampu melakukan tehnik relaksasi progresif dengan posisi
terlentang. Tehnik kompres hangat dan dingin dapat dilakukan Ibu M dengan baik

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan residen pada seluruh keluarga binaan
diperoleh hasil sebagai berikut :

Adanya penurunan tingkat nyeri : 80% menurun, 10% tetap, dan 10% meningkat
tingkat nyerinya. Adanya peningkatan nyeri pada klien Bp In disebabkan adanya
komplikasi kolesterol yang tinggi 255 mg/dl dan asam urat 10.9 ,mg/dl. Bp In
tidak berobat ke pelayanan kesehatan tapi memeriksakan ke tabib sesuai
kebiasaan dan keyakinan dari keluarganya. Hasil lengkap dari penurunan nyeri
dapat dilihat pada lampiran 10.

Adanya peningkatan angka pada Barthel Index pada 60% keluarga, 30% angka BI
tetap, dan 10% angka BI menurun. Penurunan angka BI terdapat pada Bp In
karena komplikasi kolesterol yang dideritanya. Bp In pada akhir pertemuan
tampak bedrest dan menjalani perawatan di rumah. Hasil lengkap nilai BI dapat
dilihat pada lampiran 8.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
84 
 

Diagnosa 2 : Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada keluarga Bp E khususnya


Ibu M

Tujuan Umum :setelah dilakukan kunjungan 8 kali keluarga pemeliharaan


kesehatan menjadi efektif

Tujuan Khusus : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 kali kunjungan


selama 60 menit, keluarga mampu : 1) menyebutkan pengertian, tanda gejala,
penyebab Rematik, 2) menyebutkan bahaya Rematik, 3) melakukan perawatan
Rematik 4) melakukan latihan gerak sendi, 5) pemenuhan nutrisi bagi penderita
Rematik, 6) menentukan tanaman obat tradisional yang sesuai dengan kondisi
klien, 7) memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat

Intervensi : 1) menjelaskan pengertian, tanda gejala, penyebab Rematik,


2)menjelaskan bahaya Rematik,3) menjelaskan perawatan pada klien dengan
masalah Rematik, 4) demonstrasikan latihan gerak sendi, 5) pengaturan nutrisi
pada klien, 6) menjelaskan manfaat tanaman obat tradisional, 7) menjelaskan
manfaat memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan

Pembenaran : Latihan fisik merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang
sesuai diberikan pada lansia yang mengalami risiko atau keterbatasan mobilisasi
akibat Rematik. Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu mempertahankan
kebugaran jasmani untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat
bermanfaat bagi semua golongan umur termasuk lansia. Latihan yang teratur akan
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kepadatan tulang, memperbaiki
keseimbangan, koordinasi neuromuskular, meningkatkan daya tahan, mengurangi
tekanan darah, memperbaiki mood dan mencegah risiko jatuh (Beers & Berkow,
2000 dalam Nies & McEwen, 2007 dalam Hamdiana, 2010).

Latihan Range of Motion merupakan salah satu jenis latihan fisik, komponen
kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan (flexibility) yang
merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh
pergerakan. Latihan fisik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan
memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan ROM ini antara lain; mengoptimalkan
gerak otot dan sendi; meningkatkan kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
85 
 

otot dan sendi; mengurangi ketegangan dan nyeri otot. (Perry & Potter, 2002).
Edelman dan Mandle (2006), menyatakan bahwa terdapat keuntungan dari latihan
gerakan secara rutin untuk meningkatkan kekebalan tubuh agar terhindar dari
penyakit lainnya.

Implementasi : 1) menjelaskan pengertian, tanda gejala, penyebab Rematik


dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet, 2) menjelaskan bahaya
Rematik, 3) menjelaskan perawatan pada klien dengan masalah Rematik yaitu
dengan latihan gerak sendi, mengatur makanan sesuai kebutuhan klien, tanaman
obat tradisional, dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, 4)
mendemonstrasikan latihan gerak sendi yaitu dengan menggerakkan kepala,
tangan dan kaki, 5) menjelaskan cara pengaturan nutrisi pada klien dengan
menentukan berat badan ideal, jumlah kalori yang dibutuhkan serta jenis makanan
yang dapat dikonsumsi, 6) menjelaskan manfaat tanaman obat tradisional yaitu
dengan mengenalkan 7 jenis obat tradisional (jahe, kunyit, daun sirih, kapulaga,
jahe merah, kemangi, dan brotowali), 7) menjelaskan manfaat memeriksakan diri
secara teratur ke pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan
posbindu.

Evaluasi : Klien mampu menyebutkan pengertian, tanda gejala, penyebab dan


bahaya Rematik seperti cacat pada tangan dan kaki. Klien juga mampu melakukan
gerakan latihan sendi dengan baik. Klien menyebutkan gerakannya sederhana,
tidak ribet dan mudah dilakukan. Klien dapat menyebutkan makanan yang boleh
dan tidak boleh bagi penderita Rematik serta waktu dan jumlah yang harus
dikonsumsi. Klien mampu menentukan tanaman obat tradisional yang dipilihnya
yaitu jahe hangat. Klien mampu menyebutkan manfaat pelayanan kesehatan untuk
memelihara kesehatannya. Nursing Care Plan dapat dilihat pada lampiran 5.

Berdasarkan hasil pembinaan pada 10 keluarga diperoleh bahwa tingkat


kemandirian keluarga pada lansia dengan gangguan mobilisasi fisik meningkat.
Awal pengkajian diperoleh tingkat Keluarga Mandiri (KM) : 70% KM III, 30%
KM II. Pada akhir evaluasi 10 keluarga binaan, terdapat peningkatan yaitu KM IV

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
86 
 

80% dan KM III 20%. Tabel kemandirian keluarga selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 13.

Kader yang membina lansia secara kontinyu sebanyak 8 orang, sehingga diperoleh
data lengkap hasil pembinaan lansia sebanyak 8 lansia. Hasil pembinaan lansia
yang dilakukan kader adalah sebagai berikut : 1) adanya penurunan tingkat nyeri
pada 5 orang lansia (62.5%), 2) berkurangnya bengkak pada 2 orang lansia
(66.7%) dari lansia yang mengalami bengkak sebelumnya, 3) pegal pegal
berkurang pada 4 orang lansia (50%), 4) adanya perubahan kebiasaan berolahraga
pada 6 orang lansia (75%), 5) lansia yang memilih jahe sebagai obat tradisional
untuk mengatasi nyeri sebanyak 6 orang lansia (75%). Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran ke 10b.

4.3 Asuhan Keperawatan Komunitas

4.3.1 Analisis Situasi, Pohon Masalah dan Prioritas Masalah

1. Analisis Situasi

Berdasarkan hasil penetapan wilayah binaan dari kelurahan, maka praktik


keperawatan komunitas dilaksanakan di wilayah RW 01, 07, 09, 12, dan
13. Setelah diperoleh data demografi dan data sekunder berupa prevalensi
kejadian Rematik dari puskesmas PGS, dilakukan kegiatan pengkajian
komunitas dengan menggunakan winshield survey, wawancara, dan
penyebaran angket.

Berdasarkan hasil pendataan terhadap 44 lansia dan pra lansia yang


beresiko Rematik di kelurahan Pasir Gunung Selatan (PGS) diperoleh
data sebagai berikut : 75% mengeluhkan tanda-tanda Rematik (pegal dan
nyeri pada persendian), 56.80% mempunyai kebiasaan tidak baik dalam
pola makan (makan kacang-kacangan, jeroan, melinjo), 61.36% tidak
mengetahui penyebab Rematik, 84.09% tidak mengetahui tanda gejala
Rematik, 61.36% tidak mengetahui komplikasi Rematik. Perilaku hidup

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
87 
 

sehat terkait pencegahan Rematik pada kelompok aggregate lansia masih


rendah.

Kemudian berdasarkan sikap afektif keluarga terhadap lansia yang


mengalami Rematik sebesar 54.55% menunjukkan sikap tidak
afektif/membiarkan kondisi sakit yang dialami, 65.91% tidak memberikan
biaya pengobatan, dan 50% tidak memberikan perawatan di rumah.
Sebagian besar responden hasil pengkajian tersebut memunculkan masalah
bahwa masyarakat belum memahami dengan baik Rematik dan cara
perawatannya.

Pelayanan kesehatan bagi lansia dimasyarakat adalah posbindu. Hasil


observasi di Posbindu RW 07 pada bulan November 2011, Posbindu
hanya dihadiri 13 orang lansia. Ketua Paguyuban Kader Posbindu
menyatakan bahwa kunjungan lansia ke posbindu masih kurang yakni rata-
rata sekitar 30-40%. Keadaan jalan dan lokasi yang cukup terjal membuat
lansia tidak memeriksakan diri di posbindu. Sebagian lansia mengatakan
tidak datang ke posbindu karena tidak mau diketahui penyakitnya, tidak
percaya diri dan tidak mampu berjalan jauh. Sebagian lansia tidak mau
mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di masyarakat. Aggregate lansia
menarik diri dari kelompoknya, karena tidak mau kondisinya bertambah
parah dan adanya perasaan malu. Seperti yang dikemukakan lima orang
lansia binaan, bahwa mereka tidak berkunjung ke posbindu karena malu
dan tidak mau penyakitnya diketahui orang lain. Kemampuan mengakses
pelayanan kesehatan oleh kelompok lansia terbatas. Sebagian besar
responden belum memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.

Pelaksanaan pelayanan pada lansia dilakukan di posbindu setiap RW,


termasuk di RW percontohan kelurahan PGS. Jumlah kader yang sangat
memadai yaitu 10 orang, diharapkan mampu memberikan layanan
kesehatan yang optimal. Pelaksanaan posbindu Angsana RW percontohan
dilakukan setiap hari Sabtu Minggu pertama setiap bulannya. Pelaksanaan
kesehatan di posbindu meliputi : pendataan pengunjung, pengukuran
tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, pengisian Kartu

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
88 
 

Menuju Sehat Lansia (KMS), anamnesa dan pemeriksaan fisik oleh


petugas puskesmas, dan pemberian obat jika ada keluhan. Kegiatan
penyuluhan kesehatan pada kelompok lansia belum pernah dilakukan oleh
kader. Pelayanan kesehatan yang diberikan kader masih belum optimal,
karena belum adanya kegiatan konseling motivasi pada aggregate lansia
baik kelompok maupun individu. Sosialisasi dan informasi tentang
penatalaksanaan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi belum
pernah dilakukan kader. Kader mengatakan tidak percaya diri memberikan
penyuluhan karena terbatasnya informasi yang diperolehnya. Ketua kader
posbindu mengatakan ingin semua kadernya memperoleh pelatihan
sehingga mampu memberikan penyuluhan kesehatan pada warga terutama
lansia. Selanjutnya ketua kader juga mengatakan bahwa lansia yang
berkunjung ke posbindu mengeluhkan kondisi yang sama seperti bulan
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa aggregate lansia belum mampu
memelihara kesehatannya dengan baik (penatalaksanaan terapeutik tidak
efektif).

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
89 
 

2. Pohon Masalah
Penatalaksanaan 
Tidak efektifnya  terapeutik tidak 
fungsi afektif,  efektif  pada 
perawatan,  koping  Aggregate lansia 
dengan gangguan  Menarik diri dari 
keluarga dan 
mobilisasi  kegiatan kelompok 
masyarakat PGS 
dalam mengatasi 
Sosialisasi 
masalah Rematik 
penatalaksanaan 
pada lansia 
Aggregate lansia 
dengan gangguan 
mobilisasi belum 
Kurangnya dukungan  optimal 
dari keluarga, kader  Pelayanan kesehatan 
kesehatan terhadap  Gangguan mobilisasi  pada Aggregate 
Aggregate lansia  akibat Rematik pada  lansia belum optimal 
dengan masalah  Aggregatel ansia 
Rematik 

Kepedulian 
Aggregate lansia 
dalam perilaku hidup 
sehat rendah terkait 
pencegahan Rematik 

Kumpulan Aggregate 
lansia yang 
mengalami 
gangguan mobilisasi 

Skema 4.2 Web of caution masalah Rematik pada agregat lansia

Berdasarkan hasil analisa data web of caution diperoleh masalah


keperawatan sebagai berikut :

1) Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate lansia dengan


gangguan mobilisasi

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
90 
 

2) Tidak efektifnya fungsi : afektif, perawatan dan koping keluarga dan


masyarakat kelurahan PGS dalam mengatasi masalah Rematik pada
lansia
3) Resiko isolasi sosial dari aggregate lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi

3. Prioritas Masalah
Prioritas masalah dapat menggunakan tehnik Scoring menurut Ervin
(2002) yaitu : 1) Pentingnya untuk dipecahkan; 2) Perubahan positif
untuk masyarakat; 3) Peningkatan kualitas hidup jika dipecahkan; 4)
urutkan semua masalah dari 1 – 6. Penapisan masalah manajemen
dapat dilihat pada lampiran. Hasil prioritas masalah adalah sebagai
berikut :
1) Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate lansia
dengan gangguan mobilisasi
2) Tidak efektifnya koping keluarga dan masyarakat dalam mengatasi
masalah Rematik pada aggregate lansia
3) Resiko isolasi sosial dari aggregate lansia yang mengalami
gangguan mobilisasi

4.3.2 Perencanaan

Diagnosa 1 : Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate


lansia dengan gangguan mobilisasi
a) Tujuan Umum
Setelah diberikan asuhan keperawatan komunitas diharapkan
penatalaksanaan terapeutik pada aggregate lansia dengan gangguan
mobilisasi menjadi efektif
b) Tujuan Khusus
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan lansia mampu:
(1) meningkatkan pengetahuan aggregate lansia tentang
penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
91 
 

(2) terbentuknya kelompok lansia dalam mengelola Rematik secara


mandiri
(3) melakukan latihan gerak sendi
(4) melakukan penatalaksanaan nyeri
 
c) Rencana Tindakan
(1) Pendidikan Kesehatan pada kelompok aggregate lansia Ibu-ibu
pengajian dan posbindu di wilayah binaan
(2) Pembentukan kelompok lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi akibat Rematik
(3) Lakukan demonstrasi latihan gerak sendi
(4) Lakukan demonstrasi penaganan nyeri melalui kompres dan tehnik
relaksasi

2) Rasional intervensi
Strategi intervensi yang digunakan adalah : Pendidikan kesehatan,
pemberdayaan masayarakat dan proses kelompok. 1) Pendidikan
kesehatan. Anderson dan Mc.Farlane (2000) menjelaskan bahwa perawat
komunitas bertanggung jawab terhadap berbagai program kesehatan
termasuk program pendidikan kesehatan di masyarakat terkait dengan
resiko dan dampak dari penyakit menular. Pendidikan kesehatan perlu
dirancang secara baik dan komprehensif selain menarik untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar tahu, mau dan
mampu untuk hidup sehat. Peningkatan pemahaman masyarakat tidak
hanya untuk mencegah timbulnya penyakit, tetapi diharapkan terjadi
perubahan perilaku sehat. 2) Proses kelompok. Pembentukan kelompok
melalui proses penggabungan individu tersebut memungkinkan terjadinya
penyelesaian masalah yang dihadapi melalui tahapan perencanaan
pencapaian tujuan akhir dari kelompok tersebut (Cohen, 1991 dalam
Helvie, 1998). Inti dari proses kelompok adalah penyelesaian masalah
berdasarkan kemampuan sumber daya yang dimiliki dengan satu tujuan
akhir yang sama. Adapun tujuan pembentukan kelompok adalah
menghindari terjadinya duplikasi antara sesama indiv:idu;

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
92 
 

mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dari individu, kelompok


maupun organisasinya; meningkatkan partisipasi masyarakat secara nyata.
3) Pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses kegiatan
yang menekankan pada aspek peningkatan partisipasi masyarakat dalam
mengorganisir suatu permasalahan yang ada baik secara individu maupun
kelompok dengan tujuan menciptakan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam
membangun pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat
secara penuh mulai dari identifikasi masalah kesehatan dan menyusun
rencana penanggulangannya, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai
objek tetapi juga subjek dalam upaya mewujudkan masyarakat yang
mandiri (Parker, 1994 dalam Helvie, 1998).

Penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik pada lansia


diutamakan pada pengendalian fungsi risiko mencakup : perubahan gaya
hidup yang meliputi diet dan olahraga dan penatalaksanaan nyeri.
Olahraga yang disarankan adalah olahraga ringan seperti stretching,
pemanasan (warming up), senam lansia, senam khusus Rematik.
(Dalimartha, 2008). Hasil penelitian Tseng et al. (2006) melaporkan
bahwa latihan gerak sendi (range of motion) berefek positif terhadap
peningkatan kemampuan fisik dan psikososial lansia yang mengalami
penyakit kronis.

Latihan fisik merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang sesuai
diberikan pada lansia yang mengalami risiko atau keterbatasan mobilisasi.
Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu mempertahankan kebugaran
jasmani untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat
bermanfaat bagi semua golongan umur termasuk lansia. Latihan yang
teratur akan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kepadatan
tulang, memperbaiki keseimbangan, koordinasi neuromuskular,
meningkatkan daya tahan, mengurangi tekanan darah, memperbaiki mood
dan mencegah risiko jatuh (Beers & Berkow, 2000 dalam Nies &
McEwen, 2007 dalam Hamdiana, 2010).

