Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan terkait Miskonsepsi dalam Matematika dapat ditinjau dari pengertian kata

miskonsepsi itu sendiri. Secara etimologi sebagai berikut :


 Mis : merupakat kata serapan dari Bahasa Inggris yang dalam Bahasa Indonesia
artinya adalah salah menaggapi; luput
 Kesalahan dalam KBBI : tidak benar; menyimpang dari yang seharusnya.
 Konsep : rancangan; kerangka ide
 Konsepsi : Pengertian; pendapat (paham); rancangan (cita-cita dsb) yang telah ada
dalam pikiran
 Kesimpulan :
 MisKonsepsi (1) dapat diartikan kesalahpahaman seseorang dalam menangkap
sebuah konsep dasar atau kerangka ide yang dijadikan landasan dalam
menyelesaikan permasalahan.
 MisKonsepsi (2) dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian atau penyimpangan
terhadap konsep dasar yang dijadikan landasan dalam berbuat untuk
menyelesaikan permasalahan.
 Miskonsepsi Matematika dapat diartikan kesalahpahaman dalam aplikasi konsep
dasar atau prosedur operasional untuk menyelesaikan masalah misalkan mengenai
bilangan. Meskipun hasil akhir diartikan sebagai “benar” tetapi proses yang dilalui
“salah” maka dapat dinyatakan sebuah kebetulan. Jika prosedur penyelesaian “benar”
maka dapat dipastikan hasil akhir “benar”.
======================================================

CARA MENGATASI MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Ada banyak cara mengatasi miskonsepsi dalam bidang Matematika. Banyak


penelitian telah dilakukan para ahli pendidikan Matematika yang mengungkapkan
bermacam-macam kiat yang dibuat untuk membantu siswa memecahkan persoalan
miskonsepsi.

Secara garis besar langkah yang digunakan membantu mengatasi miskonsepsi adalah

1. Mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa


2. Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut
3. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi
Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak berhasil karena pendidik
tidak tahu persis penyebab miskonsepsi, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat. Maka,
mencari penyebab miskonsepsi menjadi unsur penting sebelum menentukan cara
mengatasinya. Banyak guru Matematika membantu peserta didik mengatasi miskonsepsi
dengan cara mengulangi penjelasan bahan beberapa kali. Akibatnya, peserta didik yang
sudah mengerti menjadi bosan, dan peserta didik yang mempunyai miskonsepsi tetap tidak
terbantu karena tidak tahu letak kesalahannya. Hal ini terjadi karena guru tidak mencari
penyebab miskonsepsi peserta didik terlebih dahulu, sehingga metode yang digunakan
tidak tepat.

Sebelum kita dapat membantu menangani miskonsepsi yang dipunyai peserta didik,
kiranya perlu diketahui lebih dahulu miskonsepsi apa saja yang dimiliki siswa dan
darimana mereka mendapatkannya. Baru dengan demikian kita dapat memikirkan
bagaimana mengatasinya. Untuk itu diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau
mendeteksi miskonsepsi tersebut. Disini disebutkan beberapa alat deteksi yang sering
digunakan para peneliti dan guru.

a. Peta Konsep (Concept Maps)

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi peserta didik dalam bidang
matematika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep
dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat
mengungkapkan miskonsepsi peserta didik yang digambarkan dalam peta konsep tersebut.
Miskonsepsi peserta didik dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antara
konsep-konsep itu benar atau salah. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi
yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep. Untuk lebih melihat
mengapa peserta didik beranggapan seperti itu, ada baiknya peta konsep itu digabungkan
dengan wawancara klinis.

Dalam wawancara itu peserta didik diminta mengungkapkan gagasan-gagasannya, dan


mengapa ia punya gagasan tersebut. Menurut Feldsine, miskonsepsi dapat diidentifikasi
dengan mudah oleh guru dari peta konsep peserta didik dan dapat dibantu dengan interviu
peserta didik, mengapa ia mempunyai miskonsepsi itu. Dalam interviu itu si peneliti dapat
mengerti lebih baik mengapa peserta didik mempunyai miskonsepsi dan dapat membantu
untuk mengatasinya.
b. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice) dengan pertanyaan terbuka dimana


peserta didik harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu.
Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes
berikutnya
c. Tes Esai Tertulis

Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep matematika
yang memang hendak diajarakan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat
diketahui miskonsepsi yang dibawa peserta didik dan dalam bidang apa. Setelah
ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa peserta didik diwawancarai untuk lebih
mandalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu. Dari wawancara itulah akan
nampak dari mana miskonsepsi itu dibawa.

