Ttki Yg Baru

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia perkebunan menjadi salah satu bidang pertanian tradisional
penghasil devisa negara. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi
komoditas ekspor adalah karet, sawit, teh, kopi, tembakau, dan kayu lainnya.
Komoditas unggulan dalam dunia perkebunan yang menjadi andalan adalah kayu
Pinus, kelapa sawit, kayu Eucalyptus dan kayu Acasia. Ketiga jenis kayu tersebut
memiliki manfaat sebagai bahan utama dalam pembuatan kertas, tekstil dan kelapa
sawit yang bermanfaat sebagai bahan baku minyak goreng. Selain itu sector ini juga
menjadi bahan perolehan devisa ekspor. Namun adanya persaingan di bidang kayu
dunia yang cukup ketat menyebabkan perusahaan kayu perlu meningkatkan mutu
produknya sehingga bisa diterima di kalangan masyarakat luas seperti PT. Toba Pulp
Lestari, Tbk yang merupakan industri di bidang produksi pulp untuk bahan baku
kertas dan bahan baku serat rayon. Pabrik ini merupakan salah satu industri strategis
penghasil devisa di antara 5.935 unit pabrik sejenis yang terdapat di dunia dengan
target produksi 550 ton pulp per hari.
Persaingan antar setiap produsen berkaitan langsung dengan kesuksesan
perusahaan dalam kompetisi pasar, dimana tedapat beberapa faktor yang berperan
dalam mempertahankan kompetisi pasar. Faktor tersebut adalah efektif dan efisien.
Banyak perusahaan khususnya dalam bidang manufaktur yang telah melakukan
beberapa perubahan sistem yang efisien baik secara fisik maupun penerapan budaya
agar tetap mampu bersaing dalam pasar global. Salah satu konsep yang telah
diterapkan beberapa perusahaan khususnya bidang manufaktur penghasil pulp adalah
pendekatan dengan konsep PDCA. PDCA adalah suatu proses pemecahan masalah
empat langkah iteratif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas (Womack
& Jones, 2003). Dalam menerapkan konsep PDCA, diperlukan suatu alat untuk
mengidentifikas aktivitas di dalam perusahaan yakni value stream mapping. Value
2

stream mapping merupakan tools yang digunakan untuk mengidentifikasi setiap


aktivitas yang bernilai tambah maupun tidak bernilai tambah pada industri
manufaktur sehingga dapat mempermudah mencari akar permasalahan dari proses
(Williams and Tetteh, 2008).
Penerapan konsep PDCA dalam perusahaan tidak hanya difokuskan pada bagian
manufaktur, namun juga diperlukan fokus pada aktivitas dalam sistem gudang.
Sistem gudang / warehousing merupakan bagian penting yang mendukung proses
produksi karena aliran bahan baku / material lain yang akan diproses di lantai
produksi secara keseluruhan berasal dari gudang. Oleh karena itu, konsep PDCA
sangat diperlukan juga pada sistem pergudangan
PT. Toba Pulp Lestari,Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang penghasil pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon yang
dihasilkan dari hasil olahan tanaman Eucalyptus yang diolah sedemikian rupa
sehingga menghasilkan bubur kertas (pulp) dengan target produksi 550 ton pulp per
hari. Dengan banyaknya pulp yang diproduksi, tentunya perusahaan juga memerlukan
bahan baku / raw material yang berbeda dari setiap departemen. Perbedaan material
dari setiap departemen tersebut, mendorong perusahaan untuk dapat menerapkan
sistem yang efektif dari tempat penyimpanan material agar proses produksi dapat
berjalan dengan baik.
Terdapat beberapa gudang tempat penyimpanan material di PT. Toba Pulp
Lestari, salah satunya adalah adalah gudang di millstore. Ada beberapa indicator yang
dinilai pada gudang millstore tersebut antara lain team complementary, ownership,
people, integrity, costumer, dan continuous improvement. Beberapa waktu
belakangan ini, perusahaan menemukan suatu masalah di dalam gudang millstore
dikarenakan adanya waktu menunggu kedatangan material dari gudang menuju lantai
produksi dan adanya kesalahan pengambilan material sehingga mengharuskan
pekerja untuk kembali ke gudang dan mencari lagi. Kesalahan tersebut dapat terjadi
karena penataan layout gudang yang kurang baik dan penerapan sistem yang efektif
dari sistem pergudangan sehingga terjadi pemborosan atau waste seperti motion atau
3

