BRONKOPNEUMONIA
Oleh:
Pembimbing :
Pendamping:
disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun. Menurut World Health Organization (WHO) Penyakit ini
menyumbang 16% dari seluruh kematian dibawah anak 5 tahun, yang menyebabkan
kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2500 per hari. 3 Berbagai faktor risiko
mortalitas pneumonia anak balita di negara berkembang adalah pneumonia pada masa
bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat Air Susu Ibu
(ASI) adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, prevalensi kolonisasi bakteri patogen di
nasofaring, dan pajanan terhadap polusi udara. 2,3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.1: Bronkus dan Lobulus Paru
8
melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama
mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati hidung; saat
batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga membantu
mengeluarkan mukus dari jalan nafas.
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat
mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier” adalah mekanisme
yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang
terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas kefaring.
Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai
faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien
yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk)
terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas.
4. Mekanisme Pertahanan dari Unit Respirasi Terminal
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang
membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat,
kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada bagian perifer. Masing-masing
sel bersilia memiliki +200 silia yang bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi
kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam
gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang
bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah
distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul
pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke
lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan
glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel
infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada
permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag
alveolar merupakan fagosit utama dalam saluran napas bawah. Makrofag alveolar
akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan
sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.
9
1.2 BRONKOPNEUMONIA
1.2.1 Definisi 7,8
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat
pula melibatkan bronkiolus terminal.
1.2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) Penyakit ini menyumbang 16% dari
seluruh kematian dibawah anak 5 tahun, yang menyebabkan kematian pada 920.136
balita, atau lebih dari 2500 per hari. 3 Berbagai faktor risiko mortalitas pneumonia anak
balita di negara berkembang adalah pneumonia pada masa bayi, berat badan lahir rendah,
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI) adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan pajanan
terhadap polusi udara.2,3
10
Pneumonia virus.
Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar
dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstisial.
1.2.4 Etiologi 7, 9
Faktor Infeksi
- Bakteri
a. Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9.
Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain
seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
- Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
- Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang
sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di
tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang
bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen
dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita
penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah –
ubah posisi tidurnya.
- Jamur : Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
11
- Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
o Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
o Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
12
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit
yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada
bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
13
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma
ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
14
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
15
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
16
1.2.9 Pemeriksaan Laboratorium 8
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan neutrofil
yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
1.2.10 Kriteria Diagnosis 7,8
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :
BP sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
BP Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
BP : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
Bukan BP : Hanya batuk tanpa gejal diatas
17
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
18
Antibiotik :
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan Stafilokokus M. Pneumonia Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau
Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
H. Influenza Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Klebsiella dan P. Aeruginosa Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin
Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
3.2.13 Komplikasi 10
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Dengan antibiotik
komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.
19
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka
kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya
sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang
memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
21
Riwayat asma :-
Riwayat masuk rumah sakit : -
Keterangan: Pasien baru pertama kali sakit seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat batuk lama : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat Kehamilan Ibu
Keluhan : tidak ada
Usia ibu hamil : 23 tahun
Kontrol : rutin setiap bulan ke bidan
Kondisi hamil : Selama hamil tidak pernah demam, tidak pernah minum
obat–obatan, tidak pernah jatuh, tidak pernah
hipertensi, tidak muntah berlebihan, tidak mengalami
pendarahan melalui jalan lahir saat hamil, dapat obat
penambah darah dan vitamin, nafsu makan bagus sama
seperti saat tidak hamil
Riwayat Persalinan
BBL : 3200 gr
PB : 46 cm
Lahir spontan di Rumah Bersalin, persalinan oleh Bidan
Usia kehamilan : Cukup bulan (39-40 minggu)
Bayi tunggal, presentasi kepala
Tidak ada kelainan
Lahir tanpa bantuan alat
Riwayat Pasca Lahir
Langsung menangis
Ibu tidak ada pendarahan
Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra partum,
trauma lahir dan lain-lain.
22
Riwayat Makanan (mulai lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas )
Neonatus : ASI sampai dengan 6 bulan
6 bulan : 75-80 % ASI, sisa MPASI
Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
Ibu : TT (+)
Anak : DTP (+) jumlah: 4 kali usia: 2, 4, 6 bulan
BCG (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
Campak (+) jumlah: 1 kali usia: 9 bulan
Hepatitis B (+) jumlah: 3 kali usia: 0, 1, 6 bulan
Polio (+) jumlah: 5 kali usia: 0, 2, 4, 6 bulan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan:
Normal
Tumbuh gigi mulai usia 6 bulan
Perkembangan:
Mulai bicara usia 8 bulan (1 kata) kemampuan bahasa
Mulai berjalan usia 10 bulan kemampuan motorik kasar
Perkembangan kesan normal
Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga:
Riwayat kontak dengan penderita yang batuk lama (-)
Riwayat adanya orang yang sering merokok di rumah (-)
23
4. Tanda Vital
Nadi : 135 x/menit
RR : 45 x/menit
Suhu : 38,5 oC (saat di ruang rawat inap) (suhu saat di IGD: 38,8 oC)
5. Rambut : distribusi pertumbuhan rambut rata dan lebat, warna rambut hitam
6. Kepala dan wajah : bentuk normocephal, turgor baik, sianosis (-), pucat (-)
7. Mata : conjungtiva anemis (-/-), radang (-/-), mata cekung (-/-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-),
deformitas hidung (-/-)
9. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-),
lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-)
10. Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
11. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
12. Thorax : normochest, simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo :
24
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus normal (5x/menit)
14. Ekstremitas :
Akral hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Keterangan:
25
Jantung : bentuk dan ukuran normal.
Paru-paru : bronchovascular pattern normal, tampak infiltrat di perihilar
dan paracardial kedua paru.
Sinus costophrenicus tajam, tulang-tulang baik.
Kesimpulan : Pneumonitis di perihilar kedua paru dan paracardial
Radiologis tak jelas tanda-tanda proses spesifik.
2.5 RESUME
a) Anamnesis :
Badan panas sejak 4 hari sebelum MRS, badan panas mendadak tinggi dan
sepanjang hari.
Batuk tidak berdahak dan pilek. tetapi semakin lama batuk menjadi semakin
memberat dan berdahak, nafas grok-grok dan sesak.
b) Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum tampak sakit sedang, RR 45 x/menit, suhu : 38,5 oC (saat di
ruang rawat inap) (suhu saat di IGD: 38,8 oC), nafas cuping hidung (-/-),
rhinorrhea (-/-), retraksi dinding dada (+), fremitus taktil kiri sama dengan
kanan tapi melemah, ronkhi di seluruh lapang paru.
c) Pemeriksaan Penunjang :
DL : leukositosis
Foto rontgen thoraks : bronchovascular pattern normal, tampak infiltrate
di perihilar dan paracardial kedua paru. Pneumonitis di perihilar kedua paru
dan paracardial.
2.6. DIAGNOSA
Working diagnostic : Bronkhopneumoni Berat
Differential diagnostic : Bronkhiolitis
26
Usahakan ventilasi udara di rumah bersikulasi dengan baik
o Kontrol ke poli anak
Farmakoterapi:
Dasar penetalaksanaan:
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
Pemasangan infus untuk rehidrasi
- Obat penurun panas diberikan pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
- Antibiotika Pilihan pada bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
- Inhalasi diberikan untuk transpor mukosilier.
- Infus NaCl 730 cc / 24 jam
Rumus dosis maintenance cairan:
Berat badan anak dibagi menjadi tiga bagian :
10 Kg I = 100
27
Terapi An.A:
7.3 x 100 = 730 cc
Total Kebutuhan Cairan = + 730 cc (2 flash)
( 730 x 60 tetes) / 1440 menit = 30 tetes/menit
- Injeksi Ceftriaxone 600 mg/24 jam drip dalam D5% 100 cc i.v
- Injeksi dexametason 3 x 2 mg i.v
- Injeksi parasetamol 3x100 mg iv
- Ambroxol syr 2x1/2 cth
- Citrizine syr 2x1/2 cth
- Lasal syr 3x1/2 cth
- Nebul Combiven 1 cc + PZ 2 cc 3x sehari
2.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
28
-Lasal syr 3x1/2 cth
-Nebul Combiven 1
cc + PZ 2 cc 3x
sehari
29
Makan-minum cth
mau, banyak -Citrizine syr 2x1/2
cth
-Lasal syr 3x1/2 cth
-Nebul Combiven 1
cc + PZ 2 cc 3x
sehari
Pasien boleh
pulang
30
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan sesak napas. Ada beberapa penyakit saluran
respiratorius yang dapat menyebabkan sesak napas pada anak di antaranya adalah
bronkopneumonia, bronkiolitis akut, efusi pleura,dan pneumotoraks. Pada pasien
ini, keluhan sesak napas didahului oleh batuk yang disertai dengan demam.
Keluhan tidak disertai bunyi mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi
subcostal pada dinding dadanya serta auskultasi berupa ronki basah halus yang
nyaring pada kedua lapang paru dan tidak ditemukan mengi. Pasien ini
didiagnosis bronkopneumonia menurut Buku Ajar Respirologi Anak terbitan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2010. Pneumonia pada anak umumnya
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan gangguan sistem
respiratori serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat menunjukkan
penumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori antara
lain takipnea, batuk, napas cuping hidung,ronki,dan suara napas melemah.
Pemeriksaan fisik bayi dengan bronkopneumonia biasanya menunjukkan tanda
klinis berupa pekak perkusi, suara napas melemah,dan adanya ronki basah halus.
Pada efusi pleura dan pneumotoraks ditemukan sesak napas namun biasanya pada
kedua kasus tersebut juga ditemui nyeri dada dan dapat didahului riwayat trauma
ataupun tidak, serta pada pemeriksaan fisiknya ditemukan penurunan gerakan
napas di sisi thoraks yang sakit, sehingga dapat disingkirkan dari diagnosis kerja.
Kemudian, pada bronkiolitis akut juga didapatkan sesak napas, awalnya biasanya
didahului dengan batuk dan disertai demam yang tidak terlalu tinggi, kemudian
pasien dapat mengalami takipnea, sianosis, dan pada pemeriksaan fisiknya
biasanya ditemukan auskultasi paru berupa bunyi mengi.
31
Pada pemeriksaan rontgen thorak didapatkan gambaran infiltrate di
parakardial kanan dan kiri. Gambaran infiltrate ini merupakan gambaran khas
pada bronkopneumonia. Sedangkan pada bronkiolitis gambaran khas ditemukan
adanya penebalan peribronkial dan sering terdapat atelectasis subsegmental.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
bronkiolitis dapat disingkirkan.
Pada kasus ini terdapat factor resiko yang dapat memperkuat penegakkan
diagnosis, tingginya pajanan terhadap polusi udara yaitu asap kendaraan. Hal ini
dapat disimpulkam dari anamnesis ibu pasien mengaku bahwa asap yang berasal
dari kendaraan yang melewati rumah pasien dan hal ini dapat memperkuat
diagnosis bronkopneumonia dari pasien.
32
pengobatan simptomatik). Pada pasien ini ditemukan adanya sesak napas dan laju
napas yang cepat (>50 x/menit), sehingga pada pasien ini dilakukan perawatan di
RS dan diberikan terapi berupa antibiotik. Antibiotik lini pertama dapat digunakan
antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak
responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain
seperti gentamisin,amikasin,atau sefalosporin, sesuai petunjuk etiologi yang
ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai terapi
antibiotic yang optimal. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik
intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi
kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik sprektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan
aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Terapi diberikan ceftriaxone
600mg/24 jam sebagai antibiotik. tetapi dosis dari antibiotik ini sendiri tidak
sesuai dengan yang dianjurkan oleh WHO, yakni golongan beta lactam kombinasi
sebagai lini pertama dosis ampicilin 50 mg/kgbb/6 jam dan gentamicin 5-7
mg/kgbb/24 jam. Pasien ini mempunyai keluhan batuk berdahak yang sulit untuk
dikeluarkan, oleh karena itu pemberian ambroxol 3x½ cth dilakukandengan dosis
pemberian1,2-1,6mg/kgbb/hari. Status gizi pasien ini adalah baik. Menurut teori
yang ada, status gizi pada saat seseorang terkena bronkopneumonia memberikan
pengaruh pada prognosis dari pasien itu sendiri. Infeksi berat dapat memperjelek
keadaan pasien melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. status gizi baik, fungsi dari pada organ lainnya juga baik. Oleh
karena itu untuk prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam untuk vitam,
functionam, dan sanationam. Pasien dengan bronkopneumonia dapat dipulangkan
jika gejala dan tanda pneumonia telah menghilang, asupan peroral adekuat,
pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (peroral), keluarga mengerti dan
setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol, kondisi rumah memungkinkan
untuk perawatan lanjutan dirumah. Anak-anak dengan bronkopneumonia berat
harus diterapi dengan ampicilin atau penicilin parenteral dan gentamicin sebagai
lini pertama pengobatan. Adapun dosis ampicilin 50 mg/kgbb atau benzyl
penicilin 50.000 unit per kgbb IM/IV setiap 6 jam selama 5 hari. Gentamicin 5-7
33
mg/kgbb IM/IV sekali sehari selama 5 hari. Ceftriaxone dapat digunakan sebagai
terapi lini kedua pada bronkopneumonia berat apabila terapi lini pertama
mengalami kegagalan. Pada kasus ini pasien sembuh, pulang dengan keadaan
gejala dan tanda pneumonia seperti laju napas cepat, retraksi subcostal, ronki
basah halus nyaring, telah menghilang, pasien juga tidak mengalami kesulitan
dalam pemberian asupan oral serta mendapatkan terapi antibiotik lanjutan berupa
amoksisilin 2x1 cth, serta keluarga setuju untuk kontrol kembali sehingga terapi
dapat dinilai efektif.
34
DAFTAR PUSTAKA
editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
35
9. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi
Tokyo. 1998.
36