Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Esofagus berkembang ketika sepasang lipatan kranial pada usus depan bergerak
turun, sedangkan satu lipatan kaudal (tunggal) bergerak untuk menyekat trakea dan
esofagus, disertai dengan pemanjangan trakea dan esofagus. Esofagus mengangkut
cairan dan makanan padat ke lambung, dan mencegah regurgitasi. Lapisan sel
skuamosnya cocok untuk tujuan tersebut, namun lapisan ini rentan terhadap erosi akibat
refluks isi lambung. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
Diamati bahwa proses menelan telah terjadi di dalam uterus pada masa
kehainilan 20 minggu. sedangkan mengisap serta menelan agaknya dikoordinasikan
pada masa kehamilan 33-34 minggu. Bayi baru lahir cukup bulan mempunyai gerakan
mengisap cepat, pendek yang diikuti dengan gerakan menelan. Dalam waktu beberapa
han (atau beberapa minggu jika hayi prematur) bayi mampu menelan dan bernafas
dengan cara yang teratur dan terkoordinasi selama gerakan mengisap yang lama.
Gerakan menelan dimulai dengan naiknya bagian posterior lidah secara mendadak,
yang kemudian mendorong segumpal makanan atau cairan ke arah faring posterior.
Secara bersamaan laring superior dan anterior berpindah tempat. dan posisi epiglotis
menjadi sedemikian rupa sehingga melindungi saluran udara laring; sementara itu
nasofaring tertutup oleh palatum molle dan uvula. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
Sfingter esofagus superior berelaksasi dan faring mendorong makanan ke dalam
esofagus, sehingga timbul gelombang peristaltik pertama yang mendorong makanan ke
dalam lambung. Gelombang kedua biasanya dimulai dengan distensi lokal dan berperan
untuk mengosongkan esofagus dan sisa-sisa makanan atau isi lambung. Kedua
gelombang ini mengosongkan esofagus dengan upaya berupa gerakan mendorong.
Sebaliknya. gelombang-gelombang tidak mendorong adalah abnormal jika ada
dalam jumlah yang besar, dan dapat disertai dengan nyeri dada. Sampai tiga sentimeter
bagian distal esofagus telah meningkatkan tonus dan berperan sebagai sfingter esofagus
bagian bawah yang mencegah refluks tetapi berelaksasi selama proses penelanan untuk
memungkinkan makanan masuk ke dalam lambung. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
2

Evaluasi diagnostik meliputi pemeriksaan roenigenografi penelanan barium


konvensional, yang dapat memperagakan adanya massa yang mengganggu di dalam
lumen atau memperagakan adanya refluks gastroesofagus. Gambaran video esofagram
dapat memberikan gambaran yang lebih baik perubahan pola menelan dan gerakan
peristaltik esofagus. Pemeriksaan manometri esofagus memungkinkan mengevaluasi
gelombang tekanan dalam esofagus, demikian juga perubahan tekanan pada sfingter
esofagus bawah, yang menurun pada refluks esofagitis, dan meningkat pada akalasia.
Scan radionuklid dapat mengevaluasi efisiensi peristaltik dalam membersihkan
esofagus, dan dapat menguji adanya refluks dan aSpirasi. Pemantauan pH yang lama
pada bagian distal esofagus merupakan uji yang sangat sensitif untuk adanya refluks
asam lambung. Pemeriksaan endoskopi fiberoptik yang fleksibel memungkinkan untuk
melakukan biopsi dan visualisasi esofagus tanpa anestesi umum; pemeriksaan ini
mendeteksi dan mengambil benda asing. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Esofagus


Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar
25cm dan diameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.
Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebrata, dan menembus
hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan
bahan yang dimakan dari faring ke lambung. (Sjamsuhidayat, 2005)
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka.
Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali
pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak
nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi
lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila
makanan masuk ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.

Gambar. 1. Anatomi Esofagus


4

Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas
empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar). Lapisan
mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di
ujung atas, epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus
dngan lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam
keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.
Lapisan sub mukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus
mempermudah jalannya makanan waktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam
tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka,
sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri
dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna
lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun
selaput peritonium, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang
menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya
serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker
esofagus) dan meningkatnya kmungkinan kebocoran setelah operasi.
(Sjamsuhidayat, 2005)
Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan
parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus,
yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis masih kurang
diketahui.
Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural
intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau
mienterikus), dan tapaknya berperan dalam pengaturan peristaltik esofagus normal.
Jala-jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di sub mukosa saluran
gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalm esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005)
Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pda saraf-saraf ekstrinsik.
Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau mnghambat fungsi
gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa
esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor menerima rangsangan mekanis seperti
5

sentuhan, dan keoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor


termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik.
Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai
oleh cabang-cabang arteria tioidea inferior dan sublavia. Bagian tengah disuplai ole
cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian
subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena
sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esofagus menyebabkan terbetuknya varises esofagus (vena varikosa
esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat
fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hati.

Gambar. 2. Vena Esofagus


6

II.2 Fisiologi esofagus


Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari mulut
ke lambung. Proses ini dimulai dengan pendorongan makanan oleh lidah ke belakang.
Penutupan glotis dan nasofaring, serta relaksasi sfingter faring esofagus. Proses ini
diatur oleh otot serang lintang di daerah faring.
Di dalam esofagus, makanan turun ke peristaltik primer dan gaya berat
terutama untuk makanan padat dan setengah padat, serta peristaltik ringan. Makanan
dari esofagus masuk ke dalam lambung karena relaksasi sfingter esofagus karsia.
Setelah makanan masuk ke lambung, tonus sfingter ini kembali ke keadaan semula
sehingga mencegah makanan masuk kembali ke esofagus.
Proses muntah terjadi karena tekanan di dalam rongga perut dan lambung
meningkat serta terjadi relaksasi sementara sfingter esofagokardia sehingga secara
refleks makanan dan cairan dari dalam lambung dan esofagus naik ke faring dan
dikelurakan melalui mulut. (Sjamsuhidayat, 2005)

Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan
berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkain gerakan otot yang sangat
terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan diselesaikan dengan
serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen refleks ini merupakan
serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi
terdapat pada medula oblongata. Dibawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan
ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V, X, dan XII
menuju ke otot-otot lidah, faring, laring dan esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005)

Gambar. 3. Proses Menelan


7

Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinyu, tetapi terjadi


dalam tiga fase oral, faringeal, dan esofageal. Pada fase oral, makanan yang telah
dikunyah oleh mulut disebut bolus didorong ke belakang mengenai dinding posterior
faring oleh gerakan voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah
rangsangan gerakan refleks menelan. (Sjamsuhidayat, 2005)
Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup
ronggs hidung. Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah
makanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus
melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan
retroversi epiglotis di atas orifisium laring akan melindungi saluran pernapasan, tetapi
terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea.
Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi.
Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara voluntar menarik napas dan menelan dalam
waktu yang sama. (Sjamsuhidayat, 2005)
Fase esofagel mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan
memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang singkat ini,
gelombang peristaltik primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot
krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus
berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus mennuju sfingter esofagus bagian distal.
Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan
bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan
kecepatan 2 sampai 4cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung
dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul gelombang
peristaltik sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya
gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel-partikel makanan.
Gelomang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian
atas eofagus, tetapi kurang penting pada esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak
dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor penting yang mempermudah transpor dalam
esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peristaltik memungkinkan seseorang
untuk minum air sambil berdiri terbalik dengan kepala di bawah atau ketika berada di
luar angkasa dengan gravitasi nol. (Sjamsuhidayat, 2005)
Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang
mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan dalam esofagus
8

sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan


intratorak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah
bertekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan
refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu
menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya.
Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa rangkaian gerakan kompleks yang
menyebabkan terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses
patologs. Proses ini dapat menganggu transfor makanan maupun mencegah refluks
lambung. (Sjamsuhidayat, 2005)

II.3 Gejala gangguan esofagus


Disfagi atau kesulitan menelan makanan yang dimakan dari faring, merupakan
gejala utama penyakit faring atau esofagus. Disfagi jangan disalahtafsirkan dengan
globus histerikus (perasaan adanya “gumpalan dalam tenggorokan”), yang dapat
disebabkan oleh faktor emosi dan dapat terjadi tanpa harus menelan.
Disfagi terjadi pada gangguan non esofagus yang disebabkan oleh penyakit
otot atau neurologis. Penyakit-penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak
(strike, penyakit serebrovaskular), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomielitis
bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan risiko tersedak minuan atau makanan yang
tersangkut dalam trakea atau bronkus. (Sjamsuhidayat, 2005)
Disfagi esofageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh
motorik. Penyebab ostruktif adalah striktura esofagus dan tumor-tumor ekstrinsik atau
instrinsik esofagu, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab motorik disfagi
dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau
disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan motorik yang sering menimbulkan
disfagi adalah akalasia, skleroderma, dan spasme esofagus difus.
Pirosis (nyeri ulu hati) adalah gejala lain penyakit esofagus yang sering terjadi.
Pirosis ditandai pleh sensasi panas, terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium
atas atau di belakang prosesus xifoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat
disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian
bawah, ke duanya mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh
inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa
9

hernia hiatus atau esofagitis. Nyeri ulu hati merupakan keluhan lazim selama
kehamilan. (Sjamsuhidayat, 2005)
Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi bersama dengan
disfagi. Odinofagi dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak
dapat dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dad. Odinofagi dapat disebabkan
oleh spasme esofagus akibat peregangan akut, atau dapat terjadi sekunder akibat
peradangan mukosa esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005)
Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya
dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai
oleh mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan
panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering terjadi pada bayi akibat
perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak sempurna. Pada orang dewasa,
regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi sfingter esofagus bagian atas untuk
bertindak sebagai sawar regurgitasi. Water brash merupakan refleks hipersekresi saliva
akibat adanya esofagitis peptik atau disfagi, da tidak sama dengan regurgitasi. Water
brash terjadi pada sekitar 15% dari waktu pada saat seseorang menderita disfagi.
(Sjamsuhidayat, 2005)

.
10

1. Barret`s esophagus
Barret’s esofagus ialah suatu kondisi dimana terjadinya metaplasia epitel
kolumnar yang menggantikan epitel skuamous pada distal esofagus. Pada sebagian
besar kasus merupakan lanjutan dari refluk esofagitis, yang merupakan faktor risiko
terhadap adenokarsinoma esophagus dan adenoma gastro-esofageal junction. (Spechler
SJ, 2003)

Gambar. 5. Barrett`s Esophagus

Epidemiologi
Angka kejadian Barret esofagus pada populasi umum diperkirakan berkisar
antara 1,6 -1,7 %. Pada sensus tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan hampir
mencapai 3,3 juta individu yang mengalami kondisi seperti ini. Pada penderita GERD
angka kejadian Barret Esofagus lebih tinggi, mencapai kurang lebih 5-10%. Penderita
GERD berat seperti esofagitis erosif, angka kejadian barret esophagus mencapai 10%,
sedangkan penderita striktur peptik esofagus angka kejadiannya hampir 30%. Barret
esofagus lebih banyak mengenai pria dibandingkan wanita, dengan perbandingan rasio
3:1.
Barret’s esofagus paling banyak dijumpai pada kelompok umur 55 sampai 65
tahun, penyakit ini lebih sering dijumpai pada ras kulit putih. Obesitas, perokok dan
peminum alcohol merupakan faktor risiko untuk terjadinya barrett’s esofagus.
Identifikasi dan terapi barrett’s esofagus saat ini masih menjadi perdebatan yang
menarik. Barret’s esofagus berkaitan erat dengan gastroesofageal refluk dan merupakan
factor risiko yang paling banyak terhadap adenokarsinoma esofagus. Penderita barret’s
11

esofagus mempunyai risiko 40 kali lebih besar jika dibandingkan dengan populasi
umum.
Kanker Barret’s esofagus berkembang sangat cepat disebagian Negara Barat. Di
Negara Asia, sebagian besar kanker esofagus berupa karsinoma sel squamous bukan
adenokarsinoma. Saat ini peningkatan jumlah kasus barret’s esofagus yang berlanjut
menjadi kanker barret’s semakin tinggi di Negara asia, seiring dengan peningkatan
jumlah kasus Barret’s esofagus di Negara Asia. (Anwar SA, 2009)

Faktor Risiko
a. Umur
Barret’s esofagus merupakan kelainan yang di dapat, dengan demikian insiden
barret’s esofagus bertambah sesuai dengan umur. Rerata umur pada saat diagnosis
klinis ditegakkan ialah 63 tahun. Barret’s esofagus long segmen jarang ditemukan
pada anak-anak. Penelitian kohor baru-baru ini mendapatkan 8 dari 166 anak yang
mendapatkan terapi jangka panjang penghambat pompa proton menderita barret’s
esofagus, sebagian besar anak yang usianya lebih dari 11 tahun yang menderita
kelainan status mental atau refluk gastroesofageal yang disertai faktor predisposisi
seperti Down’s Syndrome atau Serebral Palsi.
Pada penelitian yang dilakukan, didapatkan perubahan angka kejadian Barret’s
esofagus (dimana 99% ialah Barret’s esofagus short-segment) berkaitan dengan
umur, dimana paling banyak dijumpai pada pasien yang berumur diatas 70 tahun
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Dari penemuan ini diduga bahwa
patofisiologi barret’s esofagus mungkin berbeda antara pasien di Negara asia
(Terutama short-segment) dengan pasien di Negara Barat (terutama Long-segment).
12

Gambar. 6. Angka kejadian pasien Barret’s esofagus yang berkorelasi


dengan Umur

b. Jenis Kelamin
Pada penelitian di Mayo Clinic pada pasien yang dilakukan endoskopi antara
tahun 1976 sampai dengan tahun1989, mendapatkan bahwa barret’s esofagus long
segmen lebih banyak dua kali pada pria dibandingkan wanita. Penelitian multisenter
Italian Study dari tahun 1987 sampai 1989, barret’s esofagus 2,6 kali lebih sering
dijumpai pada pria dibandingkan pada wanita.

c. Geografik dan etnik


Barret’s esofagus long segmen paling sering didapat di Negara barat namun
kurang dibandingkan dengan Negara lain seperti di jepang misalnya. Dari penelitian
retrospektif cross-sectional cohort study terhadap 2100 orang (37,7 kulit putih,11,8
kulit hitam,22,2 hispanik) yang dilakukan endoskopi dari tahun 2005 sampai 2006,
didapatkan pada kulit putih 6,1 % menderita barret’s esofagus sedangkan kulit hitam
1,6 % dan hispanik 1,7 %. (Clemons NJ, 2006)

d. Refluk
Sekitar 15 sampai 20 % orang dewasa di Amerika Serikat dilaporkan pernah
mangalami heartburn paling tidak sekali dalam seminggu, dan sekitar 7 %
mengalami gejala seperti ini setiap hari. Pada orang yang mempunyai gejala GERD ,
3 sampai 7 % didapati barret’s esofagus long segmen pada saat dilakukan endoskopi.
Namun sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai gejala GERD hanya 1% yang
didapati barret’s yang osefagus long segmen.
Dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap semua pasien yang mengeluhkan
heartburn paling kurang dua kali dalam seminggu, didapati barret’s esofagus short
segmen pada 7 pasien dari 378 pasien (1,8%) yang dilakukan endoskopi. Pada suatu
penelitian potong-lintang didapati pasien dengan barret’s esofagus short segmen lebih
sering mengeluhkan gejala refluk. (DeMeester TR, 1998)

Patofisiologi Barret’s Esofagus


13

Barret’s esofagus merupakan penyakit yang didapat dimana terjadi perubahan


epitel kolumnar dari epitel skuamous yang normal pada distal esofagus. Hernia Hiatal,
kelemahan spinkter esofageal bawah serta abnormalitas paparan asam di esofageal
sering dijumpai pada pasien barret’s esofagus dibandingkan dengan orang sehat yang
normal pada kontrol dan pasien dengan esofagitis. Saat ini dididuga hernia hiatal dan
kelemahan spincter bawah esofagus sebagai pencetus refluk yang berlebihan dan refluk
yang berlebihan merupakan penyebab awal metaplasia dari sel skuamous menjadi sel
kolumnar.

Gambar. 7. Refluks Gastroesofagus (Lemah Sfingter)

