Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNOLOGI FITOFARMAKA
TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA

Disusun Oleh :

JERIKO

1801264

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
PADANG

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................

1.1 Latar Belakang....................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

2.1 Pengertian Fitofarmaka..........................................................................................

2.2 Dasar Pengembangan Fitofarmaka........................................................................

2.3 Proses Standardisasi Fitofarmaka..........................................................................

2.4 Bentuk Sediaan Fitofarmaka..................................................................................

2.5 Obat Tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka.............................

2.6 Produk Fitofarmaka................................................................................................

2.7 Peranan Perawat dalam Penggunaan Obat Fitofarmaka....................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................

3.2 Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di
antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri
jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan
bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita
sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar
Husodo(Jawa),Usada(Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat
Primbon Jampi.
 Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180
tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi
profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan
kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek
farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi
farmasi agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.
Adapun masyarakat menggunakan bahan alam yang ada di sekitar lingkungan
tempat tinggalnya menggunkan sebagai obat tradisional maka dari itu isi makalah ini
membahas tentang resep obat tradisional dan bukti penggunaannya di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan fitofarmaka?
2. Apa dasar pengembangan fitofarmaka?
3. Bagaimana proses standardisasi fitofarmaka?
4. Apa saja jenis uji fitofarmaka?
5. Apa saja bentuk sediaan fitofarmaka?
6. Apa saja obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka?
7. Apa saja produk fitofarmaka?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari fitofarmaka.
2. Mengetahui dasar pengembangan fitofarmaka.
3. Mengetahui proses standarisasi fitofarmaka.
4. Mengetahui jenis uji fitofarmaka.
5. Mengetahui bentuk sediaan fitofarmaka.
6. Mengetahui macam obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka.
7. Mengetahui produk fitofarmaka.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fitofarmaka

            Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan   khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya
telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).
            Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong  menggunakan herbal
karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar. Akan tetapi pada dasarnya sediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan
alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan
yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian,
khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan
jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.
Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh
mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan
obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang
setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standardisasi
mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat
digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga
telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas,
dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap
manusia. Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai obat herbal tertinggi dari Jamu dan Herbal
Terstandar karena proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik
pada manusia.
2.2 Dasar Pengembangan Fitofarmaka

2.2.1 Pedoman Pengembangan Fitofarmaka


•         Kep. Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
•         SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional
•         Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Obat Tradisional
•         Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman
CPOTB

2.2.2 Dasar Pemikiran Pengembangan Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka


          Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha
pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan atau dokter umumnya masih enggan
untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk
meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan
keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan
warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan
lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.

2.3 Proses Standardisasi Fitofarmaka

2.3.1 Kriteria Fitofarmaka


a.     Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b.     Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
c.      Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
         dalam     produk  jadi
d.     Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

2.3.2 Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI)

1. Tahap Seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas
sebagai berikut:
 Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama
 Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman
pemakaian empiris sebelumnya
 Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-
penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap Biological Screening, untuk menyaring:


 Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat
terapeutik (pra klinik in vivo)
 Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika
ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan
tersebut (pra klinik, in vivo)

3. Tahap Penelitian Farmakodinamik


 Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem
biologis organ tubuh
 Pra klinik, in vivo dan in vitro,Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika
diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon
fitofarmaka.

4. Tahap Pengujian Toksisitas Lanjut (multiple doses)


 Toksisitas Subkronis
 Toksisitas akut
 Toksisitas khas/ khusus

5. Tahap Pengembangan Sediaan (formulasi)


 Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan
estetika untuk pemakaian pada manusia.
 Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
 Teknologi farmasi tahap awal
 Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
 Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Ada 4 fase yaitu:

Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat


Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
Fase 4 : post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak
terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.

Yang terlibat dalam pengujian

•         Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun & mengusulkan protokol uji fitofarmaka
•         Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan, seperti Rumah Sakit, Laboratorium
Pengujian atau lembaga penelitian kesehatan
•         Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner yang terdiri dari dokter,apoteker dan
tenaga ahli lainnya yang mempunyai fasilitas, bersedia serta mampu melaksanakan uji
fitofarmaka

2.3.3 Keuntungan Strandardisasi Fitofarmaka :

•         Menghasilkan efek terapeutik yang konsisten, reproducible & derajat keamanannya


tinggi (dosis terkontrol).
•         Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik
maupun klinik.
•         Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.

2.4  Jenis Uji Fitofarmaka


   
1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :
a. Uji Toksisitas Akut 
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis
maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji).
pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral dan
intravena). Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50
adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh
pemberian dosis tersebut)
b. Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat
tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis
yang berbeda. Toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan serta perubahan lainnya
dari hewan percobaan.
c. Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini
dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat).
Uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu
yang cukup panjang.
2. Uji Farmakodinamik/efek farmakologik
Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik pada
berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang sesuai,
baik secara invitro atau invivo.
Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum
bisa atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya
tidak merupakan penghambat.
Untuk lebih lanjut, tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada sarana
dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
3. Uji klinik
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk
pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala penyakit.
• Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
 Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam pencegahan
atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
 Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan
manfaatnya.

2.5  Bentuk Sediaan Fitofarmaka


 Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik,
yaitu obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
 Kapsul adalah Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul,
keras atau lunak.
Macam- macam kapsul :
1)      Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul tetrasiklin,
kapsul kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami
2)      Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul minyak
ikan dan kapsul vitamin
Komponen kapsul
1.    Zat aktif obat
2.    Cangkang kapsul
3.    Zat tambahan
 Bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi
bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon
dioksida.
 Bahan pelicin (magnesium stearat)

 Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan
untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)
Penggolongan :
1.      Serbuk Terbagi (Pulveres) Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam bentuk
bungkusan dalam kertas perkamen.
2.      Serbuk Tak Terbagi (Pulvis) Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam per-resepannya.
3.      Serbuk Tabur
Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya
berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.
 Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.
 Pil dalam Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat mengandung
satu atau lebih bahan obat.  Dalam buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang
berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.
Macam-macam sedian pil
a.      Bolus      : beratnya lebih dari 300 mg
b.      Pil           : beratnya sekitar 60 – 300 mg
c.      Granul    : beratnya 1/3 – 1 grain (1 grain = 64,8 mg)
d.      Parvul     : beratnya kurang dari 1/3 grain
 Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi rasa
tapi tidak mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau pembawa yang
wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi antara lain:
sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup ini dimaksudkan sebagai
pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang ditambahkan kemudian, baik
dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standart untuk
sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat.

 Sediaan topikal adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk
memperoleh efek pada kulit atau di dalam kulit :

 Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit.


Fungsi salep adalah :
  1. Pembawa obat untuk pengobatan kulit
2. Pelumas pada kulit
        3. Pelindung terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen.
 Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air
 Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum dan ZnO.
Bersifat pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah: vaselin, lanolin, adeps
lanae, Ungt. Simplex, minyak lemak dan parafin liq. yang sudah atau belum bercampur
dengan sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air misalnya
Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya
pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh,
berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Pasta gigi digunakan untuk
pelekatan pada selaput lendir agar memperoleh efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon
asetonida).

2.6 Obat Tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka


            Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Sesuai
lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 berikut
ini adalah  daftar obat tradisional yang harus dikembangkan menjadi Fitofarmaka yaitu :
1. Antelmintik
2. Anti ansietas (anti cemas)
3. Anti asma
4. Anti diabetes (hipoglikemik)
5. Anti diare
6. Anti hepatitis kronik
7. Anti herpes genitalis
8. Anti hiperlipidemia
9. Anti hipertensi
10. Anti hipertiroidisma
11. Anti histamin
12. Anti inflamasi (anti Rematik)
13. Anti kanker
14. Anti  malaria
15. Anti TBC
16. Antitusif / ekspektoransia
17. Disentri
18. Dispepsia (gastritis)
19. Diuretik

2.7 Produk Fitofarmaka


Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk  fitofarmaka  yang
sudah beredar adalah:
1.Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031 500 361)

Komposisi :
Each Nodiar tablet contains :
Attapulgite ……………………........... 300 mg
Psidii Folium Extract ……… ……......... 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract …. 7.5 mg
Indikasi : diare yang tidak spesifik, Ekstrak Folium Psidii dikenal memiliki efek farmakodinamik yang
bekerja di otot polos usus. Attapulgite melindungi usus dan menyerap racun bakteri dan juga
meningkatkan konsistensi feses dengan penyerapan cairan di lumen intestinals. Curcuma domestica
Rhizoma bekerja dengan efek sebagai anti spasmolytical non kompetitif antagonis pada reseptor
asetilkolin.

