Anda di halaman 1dari 7

BAB II

SISTEM PENGENDALIAN INTERN

2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang terdiri dari berbagai
kebijakan, teknik, prosedur, peralatan fisik, dan manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
Serta meliputi rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menghasilkan
informasi yang akurat dan terpercaya.

Pengendalian intern harus dilakukan secara efektif guna menghindari kesalahan


dan kecurangan. Sistem pengendalian intern yang baik akan memberikan informasi yang
benar dan akurat yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dalam pengambilan
keputusan oleh pimpinan direksi demi meningkatkan dan memajukan efisiensi perusahaan.

Sistem pengendalian intern berfungsi sebagai pengatur segala permasalahan dalam


perusahaan, dengan adanya sistem pengendalian intern yang baik dan teratur maka
pimpinan perusahaan akan mendapatkan hasil laporan-laporan yang berguna untuk
meningkatkan kualitas perusahaan.

Tujuan dari sistem pengendalian intern sendiri adalah untuk menghindari hal-hal
yang tidak ingin dialami oleh perusaahan seperti penyelewangan dan kecurangan dalam
pembuatan laporan keuangan maupun non keuangan, dan juga untuk mentaati hukum dan
peraturan yang mengharuskan semua perusaahan untuk mengeluarkan laporan keuangan
tentang bagaimana keefektifan pelaksanaan pengendalian intern.

2.2 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern

Untuk menciptakan sistem pengendalian intern yang baik dalam perusahaan terpata 4
unsur pokok yang penting yang harus dilakukan, antara lain (Mulyadi, 2008:166)

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara


tegas.
Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung
jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan
tugas dan kegiatan dalam perusahaan. Misalnya dalam perusahaan manufaktur
dalam perusahaan ini kegiatan pokoknya adalah memproduksi dan memasarkan
produknya. Sehingga perusahaan harus membagi dalam bagian-bagian dalam
pelaksanaan kegiatan pokok in, dibentuklah; departemen produksi, departemen
keuangan, departemen pemasaran dan sebagainya.
Pembagian tanggung jawab fungsional harus berdasarkan prinsip-prinsip
berikut ini :
a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi
akuntansi. Karena Jika semua fungsi disatukan, akan menimbulkan
kemungkinan terjadinya pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi,
sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan tidak dapat dipercaya
kebenarannya, dan sebagai akibatnya kekayaan organisasi tidak terjamin
keamanannya.
b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh semua tahap suatu
transaksi.
c. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk
menyimpan aktiva perusahaan. Sedangkan fungsi akuntansi adalah fungsi yang
memiliki wwenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan


yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari
pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.
Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian
wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi.

Oleh karena itu penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna
mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di pihak lain, formulir merupakan  dokumen
yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi.
Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir
dicatat dalam catatan akuntansi dengan ketelitian dan keandalan (realibility) yang
tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen
pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi masukan yang dapat
dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan
menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan,
utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi.menghasilkan informasi yang teliti
dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu
organisasi.

3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi

Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur


pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak
diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya.
Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh organisasi  dalam menciptakan
praktik yang sehat adalah :

a. Penggunaan formulir bernomor urut bercetak yang pemakaiannya harus


dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan
alat yang memberikan otorisasi terlaksananya transaksi, maka pengendalian
pemakaiannya dengan menggunakan nomor urut tercetak akan dapat
menetapkan pertanggungjawaban terlaksananya transaksi.

b. Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak


dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan
diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.

c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu
orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari orang atau unit
organisasi lain. Karena setiap transaksi dilaksanakan dengan campur tangan
pihak lain sehingga terjadi internal check terhadap pelaksanaan tugas setiap
organisasi yang terkait  maka setiap unit organisasi akan melaksanakan praktik
yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya.

d. Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara


rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya,
sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari.
e. Keharusan mengambil cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan perusahaan
diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya. Selama cuti jabatannya
dapat digantikan sementara oleh pejabat lain sehingga seandainya terjadi
kecurangan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan sementara.

f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatan. Untuk


menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian catatan akuntansinya.

g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas untur-


unsur sistem pengendalian internal yang lain.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya


Struktur organisai yang baik, sistem otorisasi  dan prosedur pencatatan serta
berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat semuanya
sangat  tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Diantara empat unsur
pokok pengendalian internal tersebut diatas unsur mutu karyawan merupakan
unsur sistem pengendalian internal yang paling penting. Jika organisasi memiliki
karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian internal yang lain
Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten berbagai cara berikut ini dapat
dilakukan :
a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh
pekerjaannya. Untuk memperoleh karyawan yang mempunyai kecakapan
sesuai dengan tuntutan tanggung jawab yang akan dipikulnya, manajemen
harus mengadakan analisis jabatan yang ada dalam perusahaan dan
menentukan syarat-syarat yang dipenuhi oleh calon karyawan yang menduduki
jabatan tersebut.
b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan,
sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya. Agar terjadi keserasian
dalam semua bagian kerja sehingga mempermudah dan lebih efektif dalam
pekerjaan demi meningkatkan kinerja perusahaan.
c. Misalnya untuk menjamin transaksi penjualan dilaksanakan oleh karyawan
yang kompeten dan dapat dipercaya, pada saat seleksi karyawan untuk mengisi
jabatan masing-masing kepala fungsi pembelian, kepala fungsi penerimaan dan
fungsi akuntansi, manajemen puncak membuat uraian jabatan (job description)
dan telah menetapkan persyaratan jabatan (job requirements). Dengan
demikian pada seleksi karyawan untuk jabatan-jabatan tersebut telah
digunakan persyaratan jabatan tersebut sebagai kriteria seleksi