gerakan yang tidak perlu dari pekerja, waiting time dan transportation time.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi tersebut,salah satu indicator yang masih
meleset dari target adalah continuous improvement yaitu keinginan perusahaan untuk
terus berkembang mencapai sistem yang efektif.
Penataan layout yang kurang baik didasari karena komponen atau material yang
banyak untuk memenuhi kebutuhan user dijadikan satu dalam suatu gudang baik
komponen elektrik maupun mekanik dan tidak adanya pemberian nama label pada
tiap rak dalam gudang sehingga menyebabkan kesulitan pada saat pencarian
komponen.
Dalam menyiapkan material dari kegiatan penerimaan material supplier sampai
pengiriman material menuju lantai produksi, pekerja memerlukan waktu searching
time selama 68,5 menit dan juga waiting time terjadi selama 53,3 menit. Selain itu,
pekerja juga membutuhkan waktu 52 menit untuk menata barang yang datang menuju
rak penyimpanan karena diperlukan waktu untuk mengeluarkan barang yang ada di
gudang terlebih dahulu. Dari waste waiting time, transportation, dan motion yang
terjadi pada gudang millstore, maka diperlukan konsep PDCA untuk memperbaiki
sistem pergudangan sehingga dapat menciptakan proses kerja yang mengalir lancar
dan juga memberikan kenyamanan kerja pada operator.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar masalah yang terjadi dalam gudang PT.Toba Pulp Lestari
maka terdapat beberapa hal yang akan diangkat dalam laporan kerja praktek ini yaitu
mengidentifikasi waste yang terjadi dalam sistem pada gudang mill. Beberapa
permasalahan yang terdapat dalam gudang millstore PT.Toba Pulp Lestari
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian masalah yang dapat direkomendasikan untuk
perusahaan mengenai penerapan PDCA dalam gudang dan layout gudang ?
2. Apa saja aktivitas dan waste yang ada dalam proses aliran material di gudang
mill?
4

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kerja praktek berdasarkan dengan latar belakang
masalah sebagai berikut :
1. Memberikan usulan perbaikan melalui penerapan PDCA terhadap aktivitas–
aktivitas dalam millstore di PT Toba Pulp Lestari yang menghasilkan waste.
2. Untuk memetakan keseluruhan aktivitas pada gudang mill pada PT Toba Pulp
Lestari melalui value stream mapping serta mengidentifikasi macam - macam
waste yang terjadi di dalam gudang mill.

1.4 Pembatasan Masalah


Pada laporan kerja praktek ini permasalahan yang terjadi adalah bagaimana
meminimasi waste menggunakan pendekatan PDCA khususnya pada kinerja aktivitas
di gudang millstore. Identifikasi masalah yang terjadi dalam perusahaan diawali
dengan mengamati keseluruhan aktivitas di dalam gudang, lalu mencatat waktu siklus
tiap kegiatan yang dilakukan dan memetakan setiap aktivitas dalam value stream
mapping. Dengan menggunakan value stream mapping dapat diketahui proses atau
aliran barang masuk ke gudang hingga pada sistem penyimpanan di gudang dan
dipersiapkan untuk dibawa menuju lantai produksi. Dari VSM tersebut dapat
diidentifikasi waste yang terjadi dalam perusahaan lalu dilakukan saran perbaikan
melalui pendekatan PDCA.
5

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Value Stream Mapping (VSM)


