Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

Pemaparan Kasus

I. Identitas

Nama : Bpk. S

Umur : 47

Jenis Kelamin : laki laki

Pekerjaan : Buruh pabrik

Tinggi : 170 cm

Berat Badan : 60 kg

Alamat : RT 01/03 pagedangan

Nomor rekam medis : 077xxx

II. Anamnesis

Dilakukan di Puskesmas Pagedangan tanggal 13 Agustus 2019 pukul 09.00 WIB

A. Keluhan Utama

Batuk sejak 3 hari yang lalu

B. Keluhan tambahan

Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 3 hari yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu
hingga datang ke puskesmas batuk tidak mengalami perubahan. Batuk yang dialami
pasien merupakan batuk kering, tidak berdahak dan tidak disertai oleh darah. Faktor
yang memperingan batuk adalah ketika pasien minum air hangat Selain itu, pasien
juga mengeluh nyeri saat menelan sejak 2 hari yang lalu. dari skala 1- 10 rasa sakit
yang dirasakan pasien terdapat pada skala 4/10. Pasien mengaku sulit menelan
makanan yang berminyak seperti gorengan, dan batuk semakin parah setelah
mengkonsumsi gorengan. Batuk dan sakit tenggorokan yang dialami pasien tidak
sampai mengganggu aktivitas. Tidak ada penurunan nafsu makan, tidak ada
penurunan berat badan, buang air besar dan buang air kecil normal, tidak ada sakit
kepala, dan tidak ada keluhan lainnya.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami gejala serupa sebelumnya dan gejala hilang dengan
sendirinya. Pasien tidak memiliki riwayat kolesterol tinggi ataupun hipertensi, tidak
ada riwayat kencing manis, asma, penyakit paru, penyakit jantung, asam urat, alergi
obat maupun alergi makanan.
E. Riwayat Keluarga

Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa dan tidak ada keluarga
pasien yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes, diabetes, asma, jantung, TB.

E. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, menimum-minuman alkohol, maupun


mengkomsusmsi obat-obatan dalam jangka panjang. Tetapi pasien sering makan
makanan yang berminyak seperti gorengan.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berkata lingkungan pada pabrik agak sedikit kotor, namu lingkungan sekitar
tempat tinggal pasien besih.

G. Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat obatan

III. Pemeriksaan Fisik


 Status Generalis :
- Keadaan umum : Sakit Sedang
- Status kesadaran : Compos mentis
- Berat badan : 65 kg
- Tinggi badan : 160 cm
- BMI : 24.6 ( normoweight )
 Tanda-tanda Vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmhg
- Heart rate : 90x/menit, reguler
- Respiratory Rate : 18x/menit
- Suhu : 37.4℃ (subfebris)

- Tidak ada ikteris/jaundice/kekuningan


Kulit - Tidak ada kemerahan
keseluruhan - Tidak ada edema

Bentuk kepala normosefali


Bentuk kepala

Kepala dan - Rambut berwarna hitam


Rambut - Rambut tersebar merata
wajah (Normal
cephal) - Pergerakan kepala normal
Fungsi - Tidak ada keterbatasan gerak (range of motion)

- Mata cembung
- Skelera iterik (-/-)
Mata
- Konjugtiva anemis (-/-)
- Pupil bulat (+/+)
- Bentuk sama besar dan isokor (+/+)
- Penampakan hidung normal
- Pernapasan cuping hidung (-/-)
- Septum deviasi (-)
Hidung
- Darah kering (-/-)
- Masa (-/-)
- Discharge (-/-)
- Bentuk normal (+/+)
- Auricula hiperemis (-/-)
Telinga
- Nyeri tekan tragus (-/-)
- Serumen (+/+)
Mulut - Bibir cyanosis (-)
- Uvula ditengah (+)
- Tonsil (T1/T1)
- Tonsil hiperemis (+)
- Detritus (-)
- Faring hiperemis (+)
- Lidah kotor (-)
- Papila (+)
Thorax
- Scars (-)
- Bekas operasi (-)
Inspeksi - Ictus Cordis (-)
- Diskolorisasi (-)

Palpasi - Ictus Cordis teraba (-)


Jantung
Perkusi Batas jantung normal
- S1-S2 reguler
- S3 (-)
Auskultasi - S4 (-)

- Scars (-)
- Barrel chest (-)
- Pactus excavatum (-)
- Pactus carinatum (-)
Inspeksi - Retraksi (-)
- Diskolorisasi (-)
- Pernapasan statis dinamis, tidak ada paru yang
tertinggal

- Chest expansion : Pernapasan statis dinamis,


Paru-paru tidak ada pernapasan tertinggal
Palpasi - Taktil vokal fermitus simetris