d. Wawancara Diagnosis

Wawancara berdasarkan beberapa konsep Matematika tertentu dapat dilakukan juga


untuk melihat konsep alternatif atau miskonsepsi pada peserta didik. Guru memilih
beberapa konsep matematika yang diperkirakan sulit dimengerti peserta didik, atau
beberapa konsep matematika yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian
peserta didik diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di
atas. Dari sini dapat dimengerti konsep alternatif yang ada sekaligus ditanyakan darimana
mereka memperoleh konsep anternatif tersebut.

e. Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas peserta didik diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep
yang sudah diajarakn atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi
juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi itu, guru dapat mengerti
konsep-konsep alternatif yang dipunyai peserta didik. Cara ini lebih cocok digunakan pada
kelas yang besar, dan juga sebagai penjajakan awal. Yang perlu diperhatikan oleh guru
adalah membantu agar setiap peserta didik berani bicara mengungkapkan pikiran mereka
tentang persoalan yang dibahas.

f. Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan peserta didik yang
melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah peserta didik
mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum,
guru selalu bertanya bagaimana konsep peserta didik dan bagaimana peserta didik
menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. Praktikum ini dapat diurutkan sebagai
berikut

1) Guru mengungkapkan persoalan yang ingin dilakukan dalam praktikum.


2) Peserta didik diminta untuk membuat hipotesis atau dugaan lebih dulu dan
alasannya
3) Peserta didik melakukan praktikum. Selama itu guru dapat mengajukan pertanyaan
sehingga peserta didik akan semakin mengerti konsep yang di pelajari
4) Peserta didik menyimpulkan hasilnya. Guru dapat menanyakan apakah hasilnya
sesuai dengan hipotesis yang dipikirkan sebelumnya. Bila tidak sesuai, guru
mempertanyakan mengapa hal itu terjadi?
5) Dari seluruh proses diatas, guru dapat mengerti apakah peserta didik mempunyai
miskonsepsi atau tidak, dan bagaimana miskonsepsi itu dapat diperbaiki

Dari beberapa metode yang digunakan di atas dapat dirumuskan unsur yang penting
dalam metode tersebut

a) Peserta didik diberi kesempatan untuk mengungkapkan konsep atau gagasannya


b) Dari ungkapan itu dapat diketahui apakah ada konsep alternatif atau tidak
c) Diwawancarai untuk dimengerti dari mana mereka mendapatkan salah pengertian
itu

Berg (1991:5-7) menyimpulkan bahwa penelitian mengenai beberapa cara untuk


mengoreksi miskonsepsi belum menghasilkan cara ampuh untuk menghapusnya.
Menurutnya  miskonsepsi awet dan sulit diubah. Kadang-kadang berhasil mengoreksi
miskonsepsi sehingga peserta didik dapat menyelesaikan soal jenis tertentu, tetapi apabila
peserta didik diberi soal yang sedikit menyimpang, konsepsi yang salah muncul lagi. Atau
peserta didik yang baik dapat menerapkan konsep yang benar di sekolah, tetapi di luar
sekolah mereka tetap pegang pada konsepsi yang salah. Berg juga mengemukakan
beberapa langkah yang dapat digunakan dalam pembelajaran mengatasi miskonsepsi,
tetapi menurutnya perlu disadari bahwa sebenarnya belum ada cara yang efektif dan
efisien sebagai berikut:

1. Langkah pertama adalah mendeteksi pra-konsepsi peserta didik. Apa yang sudah


ada dalam kepala peserta didik sebelum kita mulai mengajar? Pra-konsepsi apakah
yang sudah terbentuk dalam kepala peserta didik oleh pengalaman dengan
peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa kekurangan prakonsepsi tersebut?
Prakonsepsi dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian sebelumnya,
test diagnostik,  pengamatan, membaca jawaban-jawaban yang diberikan peserta
didik langsung, dari peta konsep dan dari pengalaman guru. Literatur dan test
diagnostik sangat membantu, demikian juga membaca hasil tes esai peserta didik
dengan cara yang kritis dan santai. Fokuskan perhatian kepada jawaban peserta
didik yang salah
2. Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari
prakonsepsi tersebut dan kemudian menghaluskan bagian yang sudah baik dan
mengoreksi bagian konsep yang salah. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi
adalah bahwa peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan
pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam. Dengan demikian diharapkan
bahwa pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang lama akan menyebabkan
koreksi konsepsi. Atau dengan memakai istilah Piaget dapat dikatakan bahwa
pertentangan pengalaman baru dengan konsep yang salah akan menyebabkan
akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif (otak) yang menghasilkan konsep
baru yang lebih tepat, akan tetapi, belum tentu pengalaman yang tidak cocok
dengan pra konsepsi akan berhasil
3. Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep baru dan
menghaluskannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai harus dipilih sedemikian rupa
sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi yang salah akan
muncul dengan Jelas. Cara mengajar yang tidak membantu adalah kalau guru hanya
membahas soal tanpa memperhatikan konsep (drill), atau hanya menulis banyak
rumus di papan tulis, atau hanya berceramah tanpa interaksi dengan murid

