Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

INOVASI PENGORGANISASIAN DAN PENGANGGARAN


PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Inovasi Pendidikan
Dosen Pengampu: M. Nasrullah, M.Pd.I.

Disusun oleh :
1. Listiasih (342118010)
2. Maghfiroh Izzania M (342118023)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KI AGENG
PEKALONGAN
(STAIKAP)
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang,
Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah mata kuliah Inovasi Pendidikan dengan judul "Inovasi
Pengorganisasian dan Penganggaran Pendidikan" tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Pekalongan, 5 Maret 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inovasi merupakan konsep yang terus berkembang dari waktu ke
waktu. Tren dari keberhasilan pada masa sekarang merupakan indikasi
dari terwujudnya dampak inovasi. Inovasi banyak memberikan dampak
terhadap kondisi organisasi maupun kreatifitas dimana inovasi berasal,
baik perorangan maupun organisasi. Dinamika perubahan lingkungan yang
begitu cepat yang ditandai dengan kemajuan ilmupengetahuan dan
teknologi menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan selalu
belajar.
Inovasi merupakan upaya mempertahankan keberadaan organisasi
dalam lingkungan. Inovasi dalam suatu organisasi menjadi hal yang
penting dilakukan untuk membawa organisasi menjadi lebih baik dalam
pencapaian tujuan dan tepat sasaran secara efektif dan efisien. Adanya
inovasi organisasi diharapkan dapat menanggapi kompleksitas lingkungan
dan dinamisasi perubahan lingkungan, terutama dalam persaingan yang
ketat dan menciptakan sumber-sumber bagi keunggulan bersaing.
Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi akan mudah
untuk memahami proses inovasi pendidikan, karena pada dasarnya
pelaksana pendidikan formal adalah suatu organisasi. Pelaksana
pendidikan formal secara nasional (makro) adalah organisasi departemen
pendidikan dan kebudayaan beserta komponen-komponennya, sedangkan
pelaksana pendidikan formal secara mikro di sekolah (organisasi sekolah).
Inovasi pendidikan dilaksanakan karena suatu kebutuhan supaya
kualitas pendidikan semakin baik. Selama ini inovasi pendidikan
dilaksanakan sepotong-potong hanya pada lingkup sekolah sehingga
hasilnya tidak maksimal seperti yang diharapkan. Bahkan inovasi
pendidikan di beberapa daerah hanya menjadi suatu wacana atau hanya
dibicarakan pada lingkup seminar, work shop, maupun diskusi belum
diimplementasikan untuk memecahkan permasalahan pendidikan.
Memang harus kita akui, sudah ada yang melaksanakan inovasi
pendidikan tetapi hanya pada lingkup pembelajaran (CAR) yang dilakukan
oleh guru di kelas, itupun dilakukan kerena ada proyek seperti school grant
dll. Semestinya inovasi dilakukan pada semua tingkatan/lingkup baik
disdik, pengawas, maupun sekolah sehingga akan menghasilkan sesuatu
yang lebih baik. Di samping itu, pelaksanaan inovasi juga harus
melibatkan seluruh komponen baik pemkot/pemkab, disdik, sekolah
(warga sekolah), pengawas, dan masyarakat yang di dalamnya termasuk
LSM pendidikan maupun orang tua siswa.
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya
yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang
menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara
transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan
dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama
dengan komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan
yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang
tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola
sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting,
terutama dalam rangka MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang
memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan
memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-
masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu
dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis
pada sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna organisasi pendidikan?
2. Apa maksud dari Disekonomi, Feminisasi, dan Budaya Sekolah?
3. Apa yang dimaksud reorientasi budaya manajemen sekolah?
4. Apa yang dimaksud organisasi dewan pendidikan?
5. Apa yang dimaksud misi sebagai penggerak penganggaran?
6. Bagaimana Efisiensi dan Efektivitas penganggaran MBS?
7. Apa keunggulan penganggaran MBS?
8. Bagaimana desain penganggaran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna organisasi pendidikan
2. Untuk mengetahui maksud dari disekonomi, feminisasi, dan budaya
sekolah
3. Untuk mengetahui maksud reorientasi budaya manajemen sekolah
4. Untuk mengetahui maksud organisasi dewan pendidikan
5. Untuk mengetahui maksud misi sebagai penggerak penganggaran
6. Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas penganggaran MBS
7. Untuk mengetahui keunggulan penganggaran MBS
8. Untuk mengetahui desain penganggaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Organisasi Pendidikan