2.1.1 Pengertian Value Stream Mapping
Value Stream Mapping (VSM) adalah suatu konsep dari lean manufacturing
yang menunjukkan suatu gambar dari seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh sebuah perusahaan. Menurut Wilson (2010), VSM digunakan untuk menemukan
waste dalam penggambaran value stream tersebut, apabila waste sudah ditemukan
maka waste tersebut harus dieliminasi. Tujuan dari VSM adalah untuk proses
improvement dalam sebuah sistem (Prayogo, 2013).
Menurut Vian and Landeghem, Value stream mapping (VSM) digunakan
sebagai alat untuk untuk memudahkan proses implementasi lean dengan cara
membantu mengidentifikasi tahapan-tahapan value-added di suatu aliran proses
(value stream), dan mengeliminasi tahapan-tahapan non-value added atau waste. Hal
tersebut akan dijadikan dasar dalam upaya rencana perbaikan sehingga dengan
gambaran tersebut dapat diketahui proses produksi secara komprehensif (Jakfar, dkk.
2015).
Value Stream Mapping (VSM) adalah sebuah metode visual untuk
memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang di dalamnya termasuk material
dan informasi dari masing-masing stasiun kerja. Value stream mapping dapat
dijadikan titik awal bagi perusahaan untuk mengenali pemborosan dan
mengidentifikasi penyebab dari adanya masalah atau pemborosan yang terjadi.
Dengan menggunakan value stream mapping maka identifikasi diawli dengan
membuat suatu gambaran besar dalam menyelesaikan permasalahan bukan hanya
pada proses-proses tunggal dan melakukan peningkatan secara menyeluruh dan bukan
hanya pada proses-proses tertentu saja.
6

Dalam sistem lean, fokus identifkasi masalah dimulai dengan value stream
mapping, yang mana di dalamnya digambarkan seluruh langkah-langkah proses yang
berkaitan dengan perubahan permintaan pelanggan menjadi produk atau jasa yang
dapat memenuhi permintaan dan mengidentifikasi berapa banyak nilai yang terdapat
dalam setiap langkah ditambahkan ke produk. Segala aktivitas yang menciptakan
fungsi-fungsi yang memberikan nilai tambah kepada pelanggan dinamakan dengan
value-added, sedangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dinamakan
dengan non-value-added (Sumiharni, 2011).
2.1.3 Langkah Membuat Value Stream Mapping
Terdapat beberapa langkah untuk memetakan aktivitas dalam value stream
mapping sebagai berikut (Setiawan, 2007) :
1. Menggambarkan icons yang mempresentasikan konsumen, supplier dan
production control.
2. Menggambarkan kotak – kotak data dibawah icons konsumen dan
memasukkan kebutuhan konsumen di dalamnya termasuk dalam hari dan
jumlah
3. Memasukkan data pengiriman dan penerimaan, serta menggambarkan media
pengiriman besertadengan frekuensinya. Gambarkan icon pengiriman dan
membuat arah di bawah media pengiriman. Lalu menggambarkan media
pengiriman di bawah supplier serta frekuensi dan arah
4. Menggambarkan operasi yang berlangsung dari supplier sampai ke konsumen
5. Memasukkan data proses seperti waktu siklus dari tiap proses
6. Menggambarkan aliran informasi baik secara elektronik maupun manual
7. Menggambarkan persediaan antara proses yang termasuk barang dalam proses
8. Menggambarkan aliran push atau pull

2.2 Waste
Menurut Suhartono (2007) terdapat tujuh waste dalam proses produksi di
dalam Toyota Production System (TPS) yaitu sebagai berikut (.Jakfar,2015):
7

1. Overproduction, yaitu pemborosan yang disebabkan memproduksi barang


yang berlebihan dengan jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan konsumen
atau dapat terjadi karena memproduksi barang lebih cepat. Hal tersebut dapat
menghasilkan pemborosan lain seperti biaya penyimpanan, transportasi karena
persediaan yang berlebih. Selain itu juga akan menghasilkan pemborosan tempat serta
memperbesar kemungkinan adanya kerusakan material.
2. Waiting, yaitu pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya.
Waiting merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk
melakukan value adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses
sebelumnya (upstream). Dari hal tersebut, maka dapat menyebabkan proses produksi
tidak dapat mencapai optimal.
3. Transportation, transportasi merupakan kegiatan yang penting akan tetapi
tidak menambah nilai pada suatu produk. Transportasi merupakan proses
memindahkan material atau work in process (WIP) dari satu stasiun kerja ke stasiun
kerja yang lainnya, baik menggunakan forklift maupun conveyor. Dalam warehouse,
transportasi akan menjadi salah satu pemborosan ketika jaraka yang ditempuh untuk
mendapatkan suatumaterial terlalu jauh dari jangkauan operator saat produksi.
4. Excess processing, terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proses) yang
digunakan dirasa kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika proses
yang ada belum standar sehingga kemungkinan produk yang rusak akan
tinggi.Adanya variasi metode yang dikerjakan operator. Dalam warehouse,
pemborosan ini dapat dilihat pada kegiatan pengecekkan kualitas yang berlebihan,
persetujuan yang berulang – ulang, review pesanan pada akhir pengepakkan yang
berulang.
5. Inventories, adalah persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah
persediaan material yang terlalu banyak, work in process yang terlalu banyak antara
proses satu dengan yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk
menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah buffer yang sangat tinggi.
Pemborosan ini juga dapat terjadi ketika adanya persediaan yang menumpuk. Dalam
8

warehouse, muda ini dikatakan sebagai Ineffective Inventory Control yakni adanya
kehabisan stok material dalam gudang atau persediaan yang tidak stabil dikarenakan
pendataan mengenai persediaan yang kurang baik dan tidak terupdate.
6. Motion, adalah aktivitas/pergerakan yang kurang perlu yang dilakukan
operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses sehingga lead time
menjadi lama.
7. Defects, adalah produk yang rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi. Hal
ini akan menyebabkan proses rework yang kurang efektif, tingginya komplain dari
konsumen, serta inspeksi level yang sangat tinggi.
Untuk memahami ketujuh waste tersebut, perlu didefinisikan tiga tipe
aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi. Ketiga tipe aktivitas tersebut antara lain
sebagai berikut (Womacks, 1996) :
1. Value adding activity, yaitu semua aktivitas perusahaan untuk menghasilkan
produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah dimata konsumen
sehingga konsumen rela membayar atas aktivitas tersebut.
2. Necessary but non-value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk
yang diproses tapi perlu dilakukan. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan,
namun dapat dijadikan lebih efektif dan efisien.
3. Non value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses.
Aktivitas ini bisa direduksi atau dihilangkan, karena aktivitas ini murni waste
yang sangat merugikan

2.3 Warehouse / Gudang


2.3.1 Pengertian
Menurut Lambert (2001) pengertian gudang didefinisikan sebagai berikut:
“Gudang adalah bagian dari sistem logistik perusahaan yang menyimpan produk-
produk (raw material, port, goods in-process, finished goods) pada dan antara titik
9

sumber (point-of-origin) dan titik konsumsi (Point-of-consumption), dan


menyediakan informasi kepada manajemen mengenai status, kondisi, dan disposisi
dari item-item yang disimpan”. Dalam aktivitas di gudang, barang akan menjalani
proses pemindahan dimana pemindahan barang tersebut ditinjau dari (Setiawan,
2007) :
1. Karakteristik barang dan bentuk barang
2. Sumber barang itu diterima atau bagaimana cara pengantarannya
3. Apa yang terjadi dari gudang pada saat di dalam gudang atau tempat
berhentinya barang
4. Tujuan akhir dari barang tersebut
2.3.2 Perencanaan Layout Gudang
Dalam merencanakan layout gudang memiliki beberapa tujuan penataan
layout diantaranya yaitu (Prima, 2009):
 Untuk efektivitas dari penggunaan ruang.
 Memberikan material handling yang efisien.
 Untuk meminimalkan biaya penyimpanan ketika memenuhi pelayanan pada
level tertentu
 Untuk memberikan fleksibilitas maksimum.
 Untuk menyediakan pengaturan rumah tangga produksi yang baik.

2.4 Sistem Pergudangan


Sistem pergudangan dirancang bertujuan untuk mengontrol kegiatan
pergudangan.. Yang diharapkan dari pengontrolan ini adalah terjadinya pengurangan
biaya-biaya yang ada di dalam gudang, pengambilan dan pemasukan barang ke
gudang yang efektif dan efisien, serta kemudahan dan keakuratan informasi stok
barang di gudang. Sistem informasi mengenai manajemen pergudangan ini sering
disebut dengan Warehouse Management System (Setiawan, 2007).
Dilihat dari fungsi dan peran yang dimiliki,gudang memiliki dasar – dasar
10

aktivitas pergudangan secara umum . Akivitas – aktivitas ini diuraikan sebagai


berikut (Prima, 2009):
 Receiving
Merupakan aktivitas penerimaan barang dimana didalamnya terdapat
aktivitas aktivitas seperti pembongkaran muatan,perhitungan kuantitas yang
diterima dan inspeksi kualitas dan kerusakan,memberikan jaminan bahwa
jumlah dan kualitas yang dipesan sesuai dengan keinginan dan membagi
material untuk disimpan atau untuk keperlaun fungsi produksi yang
membutuhkan.
 Prepackaging (Optional)
Fungsi ini dibentuk dalam suatu gudang apabila produk diterima dalam
jumlah besar dari supplier dan selanjutnya dipisah menjadi kemasan tunggal
atau dalam bentuk – bentuk yang jumlahnya lebih kecil.
 Put away
Yaitu suatu tindakan penempatan barang untuk disimpan. Termasuk
didalamnya yaitu material handling, verifikasi tempat dan penempatan
produk.
 Storage
Merupakan aktivitas yang menempatkan barang dalam suatu tempat fisik
ketika barang tersebut sedang menunggu untuk dikeluarkan dari gudang.
 Order Picking
Proses pemindahan barang dari penyimpanan untuk memenuhi suatu
kebutuhan yang spesifik. Aktivitas ini merupakan pelayanan dasar dari
gudang yang disediakan bagi konsumen dn merupakan fungsi yang menjadi
dasar dalam perancangan suatu gudang.
 Packaging and/or pricing (optional)
Aktivitas ini dilakukan sebagai aktivitas pilihan setelah proses
pengambilan. Sebagaimana dalam fungsi pengemasan awal, produk individu
11

atau kemasan tunggal ditempatkan dalam kotak – kotak besar untuk


memudahkan aktivitas pemidahan berikutnya. Fungsi pengemasan ini
memberikan keuntungan yaitu memberikan fleksibilitas lebih dalam
penggunaan on – hand inventory.
 Unitizing and Shipping, yang terrmasuk dalam aktivitas ini adalah :
a. Pengecekan kelengkapan order barang
b. Pengemasan barang untuk memudahkan pengiriman dalam container.
c. Persiapan dokumen pengiriman
d. Penimbangan muatan untuk menentukan biaya pengiriman

2.5 Mill Store


Departemen Mill Store memiliki 6 section antara lain yaitu
Receiving,Issuing,Cataloguing,Raw Material,Supporting Fiber,Project Support.
Berikut ini adalah alur diagram Departemen Mill Store :

Gambar 2.1. Flowchart Departemen Millstore

2.5.1 Receiving Section


12

Merupakan aktivitas penerimaan barang dimana didalamnya terdapat


aktivitas- aktivitas seperti pembongkaran muatan,perhitungan kuantitas yang
diterima dan inspeksi kualitas dan kerusakan,memberikan jaminan bahwa jumlah dan
kualitas yang dipesan sesuai dengan keinginan dan membagi material untuk
disimpan atau untuk keperlaun fungsi produksi yang membutuhkan
2.5.1.1 Penerimaan dan pemeriksaan barang
1. Pertanggungjawaban:
- Pihak-pihak dibidang ini bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
barang yang masuk diterima atau ditolak lalu mendokumentasikannya
- Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa verifikasi telah dilakukan
dan dicatat pada “ Mill Store Receiving Inspection Form”
- Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa catatan-catatan atau
record yang sesuai dengan penerimaan barang telah dilengkapi dan
disimpan dengan baik dan benar.
2. Prosedur
1. Melakukan pemeriksaan dari segi kerusakan dan kuantitas terhadap
material yang diterima harus sesuai dengan Delivery Order
2. Memberikan wewenang kepada user untuk memutuskan apakah barang
tersebut diterima atau ditolak pada Receiving Inspection Form
3. Barang-barang yang diterima di Mill Store dari supplier harus dicatat
oleh petugas Store di “ Goods Receipt Log Book”
4. Barang-barang yang diterima oleh Mill Store harus memiliki data
pengiriman sesuai dengan informasi yang terdapat pada sistem computer
Mill Store,seperti:
a. Nomor Purchase Order
b. Jumlah Purchase Order
c. Material Code
d. Jenis Barang
13

5. Semua material yang di order untuk inventory Mill Store akan


diserahkan ke bagian issuing dengan menggunakan “Internal Handed
Over Form” dan akan ditempatkan pada lokasi masing-masing.
6. Untuk material yang dipesan oleh user,Store Keeper harus
menginformasikan kepada user untuk memeriksa saat penerimaan
barang tersebut.
2.5.2 Issuing Section
Issuing Section adalah departemen yang mengontrol pengeluaran
barang.Adapun tugas-tugas Issuing Section sebagai berikut :
- Bertugas menginspeksi ulang apakah barang-barang yang sudah
dilakukan Handed Over dan yang akan masuk sudah sesuai dengan form
Hand over
- Bertugas melakukan pengeluaran barang atau pemberian barang yang
terdiri dari Direct Issue,Normal Issue,Bulk material issue,Consignment
material issue.
- Melakukan stock transfer
Berikut alur proses di issuing section, yaitu:

Gambar 2.2.Flowchart issuing section


14

2.5.3 Cataloger Section


Cataloger Section adalah departemen yang bertugas untuk memastikan bahwa
semua penambahan kode barang/material.Tugas-tugas Cataloger Section sebagai
berikut :
1. Membuat material code
2. Mengaktifkan Material Code di System
3. Mensetting suatu Material Code menjadi Min Max
4. Merubah deskripsi suatu Material Code ke deskripsi sebenarnya atau disebut
5. Merubah harga suatu PR/Quantity Min Max & juga membuka PR
2.5.4 Raw Matariel
Raw matariel adalah bagian yang bertugas untuk menangani raw material
seperti urea,sodium,garam,dll. Penanganan yang dilakukan adalah barang – barang
yang digunakan oleh Perusahaan TPL sendiri,bagian ini juga bertugas untuk
melakukan pengecekan raw material yang masuk.
2.5.5 Supporting Fiber
Supporting fiber adalah bagian yang bertugas untuk menerima dan
mengeluarkan barang atau material fiber. Alur proses di supporting fiber berkaitan
dengan receiving section dan issuing section. Barang yang masuk akan ditangani oleh
receiving section,jika barang tersebut berupa fiber maka barang tersebut akan
ditangani oleh supporting fiber. Berikut alur proses di supporting fiber sebagai
berikut :
15

Gambar 2.3.Flowchart proses supporting fiber


2.5.6 Project Support
Project support adalah bagian yang memiliki tugas berkaitan dengan
kegiatan menerima dan mengeluarkan barang atau material yang dibutuhkan oleh
pihak project. Alur proses pada project support hampir memiliki kesamaan dengan
alur proses pada mill store pada umumnya,yang membedakan hanya bagian ini
berfokus pada material-material yang dibutuhkan oleh pihak project.

2.7 Metode PDCA


Siklus Plan-Do-Check-Action atau yang sering disebut siklus PDCA adalah
bagian dari continuous improvement yang di cetuskan oleh W. Edwards Deming.
Menurut Umi Nurillah (2017) Roda Deming menekankan perlunya interaksi
berkesinambungan antara riset, desain, produksi dan penjualan. Sebaliknya siklus
PDCA menegaskan bahwa setiap tindakan manajemen dapat disempurnakan dengan
16

cara menerapkan urutan kerja secara hati-hati : plan, do, check, action.
Plan sendiri mempunyai arti merencanakan atau perencanaan. Menurut John
Warman (2012) Perencanaan adalah suatu proses memperkirakan apa yang akan
terjadi di masa mendatang dan mempersiapkan sesuatu untuk masa mendatang
tersebut. Sebelum melakukan perencanaan, harus adanya saran atau sasaran yang
pasti, meskipun hanya berupa intisari dai sasaran tersebut.
Do dapat diartikan sebagai pengerjaan. Menurut Mega Ritta Riajeng dkk (2015)
Pada tahapan pengerjaan atau implementasi proses ini yaitu mengumpulkan data yang
dibutuhkan, mengkonversi data, menaksirkan informasi dan melaporkan serta
megkomunikasikan data.
Check dapat diaritikan mengecek. Menurut Putra Rizky Zakaria (2014) Tahap
Check adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta mempelajari hasil – hasil
dari penerapan ditahap Do. Melakukan perbandingan antara hasil actual yang dicapai
dengan target yang ditetapkan dan juga ketepatan jadwal yang telah ditentukan.
Action adalah menindaklanjuti. Menurut Putra Rizky Zakaria (2014) Tahap
Action adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya terhadap hasil – hasil
dari tahap check. Terdapat 2 jenis tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil
yang dicapainya, antara lain :
i. Tindakan Perbaikan (Corrective Action),
yang berupa solusi terhadap masalah yang dihadapi dalam pencapaian target,
tidakan perbaikan ini perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai target yang
telah direncanakan.
ii. Tindakan Standarisasi (Standardization Action), tindakan untuk men-
standarisasi-kan cara ataupun praktek terbaik yang telah dilakukan, tindakan
standarisasi ini dilakukan jika hasilnya mencapai target yang telah
direncanakan.
17


Gambar 2.4.Siklus PDCA
2.8 5S
Menurut Osada (1995), 5S diartikan Seiri (Pemilahan), Seiton (Penataan),
Seiso (Pembersihan), Seiketsu (Pemantapan), dan Shitsuke (Pembiasaan). Metode 5S
adalah sebuah metode analitis dari Jepang yang mampu membantu badan usaha untuk
menciptakan kondisi budaya kerja yang baik di lingkungan tempat kerja menuju
perbaikan mutu badan usaha yang berkesinambungan, melindungi atau mengamankan
seluruh sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan baik berupa manusia, maupun
alat produksi lainnya, dan meningkatkan produktivitas, keselamatan, dan kesehatan
kerja serta kepuasan konsumen (Purba, 2013).

Gambar 2.5 Implementasi 5S


18

5S yang Nama 5S Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Setsuke memiliki


pengertian dari tiap point diantaranya adalah sebagai berikut (Gasperz, 2007):
1. Seiri
Seiri berarti ringkas yang dalam pengertian industri adalah memilih material
dengan membuang atau memisahkan material yang tidak dapat digunakan lagi dan
menyimpan material yang masih dapat digunakan. Tujuan seiri adalah untuk
memaksimalkan dan mengoptimalkan lokasi yang ada hanya untuk material yang
dapat digunakan saja.
2. Seiton
Seiton berarti rapi dalam arti menyimpan material pada lokasi semestinya
atau lokasi yang telah ditentukan. Tujuan seiton ini adalah mempermudah pencarian
material yang bersangkutan jika dibutuhkan di kemudian hari. Terutama jika dicari
oleh orang lain yang sebelumnya tidak mengetahui lokasi.
3. Seiso
Seiso berarti resik yaitu bersih memeriksa agar kondisi lingkungan atau
peralatan selalu bersih sebelum dan sesudah penggunaan terutama saat meninggalkan
area pekerjaan. Tujuan Seiso adalah menjaga atau memelihara agar area kerja tetap
bersih.
4. Seiketsu
Seiketsu berarti rawat yaitu memastikan semua kondisi peralatan, mesin,
lingkungan dan kondisi lainnya sesuai dengan aturan yang telah disepakati dan
menjaga agar tetap terpelihara. Tujuan dari seiketsu adalah menciptakan konsistensi
implementasi seiri, seiton, dan seiso. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan
seiketsu adalah menjaga kondisi area kerja tetap ringkas, rapi, dan bersih.
5. Seitsuke
Seitsuke berarti rajin dalam arti bisa seluruh prosedur kerja 5S dilaksanakan
secara ideal dan produktif disertai dengan improvement untuk mencapai hasil yang
lebih baik. Tujuan utama dari konsep setsuke adalah menjamin keberhasilan dari
kontinuitas program 5S sebagai suatu disiplin.
19

Manfaat dan keuntungan penerapan prinsip 5S terhadap perubahan sikap,


tingkah laku atau pola pikir manajemen dan pekerjaan terhadap peningkatan mutu dan
produktivitas, yaitu : berupa perbaikan atau penyempurnaan bertahap yang
berkesinambungan (continues improvement process). Adanya manfaat penerapan
prinsip 5S akan memberikan keuntungan dalam banyak hal, yaitu: Zero waste, Zero
injury, Zero breakdown, Zero defect (Benny dkk, 2014).

2.9 Nilai-nilai Perusahaan


Berikut ini adalah indikaor-indikator yang dinilai perusahaan,antara lain:
1. Team Complementary
Kami satu tujuan dan saling melengkapi dalam kerjasama tim
2. Ownership
Kami memelihara rasa memiliki untuk senantiasa mencapai yang terbaik
3. People
Kami mengembangkan sumber daya manusia untuk tumbuh bersama
4. Integrity
Kami bertindak dengan penuh integritas
5. Costumer
Kami memahami dan memberikan yang terbaik untuk pelanggan
6. Continuous Improvement
Kami menghindari ketidakpedulian dan melakukan perbaikan terus menerus
untuk mencapai sistem yang efektif dan efisien

Anda mungkin juga menyukai