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
93 
 

Latihan Range of Motion merupakan salah satu jenis latihan fisik,


komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan
(flexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan
sendi pada seluruh pergerakan. Latihan fisik yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan dan memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan ROM ini
anatara lain; mengoptimalkan gerak otot dan sendi; meningkatkan
kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera otot dan sendi; mengurangi
ketegangan dan nyeri otot. (Perry & Potter, 2002)

Selain ROM, senam Rematik dapat diberikan pada lansia dan pra lansia.
Menurut Tulaar dan Nuhonni (2008), senam Rematik dapat menurunkan
rasa nyeri, menguatkan otot, melancarkan peredaran darah. Pada penderita
Rematik. Secara umum gerakan-gerakan senam Rematik dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan dan daya tahan
otot, kapasitas aerobik, keseimbangan, biomekanik sendi dan posisi sendi.

3) Indikator Evaluasi
(1) Meningkatnya pengetahuan aggregate lansia tentang Rematik
sebesar 20%
(2) Terbentuknya kelompok aggregate lansia dengan masalah Rematik
(3) Aggregate lansia mampu melakukan latihan gerak sendi
(4) Aggregate lansia mampu mengatasi nyeri

4) Implementasi Dan Evaluasi


Implementasi.
Implementasi yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut :
(1) Pembentukan kelompok aggregate lansia yang mengalami gangguan
mobilisasi pada tanggal 8 Maret 2012, bertempat di rumah kader SA.
Pada kegiatan tersebut dilakukan juga pemeriksaan asam urat dan
tekanan darah.

Pertemuan kedua kelompok aggregate lansia dilaksanakan pada


tanggal 4 April 2012 jam 11.00 – 12.00 bertempat di rumah kader
SA. Materi yang diberikan tentang konsep Rematik dan

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
94 
 

penatalaksanaannya. Serta demonstrasi tindakan pemberian kompres


hangat dan kompres dingin dan tehnik relaksasi. Pemberi materi
adalah kader dan didampingi residen.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 11 April 2012 jam 11.00


– 12.00. materi yang diberikan adalah diet Rematik.

Pertemuan keempat dilaksanakan pada tanggal 18 April 2012 jam


11.00-12.00. Materi yang disampaikan adalah Latihan Gerak Sendi
(ROM).

Pertemuan kelima dilaksanakan pada tanggal 25 April 2012 jam 11.00


– 12.00. Materi yang diberikan tentang tanaman obat tradisional bagi
penderita Rematik.

Evaluasi.

Kegiatan pembentukan kelompok lansia yang mengalami gangguan


mobilisasi dihadiri 9 orang dan terpilih seorang ketua. Pada
pertemuan tersebut disepakati waktu pertemuan yaitu setiap hari Rabu
jam 11.00 – 12.00 WIB. Materi telah disepakati dan kader yang
bertugas telah ditunjuk.

Jumlah peserta yang hadir pada pertemuan kedua sebanyak 13 orang.


Pemberi materi adalah kader Mus dan didampingi residen.

Jumlah peserta yang hadir pada pertemuan ketiga sebanyak 13 orang.

Jumlah peserta yang hadir pada pertemuan keempat sebanyak 13


orang. Kader sudah mampu melakukan ROM dengan baik tanpa
melihat gambar. Kelompok lansia tampak mampu mengikuti ROM,
dan dilakukan dua kali latihan

Jumlah peserta yang hadir pada pertemuan kelima sebanyak 13 orang.


Materi obat tradisional tampak sangat diminati lansia. Pilihan obat

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
95 
 

tradisional terbanyak adalah jahe, menurut peserta jahe dipilih karena


penyajiannya mudah dan enak dirasakan tubuh.

Rata – rata pengetahuan lansia tentang konsep Rematik dan


penatalaksanaan Rematik sebesar 76.85%. Hasil lengkap dapat dilihat
pada lampiran 12.

5) Rencana Tindak Lanjut


(1) Pembinaan kelompok aggregate lansia oleh PJ wilayah dan paguyuban
dilakukan terjadwal dan berkesinambungan
(2) Penyebaran informasi pada masyarakat dengan memanfaatkan
kegiatan sosial keagamaan di masyarakat

Diagnosa 2 :

Tidak efektifnya koping keluarga dan masyarakat kelurahan PGS dalam


mengatasi masalah Rematik pada aggregate lansia

1) Tujuan Umum :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas koping keluarga dan
masyarakat menjadi efektif
2) Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas selama 5 bulan,
keluarga dan masyarakat mampu
a. Menjelaskan konsep Rematik dan penatalaksanaannya
b. Meningkatnya pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang
penatalaksanaan gangguan mobilisasi pada aggregate lansia.
c. Memberikan bantuan pada aggregate lansia dengan gangguan
mobilisasi akibat Rematik

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
96 
 

3) Rencana Tindakan
(1) Pendidikan Kesehatan pada kelompok Ibu-ibu pengajian dan
posbindu di wilayah binaan
(2) Penyebaran informasi tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan

4) Implementasi dan Evaluasi


Implementasi
a. Pendidikan kesehatan. Kegiatan Pendidikan Kesehatan di wilayah
RW binaan kelurahan PGS. Kegiatan sosial masyarakat yang dapat
dijadikan sarana pendidikan kesehatan (penyuluhan) adalah kegiatan
pengajian Ibu-ibu yang dijadwalkan setiap hari Rabu pukul 13.00 –
15.00.

Kegiatan Pendidikan Kesehatan berupa penyuluhan Rematik telah


dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 Januari 2012 bertempat di
Masjid Nurul Iman RW 09.

Kegiatan pendidikan kesehatan di RW 12 dilaksanakan pada tanggal 4


April 2012 Jam 13.00 – 14.00 bertempat di rumah bapak ketua RT 04
RW 12. Materi yang diberikan adalah Konsep Rematik dan
penatalaksanaannya.

Kegiatan pendidikan kesehatan di RW 07 dilaksanakan pada tanggal


29 Februari 2012 Jam 11.20 – 12.00. Kegiatan dilakukan setelah
pengajian Ibu-Ibu. Materi yang disampaikan adalah konsep Rematik
dan penatalaksanaannya. Kegiatan disertai dengan pemeriksaan asam
urat.

Kegiatan pendidikan kesehatan di RW 09 dilaksanakan pada tanggal 4


April 2012 Jam 11.00 – 12.00. Kegiatan dilakukan setelah kegiatan
pertemuan rutin kader di rumah kader. Materi yang disampaikan
adalah konsep Rematik dan penatalaksanaannya dan langsung
demonstrasi latihan gerak sendi (ROM).

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
97 
 

Kegiatan pendidikan kesehatan di RW 01 dilaksanakan pada tanggal


24 April 2012 Jam 10.45 – 11.30. Kegiatan dilakukan setelah
pengajian Ibu-Ibu. Materi yang disampaikan adalah konsep Rematik
dan penatalaksanaannya dan demonstrasi ROM.

b. Penyebaran leaflet tentang Rematik dan perawatannya telah tersebar


sebanyak 200 lembar. Penyebaran dilakukan pada saat kunjungan
rumah pada keluarga binaan, tetangga keluarga binaan, pada saat
pendidikan kesehatan.
c. Konseling pada warga yang datang ke posbindu
Konseling telah dilakukan pada salah seorang lansia dan keluarga
yang berkunjung ke posbindu pada tanggal 6 Januari 2012 oleh kader
didampingi residen. Materi konseling berkaitan dengan kesulitan
dalam beraktifitas dan lansia merasa menyusahkan keluarganya.
d. Melakukan demonstrasi latihan gerak sendi pada kelompok ibu-ibu
pengajian dan arisan : Di RW 01 dilaksanakan pada tanggal pada
tanggal 24 April 2012; Di RW 09 dilaksanakan pada tanggal 4 April
2012; Di RW 12 dilaksanakan pada tanggal 11 April 2012 Jam 13.00
– 14.00 bertempat di rumah salah seorang kader. Materi yang
diberikan adalah Latihan Gerak Sendi (Range of Motion/ROM)

Evaluasi.

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 09 sebanyak 23


orang. Hasil dari pre test dan post test yang diberikan adalah adanya
kenaikan sebesar 17%, dimana hasil awal diperoleh rata-rata 67%
dan nilai post test sebesar 84%. Soal yang diberikan sebanyak 15 soal
dalam bentuk pilihan Benar dan Salah.

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 12 sebanyak 12


orang. Peserta tampak antusias bertanya.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
98 
 

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 07 sebanyak 24


orang. Peserta tampak antusias dan banyak bertanya tentang mitos
yang sering terdengar pada masyarakat.

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 01 sebanyak 19


orang. Sebagian besar peserta (lansia dan pra lansia) mengatakan
senang bisa mengenal dan melakukan ROM.

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 09 sebanyak 15


orang. Sebagian besar peserta (lansia dan pra lansia) mengatakan
olahraganya mudah dan enak dirasakan badan.

Kehadiran peserta pada pendidikan kesehatan di RW 12 sebanyak 10


orang. Sebagian besar peserta (lansia) mengatakan ingin olahraga
terus dilakukan dan mengharapkan ada kader yang bisa menjadi
instrukturnya.

Tersebarnya 200 leaflet tentang Rematik dan penatalaksanaannya


pada aggregate lansia dan warga masyarakat. Peserta tampak mampu
melakukan latihan gerak sendi dengan baik setelah dilakukan dua kali
latihan. Secara kualitatif peserta mengatakan olahraganya ringan,
sederhana, dan gerakannya mudah dilakukan kapan pun dan
dimanapun.

5) Rencana Tindak Lanjut :


(1) Koordinasi dengan PJ wilayah untuk pembinaan pada keluarga dan
masyarakat untuk membantu lansia dengan gangguan mobilisasi
akibat Rematik
(2) Koordinasi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang
pentingnya posbindu sebagai pelayanan kesehatan untuk lansia

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
99 
 

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
99 
 

Bab 5
PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas,


asuhan keperawatan keluarga dan asuhan keperawatan komunitas serta
kesenjangan yang ditemukan selama melakukan praktik keperawatan komunitas.
Selain itu akan diuraikan pula keterbatasan pelaksanaan inovasi yang
dikembangkan serta implikasi hasil inovasi terhadap pengelolaan dan asuhan
keperawatan komunitas yang diberikan.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan

5.1.1 Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Komunitas

Pelaksana pelayanan kesehatan komunitas memerlukan pemahaman


terhadap fungsi manajemen untuk memanfaatkan potensi dan sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi
manajemen meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian/pengawasan. Setiap fungsi ini mempunyai elemen-elemen
yaitu : 1) perencanaan : filosofi, misi, tujuan umum, tujuan khusus,
kebijakan, prosedur dan aturan; 2) pengorganisasian : struktur organisasi,
pembagian tugas (tupoksi), komunikasi, kepuasan kerja, dan
wewenang/pendelegasian ; 3) pengarahan : menciptakan suasana yang
dapat memotivasi, membina komunikasi organisasi, menangani konflik,
memfaasilitasi kerjasama, dan negosiasi ; 4) pengendalian : evaluasi secara
periodik pada elemen-elemen perencanaan (Marquis dan Houston, 2003).

Salah satu elemen dalam pengorganisasian adalah pembagian tugas (peran


dan fungsi) dari bagian sistem pelaksana pelayanan kesehatan, salah
satunya adalah kader posbindu. Peran kader posbindu antara lain
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan posbindu,
memberikan penyuluhan atau penyebaran informasi kesehatan (Depkes,
2010). Kemampuan kader dalam memberikan penyuluhan harus
ditingkatkan agar informasi kesehatan lebih banyak diserap oleh

                   99                                    Universitas Indonesia 
 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
100 
 

masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan ketua paguyuban Posbindu,


diperoleh data bahwa kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh
kader posbindu belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan faktor
ketidakpercayaan diri kader, kurangnya mendapatkan informasi berupa
pelatihan memberikan penyuluhan. Dinas kesehatan Kota Depok dalam
mencapai misi meningkatkan promosi kesehatan dan kualitas sumber daya
kesehatan telah berupaya melakukan kegiatan pelatihan bagi kader
kesehatan. Namun kendala anggaran dan waktu pelaksanaan menyebabkan
sebagian kecil saja kader posbindu yang mengikuti pelatihan tersebut.

Hasil supervisi terhadap kader dalam melakukan penyuluhan kesehatan


pada keluarga dan lansia dengan gangguan mobilisasi akibat rematik
diperoleh rata-rata nilai sebesar 72.17%, dengan nilai tertinggi 91.30% dan
terendah 60.87%. Kemampuan kader memberikan penyuluhan termasuk
kategori Sangat Baik (67%-100%) (Muslich, 2009). Beberapa kekurangan
dalam melakukan penyuluhan kesehatan langsung diinformasikan kepada
kader agar kader mengetahui dan segera memperbaiki untuk kegiatan
berikutnya. Kekurangan yang sering dilakukan kader adalah tidak mampu
mempertahankan kontak mata dengan keluarga dan lansia. Hal ini
disebabkan kader masih belum percaya diri bahwa mereka mampu
menguasai materi. Namun karena hal ini pertama kali dilakukan maka rasa
gugup dan kurang percaya diri akan muncul terlebih dahulu.

Keterampilan memberikan penyuluhan tentunya didasari pengetahuan yang


baik. Hasil evaluasi kader terhadap pengetahuan rematik dan
penataksanaannya meningkat sebesar 20.83%, dengan rata-rata 92.50%
setelah pelatihan. Menurut Arikunto (1999), prosentase diatas 76%
termasuk kategori Baik. Hal ini menjadi hal positif dari kegiatan pelatihan.
Menurut Azwar (1996) pelatihan kader bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan kader sehingga lebih percaya diri dalam
menyelenggarakan tugas berikutnya.

Perilaku dibentuk dari pengetahuan dan sikap (Hidayat, 2009). Suatu


perilaku dapat dipertahankan secara gigih oleh seseorang apabila memiliki

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
101 
 

pengetahuan yang kuat dan daya (keinginan dengan intensitas yang kuat).
Perilaku/keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan kepada
keluarga dan lansia harus terus dibina agar perilaku positif tetap bisa
dipertahankan.

Kemampuan kader memberikan penyuluhan kesehatan harus melalui


praktik yang berulang kali. Domain praktik meliputi kemampuan seseorang
untuk menampilkan tindakannya melalui koordinasi dengan sistem
neuromuskular yang dapat terlihat secara nyata (Allender dan Spradley,
2005). Tiga kondisi yang harus diperhatikan atau menjadi pertimbangan
perawat komunitas dalam mengajarkan praktik kesehatan kepada seseorang
(kader), meliputi: 1) Seseorang diyakini memiliki kemampuan secara fisik,
emosi dan intelektual untuk melakukan keterampilan yang
diajarkan,sehingga derajat kompleksitas dari kemampuan yang diajarkan
seharusnya sesuai dengan keberfungsian/kemampuan seseorang. Tahap
perkembangan menjadi pertimbangan yang harus diperhitungkan dalam
mengajarkan keterampilan pada seseorang. 2) Seseorang harus memiliki
kemampuan imajinasi sensorik tentang bagaimana keterampilan tersebut
ditampilkan. Kemampuan imajinasi sensorik tersebut meliputi melihat,
mendengar, meraba, mencium, dan merasa. Imajinasi sensorik melihat
biasanya diperoleh melalui demonstrasi. Keterbatasan imajinasi seseorang
tentunya akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menampilkan
suatu keterampilan. 3) Seseorang harus memiliki kemampuan untuk
mempraktikkan keterampilan yang dipelajari.

Domain praktik memiliki derajat tingkatan keterampilan sederhana hingga


tingkatan keterampilan yang sulit (komplek). Seseorang membutuhkan
latihan dan proses aplikasi keterampilan yang didapat secara konsisten
untuk mencapai tingkatan keterampilan yang komplek. Berdasarkan teori
tersebut, maka sangatlah tepat penulis menyelenggarakan kegiatan
pelatihan berupa penyegaran kader posbindu yang bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang tehnik memberikan
penyuluhan kepada individu, kelompok dan masyarakat. Adanya

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
102 
 

peningkatan pengetahuan dari pre test dan post test sebesar 20% telah
memberikan keberhasilan dari kegiatan tersebut. Demikian pula saat
perwakilan kader melakukan demonstrasi penyuluhan kesehatan dengan
materi yang telah dipelajari telah memberikan dampak hasil pelatihan kader
tersebut. Menurut Ketua Paguyuban Posbindu, kader yang telah melakukan
penyuluhan dalam pelatihan tersebut telah mampu menampilkan harapan
yang positif bagi peningkatan peran kader dalam menginformasikan
kesehatan kepada warga, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan.