Istilah organisasi secara etimologi berasal dari bahasa latin organum
yang berarti alat, sedangkan, organizer (bahasa inggris) berarti
mengorganisasikan yang menunjukkan tindakan atau usaha untuk mencapai
sesuatu. Organizing (pengorganisasian) menunjukkan sebuah proses untuk
mencapai sesuatu. Organisasi sebagai salah satu fungsi manejemen
sesungguhnya telah banyak didefinisikan oleh para ahli.
a. Gibson, mengartikan organisasi sebagai wadah yang memungkinkan
masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh
individu secara sendiri sendiri.1
b. Robbins mendefinisikan Organisasi sebagai kesatuan (entity) sosial yang
di kridinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relative dapat di
identivikasi, yang bekerja atas dasar yang relative terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.2
c. Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih
yang bekerja sama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian
suatu tjuan yang telah ditentukan dalam ikatan mana terdapat seseorang
atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/kelompok orang
yang disebut “bawahan”.
d. Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan
kerja antara sekelompok orang-orang pemegang posisi yang bekerja sama
secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu.3
Sementara itu pengertian pengorganisasian menurut para ahli adalah:
a. Pengertian pengorganisasian atas empat hal yaitu:
1. Pengorganisasian ialah penentuan sumber daya dan kegiatan
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.
1
Gibson, James L, Organization, ( Jakarta: Banarupa Aksara,1995), hlm. 6.
2
Stephen P. Robbin, Teori Organisasi, Struktur, Desain, Dan Aplikasi, ( Jakarta: Arcan,
1994), hlm. 4.
3
Didin Kurniawan, Imam Machali, Manajemen Pendidikan Prinsip Pengelolaan
Pendidikan, ( Yogyakarta : Ar-Rus Media. 2012) hlm. 241.
2. Proses perencanaan dan pengembangan suatu organisasi yang
akan dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan.
3. Penugasan tanggung jawab tertentu.
4. Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-
individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
b. Pengorganisasian adalah sebagai suatu proses untuk menentukan
mengelompokkan tugas dan pengaturan secara bersama aktivitas untuk
mencapai tujuan, Menentukan orang-orang yang akan melakukan aktivitas,
menetapkan wewenang yang dapat didelegasikan kepada setiap individu
yang akan melaksanakan aktivitas tersebut.
c. Pengorganisasian adalah menyusun hubungan prilaku yang efektif antar
personalia, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan
memperoleh keputusan pribadi dalam melaksanakan tugas dalam situasi
lingkungan yang ada guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan, organisasi
adalah sebuah wadah, tempat atau system untuk melakukan kegiatan
bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan
pengorganisasian merupakan proses pembentukan wadah/system dan
penyusunan anggota dalam bentuk struktur organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi. Fungsi pengorganisasian adalah untuk memadukan
seluruh sumber-sumber yang ada dalam organisasi, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya lainnya kearah tercapainya tujuan
pendidikan melalui pengorganisasian, Seluruh sumber daya pendidikan
(educational resources) baik berupa manusia maupun material diatur dan
di padukan sedemikian rupa agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Pengorganisasian lebih menunjuk pada processof
organization, yaitu kegiatan penyusunan atau pengalokasian pekerjaan
orang-orang dan benda-benda agar dapat di dayagunakan untuk
pencapaian tujuan organisasi.
Pengertian pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
seseorang kepada orang lain untuk mengembangkan potensi yang di
milikinya dengan jalan membimbing, membina dan melatih agar terjadi
perubahan prilaku yang lebih baik.
Jika dikaitkan dengan dengan pendidikan, Organisasi pendidikan
adalah tempat untuk melakukan aktivitas pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidiklan yang di inginkan. Sedangkan pengorganisasian
pendidikan adalah sebuah proses pembentukan tempat atau system dalam
rangka melakukan kegiatan kependidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan.