2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)

Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma...... 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak............. 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak.......... 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak.......... 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak........... 125 mg
indikasi: mebantu mengurangi  nyeri persendian.

3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411, POM FF 041
600 421)
STIMUNO® adalah imunomodulator dari herbal alami membantu meningkatkan daya tahan
tubuh. Stimuno terdaftar sebagai FITOFARMAKA , dibuat dari ekstrak tanaman Phyllanthus
niruri (meniran) yang terstandardisasi dan telah melalui berbagai uji pre-klinik dan klinik.
Sebagai imunomodulator (pengatur sistem imun), Stimuno membantu merangsang tubuh
memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan
tubuh bekerja optimal.
Komposisi : Tiap 5 ml Stimuno Sirup mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25 mg.
Tiap kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg
Indikasi: Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh
Dosis
Sirup untuk anak-anak usia 1 tahun ke atas
Anak : 3 kali sehari 1 sendok takar sirup (5 ml)
Kapsul untuk dewasa
Dewasa : 3 kali sehari 1 kapsul
Kemasan
STIMUNO® tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta dalam bentuk
kapsul untuk dewasa
Nomor Registrasi
Stimuno sirup 60 ml dan 100 ml : POM FF 041600421
Stimuno kapsul : POM FF 041300411

4. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300 031, POM FF
031 300 041)

Komposisi tiap kapsul berisi:


Ekstrak Apii herba................... 92mg
Ekstrak Orthosiphon folium...... 28mg
Indikasi: Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
obat ini gabungan dari komposisi daun kumis kucing dan daun seledri, disini yang berperan
sebagai agen penurun tekanan darah tinggi adalah extrak daun seledri, sedangkan untuk daun
kumis kucing (Orthosiphon Folium) lebih ke infeksi ginjal, saluran kemih, dll.
Kontraindikasi
hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam Tensigard
Dosis
Dosis terapi: 3 x sehari 1 kapsul Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 kapsul
Efek Samping
 sakit kepala
 nausea
Kemasan
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul

5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 02

Komposisi
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum......... 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix................ 50 mg
Ekstrak Ginseng............................. 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus............. 2,5 mg
Royal jelly........................................ 5 mg
Indikasi: Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan stamina pria,
membantu mengatasi disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra, kanker prostat,
hipertensi berat dan gagal ginjal.
Dosis
Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.
Efek Samping
 karena berupa ekstrak alami X-gra sangat mudah ditoleransi
 sangat jarang terjadi susah tidur dan nafsu makan meningkat
 hasil uji klinis menyatakan tidak adanya efek samping.
Kemasan                             
isi 3 blister @ 10 kapsul Doos isi 4 catch cover @ 10 kapsul
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
       
1. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk
jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).

2. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan


obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional
pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya
bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih
luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat Tradisional menjadi
fitofarmaka.

3.     Fitofarmaka harus memenuhi beberapa  kriteria, diantaranya :

a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

4. produk- produk fitofarmaka

a. Nodiar
b. X-Gra
c. Stimuno
d. Tensigard Agromed
e. Rheumaneer  

3.2 SARAN
            Kami harap dengan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai fitofarmaka
sehingga pembaca dan penulis dapat memanfaatkan obat-obat ini untuk meningkatkan kwalitas
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 2008,Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,UI-Press,Jakarta.
Widaryanto Eko, 2008,Tanaman Obat Berkhasiat,Unit Penerbitan Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya,Malang.     
 

Anda mungkin juga menyukai