Sebagian besar pasien penderita barrett’s metaplasia mengalami refluk asam


yang berlebihan di distal esofagus, bahkan adanya hubungan langsung antara lamanya
paparan asam terhadap esofagus dan derajat kerusakan mukosa. Peningkatan paparan
asam terhadap esophagus merupakan penyebab utama defek mekanik pada spinkter
bawah esofagus, serta menurunkan irama kontraksi esophageal bawah. Gangguan
motilitas esofagus menyebabkan terhambatnya pembersihan material refluk dan
memperlama waktu kontak antara material refluk dengan mukosa esofagus. (DeMeester
TR, 1998)
Data-data eksperimental menyatakan bahwa asam saja tidak merusak mukosa
esofagus, akan tetapi kombinasi dengan pepsinlah yang memperberat kerusakan
14

mukosa. Refluk asam lambung tidak merupakan pencetus utama terhadap metaplasia
intestinal tetapi berperan terhadap metaplasia kolumnar. Material duodenal seperti
enzim pancreas, garam empedu serta lysolesitin diyakini memegang peranan penting
terhadap terjadinya metaplasia intestinal dan degenerasi malignan. Pengaruh kerusakan
mukosa dari refluk duodenal pada mukosa esofagus didapat dari studi-studi klinis dan
eksperimental. Mekanisme kerusakan mukosa oleh pepsin dan tripsin berkaitan dengan
sifat proteolitiknya. Pepsin dan tripsin sangat cocok dalam lingkungan PH asam ang
mempengaruhi subtansi intersel sehingga menyebabkan kerontokan sel epitel. Asam
empedu terutama mempengaruhi membran sel dan organ intrasel. Tampaknya asam
diperlukan untuk mengaktifkan material perusak seperti pepsinogen atau memperkuat
kemampuan garam empedu memasuki mukosa. Hal ini terlihat jelas pada observasi
terhadap pasien yang mengalami refluk ganda dari asam lambung dan asam material
dari duodenal mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap kerusakan mukosa esofagus.
Pada lingkungan PH yang netral garam empedu dekonyugasi lebih merusak
dibandingkan dengan yang konyugasi. Terapi supresi asam mengakibatkan
berkembangnya bakteri yang mencetuskan dekonyugasi asam empedu di lambung.
Pada asam yang normal asam empedu tidak terkonyugasi mengendap, namun pada saat
supresi asam lambung terjadi, asam empedu tidak terkonyugasi berbentuk cairan dan
berkontribusi terhadap kerusakan mukosa esofagus. (DeMeester TR, 1998)
Inflamasi yang disebabkan oleh refluk kronik bisa jadi berperan penting
terjadinya lingkungan disekitar sel dimana Barret’s esofagus timbul. Mukosa esofagus
dirusak oleh asam dan garam empedu yang umumnya diinfiltrasi oleh sel-sel inflamasi.
Infiltrasi oleh sel inflamasi akut diikuti oleh limfosit T terutama di daerah metaplasia.
Infiltrasi sel T selalu ada pada Barret’s Esofagus yang dilakukan endoskopi terapi
ablasi, namun tidak dijumpai pada epitel skuamus yang baru. Dengan demikian diduga
limfosit T merupakan bagian yang penting dalam mempertahankan jaringan metaplasia.
Infiltrasi sel inflamasi mengakibatkan timbul produksi reactive oxygen species (ROS),
walaupun produksi ROS sudah dikenal pada mukosa pasien dengan Barret’s esophagus
dan ataupun esofagitis, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya.
ROS dapat mengakibatkan pengaruh biologis yang berlebihan pada sel termasuk sel
yang berperan terhadap siklus perkembangan sel, tranduksi sinyal, degradasi protein
serta penghancuran DNA. ROS merangsang produksi sitokin yang mengstimulasi
proliferasi epitel, survival serta migrasi. Sitokin dihasilkan oleh sel inflamasi epitel
15

barret’s melalui respon inflamasi yangberupa growt factor-β, interleukin-1β, IL-10, IL-
4, interferon-γ serta TNF-α. Hal ini mungkin dikarenakan profil spesifik sitokin
mungkin terlibat pada respon mukosa terhadap refluk. Individu yang mengalami
esofagitis akan memberikan respon inflamasi akut dimana terdapatnya sitokin
proinflamasi tipe Th-1 dengan peningkatan kadar IL-1β, IL-8 dan IFN-γ. Jenis respon
ini berkaitan dengan respon imun seluler terhadap infeksi serta keganasan. Sitokin tipe
Th-2 meningkatkan IL-10 dan IL-4 yang berkaitan dengan barret’s esofagus. IL-4
merangsang metaplasia sel goblet dan gene musin pada sel epithelial saluran
pernapasan. (Pascu O, 2004)

Gejala klinis
Barret’ esofagus sendiri sebenarnya tidak menimbulkan gejala. Gejala Barret’s
esofagus berkaitan dengan gejala GERD, seperti heartburn atau regurgitasi. Sangat sulit
membedakan pasien dengan gejala GERD menderita Barret’s esofagus berdasarkan
gejala. dari penelitian yang dilakukan berdasarkan penemuan endoskopi didapat bahwa
penderita yang mengalami gejala lebih dari dari lima tahun kemungkinan besar
menderita Barret’s esofagus dibandingkan dengan penderita yang gejalanya kurang dari
lima tahun. Dengan demikian kronisitas gejala lebih penting dalam memprediksi
barre’s esofagus dibandingkan keparahan gejala. Dengan alasan ini dianjurkan pada
penderita GERD yang lebih dari lima tahun dilakukan skrining endoskopi guna
mendiagnosis Barret’s esofagus.
Rex dkk (2003) mendapatkan hampir 8 % pasien Barret’s esofagus mempunyai
riwayat heart burn dibandingkan dengan yang tidak mengalami gejala GERD yang
hanya 6 %. Sedangkan Ward dkk (2006) mendapatkan 20 % Barret’s esofagus pada
penderita yang mempunyai gejala GERD dibandingkan dengan Barret’s esofagus tanpa
gejala GERD yang hanya 15%. Cook dkk (2005) mendapatkan pada penelitian meta-
analisis 8-20 % Barret`s esofagus dengan gejala refluk. (Morales TG, 1999)

Diagnosis
Radiografi gastrointestinal atas dengan barium enema tidak sensitive untuk
mendeteksi barret esofagus. Diagnosis Barret’s esofagus masih berpedoman pada
biopsy dengan endoscopi. Kemampuan kapsul endoskopi dalam mendiagnosis barret’s
esophagus telah dilakukan dan menghasilkan sensitivitas 67 % serta spesifisitasnya
16

84% . Penelitian multisenter lainnya mendapatkan bahwa kapsul endoskopi memiliki


sensitifitas yang baik sekali, namun spesifisitasnya terbatas dalam mendiagnosis
barret’s esofagus ataupun refluk esofagitis.
Pada esofagus yang normal, pertemuan epitel kolumnar lambung dan epitel
skuamous esofagus ditemukan pada bagian paling bawah esofagus. Pada barret’s
esofagus pertemuan ini berpindah keatas dan epitel kolumnar meluas kedalam esofagus
dan sangat mudah dibedakan dengan epitel skuamous yang dilihat diproksimal. Setelah
barret’s esofagus dideteksi pencarian endoskopi ditujukan untuk mencari hubungan
seperti refluk esofagitis, ulkus esofagus, striktur, atau hiatal hernia serta terutama
adanya karsinoma esofagus seperti nodul atau masa.
Definisi Barret’s esofagus mengharuskan paling kurang ditemukannya 3 cm
epitel kolumnar di esofagus. Saat ini peneliti menemukan bahwa short segmen epitel
kolumnar berkaitan dengan berkaitan dengan adenokarsinoma esofagogastrik junction.
Barret’s esofagus didiagnosis jika dari endoskopi ditemukan daerah epithelium
kolumnar yang definitive pada esofagus bawah dan secara biopsy menunjukkan
metaplasia intestinal.
Biopsi perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis Barret’s esofagus.
Epitel kolumnar lambung atas yang langsung terletak dibawah esofagogastrik junction
merupakan tipe fundus atau tipe gastric. Tanda histologi barret’s esofagus adalah
ditemukannya metaplasia intestinal (juga disebut epitel kolumnar) pada esofagus. Pada
epitel ini musin mengandung goblet sel.ujung dari goblets sel masuk kedalam sel
sitoplasma yang mudah dilihat dengan pewarnaan standar hematoksilin-eosin dan dapat
dilihat lebih jelas dengan pewarnaan alsian blue. Goblet sel metaplasia intestinal
meliputi seluruh daerah barret’s esofagus. Jenis histologi seperti ini dijumpai lebih dari
95 % kasus yang ditemukan secara endoskopi pada long segmen barret’s esofagus
(lebih dari 3 cm). jenis epitel seperti ini berkaitan dengan adenokarsinoma esofagus.
Apabila sejumlah biopsy tidak menunjukkan adanya metaplasia intestinal akan tetapi
hanya epitel normal gastric atau fundus, diagnosis barret’s esofagus menjadi
meragukan. Specimen biopsi harus mengandung epitel kolumnar dari dalam hernia
diafragma, tidak dari esofagus. Apabila tidak dijumpai metaplasia intestinal penderita
kemungkinan tidak mempunyai risiko terjadinya kanker oleh sebab itu tidak perlu
dilakukan follow up endoskopi selanjutnya. (Cameron AJ, 1998)
17