Kegiatan pelatihan kader posbindu merupakan evaluasi terhadap fungsi


manajemen berupa : pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian/pengawasan. Fungsi pengorganisasian berupa adanya
pemahaman yang meningkat bagi kader akan perannya untuk memberikan
penyuluhan bagi masyarakat. Fungsi pengarahan berupa pemberian
motivasi dan komunikasi yang efektif dari ketua paguyuban posbindu yang
memberikan perhatian lebih kepada kader, disamping kehadiran kepala
puskesmas dalam kegiatan tersebut. Fungsi pengendalian berupa adanya
supervisi penilaian langsung dari ketua kader posbindu.

Pengetahuan tentang metode dan media sangat berpengaruh terhadap


keberhasilan penyuluhan kesehatan. Metode yang digunakan harus sesuai
dengan kebutuhan warga masyarakat. Penggunaan media harus disesuaikan
dengan sumber daya yang ada terutama dana. Kader dapat menggunakan
media lembar balik dalam memberikan penyuluhan kesehatan. Selain
mudah dibuat, media tersebut tidak memerlukan banyak biaya. Elgar Dale
(dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan alat peraga (media pendidikan
kesehatan) harus disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada
pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera.
Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh.

Selain metoda dan media, faktor yang paling penting yang harus dilakukan
kader adalah penguasaan materi. Penulis terus memotivasi kader untuk
melakukan persiapan 1-2 hari sebelum memberikan penyuluhan kesehatan.

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
103 
 

Hasil yang diperoleh adalah tampak kemampuan kader lebih meningkat


saat memberikan penyuluhan di keluarga Bp. N di RW 07. Kader lebih
menguasai materi, serta mampu melakukan evaluasi diri terhadap aktifitas
yang dilakukannya.

Fungsi pengawasan berupa penilaian dalam bentuk supervisi untuk melihat


langsung proses penyuluhan merupakan bentuk pengawasan bagi stake
holder. Selain ketua posbindu, seharusnya penanggung jawab program
perkesmas puskesmas PGS memberikan penilaian. Namun dengan alasan
kurangnya personal dan waktu yang terbatas, hal tersebut (penilaian) masih
belum dilakukan. Evaluasi langsung yang diberikan sangat bermanfaat bagi
kader untuk memperbaiki dikemudian hari. Keuntungan lain dari supervisi
adalah adanya monitoring secara periodik terhadap peran kader dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Keterlibatan PJ wilayah dalam kegiatan supervise telah ditunjukkan dengan


kehadirannya pada setiap kegiatan Lokakarya Mini. Pada kegiatan tersebut
PJ wilayah berkesempatan memberikan arahan dan informasi terkait
program kegiatan puskesmas pada kader yang hadir. Motivasi juga selalu
diberikan oleh Ketua Paguyuban Kader Posbindu Kelurahan PGS, yang
senantiasa menghadiri setiap kegiatan posbindu disetiap RW. Fungsi
pengarahan menekankan pada kemampuan manajer dalam mengarahkan
dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati termasuk didalamnya memotivasi bawahan supaya bekerja
dengan optimal (Marquis & Houston, 2003).

Dukungan harus selalu diberikan kepada kader oleh PJ wilayah dan Ketua
Paguyuban Kader. Hal ini akan meningkatkan motivasi kader dalam
menghadiri kegiatan-kegiatan di posbindu serta kegiatan sosial lainnya.
Kegiatan supervisi yang berkesinambungan akan meningkatkan
kepercayaan diri bagi kader.

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
104 
 

5.1.2 Asuhan Keperawatan Keluarga

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga, diperoleh hasil bahwa


nyeri merupakan keluhan yang paling banyak dari lansia yang mengalami
gangguan akibat rematik. Nyeri yang dirasakan antara lain nyeri leher dan
punggung, nyeri bahu, nyeri bokong dan nyeri pada kaki (Miller, 2004).
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan
yang lain. Untuk mengukur nyeri dapat digunakan skala 0 – 5 dari
Wong/Baker Faces Rating Scale (Loretz, 2005).

Hasil pembinaan keluarga pada keluarga Bp E adalah adanya kemampuan


keluarga menyebutkan pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri. Selain
itu Ibu M juga mampu menyebutkan akibat nyeri yang dirasakan pada
persendiannya. Kecacatan merupakan hal yang paling ditakuti Ibu M. Ibu
m sudah mampu melakukan tehnik relaksasi untuk menurunkan nyeri.
Sesuai kebiasaan dan agama Kristen yang dianutnya, Ibu M sering berdoa,
sehingga Ibu M mengatakan tehnik relaksasi sama dengan berdoa.
Kemampuan motorik Ibu M juga sangat baik. Ibu M sudah mampu
melakukan kompres hangat dan dingin.

Gunadi (2008, dalam Garnadi, 2008) menyatakan bahwa gejala utama


dari rematik adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi
dan perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan
krepitasi. Dampak lanjut dari nyeri yang tidak ditangani adalah adanya
risiko jatuh (Mayer et. al, 2002).

Kemampuan Ibu M merupakan hasil yang sangat positif. Kemampuan


melakukan kompres merupakan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
yang ketiga, yaitu keluarga mampu memberikan perawatan pada anggota

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
105 
 

keluarga yang sakit. Kompres panas dan dingin merupakan stimulasi


kutaneus. Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri. Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut
kondisi lansia. Misalnya panas lembab menghilangkan kekakuan pada
pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan
sendi yang mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990
dalam Perry & Potter, 2002, dalam Hamdiana, 2010). Massase dengan
menggunakan kantong es dan kompres menggunakan kantung es
merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk
menghilangkan nyeri. Massase dengan menggunakan sebuah blok es yang
diletakkan di kulit dengan memberikan tekanan yang kuat, tetap dan
dipertahankan. Kompres dingin dapat dilakukan di dekat lokasi nyeri, di
sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri dan
memakan waktu 5 sampai 10 menit.

Hasil dari diagnosa kedua dari Ibu M adalah bahwa keluarga Bp E sudah
mampu memelihara kesehatan dengan efektif. Hal ini dapat dibuktikan
dengan kemampuan keluarga menyebutkan konsep rematik dengan baik,
yang meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta akibat rematik.
Kemampuan melakukan perawatan diri dan pemeliharaan kesehatan
keluarga sudah baik. Ibu M dan Bp E mampu melakukan latihan gerak
sendi.

Gangguan mobilisasi dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan pada


akhirnya dapat mengganggu peran yang seharusnya dilakukan oleh klien.
Masalah lain yang muncul adalah adanya resiko jatuh (falls) dan tidak
aman (unsafe) (Mayer et al, 2002). Gangguan mobilisasi juga berdampak
pada aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living/ADL). ADL yang
terganggu akan mengakibatkan defisit perawatan diri. Defisit perawatan
diri merupakan suatu kondisi seseorang mengalami gangguan kemampuan
dalam perawatan diri yang meliputi mandi, berganti pakaian, makan dan
toileting (Wilkinson, 2007).

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
106 
 

Latihan gerak sendi latihan fisik yang diberikan pada lansia yang mengalami
risiko atau keterbatasan mobilisasi. Latihan Range of Motion merupakan
salah satu jenis latihan fisik, komponen kebugaran jasmani yang dapat
dilatih adalah kelenturan (flexibility) yang merupakan kemampuan untuk
menggerakkan otot dan sendi pada seluruh pergerakan. Latihan fisik yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki kelenturan.
Manfaat latihan ROM ini anatara lain; mengoptimalkan gerak otot dan
sendi; meningkatkan kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera otot
dan sendi; mengurangi ketegangan dan nyeri otot. (Perry & Potter, 2002) 

Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu mempertahankan kebugaran


jasmani untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat bermanfaat
bagi semua golongan umur termasuk lansia. Latihan yang teratur akan
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kepadatan tulang, memperbaiki
keseimbangan, koordinasi neuromuskular, meningkatkan daya tahan, mengurangi
tekanan darah, memperbaiki mood dan mencegah risiko jatuh (Beers & Berkow,
2000 dalam Nies & McEwen, 2007 dalam Hamdiana, 2010). Latihan/exercise
akan meningkatkan ketahanan tubuh agar terhindar dari penyakit lainnya
(Edelman & Mandle , 2006).

Selain itu Ibu M sudah mampu memilih jahe sebagai obat tradisional yang
dapat mengatasi nyeri persendiannya. Obat tradisional berkhasiat untuk
pengobatan, karena terdapat zat ekstrak yang khasiatnya dapat
dimanfaatkan untuk penyembuhan (Adi, 2006).

Kemampuan Ibu M dalam mengatur nutrisi sangat baik. Ibu M mampu


memilih jenis makanan yang dapat dikonsumsi atau tidak dapat
dikonsumsi. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi
timbulnya keluhan. Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi
pembentukan asam urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk
dan mempertahankannya dalam batas normal (Dalimartha, 2008).

Secara keseluruhan dari pembinaan keluarga pada 9 keluarga lainnya


adalah diperoleh hasil adanya penurunan tingkat nyeri : 80% menurun,
10% tetap, dan 10% meningkat tingkat nyerinya. Penurunan tingkat nyeri

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
107 
 

tersebut berhasil dilakukan klien setelah melakukan gerakan latihan sendi,


relaksasi progresif, dan kompres hangat dan dingin. Adanya peningkatan
nyeri pada klien Bp In disebabkan adanya komplikasi kolestreol yang
tinggi 255 mg/dl dan asam urat 10.9 ,mg/dl. Bp In tidak berobat ke
pelayanan kesehatan tapi memeriksakan ke tabib sesuai kebiasaan dan
keyakinan dari keluarganya

Kemampuan mobilisasi klien juga mengalami peningkatan. Adanya


peningkatan angka pada Barthel Index pada 60% keluarga, 30% angka BI
tetap, dan 10% angka BI menurun menunjukkan bahwa klien mampu
melakukan latihan gerak sendi dengan baik dan terjadwal. Selain itu pula
pola makan klien dapat diatur sesuai intervensi dalam asuhan yang
diberikan. Penurunan angka BI terdapat pada Bp In karena komplikasi
kolesterol yang dideritanya. Bp In pada akhir pertemuan tampak bedrest
dan menjalani perawatan di rumah.

Tingkat kemandirian keluarga hasil intervensi mengalami peningkatan.


Pada awal pengkajian diperoleh Keluarga Mandiri tingkat III sebesar 70%
dan KM tingkat II sebesar 30%. Pada akhir intervensi diperoleh hasil
tingkat KM IV sebesar 80%, dan tingkat KM III sebesar 20%. Terdapat
dua keluarga binaan yang belum mencapai KM IV karena belum mampu
melakukan promosi kesehatan. Kondisi sakit yang kronis dan adanya
komplikasi serta kondisi ekonomi yang rendah menyebabkan dua keluarga
tersebut belum mencapai KM IV.

Friedman, Bowden, dan Jones (2003) menyatakan bahwa keluarga perlu


dilibatkan dalam memberikan bantuan pada anggota keluarga yang sakit
(masalah kesehatan) sebagai upaya pelaksanaan tugas kesehatan keluarga.
Keluarga juga harus mendapat dukungan dari lingkungan sosial terutama
kelompok kader yang telah terlatih. Intervensi berjenjang dapat dilakukan
dari kader pada keluarga dan akhirnya keluarga mampu memberikan
perawatan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat
rematik. Kader dan keluarga harus terus bekerjasama dalam meningkatkan
kemampuan optimal dari lansia.

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
108 
 

5.1.3 Asuhan Keperawatan Komunitas

Strategi intervensi yang digunakan dalam asuhan keperawatan komunitas


adalah Pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan, penyebaran
leaflet dan konseling dan Pemberdayaan berupa pembentukan kelompok
Support Group. Anderson dan Mc.Farlane (2000) menjelaskan bahwa
perawat komunitas bertanggung jawab terhadap berbagai program
kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan di masyarakat terkait
dengan resiko dan dampak dari penyakit. Pendidikan kesehatan perlu
dirancang secara baik dan komprehensif selain menarik untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar tahu, mau dan
mampu untuk hidup sehat. Peningkatan pemahaman masyarakat tidak
hanya untuk mencegah timbulnya penyakit, tetapi diharapkan terjadi
perubahan perilaku sehat.

Berdasarkan hasil penyuluhan kesehatan yang telah dilakukan pada


kelompok pengajian Ibu – Ibu diperoleh peningkatan pengetahuan sebesar
17%. Pemberian pendidikan kesehatan baik itu penyuluhan maupun
konseling harus dirancang secara komprehensif. Tujuan dari pendidikan
kesehatan yang diberikan adalah adanya perubahan menjadi perilaku sehat.
Antusime Ibu ibu dalam memberikan pertanyaan menunjukkan hal yang
positif karena dengan demikian warga ingin mengetahui lebih jauh tentang
rematik. Pertanyaan berkisar pada pengobatan dan perawatan.

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses pemberian


kemauan dan kemampuan kepada masyarakat agar mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2002). Pemberdayaan kader
posbindu RW 07 merupakan proses pemberdayaan masayarakat yang harus
dilakukan di wilayah lainnya. Hasil dari pemberdayaan kader yang tampak
adalah kader mampu menyampaikan pesan kepada rekan kader yang
lainnya dalam wilayah yang lebih kecil (rukun tetangga).

Kemampuan mengajak warga dan lansia merupakan hasil pelatihan yang


diberikan. 70% kader RW 07 mengatakan bahwa mereka sudah percaya diri

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
109 
 

untuk melakukan kunjungan rumah. Hasil pelatihan sangat dirasakan


manfaatnya oleh kader. Proses pemberdayaan ini memerlukan dukungan
dari semua unsur atau sektor yang terlibat dalam proses peningkatan
kesehatan masyarakat, tidak hanya sektor kesehatan semata, akan tetapi
meliputi sektor terkait seperti sektor pendidikan, pemerintahan, dunia usaha
dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Semua sektor yang
berkonstribusi terhadap pemberdayaan masyarakat diharapkan mempunyai
satu visi dan misi yaitu memandirikan masyarakat untuk hidup sehat. Lebih
lanjut Wallerstein (1992) dalam Helvie (1998) menjelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan proses kegiatan yang menekankan
pada aspek peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengorganisir suatu
permasalahan yang ada baik secara individu maupun kelompok dengan
tujuan menciptakan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam membangun
pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara penuh
mulai dari identifikasi masalah kesehatan dan menyusun rencana
penanggulangannya, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi
juga subjek dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mandiri (Parker,
1994 dalam Helvie, 1998).

Hasil dari intervensi berjenjang yang dilakukan kader terhadap lansia yang
dibinanya adalah sebagai berikut : 1) adanya penurunan tingkat nyeri pada
5 orang lansia (62.5%), 2) berkurangnya bengkak pada 2 orang lansia
(66.7%) dari lansia yang mengalami bengkak sebelumnya, 3) pegal pegal
berkurang pada 4 orang lansia (50%), 4) adanya perubahan kebiasaan
berolahraga pada 6 orang lansia (75%), 5) lansia yang memilih jahe sebagai
obat tradisional untuk mengatasi nyeri sebanyak 6 orang lansia (75%).

Hasil ini menunjukkan bahwa kader telah mampu memotivasi lansia untuk
berubah perilakunya, terutama dalam beraktifitas latihan/exercise dan
mengatasi nyeri. Peran kader sangat penting dalam membina keluarga dan
lansia, sehingga lansia dapat beraktifitas secara optimal. Kelompok lansia
sudah mampu melakukan perawatan diri (self care). Orem (2001, dalam

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
110 
 

Tomey & Alligood, 2006) pemberian supportif edukatif pada individu


dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan perawatan pada dirinya.
Bantuan yang diberikan oleh orang lain ((partly compensatory) dapat
diberikan keluarga bila lansia tidak mampu melakukan sebagian aktifitas
hariannya. Selain itu Friedman, Bowden, dan Jones (2003), keluarga
memerlukan dukungan sosial. Hal ini telah didapat keluarga dan lansia dari
kader yang telah memberikan intervensi secara baik.

5.2 Keterbatasan
Pelaksanaan pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas
ditemukan beberapa keterbatasan yaitu :
1) Penerapan pendekatan intervensi berjenjang tidak dilakukan pada
wilayah lain (RW lain). Hal ini menyebabkan tidak ada pembanding
antara kelompok perlakuan secara intensif dan yang tidak diperlakukan
intensif.
2) PJ wilayah tidak melakukan kegiatan supervisi pada semua kader,
sehingga tidak mendapat gambaran secara menyeluruh pada kemampuan
kader dalam memberikan penyuluhan kesehatan. Intervensi berjenjang
belum dapat sepenuhnya dievaluasi pada setiap kader.
3) Intervensi berjenjang belum dapat dilakukan secara berkesinambungan
oleh PJ Wilayah, sehingga belum ada tindak lanjut dari PJ Wilayah.
Dampak yang ditimbulkannya adalah program pembinaan kader akan
mengalami hambatan. Motivasi kader akan menurun jika program ini
tidak ditindaklanjuti.
4) Deteksi pada penyakit rematik sulit dilakukan oleh petugas maupun
kader. Keluhan pegal dan nyeri yang sifatnya akut menyebabkan keragu-
raguan dalam pemilihan kasus kelolaan kader.

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
111 
 

5.3 Implikasi
5.3.1 Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Komunitas
Intervensi berjenjang melalui pemberdayaan kader tepat dilakukan untuk
mengelola dan memberikan asuhan keperawatan komunitas. Pelatihan yang
diberikan pada kader level kelurahan akan menyebar ke setiap rukun warga
dan akhirnya pada kader tingkat rukun tetangga dan keluarga serta
aggregate lansia. Intervensi berjenjang juga dapat dimanfaatkan oleh
keluarga dan lansia untuk memperoleh informasi lebih lanjut terkait
penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat rematik. Lansia dengan segala
keterbatasannya dapat diberikan pembinaan oleh kader terlatih. Harapan
agar lansia mampu memelihara kesehatan secara mandiri akan cepat
tercapai.

Kemampuan lansia dalam melakukan penatalaksanaan gangguan mobilisasi


dapat meningkat. Kemampuan melakukan latihan gerak sendi dan
penanganan nyeri dapat diaplikasikan pada aggregate lansia lainnya.
Intervensi keluarga yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan sumber daya
keluarga akan meningkatkan tingkat keluarga mandiri. Hal ini harus
mendapat perhatian dari pihak pengelola pelayanan keperawatan seperti
puskesmas dan dinas kesehatan tentang pentingnya memberikan asuhan
keperawatan keluarga terutama pada lansia yang mengalami perubahan
karena proses menua. Implikasi terhadap pengelola pelayanan kesehatan
komunitas adalah perlu ditingkatkannya system supervise dari PJ wilayah
serta alat evaluasi yang disediakan, sehingga mudah untuk melakukan
evaluasi kinerja PJ wilayah.

Perlu juga dilakukan koordinasi dan advokasi hasil intervensi berjenjang ini
pada Unit Kegiatan Berbasis Masyarakat (UKMB) yang mengelola lansia,
serta perkumpulan/organisasi yang memberikan perhatian pada lansia seperti
Pergeri, Komnas Lansia, Komda Lansia, Bina Keluarga Lansia (BKL),
Lembaga Lanjut Usia Indonesia propinsi Jawa Barat (LLI).

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
112 
 

Kegiatan pembinaan pada keluarga dan lansia memerlukan anggaran yang


cukup besar. Implikasi dari pelaksanaan supervisi dan pemberdayaan kader
memerlukan bantuan anggaran dari Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota
Depok. Disamping itu dengan terjalinnya koordinasi dengan UKBM dan
organisasi lansia lainnya diharapkan masalah anggaran dapat diatasi.

5.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan Komunitas


Hasil dari inovasi yang dikembangkan dari praktik residensi ini dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu keperawatan
komunitas. Pemberdayaan kader melalui intervensi berjenjang ini sangat
efektif dalam menangani masalah kesehatan pada lansia yang mengalami
gangguan mobilisasi akibat rematik. Pembinaan pada keluarga dan lansia
dapat dilakukan kader yang telah mendapatkan pelatihan dari petugas
kesehatan, dan menghasilkan peningkatan kemandirian keluarga.
Pemberdayaan kader dapat ditingkatkan dengan memberikan pelatihan dan
motivasi. Kegiatan berikutnya yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas
adalah memberikan kegiatan pelatihan skill dan soft skill kader terkait
penyakit tidak menular yang lain. Kemampuan memberikan soft skill seperti
kemampuan berkomunikasi, persuasi, dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan kader dalam memberikan pelayanan keperawatan komunitas.
Hasil praktik keperawatan komunitas ini juga menggambarkan kemampuan
keluarga dan lansia dalam mengatasi gangguan mobilisasi akibat rematik.
Hal ini dapat dikembangkan dengan mengadakan penelitian lanjut mengenai
fungsi-fungsi keluarga dan dukungan keluarga pada lansia untuk mengatasi
masalah kesehatannya.

  Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan hasil inovasi yang dilakukan dalam praktik
residensi keperawatan komunitas dan saran terhadap pengelola pelayanan
keperawatan komunitas dan perkembangan ilmu keperawatan komunitas:

A. KESIMPULAN

1) Telah terbentuk model intervensi berjenjang dengan memberdayakan


kader posbindu dan didukung oleh PJ wilayah
2) Adanya peningkatan pengetahuan kader sebesar 20.83% dalam
pelaksanaan peran dan fungsinya terutama dalam penyuluhan kesehatan
dan kunjungan rumah dalam upaya bina keluarga lansia
3) Terjadinya peningkatan keterampilan kader dalam memberikan
penyuluhan kesehatan sebagai upaya mengatasi gangguan mobilisasi
akibat rematik pada lansia sebesar 72.17%. Hal ini menunjukkan potensi
yang perlu dibina.
4) Keberhasilan pengelolaan dan pelayanan asuhan keperawatan pada lansia
dengan menurunnya rasa nyeri sebesar 80% dan meningkatnya angka
kemandirian melalui peningkatan angka Barthel Index sebesar 60%. Hal
ini menunjukkan intervensi berjenjang dapat dilakukan kader dengan baik.
5) Pengelolaan dan asuhan keperawatan keluarga berhasil meningkatkan
tingkat kemandirian keluarga. 80% keluarga menjadi KM IV dan 20%
keluarga menjadi KM III. Hal ini menunjukkan keluarga dapat dibina oleh
kader untuk memberikan perawatan kesehatan pada lansia yang
mengalami gangguan mobilisasi akibat rematik.
6) Tingkat pengetahuan lansia tentang rematik dan penataksanaannya sebesar
76.86% dan termasuk kategori Baik. Hal ini menunjukkan kader sudah
mampu memberikan pendidikan kesehatan pada aggregate lansia.
7) Adanya peningkatan keterampilan lansia dalam melakukan latihan gerak
sendi dan penanganan nyeri, sehingga kelompok lansia.

  113  Universitas Indonesia 


Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
114 
 

B. SARAN

1) Dinas Kesehatan Kota Depok

Dinas Kesehatan Kota Depok perlu mengalokasikan dana untuk : 1)


Pelatihan kader sehingga kader posbindu akan semakin percaya diri dalam
melaksanakan peran dan fungsinya, 2) PJ wilayah yang akan melakukan
pembinaan pada masyarakat, kelompok/aggregate lansia dan keluarga.
Selain itu hendaknya dilakukan pemantauan perkembangan kemampuan
kader sebagai upaya promosi kesehatan pada lansia di kota Depok.
Kerjasama dengan institusi pendidikan keperawatan perlu terus dijalin,
karena telah dirasakan manfaatnya bagi aggregate lansia, kader, dan
masyarakat tempat dilaksanakannya praktik komunitas.
Perlu juga dilakukan koordinasi dan advokasi pada Unit Kegiatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) yang mengelola lansia, serta perkumpulan/organisasi
yang memberikan perhatian pada lansia seperti Pergeri, Komnas Lansia,
Komda Lansia, Bina Keluarga Lansia (BKL), Lembaga Lanjut Usia
Indonesia Propinsi Jawa Barat (LLI).

2) Puskesmas Pasir Gunung Selatan


Petugas perkesmas hendaknya lebih memprioritaskan kegiatan di luar
gedung sebagai upaya promotif. Program di luar gedung dapat dilakukan
bekerjasama dengan kader kesehatan. Program home visit yang dilakukan
kader dan PJ wilayah pada keluarga lansia yang mempunyai masalah
kesehatan akan lebih terpantau sehingga lansia mampu mandiri
memelihara kesehatannya

3) Institusi Pendidikan Keperawatan

Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan hendaknya dilakukan


berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Penerapan intervensi
berjenjang dapat dijadikan sebagai alternatif tindakan keperawatan pada
komunitas.

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


115 
 

Hasil KIA ini juga dapat ditindaklanjuti dengan penelitian terkait dengan
kemampuan kader dalam memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
dan lansia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kader
melakukan peran dan fungsinya.

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


116 
 

DAFTAR PUSTAKA

Adi LT. (2006). Tanaman Obat dan Jus untuk Asam Urat dan Rematik. Jakarta;
Agro Media Pustaka

Allender, J.A, & Spradley B.W. (2005). Community Health Nursing. Promoting
and Protecting the Public’s Health. Philadelphia. Lippincot & Williams

Amendola, MG. (2011). Empowerment : Healthcare Professional’s and


Community Member’s Contributions. Diunduh dari www.ebsco/journal of
0

cultural diversity pada tanggal 18 April 2012)

Ansari WE, & Andersson E. (2011). Beyond value? Measuring the costs and
Benefits of Public Participation. Diunduh dari www. Ebsco..Pada tanggal 18
April 2012)

Anderson,E.T, & Mc Farlane, J.(2000). Community As Partner: Theory and


Practice in Nursing. Philadelpia: Lippincott Company

Asmadi. (2009). Pemberdayaan Kader Kesehatan Melalui Intervensi Multilevel


Untuk Mendeteksi Dini dan Pencegahan Kekerasan Pada Lansia di
Kelurahan Pancoran Mas Kota Depok . ; FIK.UI

Ayu K. (2011). Teori dan Praktik Asuhan Keperawatan Komunitas; Jakarta. EGC

Azwar, A (1996). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

BPS, (2008). Data Statistik Indonesia. 14 Maret 2010. http://www.datastatistik.


indonesia.com.

Cho LM, Diane L, & Chau MD. (2007). Pain management in the Elderly.
Diperoleh dari www.FPRonline.com tanggal 2 Januari 2012
1

Clark, MJ. (2003). Nursing in the Community : Dimention of Community Health


Nursing (4th ed.). Stamford : Appeton & Lange

Dalimartha (2010). Herbal Untuk Pengobatan Rematik. Jakarta : Penebar


Swadaya

Departemen Kesehatan RI. (2008). Posbindu PTM. Pos Pembinaan Terpadu


Penyakit Tidak Menular. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman pembinaan kesehatan usia lanjut


bagi petugas kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.Departemen Kesehatan RI.

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
117 
 

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pengelolaan Kegiatan Kesehatan di


Kelompok Lanjut Usia, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.Departemen Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Kota Depok. (2008). Profil kesehatan Kota Depok tahun 2008.
Depok: Dinkes Kota Depok

Dinas Kesehatan Kota Depok. (2006). Rencana strategis dinas kesehatan Kota
Depok tahun 2007 – 2011. Depok: Dinkes Kota Depok

Fitzcharles MA, Lussier D, & Shir Y. (2010). Management of Chronic Arthritis


Pain in the Elderly. Diperoleh dari www.ebscohost. Drug aging 2010
2

tanggal 2 Januari 2012

Friedman, M., Bowden, V.R, & Jones, G.Elaine (2003). Family nursing:
research, theory & practice. 5th Ed. New Jersey

Garnadi., Y. (2008). Nyeri Sendi Artritis. Bandung ;Familia Medika

Hamdiana. (2010). Kelompok Pendukung sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan


Komunitas untuk Penanggulangan Gangguan Pergerakan akibat Rematik
pada Lansia di Ratujaya, Depok. ;FIK-UI

Helvie.C.O,(1998). Advanced Practice Nursing in The Community, Sage


Publications Thousand Oaks London. New Delhi.

Hidayat D.R. (2009). Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta. Trans Info Media

Hikmat H. (2010). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung. Humaniora


Utama Press (HUP)

Hitchcock, E. J, Schubert, E. P, & Thomas, A. Sue (1999). Community health


nursing: caring in action. Newyork: Delmar

Isbagio, (2009). Rheumatoid Artritis yang Misterius. Diunduh dari :


http://www.diskes.jabarprov.go.id/?mod=pubBerita&idMenuKiri=&idBeri
3

ta=199 tanggal 7 September 2010


Junaidi. Y. (2008). Nyeri Sendi Artritis. Bandung : Familia Medika

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (2010).


Panduan Menuju Lanjut Usia Sehat.

Lembaga Lanjut Usia Prov. Jabar Indonesia (2010). Program Nyaah Ka Kolot.
Bandung: LLI

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
118 
 

Lueckenotte, Annette G, & Meiner, E., Sue (2006). Gerontologic Nursing. Third
edition, Philadelphia: Mosby

Loretz L. (2005). Primary Care; Tools for Clinicians, A Compendium of Forms,


Questionnaire, and Rating Scale for everyday Practice. Elsevier. Mosby -
USA

Marquis, Bessie L. & Huston, Carol J. (2003). Leadership roles and management
function in nursing: theory and application. 4th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Maurer F.A, & Smith, C.M. (2005). Community Public Health Nursing Practice ;
Health for Families and Population. Maryland : Elsevier & Saunders

Mc Cann JA et al. (2002). Better Elder Care. USA. Springhouse

Middling et. al. (2011). Gardening and the social engagement of older people.
Diunduh dari www. Ebsco. Pada tanggal 18 April 2012

Miller,C.A (1999). Nursing care of older adult : Theory and practice. 3rd edition.
Lippincot

Muslich M. (2009). Melaksanakan PKT itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara


Pender NJ, Murdaugh CL, & Parsons MA. (2002). Health Promotion in Nursing
Practice. New Jersey : Prentice Hall
Perry & Potter. (2002). Fundamental of Nursing. New Jersey: Mosby
Pramudyo. (2008). Mitos Rematik dan Kenyataan Sesungguhnya. Diunduh dari :
http://www.harian-
4

global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4
1767:mitos-rematik-d tanggal 5 September 2010
Roesmidi & Risyanti R. (2008). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang; Alqa
print

Salim A, & Hasanbasri M. (2007). Implementasi Pemberdayaan Masyarakat


Bidang Kesehatan di Puskesmas Arso Barat Kabupaten Keerom. Diunduh
dari www.docstoc.com/docs/27498788/Okt 2007 diperoleh tanggal 4
5

Februari 2012

Stanhope, M. & Lancaster, J (2004). Community health nursing: promoting health


of aggregates, families, and individuals. 6th ed. USA: Mosby

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
119 
 

Sasongko, T.H. (2010). Apakah Rematik itu Keturunan? Diunduh dari


http://health.detik.com/read/2010/05/31/105016/1366475/869/apakah-
6

rematik-penyakit-keturunan?lbbank tanggal 10 Juni 2012

Swanson & Nies (1997). Community Health Nursing : Promoting The Health of
Aggregate 2nd Philadelphia: Wb. Saunders Company

Tomey & Alligood . (2006). Nursing Theories and Their Works. USA : Elsevier

Trihono. (2005). ARRIMES Manajemen Puskesmas ; Berbasis Paradigma Sehat.


Jakarta, CV Sagung Seto

Tseng, CN., Chen CCH., dan lin, LC. (2006). Effect of a Range Of Motion
exercise Programme. JAN original research. Diunduh dari www.ebsco.
7

Tanggal 12 Maret 2012

Wilkinsons (2007). NANDA – NIC – NOC . Terjemahan. Jakarta, PT. EGC

    Universitas Indonesia 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Lampiran 1 :

Table 1. Prioritas Diagnosa Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas

Pentingnya Perubahan Peningkatan Urutkan semua Jumlah


untuk positif untuk kualitas hidup masalah dari nilai
dipecahkan : masyarakat jika 1- 6:
1=rendah, jika dipecahkan :
1 = kurang
2= sedang, dipecahkan : 0 0 = tidak ada,
penting
3=tinggi = tidak ada, 1=rendah,
1=rendah, 2=sedang, 6 = paling
2=sedang, 3 = tinggi penting
3 = tinggi

Diagnosa 1 1 2 1 2 6

Diagnosa 2 3 3 3 5 14

Diagnosa 3 3 3 2 3 11

Diagnosa 4 2 3 3 4 12

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 2 :

RENCANA PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan Evaluasi


Strategi (Fungsi Intervensi Kriteria Indikator Evaluator
Manajemen)
Belum TUM :
1. optimalnya Setelah dilakukan
pelaksanaan pengelolaan
peran dan manajemen pelayanan
kesehatan komunitas
fungsi kader
selama 8 bulan
posbindu dalam diharapkan peran dan
memberikan fungsi kader dalam
pelayanan pembinaan kesehatan
kesehatan bagi pada lansia dengan
lansia dengan masalah rematik
masalah
kesehatan TUK :
rematik Setelah dilakukan
pengeloalaan
manajemen pelayanan
komunitas diharapkan
:
1. Tersebarnya Actuating • Lakukan koordinasi Pelaksanaan Adanya Puskesmas PGS
informasi hasil /Pelaksanaan persiapan kegiatan kesepakatan/perset Mahasiswa
pengkajian Lokakarya Mini koordinasi ujuan hasil
keperawatan Kesehatan pengkajian
komunitas dan Komunitas I terkait
manajemen hasil pengkajian
pelayanan komunitas di
kesehatan kelurahan Pasir
komunitas Gunung Selatan
(PGS)
2. Meningkatkan • Pelaksanaan Pelaksanaan 90% kader Puskesmas PGS dan
koordinasi dalam Lokakarya Mini peran dan posbindu hadir Mahasiswa
pelaksanaan Kesehatan fungsi kader di Disepakati hasil
manajemen Komunitas I posbindu pengkajian
pengelolaan Disepakati rencana


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
pelayanan tindakan mengatasi
kesehatan masalah yang
muncul

3. Meningkatknya Adanya Tersebarnya Mahsiswa


kemampuan kader • Koordinasi dengan koordinasi proposal dan Ketua Paguyuban
dalam kader posbindu dan pelaksanaan undangan
melaksanakan ketua paguyuban pelatihan Persiapan 100%
peran dan untuk pelaksanaan kader (materi, pemateri,
fungsinya pelatihan kader sarana penunjang
pelatihan)
4. Tersebarnya
informasi hasil Kehadiran 100% peserta yang Puskesmas
pelatihan kader • Pelaksanaan kader, materi, diundang hadir Ketua Paguyuban
pelatihan kader dan Puskesmas dan
posbindu pencapaian pemerintah
5. Meningkatnya target setempat hadir
kemampuan peran Tercapainya materi
dan fungsi kader dan kehadiran
dalam memberikan pemateri 100%
penyuluhan Adanya
kesehatan peningkatan
kemampuan kader
(kognitif dan
psikomotor)

Penyebaran Adanya Kader posbindu


• Lakukan Rencana informasi kesepakatan waktu
Diseminasi dengan berjenjang/dise pelaksanaan
Kader Posbindu minasi diseminasi
tingkat RW 07 Tersebarnya
undangan pada
peserta

Tersebarnya
• Pelaksanaan informasi hasil Kader Posbindu
Diseminasi hasil pelatihan oleh Ketua Paguyuban
pelatihan kader ketua posbindu
90% Peserta yang
diundang hadir


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
RTL Tersusunnya RTL Kader posbindu
• Penyusunan RTL ditentukan pelaksanaan Ketua paguyuban
pelaksanaan oleh waarga penyuluhan kader
penyuluhan oleh dan puskesmas untuk masalah
kader lansia dengan
rematik

Kader mampu Ketua Paguyuban


• Pelaksanaan menyiapkan materi Puskesmas
penyuluhan dan media penkes
kesehatan tentang Kader mampu
rematik oleh kader melaksanakan
penkes sesuai
kaidah
Kader mampu
mengevaluasi
keberhasilan dan
hambatan penkes

Belum TUM :
optimalnya Setelah dilakukan
pelaksanaan pengelolaan
monitoring dan manajemen pelayanan
kesehatan komunitas
evaluasi dari
selama 8 bulan
pimpinan pada diharapkan
anggota kader pelaksanaan evaluasi
pada kader dalam
pembinaan kesehatan
pada lansia dengan
masalah rematik
menjadi optimal

TUK :
Setelah dilakukan
pengeloalaan


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
manajemen pelayanan
komunitas diharapkan
:
1. Meningkatkan Controlling • Koordinasi Adanya 1. Tersebarnya Kader
ya fungsi (Pengendalian/ pelaksanaan informasi hasil informasi hasil Puskesmas
manajemen Evaluasi) monitoring dan pengkajian pengkajian
controlling evaluasi yang telah keperawatan
pada kader dilakukan selama komunitas dan
posbindu pengkajian manajemen
2. Kader dan pelayanan
Puskesmas kesehatan
mampu komunitas
menyusun alat
evaluasi • Diskusikan dengan Perencanaan 2. Tersusunnya Ketua Paguyuban
penkes Ketua Paguyuban system rencana system dan Puskesmas
3. Meningkatnya dan puskesmas monitoring monitoring dan
koordinasi system monitoring dan evaluasi evaluasi pada
kader dan dan evaluasi kader kader posbindu
puskesmas terhadap kinerja ditentukan di PGS
kader posbindu

• Penyusunan alat Media 3. Tersusunya alat Ketua Paguyuban


evaluasi supervisi pendidikan evaluasi penkes Puskesmas
bagi kader kesehatan bagi kader
posbindu dalam dibuat secara posbindu
pelaksanaan aplikatif
tugasnya (mudah 4. Dilakukannya Kader posbindu
• Pelaksanaan digunakan) supervisi Ketua paguyuban
supervisi pada langsung ketua
kader saat pada anggotanya
penyuluhan di saat penkes
masyarakat dilaksanakan
• Diskusi 5. Adanya hasil Kader posbindu
pelaksanaan hasil evaluasi yang Ketua paguyuban
supervise disampaikan Puskesmas
• Pelaksanaan pada kader
supervisi pada 6. Tersusunnya
kader saat RTL
penyuluhan di
keluarga


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
• Diskusi
pelaksanaan hasil
supervisi

• Penyusunan RTL
monitoring dan
evaluasi berikutnya
• Laporan hasil
monev pada
puskesmas dan
dinas kesehatan
• Penyampaian hasil
pengelolaan
manajemen
pelayanan
kesehatan
komunitas di kel.
PGS


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Lampiran 3 :

Tabel 2. Prioritas Diagnosa Asuhan Keperawatan Komunitas

Pentingnya Perubahan Peningkatan Urutkan semua Jumlah


untuk positif untuk kualitas hidup masalah dari nilai
dipecahkan : masyarakat jika 1- 6:
1=rendah, jika dipecahkan :
1 = kurang
2= sedang, dipecahkan : 0 0 = tidak ada,
penting
3=tinggi = tidak ada, 1=rendah,
1=rendah, 2=sedang, 6 = paling
2=sedang, 3 = tinggi penting
3 = tinggi

Diagnosa 1 3 2 3 6 14

Diagnosa 2 3 2 3 5 13

Diagnosa 3 3 2 3 4 12

Diagnosa 4 3 2 3 3 11

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 4 :

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGREGAT LANSIA DENGAN MASALAH KESEHATAN
REMATIK DI KELURAHAN PASIR GUNUNG SELATAN KOTA DEPOK

No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan Evaluasi


Strategi Intervensi Kriteria Standar Evaluator
1. Ketidakefektifan TUM :
manajemen Setelah diberikan
perawatan diri asuhan keperawatan
pada lanjut usia selama 8 bulan,
dengan rematik manajemen perawatan
di kel. diri pada lansia dengan
Pasirgunung rematik di kel. PGS
Selatan (PGS) menjadi efektif

TUK :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan :
1. Adanya Pendidikan • Lakukan koordinasi Adanya jadwal Adanya respon Mahasiswa
peningkatan Kesehatan dengan kader untuk waktu dan positif dari kader Kader Posbindu
pengetahuan lansia kegiatan tempat untuk dan tersusunnya Ketua Paguyuban
tentang rematik pendidikan pelaksanaan waktu dan tempat
dan perawatannya kesehatan tentang pendidikan rencana penkes
rematik dan kesehatan bagi lansia dan
perawatannya bagi warga
lansia dan warga
lainnya

• Buat media Tersedianya Adanya media Mahasiswa


pendidikan media penkes yaitu : Kader
kesehatan tentang pendidikan leaflet, lembar
rematik dan kesehatan balik dan poster
perawatanya berupa yang yang aplikatif,
melalui : leaflet, aplikatif dan mudah dipahami
lembar balik, poster mudah lansia
dipahami - Jumlah
lansia disesuaika Mahasiswa


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
n dengan
jumlah
lansia dan
warga
- Media
menarik

• Menyebarkan Tersebarnya 100% leaflet yang Kader


media pendidikan media yang dibuat
kesehatan pada pendidikan tersebar ke lansia
masyarakat sebagai kesehatan pada 100% poster
informasi dan sasaran : lansia terpasang
kampanye rematik

• Lakukan Terlaksananya Adanya Puskesmas


penyuluhan penyuluhan peningkatan Mahasiswa
kesehatan tentang kesehatan pengetahuan lansia
rematik dan tentang tentang rematik
perawatannya pada rematik dan dan perawatannya
Lansia dan warga perawatannya sebesar 20%
pada: pengajian, pada lansia
arisan, kegiatan Media penyuluhan
sosial lainnya digunakan

• Lakukan Terlaksananya Adanya respon dari Mahasiswa


pendidikan kegiatan pekerja berupa Pemilik Perusahaan
kesehatan tentang pendidikan pertanyaan dan
faktor resiko kesehatan di jawaban
rematik pada tempat kerja Adanya
kelompok khusus peningkatan
di tempat kerja pengetahuan
(OHN) pekerja sebesar
minimal 20%

2. Adanya Proses • Lakukan diskusi Terlaksananya Adanya respon Kader


kemampuan Kelompok tentang pentingnya diskusi dengan positif dari lansia Mahasiswa
masyarakat dalam proses kelompok kader tentang yang menderita
merawat rematik bagi sesama pentingnya rematik
dan perawatannya penderita rematik kelompok


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
pada lansia sesama Teridentifikasi
penderita lansia dengan
rematik masalah rematik

• Pembentukan Terlaksanya Terbentuknya Kader


kelompok Self kegiatan kelompok SHG: Puskesmas
Help Group (SHG) pembentukan susunan pengurus,
kelompok rencana kegiatan
SHG
60% lansia mau
dan mampu
mengikuti SHG, Ketua Paguyuban
mampu Puskesmas
mengemukakan
pendapat dan
pengalamannya,
mampu
menemukan solusi
perawatannya

3. Meningkatnya Pemberdayaan • Diskusikan Terlaksananya Adanya respon Ketua Paguyuban


peran masyarakat masyarakat pentingnya diskusi dengan positif dari Puskesmas
(Kader Posbindu) pemberdayaan kader tentang kelompok
dalam upaya masyarakat bagi pentingnya masyarakat (kader
peningkatan lansia dengan kelompok posbindu) terhadap
kesehatan lansia masalah rematik support group rencana
pembentukan
kelompok SG

• Pembentukan Terlaksananya Terbentuknya Ketua Paguyuban


Kelompok Support pembentukan kelompok Support Puskesmas
Group bagi lansia kelompok SG Group
dengan masalah Adanya susunan
rematik’ pengurus dan
rencana kegiatan
100% undangan
hadir


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
4. Meningkatnya • Diskusikan tentang Terlaksananya Adanya respon Mahasiswa
kemampuan pentingnya diskusi dengan positif dari kader
seluruh kader pelatihan kader kader tentang pentingnya
untuk memberikan terkait perawatan pelatihan
perawatan pada pada lansia dengan perawatan rematik
lansia dengan rematik
masalah rematik
• Lakukan kegiatan Terlaksananya Terlaksananya Mahasiswa
pelatihan tentang kegiatan kegiatan pelatihan Ketua Paguyuban
rematik dan pelatihan kader posbindu Puskesmas
perawatannya bagi tentang tentang rematik
kader posbindu rematik dan tannya pada lansia
perawatannya
90% kader
posbindu hadir
pada pelatihan

Adanya Ketua Paguyuban


peningkatan Puskesmas
pengetahuan
sebesar minimal
20% dari pre dan
post test

• Buat modul, media, Tersediannya Tersedianya sarana Mahasiswa


dan alat evaluasi modul, media pelatihan : modul Ketua Paguyuban
pelatihan kader dan alat sesuai materi yang
evaluasi akan diberikan,
pelatihan media yang mudah
kader dan menarik
peserta, dan alat
evaluasi cek list

• Dampingi kader Terlaksananya 90% Kader mampu Ketua Paguyuban


dalam memberikan penyuluhan memberikan
penyuluhan kesehatan oleh penyuluhan
kesehatan pada kader kesehatan pada


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
kegiatan sosial kegiatan sosial
masyarakat : masyarakat
posbindu, arisan
dan pengajian
Puskesmas
• Evaluasi Adanya 100% Kader yang Kader
pelaksanaan evaluasi lisan memberikan
penyuluhann oleh dan tulisan penyuluhan
kader mampu
menyebutkan
keberhasilan dan
kekurangan dalam
memberikan
penyuluhan pada
masyarakat
Puskesmas
• Damping kader Terlaksananya 75% Kader mampu
dalam memberikan kegiatan memberikan
penyuluhan penyuluhan penyuluhan
kesehatan pada kesehatan oleh kesehatan di
lansia dengan kader di keluarga
masalah rematik di keluarga
5. Adanya kerjasama Kemitraan keluarga
lintas program dan
lintas sektoral • Evaluasi Adanya Kader mampu Puskesmas Kader
terkait upaya pelaksanaan evaluasi lisan menyebutkan
perawatan rematik penyuluhann oleh dan tulisan keberhasilan dan
pada lansia kader di keluarga kekurangan dalam
memberikan
penyuluhan di
keluarga

• Lakukan koordinasi Terlaksananya Tersedianya jadwal Ketua Paguyuban


dengan Puskesmas koordinasi dari puskesmas Puskesmas
tentang program dengan untuk pembinaan
perawatan puskesmas berikutnya pada
komunitas yang kelompok SHG,
telah dilakukan : dan Support Group
SHG, Support Disepakatinya


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
Group dan metode supervise,
pendampingan alat evaluasi dan
penyuluhan feedback bagi
kader

Adanya dukungan
• Lakukan advokasi dari puskesmas
kepada puskesmas meliputi adanya
tentang pentingnya petugas yang
media untuk ditunjuk untuk
memudahkan kader membina
dalam kelompok SHG
melaksanakan dan SG
perannya
Tersedianya media
• Lakukan kerjasama terkait rematik di
pengadaan media dalam kelompok
terkait perawatan SHG dan SG
rematik pada
puskesmas PGS
dan dinas kesehatan
kota Depok
Adanya dukungan
• Lakukan kerjasama dari lintas sektor
lintas sektor dengan dan tersedianya
lembaga herbal tanaman herbal
kota Depok untuk terkait rematik dan
pengadaan tanaman PTM lainnya
herbal dan
penjelasannya
2. Intoleransi/keter TUM :
batasan aktifitas Meningkatnya
pada lanjut usia kemampuan lansia
dengan rematik dengan masalah
rematik dalam
melakukan aktifitas

TUK :
Setelah diberikan Proses 1. Berikan pendidikan Adanya respon 75% lansia mampu Mahasiswa dan
tindakan keperawatan Kelompok kesehatan tentang postitif dari menyebutkan kader posbindu


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
selama 8 bulan latihan gerak sendi lansia dalam tahapan ROM (kelompok Support
diharapkan : 2. Lakukan latihan kegiatan dengan benar Group)
- Lansia mampu rentang gerak sendi pendidikan
menyebutkan (range of kesehatan 90% lansia mampu
manfaat latihan motion/ROM) melakukan gerakan
gerak sendi 3. Lakukan re- ROM ROM dengan benar
- Lansia dapat demonstrasi pada dilakukan secara mandiri
melakukan gerakan lansia dengan benar
rentang sendi 4. Bersama lansia sesuai urautan 50% lansia dan pra
- Lansia dan pra susun jadwal langkah- lansia mampu
lansia mampu kegiatan ROM langkahnya melakukan gerakan
menyebutkan 5. Berikan pendidikan senam rematik
manfaat senam kesehatan tentang dengan benar
rematik senam rematik Adanya
- Lansia dan pra 6. Lakukan senam kemamuan
lansia mampu rematik lansia
melakukan senam 7. Lakukan re melakukan
rematik demonstrasi senam ROM setiap
rematik pada lansia hari sesuai
dan pra lansia kemampuan
8. Lakukan evaluasi
kegiatan bersama
warga

3. Tidak efektifnya TUM :


koping keluarga Kader posbindu
dan masyarakat mampu memberikan
kel. Pasir pelayanan secara
Gunung Selatan optimal pada lansia
dalam mengatasi dan pra lansia
masalah lansia
dengan rematik TUK :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 8 bulan
diharapkan :


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
- Kader mampu Proses • Sosialisasikan Adanya Tersebarnya Kader
berperan sebagai Kelompok kegiatan kelompok sosialisasi informasi pada Puskesmas
peer educator bagi bagi lansia dan atau tentang lansia dan atau Mahasiswa
kelompok lansia dan caregivernya keberadaan caregivernya
atau caregivernya kader tentang keberadaan
dengan masalah posbindu kader sebagai peer
rematik educator

- Meningkatnya • Pelaksanaan Respon positif 80% kehadiran Puskesmas


pengetahuan dan kegiatan dari peer lansia terhadap anggota kelompok Mahasiswa
keterampilan lansia educator pada kader lansia dan atau
dan caregiver dalam lansia dan atau caregivernya
merawat rematik caregiver
Peserta mampu
menyebutkan
manfaat dari
pertemuan dengan
kader dan
menyatakan akan
mengikuti kegiatan
selanjutnya

- Kehadiran lansia • Koordinasi dengan Peran dan Terlaksananya Kader


meningkat pada kader dan ketua fungsi kader kegiatan posbindu Ketua Paguyuban
kunjungan di paguyuban tentang posbindu di dua tempat Puskesmas
posbindu pelaksanaan dilaksanakan
posbindu di dua Kader mampu
- Pelaksanaan tempat melaksanakan
posbindu dapat peran dan
menjangkau seluruh • Lakukan pemberian fungsinya
lansia dan pra lansia informasi tentang
pelaksanaan Kehadiran Kehadiran lansia
posbindu pada lansia di meningkat 75%
warga posbindu pada posbindu

- Kader mampu • Lakukan Teridentifikasinya Kader


mengupayakan identifikasi warga Adanya data warga lansia dan Ketua Paguyuban
pengadaan kartu yang membutuhkan lansia untuk pra lansia yang Puskesmas
jaminan kesehatan kartu jaminan mendapatkan membutuhkan


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
gratis yang telah kesehatan kartu kartu jaminan
disediakan jamkesmas kesehatan gratis
pemerintah daerah • Koordinasi dengan dari pemda
bagi warga yang Ketua Paguyuban,
membutuhkan Ketua RW Siaga, Koordinasi Kader mampu
KEtua RW, dan advokasi berkoordinasi
puskesmas PGS untuk memperoleh
untuk pembuatan kartu jaminan
rujukan dan kesehatan bagi
persyaratan ke warganya
dinkes kota Depok

• Bersama kader Tersedianya kartu Kader


mengajukan kartu jaminan kesehatan Ketua Paguyuban
jaminan kesehatan bagi keluarga yang Puskesmas
ke dinkes kota mampu
Depok

• Evaluasi kegiatan Adanya hasil Kader


bersama kader dan evaluasi tentang Ketua Paguyuban
tokoh masyarakat keberhasilan dan Puskesmas
hambatan yang
• Laporkan kegiatan muncul Kader
dan hasil evaluasi Ketua Paguyuban
Puskesmas
• Rancang RTL Koordinasi Tersusunnya RTL Kader
antara perawat dalam upaya Ketua Paguyuban
komunitas perawatan rematik Puskesmas
dengan pada lansia
provider
wilayah kel.
PGS


 
Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012
17

Lampiran 5 :
RENCANA PERAWATAN PADA IBU M DENGAN MASALAH REMATIK

DIAGNOSA TUJUAN EVAUASI


NO RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN UMUM KHUSUS KRITERIA STANDAR
1 Ketidaknyamanan fisik Setelah dilakukan Setelah dilakukan 1. Mendiskusikan dengan
karena nyeri kronis asuhan pertemuan sebanyak 2 x keluarga Jelaskan kepada
pada Ibu M keperawatan 45 mnt diharapkan : keluarga tentang nyeri
selama 2 x 45 1. Keluarga dapat secara sederhana dan
menit fisik menjadi mengenal masalah mudah dimengerti.
nyaman kembali ketidaknyamana nyeri 2. Memotivasi keluarga
kronis : untuk lebih memahami
pengertian, tanda tentang pengertian, tanda,
gejala dan penyebab Respon Verbal Nyeri adalah suatu perasaan penyebab dan tingkatan
yang mengganggu terhadap nyeri
fisik dan mental serta 3. Mendiskusikan kepada
menimbulkan ketegangan. keluarga tentang tingkatan
Tingkatan nyeri : nyeri
Nilai 0 : tidak ada nyeri Nilai 0 : tidak ada nyeri
Nilai 1 : jika nyeri ringan Nilai 1 : jika nyeri ringan
Nilai 2 : jika nyeri Nilai 2 : jika nyeri
membuat tidak membuat tidak
nyaman nyaman
Nilai 3 : jika nyeri Nilai 3 : jika nyeri
bertambah bertambah
Nilai 4 : jika nyeri Nilai 4 : jika nyeri
mengganggu mengganggu
Nilai 5 : jika nyeri Nilai 5 : jika nyeri
sampai sampai
menangis menangis

Tanda dan gejala : otot 4. Memberikan kesempatan


menegang, muka pucat, nafas bertanya kepada keluarga.
menjadi cepat
5. Meminta keluarga untuk
Penyebab : Peradangan, lebih mengenali tingkatan

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


18

trauma jaringan, penyakit nyeri dengan skala yang


internal dan eksternal, kejang benar
otot 6. Memberikan pujian atas
keberhasilan keluarga
dalam mengenali dan
memahami nyeri
7. Memotivasi keluarga
untuk tetap menjalankan
perilaku hidup sehat agar
dapat mengurangi faktor
resiko yang dirasakannya.
9 . Mendiskusikan dengan
keluarga menggunakan
lembar balik dan leaflet
tentang : pengertian,
penyebab, gejala dan tanda
serta tingkatan nyeri
2. Keluarga mampu ƒ Mendiskusikan dengan
mengambil keputusan, keluarga akibat lanjut dari
dengan : nyeri kronis :
- Menyebutkan akibat o Gangguan
dari nyeri Respon Verbal Akibat dari nyeri adalah : kenyamanan
- Memutuskan mengatasi Gangguan kenyamanan, o Gangguan istirahat
nyeri gangguan istirahat, dan o Gangguan Aktifitas
gangguan aktifitas ƒ Memotivasi keluarga
untuk menjelaskan inti
dari penjelasan perawat
ƒ Menanyakan pendapat
keluarga tentang kegiatan
yang bisa dilakukan untuk
mengatasi nyeri
ƒ Memberikan pujian atas
jawaban yang benar dari
keluarga.
3. Keluarga mampu
memberikan ƒ Mendemosntrasikan
perawatan pada Ibu M terapi relaksasi progresif
- Mendemonstrasikan ƒ Memotivasi istirahat yang
relaksasi progresif cukup dan tidak

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


19

secara benar dan Respon Relaksasi progresif merupakan melakukan kerja yang
teratur Psikomotor tehnik untuk menurunkan rasa berat.
nyeri melalui metode distraksi. ƒ Memberi pujian atas
Klien terlentang, dan menutup kemampuan keluarga
mata, serta mengikuti perintah ƒ Menganjurkan keluarga
seperti : menutup mata, untuk terus melakukan
membuka mata, mengepal, cara perawatan yang telah
menganggkat tangan, diajarkan dan dicoba
memikirkan hal hal yang
indah
4. Keluarga mampu ƒ Menciptakan lingkungan
memodifikasi yang nyaman, tenang dan
lingkungan Respon afektif Lingkungan yang nyaman, tidak bising
tenang dan tidak bising dapat ƒ Memberi pujian terhadap
menyebabkan rasa nyeri perubahan yang sudah
berkurang dilakukan keluarga
5. Keluarga mampu ƒ Menganjurkan lansia
memanfaatkan untuk datang ke posbindu
pelayanan kesehatan atau puskesmas jika nyeri
tak tertahankan
Respon Adanya kunjungan klien ke ƒ Melakukan kerjasama
psikomotor tempat pelayanan kesehatan dengan tim medis untuk
pemberian obat analgetik
(jika nyeri tak
tertahankan)

2 Pemeliharan kesehatan Setelah dilakukan Setelah dilakukan


tidak efektif pada asuhan pertemuan sebanyak 4 x
keluarga Bp E keperawatan 45 mnt diharapkan :
khususnya Ibu M selama 4 kali 1. Keluarga dapat
pertemuan keluarga mengenal masalah
Bp E dapat rematik :
melakukan a. Menjelaskan Respon verbal Pengertian rematik adalah 1. Diskusikan pengertian
perawatan pada Ibu pengertian rematik penyakit yang mengenai rematik
M yang mengalami dengan bahasa jaringan ikat sendi dan 2. Anjurkan keluarga
rematik sederhana cenderung menahun mengungkapkan kembali
3. Beri pujian atas kemampuan
keluarga

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


20

b. Menyebutkan Respon verbal Menyebutkan minimal 3 dari 6 1. Identifikasi kemampuan


penyebab rematik penyebab rematik : keluarga
1. Aus pada sendi karena 2. Diskusikan penyebab
terlalu banyak atau kurang rematik
digerakkan 3. Beri kesempatan keluarga
2. Proses menua bertanya
3. Keletihan 4. Dorong keluarga untuk
4. Cedera mendadak menyebutkan penyebab
5. Infeksi kuman rematik
6. menurunnya sistem 5. Beri pujian atas kemampuan
imunitas keluarga

2. Keluarga mampu
mengambil keputusan
untuk mengatasi
rematik pada Ibu M :
a. Menjelaskan Respon Verbal Menyebutkan akibat lanjut 1. Jelaskan akibat lanjut bila
minimal 3 dari 4 dari rematik : rematik tidak segera diatasi
akibat yang terjadi 1. Perubahan bentuk sendi 2. Beri kesempatan keluarga
bila rematik tidak dan tulang bertanya
diatasi segera 2. Berpengaruh terhadap 3. Dorong keluarga untuk
jantung dan ginjal mengungkapkan kembali
3. BB turun, kurang darah, akibat lanjut bila rematik
demam tidak segera diatasi
4. Pengeroposan tulang 4. Beri pujian atas kemampuan
keluarga
b. Mengambil Respon Verbal Keluarga dapat mengambil 1. Gali pendapat keluarga
keputusan yang tepat dan afektif keputusan agar rematik pada bagaimana cara mengatasi
untuk segera Ibu M segera diatasi agar rematik
mengatasi rematik rematik tidak bertambah berat 2. Bimbing dan bantu keluarga
untuk mengambil keputusan
yang tepat
3. Beri kesempatan keluarga
memikirkan kembali
keputusan yang diambil
4. Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


21

3. Keluarga dapat
menyebutkan cara
merawat keluarga
rematik di rumah
a. Menjelasksn cara Respon verbal Menyebutkan cara merawat 1. Gali pengalaman keluarga
merawat keluarga keluarga dengan rematik dalam merawat rematik di
dengan rematik di dirumah rumah
rumah 1. Kurangi makanan yang 2. Beri pujian atas usaha
mengandung asam urat keluarga yang sudah tepat
seperti jeroan, kacang- 3. Diskusikan beberapa cara
kacangan, jengkol, pete, sederhana merawat rematik
melinjo di rumah
2. Latihan gerakan sendi 4. Dorong keluarga untuk
secara teratur mengungkapkan kembali
3. Posisi yang tepat pada saat penjelasan yang telah
mengangkat beban atau diberikan
memindahkan barang
4. Kompres air hangat pada
sendi yang bengkak dan
kompres dingin bila ada
kemerahan

b. Mendemonstrasikan Respon Cara merawat keluarga dengan 1. Demonstrasikan cara


cara merawat psikomotor rematik di rumah : mengkompres hangat pada
keluarga dengan 1. Melatih gerakan sendi daerah sendi yang bengkak
rematik di rumah dimulai dari kepala, leher, 2. Demonstasikan cara
bahu, punggung, tangandan mengkompres dingin pada
kaki selama 30 menit secara sendi yang kemerahan
teratur 3. Ajar dan latih keluarga
2. Mengkompres hangat sendi dalam melakukan gerakan
yang bengkak dengan cara sendi

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


22

masukkan air hangat ke 4. Beri kesempatan keluarga


dalam botol/ plastik lalu di bertanya
bungkus kain dan 5. Motivasi keluarga untuk
tempelkan pada sendi yang melakukan redemonstrasi
bengkak 6. Beri pujian atas kemampuan
keluarga
7. Anjurkan keluarga untuk
terus melakukan cara
perawatan yang telah
diajarkan dan dicoba
8. Lakukan kunjungan tidak
terjadwal untuk melihat
kemampuan keluarga
merawat keluarga yang
rematik

4. Keluarga mampu
memodifikasi
lingkungan yang aman
untuk mencegah injury
pada keluarga yang
rematik
a. Menyebutkan Respon verbal Cara memelihara lingkungan 1. Diskusikan lingkungan
lingkungan yang yang aman : yang aman bagi keluarga
aman untuk 1. Lantai tidak licin dengan rematik
mencegah injury 2. Penerangan memadai 2. Identifikasi dengan keluarga
3. Kamar mandi dan WC lingkungan yang ada dalam
mudah dijangkau dan tidak keluarga
tinggi 3. Dorong keluarga
4. Pakai tongkat bila berjalan untuk menyebutkan
5. Pakai alas kaki yang baik kembali penjelasan yang
diberikan

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


23

b. Melakukan Respon Pada kunjungan yang tidak 1. Bantu keluarga memodi-


modifikasi psikomotor direncanakan kondisi rumah fikasi lingkungan yang
lingkungan yang bersih, lantai tidak licin, aman bagi kelurga dengan
aman bagi keluarga perabotan rapi rematik
dengan rematik 2. Beri kesempatan keluarga
menunjukkan kemampuan-
nya dalam memodifikasi
lingkungan rumah
3. Lakukan kunjungan rumah
yang tidak direncanakan
4. Beri pujian bila keluarga
dapat mempertahankan
lingkungan yang aman
5. Keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan
yang ada untuk
mengatasi rematik
a. Menyebutkan Fasilitas kesehatan yang dapat 1. Diskusikan jenis fasilitas
fasilitas kesehatan digunakan oleh keluarga untuk kesehatan yang tersedia
yang tersedia di Respon verbal mengatasi rematik : dilingkungan keluarga
lingkungan 1. Puskesmas 2. Bantu keluarga memilih
2. Dokter praktek fasilitas kesehatan yang
3. Klinik perusahaan sesuai dengan kondisi
keluarga
3. Anjurkan keluarga
memanfaatkan fasilitas
kesehatan sesuai pilihan
b. Menyebutkan Respon verbal Manfaat fasilitas kesehatan : 1. Klarifikasi pengetahuan
manfaat fasilitas 1. Memberikan informasi keluarga tentang manfaat
kesehatan kesehatan fasilitas kesehatan
2. Memberikan pengobatan 2. Diskusikan manfaat fasilitas
3. Memberikan pelayanan kesehatan
rawat inap 3. Dorong keluarga
4. Membantu meningkatkan mengungkapkan kembali
kesehatan manfaat fasilitas kesehatan
yang ada.

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


24

3 Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan Setelah diberikan asuhan


nutrisi; kelebihan berat asuhan keperawatan
badan pada Ibu M keperawatan diharapkan : 1. Diskusikan tentang
selama 5 x 45 1. Keluarga pola makan yang
menit diharapkan mengenal sedang berlangsung
Ibu M menurun masalah saat dikaji
berat badannya 1 – gangguan 2. Jelaskan pengertian
2 kg/1mgu pemenuhan berat badan berlebih
nutrisi kelebihan 3. Diskusikan tanda dan
berat badan : gejala yang muncul
- Pengertian berat Respon Verbal Kelebihan berat badan adalah pada tubuh yang
badan berlebih kebutuhan nutrisi yang mengalami kelebihan
- Menyebutkan berlebih yang berada dalam berat badan
tanda dan gejala tubuh seseorang 4. Diskusikan tentang
kelebihan berat penyebab kelebihan
badan Tanda dan gejala kelebihan berat badan
- Menyebukan berat badan : berat badan
penyebab BB meningkat dab melebihi nilai
berlebih berat ideal

Penyebab kelebihan berat


badan : pola makan yang tidak
teratur, genetik, dan adanya
suatu penyakit
2. Keluarga mampu
mengambil
keputusan untuk 1. Diskusikan bahaya
mengatasi berat akibat kelebihan
badannya : berat badan
- Menyebutkan 3 Respon verbal Dampak kelebihan berat badan 2. Berikan pujian jika
dampak berat dan afektif adalah : berisiko terhadap mampu
badan berlebih penyakit jantung, kencing menyebutkannya
- Mengambil manis dan darah tinggi, 3. Motivasi keluarga
keputusan untuk mengurangi pergerakan, nyeri untuk menurunkan
mengatasi berat tekan pada area yang menahan berat badannya
badannya berat badan

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


25

3. Keluarga mampu
melakukan perawatan
diri untuk menurunkan Respon verbal Cara menurunkan berat badan 1. Jelaskan cara
berat badannya dan adalah dengan mengatur jenis menurunkan berat
- Menjelaskan cara psikomotor makanan dan pola makan. badan
menurunkan berat Jenis makanan harus 2. Diskusikan jenis dan
badan mengandung kebutuhan tubuh pola makan yang
- Menjelaskan pola seperti zat tenaga, zat sehat
makan dengan gizi pembangun dan zat pengatur 3. Motivasi untuk
seimbang mengukur berat
- Menentukan jenis Pantau berat badan. badan setiap 2
makanan yang sesuai Peningkatan berat badan 0.5 minggu
dengan kondisi kg dalam 1 minggu beresiko 4. Beri pujian saat
kesehatan (rematik) terhadap kelebihan berat mampu
dan disukai badan. melakukannya
- Mengukur berat badan
setiap 2 minggu

4 Risiko keterbatasan Setelah dilakukan Setelah dilakukan asuhan


pergerakan pada Ibu M asuhan keperawat- keperawatan selama 4 x
an 4 X 45 menit, 45 menit diharapkan :
diharapkan tidak 1. Keluarga dapat Respon verbal Pengertian keterbatasan 1. Diskusikan pengertian
terjadi keterbatasan mengenal masalah pergerakan adalah keterbatasan pergerakan
pergerakan pada resiko keterbatasan ketidakmampuan anggota 2. Anjurkan keluarga
Ibu M pergerakan pada Ibu gerak dalam melakukan mengungkapkan kembali
M aktifitas yang disebabkan 3. Beri pujian atas
a. Menjelaskan adanya gangguan system kemampuan keluarga
pengertian pergerakan
keterbatasan
pergerakan
b. Menyebutkan Respon verbal Menyebutkan penyebab 1. Identifikasi kemampuan
penyebab keterbatasan gerak : keluarga
keterbatasan - Adanya infeksi pada 2. Diskusikan penyebab
pergerakan persendian keterbatasan gerak
- BB melebihi berat 3. Beri kesempatan keluarga
ideal bertanya
- Kurang berolahraga 4. Dorong keluarga untuk
menyebutkan penyebab

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


26

keterbatasan gerak
5. Beri pujian atas kemampuan
keluarga

2. Keluarga mampu Respon verbal Menyebutkan akibat lanjut 1. Jelaskan akibat lanjut bila
mengambil keputusan dari keterbatasan pergerakan keterbatasan gerak tidak
untuk menghindarkan 1. Kekakuan persendian segera diatasi
keterbatasan 2. Adanya krepitasi 2. Beri kesempatan keluarga
pergerakan 3. Perubahan bentuk bertanya
a. Menjelaskan tulang sendi 3. Dorong keluarga untuk
akibat lanjut dari 4. Kecacatan mengungkapkan kembali
keterbatasan gerak akibat lanjut bila
keterbatasan gerak tidak
segera diatasi
4. Beri pujian atas kemampuan
keluarga
b. Mengambil Respon verbal Keluarga dapat mengambil 1. Gali pendapat keluarga
keputusan yang dan afektif keputusan yang tepat untuk bagaimana cara mengatasi
tepat untuk menghindari resiko adanya keterbatasan pergerakan
menghindari keterbatasan gerak 2. Bimbing dan bantu keluarga
gangguan gerak untuk mengambil keputusan
yang tepat
3. Beri kesempatan keluarga
memikirkan kembali
keputusan yang diambil
4. Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga

3. Keluarga dapat Respon verbal Menyebutkan cara perawatan : 1. Gali pengalaman keluarga
menyebutkan cara 1. Latihan gerak sendi secara dalam merawat rematik di
merawat keterbatasan rutin rumah
pergerakan di rumah 2. Lakukan senam rematik 2. Beri pujian atas usaha
a. Menjelaskan cara 3. Hindari berat badan keluarga yang sudah tepat
perawatan berlebih 3. Diskusikan beberapa cara
4. Motivasi untuk lakukan sederhana merawat resiko
diet untuk menurunkan keterbatasan gerak di rumah
berat badan 4. Dorong keluarga untuk
mengungkapkan kembali
penjelasan yang telah

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


27

diberikan

b. Mendemonstrasik Respon Melakukan cara perawatan : 1. Demonstrasikan cara


an cara perawatan psikomotor 1. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi
secara rutin. Mulai dari 2. Ajar dan latih keluarga
gerakan kepala, leher, dalam melakukan gerakan
lengan atas dan bawah, jari sendi
tangan , panggul, dan 3. Ajarkan keluarga tentang
gerakan kaki mulai dari diet rematik dan
lutut, pergelangan kaki, menurunkan berat badan
telapak kaki dan jari kaki 4. beri kesempatan bertanya
2. Lakukan senam rematik dan motivasi keluarga untuk
sesuai prosedur mulai melakukan redemonstrasi
tahap pemanasan, tahap 5. Beri pujian atas kemampuan
pergerakan inti 1 dan 2, keluarga
serta pendinginan 6. Anjurkan keluarga untuk
3. Hindari berat badan terus melakukan cara
berlebih dengan perawatan yang telah
menkonsumsi diet rematik diajarkan dan dicoba
dan jumlah kalori : wanita 8. Lakukan kunjungan tidak
25x Kg BB, pria 30 x Kg terjadwal untuk melihat
BB kemampuan keluarga
4. Lakukan diet sesuai merawat keluarga yang
kebutuhan kalori rematik

4. Keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan
yang ada untuk
mengatasi rematik
a. Menyebutkan Fasilitas kesehatan yang dapat 1. Diskusikan jenis fasilitas
fasilitas kesehatan digunakan oleh keluarga untuk kesehatan yang tersedia
Respon verbal
yang tersedia di mengatasi resiko keterbatasan dilingkungan keluarga
lingkungan gerak : 2. Bantu keluarga memilih
1. Puskesmas fasilitas kesehatan yang
2. Posbindu sesuai dengan kondisi
3. Dokter praktek keluarga
4. Klinik perusahaan 3. Anjurkan keluarga
memanfaatkan fasilitas

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


28

kesehatan sesuai pilihan


b. Menyebutkan Respon verbal Manfaat fasilitas kesehatan : 1. Klarifikasi pengetahuan
manfaat fasilitas 1. Memberikan informasi keluarga tentang manfaat
kesehatan kesehatan fasilitas kesehatan
2. Memberikan pengobatan 2. Diskusikan manfaat fasilitas
3. Memberikan pelayanan kesehatan
rawat inap 3. Dorong keluarga
4. Membantu meningkatkan mengungkapkan kembali
kesehatan manfaat fasilitas kesehatan
yang ada.

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 6 :

SURVEI KESEHATAN LANJUT USIA DENGAN REMATIK

Kepada :

Yth. Bapak/Ibu Warga di Kel. Pasir Gunung Selatan

Di

Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan kegiatan pendataan kesehatan di wilayah Kelurahan Pasir


Gunung Selatan (PGS) Kecamatan Cimanggis Kota Depok, maka kami membutuhkan data
dari Bapak/Ibu melalui angket ini untuk selanjutnya akan kami lakukan analisa untuk
meningkatkan kualitas kesehatan di wilayah kelurahan PGS ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan dukungannya berupa jawaban yang sejujur-jujurnya pada setiap pertanyaan
yang kami ajukan. Semua jawaban yang Bapak/Ibu berikan akan kami rahasiakan.
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya kami
ucapkan banyak terima kasih.

Hormat Kami,

Nandang Jamiat Nugraha


NPM : 0906504871

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Program Spesialis Keperawatan Komunitas
Fakultas Ilmu Keperawatan No. Responden :
Universitas Indonesia

ANGKET PENGKAJIAN
PADA KELOMPOK LANSIA DENGAN REMATIK

Petunjuk Pengisian:
™ Bacalah dengan teliti pertanyaan terlebih dahulu
™ Jawablah semua pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban
yang paling benar
™ Isilah kolom yang tersedia sesuai keyakinan/jawaban Bapak/Ibu

I. Data Dasar Keluarga

1. Informasi Responden
Nama : -----------------------------------
Usia : -----------Tahun
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Berat badan/Tinggi badan : --------kg/ -------cm
Tekanan Darah : ----------------mmHg
Nilai Asam Urat : ----------------mg/dl

Pendidikan 1. Tidak sekolah


2. Lulus Sr/SD/sederajat
3. Lulus SLTP/sederajat
4. Lulus SLTA/sederajat
5. Lulus Perguruan Tinggi

Pekerjaan 1. Pensiunan 5. Pedagang


2. Guru 6. Karyawan
3. Wiraswasta 7. Lain-lain sebutkan
4. Petani ...........................

Status pernikahan 1. Menikah 2. Tidak Menikah

Tinggal dirumah bersama 1. Suami/Istri 4. Saudara


2. Anak 5. Sendiri
3. Cucu 6. Lainnya, sebutkan....

Agama :1. Islam 2. Kristen 3. Hindu 4. Budha

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Suku :1. Sunda 2. Betawi 3. Jawa
4. Sumatera 5. Sulawesi 6. Kalimantan 7. Irian
8. Lain-lain..sebutkan.............................................

Alamat : -----------------------------------
-----------------------------------

Pendapatan lansia : 1. < Rp.1.250.000


2. Rp. 1.250.000
3. > Rp. 1.250.000

Pendapatan Keluarga : 1. < Rp.1.250.000


2. Rp. 1.250.000
3. > Rp. 1.250.000

2. Komposisi Anggota Keluarga


No Nama Umur Jenis Hubungan Pendidikan Pekerjaan Masalah
kelamin dg KK Kesehatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1. Kepemilikan jaminan sosial kesehatan


a. Askes b. Jamkesda c. Jamsostek d.Tidak punya

2. Tempat biasa memeriksakan kesehatan


a. Posyandu lansia d. Rumah Sakit
b. Puskesmas e. Lainnya, sebutkan.......
c. Klinik/ Praktik swasta

3. Jarak ke fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi.........


a. Kurang dari 100 meter
b. antara 100m – 500 meter
c. diatas 500 meter

4. Cara bepergian ke pelayanan kesehatan


a. Diantar dan berjalan kaki
b. Diantar dengan kendaraan
c. Pergi sendiri berjalan kaki
d. Pergi sendiri berkendaraan

5. Jenis kendaraan yang digunakan

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


a. Kendaraan pribadi b. Kendaraan umum

6. Pendapatan yang diperoleh, sebagian digunakan untuk biaya kesehatan


a. Ada b. Tidak ada

7. Informasi tentang kesehatan biasanya diperoleh melalui..


a. Televisi d. Majalah
b. Poster dan selebaran e. Buku-buku kesehatan
c. Koran f. Lainnya, sebutkan........

8. Jenis alat komunikasi yang digunakan ....


a. Telepon rumah b. Telepon genggam c. Lain-lain :...................

9. Jenis kegiatan sosial yang biasa diikuti adalah..


a. Pengajian c. Posbindu
b. Arisan d. Lain-lain : ........................................

10. Kegiatan no.9 dilakukan selama .....


a. Seminggu sekali c. Sebulan sekali
b. Seminggu dua kali d. Lain-lain :............

11. Keinginan untuk mengikuti kegiatan sosial..


a. Tinggi b. Biasa-biasa saja c. Tidak ingin mengikuti kegiatan

3. LANSIA DENGAN RHEMATOID ARTRITIS

A. Keyakinan Lansia terhadap Penyakit rematik Ya Tidak


1. Rematik merupakan ujian dari Tuhan
2. Rematik merupakan penyakit keturunan
3 Rematik merupakan akibat dari pola makan yang tidak sehat
B. Keluhan/Riwayat Penyakit
4. Saya selalu mengeluh nyeri pada persendian
5. Saya selalu merasakan nyeri sendi muncul pada pagi hari
6. Saya selalu merasakan pegal dan baal pada persendian
7. Saya sering merasakan nyeri dan pegal pada kaki
8. Saya sering merasakan nyeri dan pegal pada tangan
9. Saya sering merasakan nyeri dan pegal pada pinggang
10. Saya merasakan gangguan tidur akibat rematik
11. Saya merasakan adanya gangguan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari di rumah
12. Saya merasakan adanya gangguan dalam pekerjaan saya di
tempat kerja
C. Kebiasaan Makan-minum dan aktifitas
13. Saya memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan seperti
kacang-kacangan
14. Saya memiliki kebiasaan mengkonsumsi sayuran berwarna hijau

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


15. Saya memiliki kebiasaan mengkonsumsi melinjo dan kol
16. Saya memiliki kebiasaan mengkonsumsi daging
17. Saya memiliki kebiasaan minum alkohol
18. Saya sering minum obat penghilang nyeri
19. Saya sering minum obat tradisional/herbal
20. Saya sering minum obat dari warung untuk menghilangkan nyeri
21. Saya sering pergi ke pengobatan alternatif
22. Saya sering bekerja dan beraktifitas
23. Saya kurang beristirahat
D. Tingkat Ketergantungan Lansia RA
24. Saya dapat melakukan makan dan minum tanpa bantuan orang
lain
25. Saya dapat melakukan istirahat dan tidur tanpa bantuan orang lain
26. Saya dapat beraktifitas tanpa bantuan orang lain
27. Saya dapat berjalan tanpa bantuan orang lain
E. Gangguan terhadap konsep diri
28. Saya selalu merasakan tidak percaya diri
29. Saya selalu merasa tidak berguna
30. Saya selalu rendah diri melihat kekurangan pada tubuh saya
akibat rematik
31. Saya selalu ingin merasakan hidup sehat tanpa rasa sakit

4. Pengetahuan Tentang Penyakit Rematik Dan Penanganannya


Petunjuk :
Untuk jawaban yang bapak/ibu pilih, berikan tanda (v) pada kolom yang sesuai
Keterangan :
B= Bila ibu menyatakan benar terhadap pernyataan
S= Bila ibu menyatakan salah terhadap pernyataan

No Pernyataan B S
1. Penyakit rematik selalu menyerang persendian kaki, tangan dan pinggang
2. Penyakit rematik disebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh
3. Penyakit rematik disebabkan seringnya mandi pada malam hari
4. Penyakit rematik tidak dapat disembuhkan
5. Penyakit rematik disebabkan makan sayuran berwarna hijau
6. Penyakit rematik disebabkan makan melinjo dan kol
7. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung lemak tinggi
8. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung protein tinggi
seperti daging
9. Pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan oleh penderita
rematik
10. Nyeri pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan penderita rematik
11. Kekakuan pada daerah sendi kaki, tangan dan pinggang sering muncul pada
penderita rematik

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


12. Bengkak kemerahan pada kaki atau tangan sering muncul pada penderita
rematik
13. Pada penderita rematik, sendi selalu berbunyi bila digerakkan
14. Penyakit rematik selalu ditandai nilai asam urat yang tinggi (diatas 6mg/dl)
15. Komplikasi yang akan muncul pada penyakit rematik adalah penderita akan
mengalami radang sendi akut
16 Komplikasi penyakit rematik yang paling berbahaya adalah stroke
17 Pengaturan makanan merupakan cara perawatan yang paling efektif
18 Minum obat anti rematik seperti piroxicam, allupurinol dan sejenisnya dapat
menyembuhkan penyakit rematik
19. Latihan gerak pada persendian akan mengurangi rasa nyeri
20. Latihan gerak akan memperburuk sendi yang sakit/nyeri
21. Tindakan mengompres pada sendi yang sakit akibat rematik tidak baik
dilakukan
22. Penyakit rematik hanya akan terjadi pada lansia
23. Pengobatan tradisional dan herbal dapat dilakukan untuk mengendalikan
penyakit rematik
24. Tujuan utama perawatan penyakit rematik adalah menghilangkan rasa nyeri

Sikap dan Dukungan Keluarga


(berilah tanda V pada jawaban yang anda pilih)

No. Pernyataan Sering Kadang Tidak


-kadang pernah
1 Saya diingatkan oleh anggota keluarga untuk periksa ke
Puskesmas/Posbindu
2 Saya diajak anggota keluarga untuk periksa ke
dokter/Puskesmas/Posbindu
3 Saya dibantu dalam mengkonsumsi makanan tinggi protein
seperti daging sapi
4 Saya diberikan obat anti rematik dari warung
5 Saya dibantu saat berjalan
6 Saya dibantu selama beraktifitas aktifitas
7. Saya diberikan motivasi untuk selalu menjaga kesehatan
8. Biaya pengobatan dan perawatan saya dibayarkan anggota
keluarga

TERIMA KASIH

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


PEDOMAN WAWANCARA PADA KADER DAN TOKOH MASYARAKAT

1. Apa jenis pelayanan kesehatan yang ada didaerah Bapak/Ibu?


2. Apa ada posbindu di daerah Bapak/Ibu?
3. Kapan dan dimana tempat pelaksanaan posbindu dilakukan?
4. Bagaimana struktur organisasi/kepengurusan posbindu?
5. Bagaimana membuat perencanaan kegiatan?
6. Berasal darimana kas untuk posbindu?
7. Bagaimana pelaksanaan tugas kader posbindu yang telah dilakukan?
8. Bagaimana cara melakukan monitor dan evaluasi
9. Kegiatan sosial yang sering diikuti lansia?
10. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap penyakit RA pada lansia?

Pedoman Wawancara pada Keluarga (Caregiver)


1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui adanya masalah kesehatan pada lansia?
2. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui pengertian, tanda dan gejala penyekit rematik?
3. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui bahaya dari rematik?
4. Apakah Bapak Ibu/Sdr mengetahui cara perawatan pada lansia yang mengalami rematik?
5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr sering memanfaatkan pelayanan kesehatan (puskesmas, posbindu,
dan atau rumah sakit?
6. Apa yang Bpk/Ibu/Saudara lakukan saat merawat lansia dengan rematik?
7. Apa yang menjadi penyebab stress pada lansia?
8. Bagaimana cara mengatasi stress yang muncul pada lansia?

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 7 :
 

KUESIONER AKTIFITAS SEHARI-HARI BAGI LANSIA

Nama : ……………………………..
Usia : ……………………………..
Alamat : …………………………….............................................................................