2.3 Prinsip-Prinsip Pengendalian Sistem Intern

Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian akuntansi, suatu sistem harus memenuhi
enam prinsip dasar pengendalian intern yang meliputi (Bambang Hartadi, 1999 : 130) :

1. Pemisahan fungsi

Tujuan utama pemisahan fungsi untuk menghindari dan pengawasan  segera atas
kesalahan atau ketidakberesan. Adanya pemisahan fungsi untuk dapat mencapai suatu
efisiensi pelaksanaan tugas

2. Prosedur pemberian wewenang

Tujuan prinsip ini adalah untuk menjamin bahwa transaksi telah diotorisir oleh orang
yang berwenang.

3. Prosedur dokumentasi

Dokumentasi yang layak penting untuk menciptakan sistem pengendalian akuntansi


yang efektif. Dokumentasi memberi dasar penetapan tanggungjawab untuk pelaksanaan
dan pencatatan akuntansi.

4. Prosedur dan catatan akuntansi

Tujuan pengendalian ini adalah agar dapat disiapkannya catatan-catatan akuntansi


yang yang teliti secara cepat dan data akuntansi  dapat dilaporkan kepada pihak yang
menggunakan secara tepat waktu.

5. Pengawasan fisik

Berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis dalam pelaksanaan


dan pencatatan transaksi.
6. Pemeriksaan intern secara bebas

Menyangkut pembandingan antara catatan asset dengan asset yang betul-betul ada,
menyelenggarakan rekening-rekening kontrol dan mengadakan perhitungan kembali
penerimaan kas . Ini bertujuan untuk mengadakan pengawasan kebenaran data.

2.4 Sistem Otorisasi dan Prosedur

Dalam organisasi setiap transaksi keuangan terjadi melalui sistem otorisasi tertentu.
Otorisasi terjadinya transaksi dilakukan dengan pembubuhan tanda tangan oleh manajer
yang memiliki wewenang untuk itu, pada dokumen sumber setiap transaksi yang terjadi
dicatat daiam catatan akuntansi melalul prosedur pencatatan terternu. Dengan demikian,
maka kekayaan perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi yang dicatat
terjamin ketelitian dan keandalannya. Beberapa dokumen yang harus diotorisasi adalah
sebagai berikut :

1. Surat perrnintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang, untuk barang yang
disimpan dalam gudang atau kepala fungsi pemakai barang, untuk barang yang
langsung dipakai.

2. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang
lebih tinggi.

3. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan.

4. Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih
tinggi.

2.5 Kompetensi Karyawan

Karyawan merupakan salah satu aset perusahaan yang digunakan sebagai jalan
untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan. Perusahaan akan terus
mengembangkan kompetensi karyawan yang dimilikinya dengan berbagai cara yang
dimiliki. Sehingga perusahaan akan terus mengikat dan mempertahankan karyawannya
yang mandiri, kreatif dan inovatif. Dalam hal ini karyawan harus memiliki modal untuk
bisa mempertahanakna diri dalam perusahaan tempat dia bekerja, karena semakin ketatnya
kriteria perusahaan dalam mencari dan mempertahankan karyawannya. Untuk itu berikut
merupakan ciri-ciri karyawan yang dimaksud adalah yang memiliki pengetahuan,
kapabilitas dan inovatif :

1. Keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang berorientasi pada


efisiensi, produktivitas, dan kepedulian terhadap lingkungan yang ada.

2. Keterampilan dan sikap dalam mengendalikan emosi diri dan membangun


pertemanan dengan rekan kerja.

3. Sikap diri yang mau dan ingin terus belajar mengenai masalah yang ada dalam
perusahaan.

4. Keterampilan dan sikap dalam pengembangan diri untuk mengaitkan


kompetensi pekerjaan dengan kompetensi pribadi individu.

5. Keterampilan dan sikap dalam berkomunikasi terhadap atasan, rekan kerja


maupun rekan bisnis.

6. Memiliki sikap dan pengetahuan untuk mencari cara-cara baru dalam


mengoptimalkan pelayanan mutu terhadap pelanggan.

7. Keterampilan dan sikap saling memperkuar (sinergitas) antar karyawan untuk


selalu meningkatkan mutu produk dan mutu dalam melayani pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai