ABSTRACT
Lake is one of the ecosystem that serves as a temporary water catchment area. Thus, it role becomes
important in the hydrologic water cycle. The importance of its role does not make people care about and
want to protect the existence of the lake. On the contrary, there are many lake pollution and landfill. The
emergence of these problems associated with weak supervision and uncertainty management. This research
aims to determine the existing condition of situ in Jabodetabek and institutional issues that arise in order to
formulate a strategy of sustainable management. The approach being used is qualitative descriptive because
it can map out the role of stakeholders involved comprehensively. The results obtained shows that in order to
realize the sustainable lake management, commitment of all stakeholders involved is needed, by considering
the equality of sharing degree and, conversion of the local potential into collective action, as well as
strengthening intergovermental networks.
Keywords : institutional, stakeholders, commitment, sustainable
ABSTRAK
Situ adalah salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air sementara. Dengan demikian,
peran situ menjadi penting dalam siklus hidrologi air. Pentingnya peran situ tidak kemudian menjadikan
masyarakat peduli dan mau melindungi keberadaan situ. Justru sebaliknya, situ banyak mengalami
pencemaran serta pengurugan. Munculnya permasalahan ini terkait dengan lemahnya pengawasan serta
ketidakjelasan pengelolaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting situ di Jabodetabek
dan permasalahan kelembagaan yang muncul untuk kemudian merumuskan strategi dalam pengelolaan
yang berkelanjutan. Pendekatan yang dipakai adalah kualitatif deskriptif karena dianggap bisa memetakan
peran stakeholders yang terlibat dengan komprehensif. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa
untuk bisa mewujudkan pengelolaan situ yang berkelanjutan diperlukan komitmen seluruh pemangku
kepentingan yang terlibat dengan mempertimbangkan kesetaraan derajat sharing, konversi potensi lokal
menjadi collective action, serta perkuatan intergovernmental networks.
Kata kunci : kelembagaan, stakeholders, komitmen, berkelanjutan
Luas : 7.156 m2
Kedalaman bagian tengah : 15 m
Kedalaman bagian tepi : 1 – 2 m
Warna : hijau kecoklatan
Jenis Situ/Telaga : alami
Sumber mata air : berasal dari perairan telaga
Outlet : mengalir ke sungai
Tahun Keterangan
1927 Ditetapkan sebagai kawasan hutan
1954 Ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 394/1979
dengan luas awal 23,25 Ha
1979 Perluasan kawasan Taman Wisata menjadi 350 Ha
1981 Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam
1987 Penataan batas kawasan
1996 Dikeluarkannya izin pariwisata
situ/telaga yang bersangkutan. Demikian halnya hijau keruh. Rendahnya kualitas air ini menurut
dengan Telaga Warna. Tampak di sebelah ujung Bpk. H. Marhasan, Ketua Pokja Pengelola “Situ
perairan Telaga, terdapat sebuah Citayam Bersih” diduga disebabkan karena dua
petilasan/makam yang kerap dikunjungi untuk Rumah Bersalin yang membuang limbah
berdoa. Bahkan air telaga juga diambil karena medisnya ke Situ; misal: bekas suntikan, kantung
dipercaya mampu memberikan khasiat tertentu. infus bekas, perban, dll.
Pada tabel 1 diuraikan perubahan status kawasan Ditinjau dari aspek kelembagaan
TWATW yang didapat dari Pusat Informasi pengelola, karena Situ ini terletak di wilayah
TWATW. administratif Kota Depok maka sebagaimana
Menurut informasi yang didapat dari telah ditetapkan oleh Pemkot Depok bahwa
Kantor Sekretariat TWATW, rata-rata harian seluruh Situ yang ada di Depok dikelola secara
pengunjung Telaga adalah 15 orang/hari. langsung oleh masyarakat melalui pembentukan
Meskipun kondisinya saat ini sudah berbeda Pokja. Peran Pokja ini antara lain: melakukan
dengan beberapa tahun yang lalu, namun kerja bakti membersihkan Situ, mengatur
sejuknya hawa pegunungan membuat keramba (yang diperbolehkan maksimal 5%
pengunjung merasa betah berlama-lama duduk di luasan perairan Situ), mengelola rekreasi air
pinggiran Telaga. Ketika Tim berada di sana, (bebek air), hingga pengusulan
beberapa wisatawan asing maupun domestik program/kegiatan untuk pengelolaan Situ.
juga terlihat sedang menikmati kawasan Telaga. Meskipun telah dikelola secara langsung oleh
Pokja, Bpk. H. Marhasan sendiri mengakui bahwa
3. Situ Citayam agar pengelolaan Situ bisa optimal, maka
Situ yang terletak tidak jauh dari Stasiun Dinas/Badan/Lembaga terkait harus
Citayam ini merupakan Situ Alami. Menurut bekerjasama. Tidak boleh hanya satu instansi
pengamatan, baru 60% pinggiran Situ yang yang mengelola.
ditalud. Hal ini patut dijaga agar kelestarian Perlu keterlibatan sinergis antara
ekosistem alamiah perairan dapat berlangsung. pemerintah pusat hingga pemkab/kota. Potensi
Dari aspek kualitas air, kondisi perairan tampak pengelolaan pariwisata dengan mengoptimalkan
1 Regulasi (dasar hukum UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber UU No. 7 Tahun 2004 Draft Surat Kesepakatan Ditetapkan sebagai
kewenangan Daya Air. Tentang Sumber Daya Bersama (SKB) antar kawasan Cagar
pengelolaan) Air. Pemprov DKI Jakarta, Alam berdasarkan
Draft Surat Kesepakatan Bersama (SKB) Jawa Barat, Banten, SK Menteri
antar Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, UU No 26 Tahun 2006 Bogor, Tangerang, Pertanian No.
Banten, Bogor, Tangerang, Bekasi tentang Tata Ruang Bekasi tentang 394/1979 dengan
tentang kerjasama dalam rangka kerjasama dalam rangka luas awal 23,25 Ha
perlindungan dan pelestarian situ UU No 32 Tahun 2009 perlindungan dan
terpadu di Jabodetabek. tentang Pengelolaan pelestarian situ terpadu
Lingkungan Hidup di Jabodetabek.
Surat keputusan Walikota Madya Kepala
Daerah Tingkat II Depok Nomor PP 26 Tahun 2008
821.29/71/Kpts/Huk/1999 tentang tentang RT/RW Nasional
Pembentukan Kelompok Kerja
Pengendalian, Pengamanan dan Kepres 32 Tahun 1990
Pelestarian Fungsi Situ-Situ. tentang Klasifikasi
Kawasan Lindung
2 Organisasi (lembaga Pemda Depok melalui Pokja Situ Citayam OKP GANESPA Dinas PU Provinsi Pihak Ketiga
pengelola) Bersih (swasta)
3 Sumberdaya manusia Kondisi Pokja Situ Citayam Bersih Aktif dalam memelihara, Sumber daya manusia Telaga Warna
(kapasitas pengelola) menurut data terakhir tidak aktif lagi. mengawasi dan yang terlibat dalam dimanfaatkan
mengelola situ. pengawasan situ sangat menjadi Taman
Banyaknya sampah dan menjamurnya minim karena hanya Wisata oleh pihak
kontrakan di sekitar situ menunjukkan terdapat satu orang ketiga yang sudah
kurang berfungsinya Pokja. pengawas saja. terbiasa
mengadakan
berbagai macam
event outdoor.
4 Pembiayaan (sumber, APBD Swadana APBD Swadana
jumlah, dan kontinuitas)
155
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal. 150-159
pengawasan Sudin PU Pengairan Jatibaru. Namun situ berjalan dengan mulus karena dalam
secara pengawasan PKP juga terlibat di kenyataannya ada masalah yang muncul, salah
dalamnya. Berdasarkan SK gubernur, pihak PKP satunya adalah kapasitas pengelola. Kapasitas
boleh memanfaatkan situ untuk kepentingan pengelola di setiap situ menjadi salah satu
pendidikan. Aktor lain yang pernah terlibat komponen penting karena pengelola inilah yang
antara lain Dinas Perikanan yang masuk dengan merumuskan program dan kegiatan dalam
program keramba ikan hias. Yang mana rangka untuk melestarikan situ. Contoh pengelola
sebenarnya menurut peraturan, situ tidak boleh yang berjalan dengan baik ada di Situ Tujuh
digunakan untuk keramba ikan karena akan Muara. OKP Ganespa selaku pengelola di Situ
menimbulkan pencemaran yang berasal dari Tujuh Muara mempunyai program dan kegiatan
makanan ikan yang terencana. Salah satunya adalah kegiatan
Kedua, tiadanya kewenangan pengelolaan membersihkan situ dari sampah. OKP Ganespa
yang diberikan kepada pemda. Setelah hearing juga sedang dalam proses untuk mengurangi
BPK dengan beberapa instansi (pusat dan aktivitas pengurugan situ yang diindikasikan
pemkab/kota di lingkungan Prov. Banten), terjadi di Situ Tujuh Muara. Sementara di Situ
disepakati bahwa pengelolaan Situ Tujuh Muara Telaga Warna yang dikelola oleh pihak swasta,
serta Situ-situ lain di Kota Tangerang Selatan juga dimanfaatkan untuk acara outbond. Situ
menjadi kewenangan Pusat cq. Ditjen SDA Citayam dan Situ Rawa Kelapa Dua menjadi situ
Kementerian PU. Meskipun Pemkot Tangsel cq. yang meskipun mempunyai lembaga pengelola,
Dinas Bina Marga dan SDA berkomitmen ingin namun lembaga tersebut tidak berjalan dengan
melakukan pemeliharaan dan revitalisasi, namun baik. Situ Rawa kelapa Dua kurang bisa diawasi
karena secara yuridis kewenangan berada di secara maksimal karena keterbatasan sumber
Pusat maka keinginan tersebut tidak bisa daya manusia. Hanya terdapat satu orang
dijalankan. pengawas saja yang pastinya akan kesulitan
Ketiga, rendahnya komitmen Pemda dalam untuk meng-cover seluruh situ yang luasnya
membina pokja pengelola situ. Untuk wilayah kurang lebih 7 Ha. Situ Citayam mengalami
Depok, kewenangan mengelola situ diberikan permasalahan yang hampir sama dengan Situ
kepada pokja. Sebagai contoh terjadi pada Situ Rawa Kelapa Dua. Situ Citayam ini dikelola oleh
Citayam. Di Situ Citayam ini memang pokja yang Pokja “Situ Citayam Bersih” yang pada awal
bertugas mengawasi dan mengelola situ sudah pembentukannya dapat berjalan dengan baik dan
ada, akan tetapi tidak nampak adanya kontribusi menjadi tempat pembelajaran dari pokja lain di
yang nyata oleh pokja Situ Citayam ini. Tapi hal Kota Depok. Seiring berjalannya waktu, pokja
yang sama tidak terjadi di Situ Pengasinan yang Situ Citayam mengalami beberapa permasalahan.
notabene berada dalam wilayah administratif Salah satunya adalah konflik dengan para
yang sama. Pokja di wilayah Situ Pengasinan pemancing yang marah karena diminta
dapat bekerja dengan baik dan bahkan membayar retribusi untuk memancing sementara
menghasilkan pendapatan untuk menambah mereka tidak mendapati adanya ikan di situ
pendapatan asli daerah. tersebut. Pokja Situ Citayam juga tidak
Keempat, lemahnya pengawasan dari mengambil tindakan tegas manakala di sekitar
pihak yang berwenang. Berdasarkan hearing wilayah situ berdiri bangunan liar yang tidak
yang pernah dilakukan setelah kasus jebolnya sepatutnya berada di lokasi tersebut.
Situ Gintung, situ-situ di wilayah Tangerang
Selatan dipindah kewenangan pengawasannya ke Strategi Guna Mengoptimalkan Kinerja
Pusat. Dengan demikian Pusat sendiri tentu tidak Kerjasama Pengelolaan Situ yang Tengah
bisa dengan secara langsung mengawasi karena Diinisiasi
rentang birokrasi yang terlalu jauh. Jika Dalam literatur ilmu pemerintahan,
dirumuskan dalam matriks, kondisi eksisting Kerjasama Antar Daerah (KSAD) merupakan isu
kelembagaan dari lokasi penelitian terlihat pada yang tengah merebak di kalangan pemerintah
tabel 2. daerah (pemda). Hal ini dikarenakan begitu
Berdasarkan pemetaan dari empat situ, kompleksnya masalah dan kebutuhan
didapatkan hasil bahwasanya semua situ sudah masyarakat yang harus diatasi atau dipenuhi
memiliki dasar regulasi untuk pengelolaan, dengan melewati batas-batas wilayah
sementara untuk lembaga pengelola di masing- administratif (administrative boundaries).
masing situ tidak sama. Ada yang dikelola oleh Meskipun sebagai daerah otonom
pokja, oleh LSM, Pemda dan juga pihak swasta. kebupaten/kota wajib melaksanakan
Meskipun setiap situ sudah memiliki lembaga kewenangan di bidang pekerjaan umum (PU),
pengelola, bukan berarti kemudian pelestarian kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
156
Tantangan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Situ Berkelanjutan
Suryawan Setianto
diharapkan tidak hanya terwujud pengelolaan Revisiting Urban Planning: Global Reports
situ yang lestari dan berkelanjutan, tetapi juga on Human Settlements 2009, Available
mampu mensinergikan pembangunan secara luas from
di lingkup regional Jabodetabek. http://www.unhabitat.org/grhs/2009.
Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan
DAFTAR PUSTAKA Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ
Dragos Aligica, Paul. 2006. Institutional and (Studi Kasus Kota Depok) Master thesis
Stakeholders Mapping : Frameworks for Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Policy Analysis and Institutional Change, Bogor
Public Organiz Rev (2006) 6: 79–90 http://www.damandiri.or.id/file/ronilaipb
Fahmi, FZ., dkk. 2010. Lessons from inter-local abstrak.pdf
government cooperation effectiveness in UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Greater Yogyakarta, Working Paper No. 10. Daerah.
Regional and Rural Planning Research Waryono, Tarsoen, 2008, Beberapa Aspek
Group. SAPPK ITB, Bandung. Pengelolaan dan Pengembangan Situ-Situ
Hendrawan, Diana. April 2005. Kualitas Air Sebagai Wahana Rekreasi dan Sumber
Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara, PAD,
Teknologi, VOL. 9, NO. 1, 13-19 http://konservasisitudepok.wordpress.co
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/03_ m/makalah-situ/tarsoen-waryono/
KUALITAS%20AIR%20SUNGAI%20DAN%
20SITU%20DI%20DKI%20JAKARTA_Dian
a.pdf
Listiani, 2005. Aspek Kelembagaan dalam
Pengelolaan Situ: Studi Kasus Pengelolaan
Situ Rawa Besar di kota Depok.
http://konservasisitudepok.wordpress.co
m/situ-rawa-besar/penelitian-situ-rawa-
besar/listiani/
OECD. 2007. OECD Territorial Reviews: Ranstad
Holland, Netherlands. OECD. Paris.
Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan
Ruang Jabodetabekpunjur.
Permana, Asep Arofah. 2003. Peranan Situ
Terhadap Sistem Tata Air Kota
Depok. Masters thesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegor.
http://eprints.undip.ac.id/11358/1/2003
MPPWK2924.pdf
Permendagri No. 22 tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah.
PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
PP No. 50 tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah.
Pratikno, dkk. 2007. Kerjasama Antar Daerah:
Kompleksitas dan Tawaran Format
Kelembagaan. Penerbit S2 PLOD dan JIP
UGM. Yogyakarta.
Puspita, L., E. Ratnawati, I N. N. Suryadiputra, A.
A. Meutia. 2005. Lahan Basah Buatan di
Indonesia. Wetlands International -
Indonesia Programme. Bogor.
Rakodi, C. & Firman, T., 2009, Planning for
Extended Metropolitan Region in Asia:
Jakarta, Indonesia, Case study prepared for
159