Jawaban :
Pengaturan dan batasan/definisi suap dan gratifikasi beserta ancaman sanksi bagi masing-masing
tindak pidana tersebut kami sajikan dalam tabel di bawah ini:
Pengaturan 1. Kitab Undang-Undang Hukum 1. UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Definisi
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
sedangkan ia mengetahui atau patut dapat pemberian uang, barang, rabat (discount),
menduga bahwa pemberian sesuatu atau
janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
karena menerima suap dengan pidana luar negeri dan yang dilakukan dengan
penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau menggunakan sarana elektronik atau tanpa
rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
tahun atau denda sebanyak-banyaknya paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan
UU Pemberantasan Tipikor:
UU Pemberantasan Tipikor).
Jadi, selain pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda. Dari
definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan
pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam
suap ada unsur“mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud untuk
mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi,
diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai
suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya.
Jadi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas
pemisahan antara perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan
gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat negara
yang menerima hadiah tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang mana antara suap dan gratifikasi
yangdilarang dibedakan. Perbedaannya adalah jika dalam gratifikasi yang dilarang, pemberi
gratifikasi memiliki maksud bahwa pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya suatu
tindakan resmi, sedangkan dalam suap pemberi memiliki maksud (sedikit banyak) untuk
mempengaruhi suatu tindakan resmi (sumber: “Defining Corruption: A Comparison of the
Substantive Criminal Law of Public Corruption in the United States and the United Kingdom”, Greg
Scally: 2009). Sehingga jelas pembedaan antara suap dan gratifikasi adalah pada tempus (waktu)
dan intensinya (maksudnya).
Mengenai faktor apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi, kami merujuk
pada salah satu penjelasan yang diamuat dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi yang
diterbitkanKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam buku tersebut (hal. 1) dijelaskan
sebagai berikut:
Terbentuknya peraturan tentang gratifikasi ini merupakan bentuk kesadaran bahwa gratifikasi
dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan
mengenai tindak pidana korupsi. Diharapkan jika budaya pemberian dan penerimaan
gratifikasi kepada/oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan, maka
tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
Di dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi yang sering terjadi, yaitu (hal. 19):
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan
atau bawahannya
2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat
tersebut
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara
cuma-cuma
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap;
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.