Dari beberapa pembahasan tentang penanganan miskonsepsi di atas, cara-cara


mengurangi miskonsepsi dapat dirangkum dalam tabel berikut:

Penyebab Miskonsepsi dan Cara Mengatasinya

Sebab
Sebab Khusus Cara Mengatasi
Utama
Peserta Prakonsepsi, Dihadapkan pada
Didik Pemikiran asosiatif, kenyataan
Dihadapkan pada
Pemikiran humanistik, kenyataan dan peristiwa
anomali
Reasoning yang tidak lengkap, Dihadapkan pada
kenyataan dan anomali
Intuisi yang salah, Dilengkapi; dihadapkan
pada kenyataan
Tahap perkembangan kognitif Dihadapkan pada
siswa, kenyataan; anomali dan
rasionalitas
Diajar sesuai level
perkembangan; mulai
Kemampuan peserta didik, dengan yang konkret,
Minat belajar peserta didik baru kemudian yang
abstrak
Dibantu pelan-pelan,
proses
Motivasi, kegunaan
matematika, variasi
pembelajaran
Guru Tidak menguasai bahan, Belajar lagi
Bukan lulusan dari bidang ilmu Harusnya sesuai bidang
matematika, ilmunya
Member waktu peserta
Tidak membiarkan peserta didik didik untuk
mengungkapkan gagasan/ide, mengungkapkan gagasan
secara lisan dan tertulis
Relasi guru- peserta didik tidak Relasi yang enak, akrab,
baik humor
Buku Teks Penjelasan keliru, Dikoreksi dan
Salah tulis terutama dalam dibenarkan
rumus, Dikoreksi secara teliti
Tingkat penulisan buku terlalu Disesuaikan dengan level
tinggi bagi peserta didik,  peserta didik
Tidak tahu membaca buku teks,
Dilatih oleh guru cara
Buku fiksi sains keliru konsep menggunakan teks
Kartun sains sering salah konsep  Dibenarkan
Dikoreksi
Konteks Pengalaman peserta didik, Dihadapkan pada
pengalaman baru sesuai
dengan konsep
Bahasa sehari-hari berbeda, matematika
Dijelaskan perbedaan
Teman diskusi yang salah, dengan contoh
Mengungkapkan hasil
Keyakinan dan agama, yang dikritisi guru
Dijelaskan perbedaannya
Cara Hanya berisi ceramah dan Variasi, diransang
mengajar menulis, dengan pertanyaan
Mulai dari gejala nyata
Langsung ke dalam bentuk baru rumus
matematika, Guru memeberi
kesempatan peserta
Tidak mengungkapkan didik mengungkapkan
miskonsepsi, gagasan
 Dikoreksi cepat dan
Tidak mengoreksi PR, ditunjukkan salahnya
Ditunjukkan
Model analogi yang dipakai kemungkinan salah
kurang tepat, konsep
Model demonstrasi/Praktikum, Diungkapkan hasilnya
dan dikomentari
Model diskusi Diungkapkan hasilnya
dan dikomentari
Non multiple intelligences Multiple intelligences

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Tetapi tidak setiap
cara sesuai bagi peserta didik yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan peserta
didik dapat beraneka ragam. Maka penting bahwa guru pertama-tama mengerti letak
miskonsepsi peserta didik dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah mencoba beberapa
cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik.

Sangat penting dalam pembelajaran, apabila guru selalu mempertanyakan kepada


peserta didik gagasan dan konsep yang mereka ketahui. Guru dalam mengajar, entah
dengan metode apapun, perlu memberikan peluang kepada setiap peserta didik untuk
mengungkapkan gagasan dan idenya tentang konsep matematika yang dipelajari. Dari
ungkapan itulah guru akan mengerti miskonsepsi yang dibawa atau dipunyai peserta didik.
Langkah selanjutnya adalah mencari sebabnya dan kiat mengatasinya. Minimal, guru selalu
dapat bertanya, mengapa peserta didik mempuyai gagasan seperti itu.

Referensi yang dapat dirujuk dalam mata kuliah ini:

Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen
Satya Wacana Press

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta:
PT Grasindo

Ibrahim, muslimin, Prof. DR.H. M.Pd, Prakonsepsi dan Miskonsepsi pada Konsep IPA.
Program studi pendidikan Sains. Program pascasarjana UNESA

Ojose, Bobby. Common Misconception in Math: Strategy to Corret Them. Lanham: University
Press of America. 2015

Artikel-artikel tentang kesalahan dan miskonsepsi dalam pembelajaran matematika

Anda mungkin juga menyukai