1. Akalasia
Akalasia adalah gangguan motilitas yang jarang di mana obstruksi relatif pada
sambungan gastroesofagus menjadi lebih jelek karena tidak adanya gelombang
peristaltik pada esophagus. Keadaan ini terutama mengenai remaja dan orang dewasa,
anak di bawah 4 tahun kurang dan 5% penderita. Ganglion sering kali menurun
jumlahnya dan dikelilingi oleh sel-sel radang; meningginya respons esofagus terhadap
methakholin telah diartikan sebagal bukti adanya degenerasi hipersensitivitas. Hanya
pada penyakit khas penyebabnya telah diketahui. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)

Manifestasi klinis dan Diagnosis


Gejala-gejalanya meliputi kesulitan menelan, regurgitasi makanan, batuk karena
melimpahnya cairan ke dalam trakea dan gagal tumbuh. Infeksi paru, termasuk
bronkiektasis, bisa akibat aspirasi esofagus yang terus-menerus. Retensi makanan di
dalam esofagus dapat menyebabkan esofagitis. Akalasia pernah dilaporkan terjadi pada
saudara kandung. dan berkaitan dengan insufisiensi adrenal. Batas cairan udara dalam
esofagus yang mengalami dilatasi pada foto rontgen dada tegak dapat memberi kesan
diagnosis. Pada penelanan barium. ada gerakan abnormal yang bervariasi tetapi sering
ada dilatasi esofagus yang masif, yang secara bertahap mengecil atau hilang di
persambungan dengan lambung. Seringkali. tidak ditemukan udara di dalam lambung.
Diagnosis bisa diperkuat dengan manometri esophagus yang temuan utamanya adalah
tidak sempurnanya atau tidak adanya relaksasi sfingter esofagus bawah pada saat
menelan, tidak adanya gelombang peristaltik pendorong primer atau sekunder di
esophagus dan biasanya pcningkatan tekanan sfingter esofagus bagian bawah.
(Arvin Klirgman Behrman, 1999)

Pengobatan.
Nifedipin, suatu penyekat saluran kalsium. akan memperbaiki pengosongan
esofagus tetapi hanya dianjurkan bila ada indikasi penundaan sebentar terapi definitif.
Penyuntikan toksin botulisme intrasfingter juga dapat memberikan pengurangan gejala
selama 6 bulan. Pcnyembuhan permanen gejala-gejaIa biasanya terjadi pasca dilakukan
operasi pembelahan serabut otot pada sambungan gastroesofagus (miotomi Heller).
Alternatif lain, sfingter dilebarkan secara paksa dengan kateter balon di bawah
18

pengawasan fluoroskopi. Pemakaian busi sederhana hanya akan memberikan


pemulihan sementara dan tidak dianjurkan. Karena motilitas esofagus tidak dapat
dikembalikan, setiap prosedur yang mengganggu sfingter dan melonggarkan obstruksi
dapat menyebabkan refluks esofagus, esofagitis, dan kadang-kadang pembentukan
struktur. (Arvin Klirgman Behrman, 1999

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm


dan diameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.
2. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebrata, dan
menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta.
3. Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke
lambung.
4. Salah satu kelainan pada esofagus adalah Barret’s esofagus, Achalasia esophageal.
19

DAFTAR PUSTAKA

Anwar SA, Kanthan SK, Riaz AA. 2009. Current Management of Barrett’s Oesofagus
Volume 2. Bri J of Med Prac.

Arvin Klirgman Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson volume 2. EGC: Jakarta.

Isselbacher J, Kurt dkk. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
volume 1. EGC: Jakarta.

Sabiston David C. 1995. Buku Ajar Bedah bagian 1. EGC: Jakarta.

Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.

Spechler SJ. 2003. Gastroesophageal Reflux Disease & Its Complication. Current Diagnosis
& Treatment in Gastroenterology. 2nd Ed. McGraw-Hill Pub.

Sudoyo, A.W 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. EGC: Jakarta.
20

Anda mungkin juga menyukai