- Seluruh lapang paru terdengar sonor (+)


Perkusi

- Seluruh lapang paru terdengar vesikular (+)


- Ronchi (-)
Auskultasi - Wheezing (-)
- bekas luka dan operasi (-)
- bentuk perut datar
- caput medusa (-)
Inspeksi
- Spider navy (-)

Abdomen - Bising usus normal 8x/menit


- metalic sound (-)
Auskultasi - borborytmic (-)
- bruit (-)

Perkusi - seluruh lapang abdomen terdengar timpani (+)

Palpasi - Nyeri tekan (-)

- Edema (-/-)
Ekstremitas
- Clubbing finger (-)
- Simetris
- Scars (+/-)
- Crt < 2 detik (+/+)

IV. RESUME

Bpk. S datang ke Puskemas Pagedangan dengan keluhan utama Batuk sejak 3 hari yang
lalu. Sejak 3 hari yang lalu hingga pasien datang ke puskesmas tidak mengalami
perubahan. Batuk yang dialami pasien tidak berdahak, dan tidak berdarah. Pasien juga
mengeluh nyeri ketika menelan sejak 2 hari yang lalu. Dari skala 1-10 pasien mengeluh
rasa sakitnya berada pada skala 4/10. Pasien mengaku bahwa ia merasakan tenggorokan
semakin sakit dan batuk semakin parah setelah mengkonsusi gorengan. Faktor yang
memperingan batuk dan adalah ketika pasien minum air hangat. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan hiperemis pada tonsil dan faring, dan suhu tubuh 37.4C (subfebris). Hasil
pemeriksaan lainnya normal

V. Diagnosis kerja : Faringitis viral


VI. Diagnosis banding : Faringitis bakterial, tonsilitis bakterial
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Faringitis adalah suatu peradangan didalam rongga mulut atau faring yang biasanya
disertai kesulitan menelan.Kebanyakkan awal mula penyakit ini berasal dari rongga mulut
yang disertai demam dan lesu.Tapi biasanya hanya berlangsung beberapa hari saja. Dan
biasanya pasien datang berobat dengan keluhan rasa sakit jika menelan.
Faringitis banyak dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa muda.Tetapi harus
diperhatikan lamanya sakit tenggorokkan. Infeksi tenggorokkan oleh organisme yang
resisten atau tidak di terapi dapat membentuk abses yang berbahaya diberbagai rongga
jaringan lunak di sekeliling saluran nafas. Faringitis adalah suatu peradangan didalam
rongga mulut atau faring. Biasanya penyakit ini disertai dengan kesulitan menelan.

2. Epidimiologi

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, setiap tahunnya


kurang-lebih 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak dan kebanyakan
disebabkan oleh virus.

3. Fisiologi
Secara fisiologi faring berfungsi untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara
dan untuk artikulasi. Pada fungsi menelan terdapat 3 fase :
 Fase oral, yaitu bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja
( voluntary ).
 Fase faringeal, yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan
disini tidak disengaja ( involuntary ).
 Fase esofagal, gerakan ini tidak disengaja yaitu pada waktu bolus makanan bergerak
secara peristaltic dioesofagus menuju lambung.

4. Patofisiologi
Pada faringitis akut mula-mula terjadi infiltrasi pada lapisan epitel. Bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi, terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfnuklear. Proses ini secara
klinis tampak pada kriptus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus.
Suatu tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis.Bila
bercak-bercak detritus ini berdekatan menjadi satu, maka terjadilah tonsillitis
lakunaris. Bercak detritus yang melebar itu dapat lebih lebar lagi, sehingga terbentuk
membran semu ( pseudo membran ).
Sedangkan pada faringitis kronis terdiri dari dua bentuk yaitu hiperplastik dan
otropi. Pada faringitis kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring, tampak mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limf dibawahnya dan
dibelakang arkus faring posterior ( lateral band ). Tampak dinding mukosa posterior
tidak rata yang disebut granuler.

5. Klasifikasi

Faringitis dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu

a. Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), Virus
influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-lain. Gejala yang timbul
dapat berupa nyeri tenggorok, konjungtivitis, rinorea, batuk, suara serak, dan
demam subfebris. Faringitis viral pada anak dapat muncul dengan gejala atipikal
seperti muntah, nyeri perut, pernapasan lewat mulut, dan diare. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil yang hiperemis atau terdapat lesi ulseratif intra-oral yang
tersebar di sekret. Pada faringitis yang disebabkan oleh Epstein-Barr Virus (EBV)
dapat ditemukan produksi eksudat yang banyak.

b. Faringitis bakteri

Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab faringitis akut


pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Faringitis bakterial dan viral
dapat dibedakan dengan pasti melalui kultur bakteri atau rapid antigen detection
test (RADT). Gejala yang timbul berupa nyeri tenggorok, odinofagia, dan demam.
Gejala lainnya dapat berupa sakit kepala hebat, mual, muntah, dan nyeri perut.

Pemeriksaan fisik akan didapatkan pembesaran tonsil, hiperemis pada faring dan
tonsil dengan atau tanpa eksudat, dan pembesaran pada kelenjar getah bening (KGB)
anterior servikal. Uvula dapat ditemukan membengkak dan merah, dengan petekiae
pada palatum dan faring serta ekskoriasi (terutama pada bayi). Secara keseluruhan
tidak ada gejala atau tanda yang spesifik pada faringitis GABHS.

Diagnosis faringitis GABHS dapat dinilai dengan skor Centor. Apabila memiliki
empat kriteria dari Tabel 1, hanya ada kemungkinan 44% bahwa faringitis tidak
disebabkan oleh GABHS.

Tabel 1. Skor Centor

Kriteria Poin
Tidak adanya batuk 1
Demam ( 38C) 1
Adenopati servikal anterior 1
Tonsil bengkak atau bereksudat 1
Usia
3 - 14 1
15 - 44 0
 45 -1

6. Tata laksana
a. Faringitis viral
Tidak diperlukan terapi antibiotik. Pasien perlu istirahat, minum yang cukup,
kumur dengan air hangat, serta kompres dingin pada bagian leher untuk
mengurangi nyeri. Analgetika seperti asetaminofen dan ibuprofen dapat diberikan
secukupnya untuk membantu mengurangi nyeri. Pada infeksi herpes simpleks
dapat diberikan antivirus metisoprinol 60-100 mg/kg pada dewasa dan 50 mg/kg
dibagi dalam 4-6 kali pemberian untuk anak di bawah 5 tahun.

b. Faringitis bakterial
Penanganan faringitis bakterialis adalah dengan terapi antibiotik. Gejala klinis
umumnya akan membaik dalan 24 - 48 jam setelah konsumsi antibiotik pertama,
namun penggunaan antibiotik harus hingga 10 hari untuk mengeradikasi bakteri.
Beberapa antibiotik yang digunakan antara lain adalah penisilin atau amoksisilin
dengan penambahan asam clavulanat untuk respon terapi yang lebih baik. Apabila
terdapat alergi penisilin, dapat digunakan sefalosporin selama 10 hari, makrolid
atau azithromycin. Pemberian obat anti nyeri (analgesik) seperti ibuprofen untuk
mengurangi demam dan nyeri, atau asetaminofen untuk nyeri yang lebih hebat.

7. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan
diterapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien
datang terlambat dan penyakit sudah berlanjut, maka prognosa akan kurang baik.

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis kerja yang saya amil adalah faringitis suspect viral. Diagnosis kerja itu saya
ambil berdasarkan pemeriksaan pasien, pada anamnesis ditemukan bahwa pasien
memiliki gejala Batuk kering tidak berdahak serta tidak berdarah sejak 3 hari yang lalu,
pasien juga menyatakan adanya sulit menelan dan gejala pasien akan semakin parah
setelah pasien mengkonsumsi makanan berminyak seperti gorengan. Dari anamnesis
dapat disimpulkan bahwa kasus pasien merupakan faringitis akut. Pada pemeriksaan fisik,
suhu tubuh pasien diketahui berada di angka 37.4C (subfebris), tonsil T1-T1 hiperemis,
faring hiperemis. Selain itu semuanya normal.

Diagnosis banding faringitis bakterial dapat disingkirkan karena berdasarkan skor


centor yang merupakan indikator untuk mendiagnosis faringitis bakteri berada di angka 0
karena pasien masih berada pada subfebris (dibawah 38C), serta tidak batuk berdahak.
Selain itu biasanya faringitis bakterial akan terdapat detritus

Diagnosis tonsilitis bakterial dapat disingkirkan karena tidak ditemukan gejala


tonsilitis pada pasien seperti terdapat otalgia sebagai nyeri alih nervus glosofaringeus (n.
IX) dan hanya ditemukan hiperemis pada tonsil namun tidak ada pembengkakan tonsil.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, S. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Kepala & Leher. Jakarta: Balau Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Boeis, Adam ; Buku ajar penyakit THT; Embriologi, Anatomi dan Fisiologi telinga;
Penerbit ECG, edisi 6; tahun 1991

Anda mungkin juga menyukai