B. Disekonomi, Feminisasi, dan Budaya Sekolah


Kepala sekolah, guru, atau orang-orang yang ahli atau terspesialisasi
biasanya memiliki nilai jual dan produktivitas kerja tertentu. Mereka bekerja
secara kompeten, menghasilkan produksi, dan laku jual. Mereka juga,
menjadi idola bagi anak didik dan masyarakat. Namun demikian, penempatan
orang-orang yang ahli di bidangnya atau terspesialisasi pada waktu lama
cenderung melahirkan disekonomi alias penurunan kinerja. Secara umum,
gejala atau kenyataan disekonomi ini disebabkan oleh:
1. Kebosanan,
2. Kelelahan,
3. Monotoni,
4. Stres,
5. Etos untuk meningkatkan produktivitas rendah,
6. Semangat untuk meningkatkan kualitas layanan buruk,
7. Tingkat pembolosan meningkat,
8. Ketidakpedulian tinggi,
9. Lupa diri,
10. Berulah buruk, serta,
11. Kemungkinan “loncat pagar”, dan lain-lain.
Komunitas sekolah terutama kepala sekolah dan guru harus
mempertahankan etos kerja untuk menggaransi citra sekolah serta
meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran secara terus-
menerus. Pada sisi lain, tampaknya sekolah pun layak dikelola dengan cara
menganut “ideologi” feminisasi. Istilah femininisasi di sini tidak identik
dengan era wanita dalam kepemimpinan institusi persekolahan. Tidak pula
identik dengan dominasi wanita dalam institusi persekolahan. Melainkan,
bahwa perbedaan jenis kelamin telah melahirkan nilai-nilai dan preferensi
struktural. Teori ini dibangun atas dasar temuan primer melalui penelitian,
bahwa wanita lebih menyukai organisasi yang menekankan hubungan dan
berhubungan dengan orang lain. Hal itu menjadi esensial di lembaga sekolah.
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang edukatif atau pedagogis
antara kepala sekolah dan guru, kepala sekolah dan siswa, guru dan siswa,
siswa dan staf tata usaha, dan sebagainya. Organisasi feminin dapat diberi
makna bagaimana wanita diasosiasikan. Asosiasi yang dimaksudkan disini
adalah persamaan sifat. Wanita diasosiasikan sebagai sosok yang karena
perannya di dalam keluarga, mampu mengajarkan nilai-nilai untuk
mendukung dan mengasuh orang lain, melindungi hubungan-hubungan
jangka panjang, mengusahakan pemecahan masalah ketika semua orang
menang, dan jika mungkin menciptakan hubungan kepentingan secara timbal-
balik. Karakteristik organisasi feminin di institusi persekolahan adalah
sebagai berikut.
a) Anggota komunitas sekolah dihargai sebagai manusia individual
b) Komunitas sekolah tampil secara niroportunistis, hubungan yang
bernilai, bukan sekedar hubungan instrumental.
c) Karier kepala sekolah dan guru didefinisikan sebagai bentuk
layanan kepada orang lain. Kalau sejawat terpilih atau mengalami
promosi, tidak lebih daripada sebuah konsekuensi logis karena
prestasinya, bukan sekedar nasib baik.
d) Komitmen pada pertumbuhan intitusi dan komunitas.
e) Penciptaan komunitas sekolah yang peduli terhadap kepentingan
pendidikan dan pembelajaran.
f) Berbagi kekuasaan sesuai dengan kewenangan, keahlian, dan
keterampilan.
Budaya organisasi mengandung makna sebuah sistem nilai yang
secara taat asas dianut oleh komunitas sebuah organisasi tertentu yang
membedakannya dengan organisasi-organisasi lain. Pada konteks ini, institusi
persekolahan disebut memiliki budaya organisasi yang khas jika suatu sistem
nilai atau makna bersama yang di anut oleh komunitasnya berbeda dengan
sistem nilai yang di anut oleh anggota komunitas lainnya. Sistem nilai atau
sistem makna adalah seperangkat karakteristik primer dari budaya organisasi,
yaitu sebagai berikut:
1) Keanggotaan komunitas sekolah yang inovatif dan siap mengambil resiko,
setidaknya pada tingkat moderat;
2) Komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah, guru, laboran, staf tata
usaha, dan pustakawan bertindak secara presisi, atau memiliki ketepatan;
3) Aksi riil komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru, lebih
dominan ketimbang verbalistik;
4) Fokus kerja kepala sekolah dan guru berorientasi pada hasil, sedangkan
teknik, dan proses kerja adalah instrumen;
5) Berorientasi kepada orang atau komunitas pengguna langsung atau tidak
langsung;
6) Sinergi kerja secara tim;
7) Keresponsifan dan keagresifan kerja
8) Keajegan dan konsistensi kebijakan;
9) Keterbacaan visi, misi, tujuan, kebijakan, dan implementasi;
10) Akuntabilitas dan sustanabilitas program.

C. Reorientasi Budaya Manajemen Sekolah


Perubahan pola manajemen sekolah dari konvensional (sentralistik) ke
berbasis Manajemen Sekolah (desentralisasi) berimplikasi pada perubahan
kultur organisasi sekolah. Masih dalam skema pemikiran mengenai kultur
organisasi lembaga pendidikan pengemban amanah penyiapan SDM itu,
berikut ini disajikan alternatif perubahan kultural keorganisasian institusi
persekolahan. Perubahan yang dimaksud idealnya mengintgral pada seluruh
komunitas institusi persekolahan. Munculnya sebuah tatanan perilaku ideal
dari komunitas sekolah merupakan interaksi sinergis dari perilaku yang
ditampilkan oleh bagian-bagiannya. Ibaratnya, kekuatan sebuah tim
kesebelasan sepak bola tidak identik dengan kumpulan kekuatan sebelas
orang pemain yang di dalamnya saling menafikan, misalnya, sama-sama
bersikeras ingin mencetak gol terbanyak.
Dengan demikian, dalam operasi kerjanya, pimpinan institusi
persekolahan harus memandang sistem operasi kerjanya, pimpinan institusi
persekolahan harus memandang sistem sekolahnya sebagai keseluruhan dan
fokus kerjanya beranjak dari lingkungan sistem yang holistis itu. Format
kerjakepemimpinan seperti itulah yang akan mampu mendorong perubahan
dan mencapai produk prakarsa perubahan yang diharapkan.4

D. Organisasi Dewan Pendidikan


Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002 menjelaskan bahwa :
a. Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peranserta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di kabupaten/kota. Nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan daerah masing- masing, seperti Dewan Pendidikan, Majelis
Pendidikan, atau nama lain yang disepakati.
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa : Dewan Pendidikan
adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat
yang peduli pendidikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002 menjelaskan bahwa peran dan fungsi dewan pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Peran Dewan Pendidikan
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan

4
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008),
hlm.122-125
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (legislatif) dengan masyarakat.
2. Fungsi Dewan Pendidikan
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi),
pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada
pemerintah daerah/DPRD mengenai:
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) kriteria tenaga daerah dalam bidang pendidikan;
3) kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala
satuan pendidikan
4) kriteria fasilitas pendidikan; dan
5) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
e. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan
f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002 menjelaskan bahwa Dewan Pendidikan
bertujuan untuk :
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan;
2. Meningkatkan tanggungjawab dan peranserta aktif dari seluruh
lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan;
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan
yang bermutu.5

E. Misi sebagai penggerak penganggaran


MBS sejalan dengan otonomi pendidikan di Indonesia mengikti
kebijakan otonomi daerah. Penafsiran MBS berbeda-beda sesuai dengan
potensi daerah karena pengelolaan sekolah milik pemerintah, sementara di
swasta telah berjalan, terutama dalam bidang penganggaran dan ketenagaan.
Berkaitan dengan anggaran disadari sekolah belum sepenuhnya punya
pengalaman yang memadai, persoalan sekolah tidak hanya terletak pada
minimnya dana, tapi ditemukan distorsi dan deviasi penggunaannya,
sekalipun ada kesadaran bahwa uang tidak mampu menyelesaikan masalah.
Menurut Osborne dan Gaebler (dlm Danim: 139) anggaran yang
digerakkan oleh misi akan memberikan beberapa dampak positif secara
hipotesis dan kualitatif, yaitu:
a. anggaran yang digerakan oleh misi memberikan dorongan kepada
setiap komunitas sekolah untuk menghemat uang,
b. anggaran yang digerakan oleh misi membebaskan komunitas
sekolah untuk menguji beberapa gagasa baru,
c. anggaran yang digerakan oleh misi memberikan otonomi kepada
unsure manajemen sekolah untuk merespons setiap kondisi lingkungan
yang berubah,
d. anggaran yang digerakkan oleh misi memberikan peluang kepada
komunitas untuk dapat menciptakan lingkungan yang secara relative
dapat diramalkan,
e. anggaran yang digerakan oleh misi sangat menyederhanakan
proses anggaran,
f. anggaran yang digerakan oleh misi menghemat dana untuk auditor
atau belanja pegawai lain yang kurang relevan,

5
Sudarwan Danim…..hlm.127
g. anggaran yang digerakan oleh misi membebaskan komunitas
sekolah dari belenggu pengucuran dana yang tidak relevan dengan
spekturum tugas pokok dan fungsi manusia yang ada didalamnya.

F. Efisiensi dan Efektivitas


Secara konseptual MBS menawarkan banyak maslahat bagi
peningkatan mutu kinerja lembaga sekolah dan efisiensi administrasi. Para
pendukung MBS melihat bahwa kunci utama gerakan ini harus diawali
dengan “kerelaan” pihak dinas diknas atau pemerintah kabupaten / kota untuk
secara signifikan menyerahkan tugas pokok dan fungsi atau kapasitasnya
dalam membuat keputusan tingkat sekolah. Para pendukung MBS pada
umumnya yakin bahwa aplikasi konsep ini memiliki nilai positif untuk satu
atau lebih dari tiga kategori. Ketiga kategori yang dimaksud adalah efisiensi
administrasi, keefektifan pendidikan, dan keterlibatan partisipan.
1. Efisiensi Administratif
Maksud efisiensi administrative adalah memposisikan pembuatan
keputusan mengenai bagaimana menjalankan institusi ketingkat bawah,
yaitu kepada orang-orang yang tahu apa hal terbaik yang harus
dikerjakan. Di lingkungan institusi pendidikan, intinya adalah
memposisikan pembuatan keputusan sekolah mengenai bagaimana
menjalankan institusi ke tingkat bawah, yaitu kepadaa orang-orang yang
tahu apa hal terbaik yang harus dikerjakan.
2. Keefektifan Pendidikan
Konsepsi keefektifan pendidikan menawarkan harapan bahwa
desentralisasi atau pengelolaan sekolah berbasis MBS akan mendorong
peningkatan prestasi belajar siswa. Penganut konsep ini berharap hal
tersebut akan terjadi melalui kurikulum yang fleksibel yang ditawarkan
kepada siswa disekolah-sekolah tertentu.
3. Keterlibatan Partisipan
MBS menuntut partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan
(kepala sekolah, orang tua murid, tokoh masyarakat, pemerhati
pendidikan, dunia usaha, dan anggota masyarakat lainnya) untuk andil
secara intensif didalam operasi sekolah.6

G. Keunggulan Anggaran Berbasis Sekolah


Penganggaran berbasiskan sekolah membuka peluang kepada institusi
untuk mengkreasi anggaran, bebas mendapatkan dan membelajakan. Ada
enam keuntungan teoritis penganggaran berbasiskan sekolah menurut Lowry,
yaitu:
1. Desentralisasi yang dilakukan secara radikal memungkinkan staf
sekolah terlibat secara penuh dalam manajemen sekolah.
2. Keterlibatan guru menumbuhkan komitmen dan motivai bagi
mereka untuk bekerja lebih keras,
3. Jika masyarakat punya andil, maka akan muncul keterlibatan
masyarakat lebih luas terhadap sekolah.
4. Keputusan berbasiskan sekolah akan menjadi lebih dapat
dipertanggung jawabkan, tertentu sekolah harus menjawab keragu-raguan
pihak masyarakat dan dinas-dinas yang beranggapan sekolah belum siap.
5. Anggaran akan lebih aman karena adanya efisiensi
6. Pembuatan keputusan keuangan dapat dengan cepat dilakukan
termasuk ketika terjadi perubahan mata anggaran.

H. Desain Anggaran
George E. Ridler dan Robert J. Shlockley dalam buku mereka School
Administrator’s Budget Handbook: A Step-By-Step Guide For Preparing And
Managing Your School Budget (1989) mengemukakan bahwa ada lima
system dalam mendesain penganggaran, yaitu:
1. Penganggaran berbasis item-item pengeluaran
Penganggaran berbasis item-item pengeluaran merupakan desain yang
paling umum dipakai karena dipandang paling “menguntungkan” dan
sederhana mengerjakannya. Penganggaran semacam ini dilakukan dengan
menuangkan setiap kategori dalam “garis”, misalnya gaji dan upah, gaji-

6
Sudarwan Danim……hlm.140
gaji lainnya, biaya kontrak, dll. System ini amat memudahkan prosedur
akunting, pemantauan keuangan, dan prosedur pelaporan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan, seperti staf, dewan atau majelis srkolah, dan
masyarakat umum.
2. System penganggaran berbasis program
System ini didesain untuk mengidentifikasi biaya per program. Program
penganggaran semacam ini menganggarkan pembiayaan menurut subset
program sebagai bagian dari program itu sendiri, misalnya, penganggaran
untuk kegiatan penataran bidang studi.
3. Penganggaran berbasis nol
Setiap mata anggaran dimulai dari nol. Anggaran ini dibuat sedemikian
rupa dengan menentukan prioritas program sekolah menurut area
keguatan.
4. Penganggaran secara incremental
Penyusunan anggaran ini menggunakan anggaran tahun yang lalu menjadi
basis penyusunan anggaran tahun sekarang atau tahun-tahun berikutnya.
5. System kombinasi dalam penganggaran
Bukan tidak mungkin system penganggaran di sekolah berbasis MBS
dilakukan dengan mengkombinasikan system-sistem yang telah di sajikan
tersebut. Hal ini adalah sah keberadaannya, sepanjang dapat diterapkan
disekolah dan memudahkan system administrasi, berikut
pertanggungjawabannya. Kombinasi itu dibuat dapat ditentukan oleh
kepala sekolah, bendahara, atau menurut kesepakatan bersama.7

7
Sudarwan Danim…….hlm. 144
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Makna organisasi pendidikan adalah tempat untuk melakukan
aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidiklan yang di
inginkan. Sedangkan pengorganisasian pendidikan adalah sebuah proses
pembentukan tempat atau system dalam rangka melakukan kegiatan
kependidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
2. Disekonomi (penurunan kerja), Feminisasi Organisasi feminin
dapat diberi makna bagaimana wanita diasosiasikan. Asosiasi yang
dimaksudkan disini adalah persamaan sifat. Budaya organisasi
mengandung makna sebuah sistem nilai yang secara taat asas dianut oleh
komunitas sebuah organisasi tertentu yang membedakannya dengan
organisasi-organisasi lain.
3. Perubahan pola manajemen sekolah dari konvensional (sentralistik)
ke berbasis Manajemen Sekolah (desentralisasi) berimplikasi pada
perubahan kultur organisasi sekolah.
4. Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peranserta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota.
5. Menurut Osborne dan Gaebler (dlm Danim: 139) anggaran yang
digerakkan oleh misi akan memberikan beberapa dampak positif secara
hipotesis dan kualitatif
6. Ketiga kategori pendukung MBS adalah efisiensi administrasi,
keefektifan pendidikan, dan keterlibatan partisipan.
7. Penganggaran berbasiskan sekolah membuka peluang kepada
institusi untuk mengkreasi anggaran, bebas mendapatkan dan
membelajakan. Ada enam keuntungan teoritis penganggaran berbasiskan
sekolah menurut Lowry
8. Ada lima system dalam mendesain penganggaran yaitu
penganggaran berbasis pada item-item pengeluaran, berbasis pada
program, berbasis nol, secara incremental, dan secara kombinasi.

B. Saran
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kai
sangat mengharapkan saran dan kritik guna membangun dan bisa
memperbaiki makalah kami. Karena ada pepatah yang mengatakan “semakin
ilmu itu digali maka semakin banyak yang kita ketahui”.
DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. 2008. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara
James L, Gibson. 1995. Organization. Jakarta: Banarupa Aksara
Kurniawan, Didin. Machali, Imam. 2012. Manajemen Pendidikan Prinsip
Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Rus Media
Robbin, Stephen P. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Desain, Dan Aplikasi.
Jakarta: Arcan

Anda mungkin juga menyukai