Aktifitas Skala Uraian Nilai


Makan 0 Tidak mampu melakukan sendiri
5 Membutuhkan bantuan
10 Mampu melakukan sendiri
Mandi 0 Tidak mampu melakukan sendiri
5 Mampu melakukan sendiri
Berdandan 0 Perlu bantuan dalam perawatan diri
5 Mampu melakukan perawatan sendiri
Berpakaian 0 Tidak mampu melakukan sendiri
5 Dapat melakukan sendiri, kadang butuh bantuan
10 Mampu melakukan sendiri
Buang Air Besar 0 Tidak dapat buang air besar
5 Sesekali terganggu
10 Tidak terganggu
Buang Air Kecil 0 Tidak mampu mengelola sendiri
5 Bisa melakukan sendiri, kadang menggunakan
alat bantu
10 Mampu melakukan sendiri
Menggunakan 0 Tidak mampu menggunakan sendiri
Toilet 5 Bisa melakukan sesuatu sendiri, kadang
10 membutuhkan bantuan
Berpindah tempat 0 Tidak ada keseimbangan pada saat duduk
dari kursi 5 Memerlukan bantuan maksimal
10 Memerlukan bantuan minimal, bila duduk
15 Mampu melakukan sendiri pada saat berpindah
tempat
Bergerak 0 Tidak mampu melakukan pergerakan
5 Dapat menggunakan kursi roda secara mandiri
10 Berjalan dengan bantuan satu orang
15 Mampu berjalan sendiri, walau menggunakan alat
bantu
Naik turun tangga 0 Tidak mampu melakukan sendiri
5 Bisa melakukan sendiri, kadang membutuhkan
10 bantuan
Jumlah

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 8 :

Rekapitulasi : kemampuan lansia dalam BARTHEL INDEX (skala 0‐100)
sebelum intervensi
no. aspek yg dinilai Ny M Bp O Ny A Ny I Ny T Bp In Bp I Ny E Bp A Ny M Rata‐rata
1 makan 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
2 mandi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3 berdandan 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 berpakaian 5 5 10 10 10 10 5 10 10 10 8,5
5 BAB 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
6 BAK 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
7 Toileting 10 5 10 10 10 10 10 10 10 10 9,5
8 Berpindah tempat 10 10 10 10 10 5 10 10 15 10 10
9 bergerak 5 10 15 15 10 10 10 10 10 10 10,5
10 naik turun tangga 5 5 5 5 10 5 5 5 5 5 5,5
Jumlah 75 75 90 90 90 80 80 85 90 85 84

Sesudah intervensi
no. aspek yg dinilai Ny M Bp O Ny A Ny I Ny T Bp In Bp I Ny E Bp A Ny M Rata‐rata
1 makan 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
2 mandi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3 berdandan 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 berpakaian 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
5 BAB 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
6 BAK 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
7 Toileting 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
8 Berpindah tempat 10 10 15 15 15 5 15 10 15 10 12
9 bergerak 10 10 15 10 15 5 10 10 15 10 11
10 naik turun tangga 10 5 10 5 10 5 5 5 10 5 7
Jumlah 90 85 100 90 100 75 90 85 100 85 90

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran

Hasil Pembinaan lansia yang dilakukan kader
Sebelum diintervensi kader
no. aspek yg dinilai kader 1 kader 2 kader 3 kader 4 kader 5 kader 6 kader 7 kader 8
1 skala nyeri 4 3 3 2 3 4 3 2
2 bengkak ya tidak ada ya tidak ada tidak ada ya tidak ada tidak ada
3 pegal ya ya ya ya ya ya ya ya
4 nilai asam urat 4,5 6,2 6,4 3,5 5,1 6,7 7,1 6,1
5 kebiasaan olahraga tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
6 konsumsi nabati ya ya ya ya ya ya ya ya
7 konsumsi hewani tidak ya ya ya ya ya ya ya
8 Obat tradisional warung warung cina warung cina warung warung warung

Setelah diintervensi kader
no. aspek yg dinilai kader 1 kader 2 kader 3 kader 4 kader 5 kader 6 kader 7 kader 8
1 skala nyeri 3 2 3 1 2 2 3 2
2 bengkak tidak ada tidak ada ya tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
3 pegal berkurang berkurang ya berkurang ya berkurang ya ya
4 nilai asam urat tidak diukur tidak diukur tidak diukur tidak diukur tidak diukur tidak diukur tidak diukur tidak diukur
5 kebiasaan olahraga Kadang Kadang tidak  Kadang Kadang Kadang tidak Kadang
6 konsumsi nabati ya ya ya ya ya ya ya ya
7 konsumsi hewani tidak ya ya ya ya ya ya ya
8 obat tradisional jahe jahe jahe jahe cina  Herbal  jahe jahe

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 11 :

Pengetahuan Tentang Penyakit Rematik Dan Penanganannya

Petunjuk : Untuk jawaban yang bapak/ibu pilih, berikan tanda (v) pada kolom
yang sesuai

Ket : B = Bila ibu menyatakan benar terhadap pernyataan


S = Bila ibu menyatakan salah terhadap pernyataan
No Pernyataan B S
1. Penyakit rematik selalu menyerang persendian kaki, tangan dan
pinggang
2. Penyakit rematik disebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh
3. Penyakit rematik disebabkan seringnya mandi pada malam hari
4. Penyakit rematik tidak dapat disembuhkan
5. Penyakit rematik disebabkan makan sayuran berwarna hijau
6. Penyakit rematik disebabkan makan melinjo dan kol
7. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung
lemak tinggi
8. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung
protein tinggi seperti daging
9. Pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan
oleh penderita rematik
10. Nyeri pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan
penderita rematik
11. Kekakuan pada daerah sendi kaki, tangan dan pinggang sering
muncul pada penderita rematik
12. Bengkak kemerahan pada kaki atau tangan sering muncul pada
penderita rematik
13. Pada penderita rematik, sendi selalu berbunyi bila digerakkan
14. Penyakit rematik selalu ditandai nilai asam urat yang tinggi
(diatas 6mg/dl)
15. Komplikasi yang akan muncul pada penyakit rematik adalah
penderita akan mengalami radang sendi akut
16 Komplikasi penyakit rematik yang paling berbahaya adalah
stroke
17 Pengaturan makanan merupakan cara perawatan yang paling
efektif
18 Minum obat anti rematik seperti piroxicam, allupurinol dan
sejenisnya dapat menyembuhkan penyakit rematik
19. Latihan gerak pada persendian akan mengurangi rasa nyeri
20. Latihan gerak akan memperburuk sendi yang sakit/nyeri
21. Tindakan mengompres pada sendi yang sakit akibat rematik
tidak baik dilakukan
22. Penyakit rematik hanya akan terjadi pada lansia
23. Pengobatan tradisional dan herbal dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit rematik
24. Tujuan utama perawatan penyakit rematik adalah
menghilangkan rasa nyeri

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 16 :

Frekuensi Kehadiran Kader dalam Pelatihan 

No. Pertemuan Ke Jumlah Kehadiran Prosentase


1 I 10 100
2 II 7 70
3 III 5 50
4 IV 10 100
5 V 10 100
6 VI 8 80
7 VII 10 100
8 VIII 8 80
9 IX 8 80
Rata‐Rata 84,44

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


LAMPIRAN  13 :  

EVALUASI HASIL TINGKAT KEMANDIRIAN KELUARGA PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT REMATIK 

No  Keluarga  Menerima  Mengungkapkan  Menerima  Melakukan  Melakukan  Tingkat 


kehadiran  masalah  rencana asuhan  pencegahan  promosi  KM 
petugas dan  kesehatan yang  keperawatan  kesehatan 
pelayanan  dialami 
kesehatan 
1.  Ibu. Me  √  √  √  √  √  IV 
2.  Bp. O  √  √  √  √  ‐  III 
3.  Ibu. A  √  √  √  √  √  IV 
4.  Ibu. I  √  √  √  √  √  IV 
5.  Ibu. T  √  √  √  √  √  IV 
6.  Bp. In  √  √  √  √  ‐  III 
7.  Bp. I  √  √  √  √  √  IV 
8.  Ibu. E  √  √  √  √  √  IV 
9.  Bp. A  √  √  √  √  √  IV 
10.  Ibu. M  √  √  √  √  √  IV 
 

Keterangan :
Tingkat Kemandirian Keluarga I = jika I dan II terpenuhi

Tingkat Kemandirian Keluarga II = jika I, II dan III terpenuhi

Tingkat Kemandirian Keluarga III = jika I, II, III, dan IV terpenuhi

Tingkat Kemandirian Keluarga IV = jika I, II, III, IV, dan V terpenuhi

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 11 :

Pengetahuan Tentang Penyakit Rematik Dan Penanganannya

Petunjuk : Untuk jawaban yang bapak/ibu pilih, berikan tanda (v) pada kolom
yang sesuai

Ket : B = Bila ibu menyatakan benar terhadap pernyataan


S = Bila ibu menyatakan salah terhadap pernyataan
No Pernyataan B S
1. Penyakit rematik selalu menyerang persendian kaki, tangan dan
pinggang
2. Penyakit rematik disebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh
3. Penyakit rematik disebabkan seringnya mandi pada malam hari
4. Penyakit rematik tidak dapat disembuhkan
5. Penyakit rematik disebabkan makan sayuran berwarna hijau
6. Penyakit rematik disebabkan makan melinjo dan kol
7. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung
lemak tinggi
8. Penyakit rematik disebabkan makanan yang mengandung
protein tinggi seperti daging
9. Pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan
oleh penderita rematik
10. Nyeri pada kaki, tangan dan pinggang sering dirasakan
penderita rematik
11. Kekakuan pada daerah sendi kaki, tangan dan pinggang sering
muncul pada penderita rematik
12. Bengkak kemerahan pada kaki atau tangan sering muncul pada
penderita rematik
13. Pada penderita rematik, sendi selalu berbunyi bila digerakkan
14. Penyakit rematik selalu ditandai nilai asam urat yang tinggi
(diatas 6mg/dl)
15. Komplikasi yang akan muncul pada penyakit rematik adalah
penderita akan mengalami radang sendi akut
16 Komplikasi penyakit rematik yang paling berbahaya adalah
stroke
17 Pengaturan makanan merupakan cara perawatan yang paling
efektif
18 Minum obat anti rematik seperti piroxicam, allupurinol dan
sejenisnya dapat menyembuhkan penyakit rematik
19. Latihan gerak pada persendian akan mengurangi rasa nyeri
20. Latihan gerak akan memperburuk sendi yang sakit/nyeri
21. Tindakan mengompres pada sendi yang sakit akibat rematik
tidak baik dilakukan
22. Penyakit rematik hanya akan terjadi pada lansia
23. Pengobatan tradisional dan herbal dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit rematik
24. Tujuan utama perawatan penyakit rematik adalah
menghilangkan rasa nyeri

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 19 : 
 

Pelaksanaan Penyuluhan oleh Kader pada Lansia dengan masalah


Gangguan mobilisasi akibat Rematik

Nama Kader :

Aspek Yang Dinilai Baik Cukup Kurang


Persiapan :
- Media Penyuluhan tersedia
- Materi sesuai
- Menciptakan lingkungan tenang

Pelaksanaan :
- Kader mengenalkan diri
- Materi yg disampaikan jelas
dimengerti
- Kader menghargai keluarga
- Memberikan umpan balik
Penutup :
- Meminta keluarga mengulang
materi
- Membuat simpulan materi
- Membuat kontrak waktu
- Mengucapkan salam

Penilai

………………………………..

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 17 :

Tabel 7. Bahan Makanan Bagi Penderita rematik

Golongan bahan Makanan yang boleh Makanan yang tidak boleh


makanan diberikan diberikan

Karbohidrat Semua --

Protein hewani Daging atau ayam, ikan Sardin, kerang, jantung, hati,
tongkol, bandeng 50 gr/hari, usus, limpa, paru-paru, otak,
telur, susu, keju ekstrak daging/ kaldu, bebek,
angsa, burung.

Protein nabati --
Kacang-kacangan kering 25
gr atau tahu, tempe, oncom

Lemak Minyak dalam jumlah --


terbatas.

Sayuran Asparagus, kacang polong,


Semua sayuran sekehendak kacang buncis, kembang kol,
kecuali: asparagus, kacang bayam, jamur maksimum 50
polong, kacang buncis, gr sehari
kembang kol, bayam, jamur
maksimum 50 gr sehari

Semua macam buah --


Buah-buahan

Teh, kopi, minuman yang Alkohol


Minuman
mengandung soda

Semua macam bumbu Ragi


Bumbu, dll

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 19 :

FORMAT EVALUASI PELAKSANAAN PENYULUHAN

Nama :..................................................
Tema : ..................................................
Tempat : ..................................................
Waktu : ...................................................
Supervisor :.....................................................

No Elemen Kemampuan yang dinilai Pelaksanaan Keterangan


Kemampuan
Ya Tidak
1. Persiapan a. Menyiapkan sarana dan prasarana
penyuluhan
b. Menyiapkan media untuk penyuluhan
yang telah tersedia
c. Menyiapkan materi penyuluhan yang
telah disediakan untuk penyuluhan
d. Penampilan rapi dan menarik
2 Pelaksanaan a. Mengucapkan salam kepada peserta
penyuluhan
b. Memperkenalkan diri kepada peserta
penyuluhan
c. Menetapkan kontrak waktu kegiatan
penyuluhan
d. Menyampaikan maksud dan tujuan
penyuluhan
e. Menggali kemampuan dan pengetahuan
peserta penyuluhan/apersepsi
f. Menyampaikan materi penyuluhan
dengan bahasa sederhana dan mudah
dimengerti oleh peserta
g. Menguasai materi penyuluhan
h. Bersikap menghargai peserta
penyuluhan
i. Memberikan kesempatan kepada
peserta penyuluhan untuk bertanya
j. Memberikan umpan balik terhadap
pertanyaan/ ungkapan perseta
penyuluhan
k. Menjawab pertanyaan peserta
penyuluhan dengan tepat
l. Pusat perhatian pada peserta
penyuluhan
m. Mempertahankan kontak mata dengan
peserta penyuluhan

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 19 :

3. Penutup a. Meminta peserta mengulang kembali


materi yang telah disampaikan oleh
penyuluh
b. Menghargai terhadap pendapat peserta
penyuluhan
c. Membuat simpulan materi penyuluhan
d. Membuat kesepakatan materi
penyuluhan berikutnya.
e. Membuat kontrak waktu pelaksanaan
kegiatan penyuhan berikutnya
f. Mengucapkan salam penutup
Total Nilai
Keterangan
Ya : Nilai 1
Tidak : Nilai 0

SARAN PETUGAS SUPERVISI


............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................

Supervisor

(..................................................)

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 21 : 
 

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS  

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 

KUESIONER

Petunjuk pengisian : Isilah data sesuai kolom yang tersedia

A. Data Demografi Responden

1. Nama : ……………………………………………………………

2. Usia : ……………………………………………………………

3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

4. Pendidikan : …………………………………………………………….

5. Pekerjaan : …………………………………………………………….

6. Suku : …………………………………………………………….

Data Kesehatan

7. Mengalami Keluhan rematik sejak : ………bulan..........Tahun

8. Nilai Asam Urat : …………….mg/dL

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 21 : 
 

B. Perawatan yang dilakukan lansia


1. Catatan Makanan / Diet Rematik
Hari ke Jenis makanan Keluhan Nyeri Keluhan Pegal Adanya Bengkak
pencetus rematik
yang dikonsumsi :
1. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Protein Hewani:

2. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Protein Hewani:

3. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Protein Hewani:

4. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Protein Hewani:

5. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Protein Hewani:

6. Protein Nabati : Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Protein Hewani:

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 21 : 
 

2. Catatan Latihan Gerak Sendi

Hari ke Latihan Yang Keluhan Nyeri Keluhan Pegal Adanya Bengkak


dilakukan
1. Latihan Gerak Sendi Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Olahraga lain :

2. Latihan Gerak Sendi Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Olahraga lain :

3. Latihan Gerak Sendi Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Olahraga lain :

4. Latihan Gerak Sendi Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Olahraga lain :

3. Catatan Konsumsi Obat tradisional

Hari ke Jenis Obat yang Keluhan Nyeri Keluhan Pegal Adanya Bengkak
diminum
1. Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


2. Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


3. Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada


4. Ada Ada Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


Lampiran 21 : 
 

C. Pelaksanaan Penyuluhan oleh Kader pada Lansia dengan masalah Gangguan


mobilisasi akibat Rematik

Nama Kader :

Aspek Yang Dinilai Baik Cukup Kurang


Persiapan :
- Media Penyuluhan tersedia
- Materi sesuai
- Menciptakan lingkungan tenang

Pelaksanaan :
- Kader mengenalkan diri
- Materi yg disampaikan jelas dimengerti
- Kader menghargai keluarga
- Memberikan umpan balik
Penutup :
- Meminta keluarga mengulang materi
- Membuat simpulan materi
- Membuat kontrak waktu
- Mengucapkan salam

Ketua Kelompok Kader Keluarga

……………………………………… ………………………….

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012


 

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nandang Jamiat Nugraha

Jenis Kelamin : Pria

Tempat Tanggal lahir : Bandung, 14 September 1973

Alamat Rumah : Jl. Cijerah 286 Bandung 40212

Email : ndgjem@yahoo.com

Pekerjaan : Dosen Kopertis Wilayah IV Jabar Banten

DPK di Stikes Aisyiyah Bandung

Alamat ; Jl. KH Ahmad Dahlan Dalam no. 6 Bandung

Pendidikan :

SD At-Taufiq Bandung Lulus tahun 1986

SMPN 25 Bandung Lulus tahun 1989

SMAN 9 Bandung Lulus tahun 1992

PSIK FK Unpad (FIK) Lulus tahun 2000

S2 Prodi Magister Kep FIK UI Lulus tahun 2011

Prodi Nesr Spesialis Komunitas FIK UI Lulus tahun 2012

Pemberdayaan kader..., Nandang Jamiat Nugraha, FIK UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai