Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan


Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan
kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan. Standar praktik
kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga
kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti pernyataan
kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan kebidanan terhadap
pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat,
karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan
memburuk. Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang
mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
yang bersangkutan. Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah
tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang
diperbolehkan.
1. Standar Praktik Bidan di Indonesia
Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah:
pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan dokumentasi.
Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.
Standar II: Pengkajian Data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
 Ada format pengumpulan data
 Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
Demografi identitas klien.
 Riwayat penyakit terdahulu.
 Riwayat kesehatan reproduksi.
 Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
 Analisis data.
 Data dikumpulkan dari:
Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.
• Tenaga kesehatan.
• Individu dalam lingkungan terdekat.
 Data diperoleh dengan cara:
Wawancara
• Observasi.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional:
 Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau
suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang
bidan dan kebutuhan klien.
 Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan
2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi.
Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien:
tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan
atau tugas kolaborasi.
5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika
kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.
Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
Status kesehatan saat ini
• Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
• Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.
• Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.
• Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindak kegiatan.
Standar VII :Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.
Difinisi Operasional
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan
perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.
Standar VIII :Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional
 Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Menyesuaikan
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
 Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
 Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan
yang diberikan.
Definisi oprasional :
 Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap langkah managemen kebidanan.
 Dokumentasi dilaksanakan secara jujur, sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung
jawab.
 Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan
menyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan
( knowledge, skill and professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi.
Dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :
1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial,
kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi
sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap
terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk
meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan
menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan
selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi
tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan
setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita
dan bayinya yang baru lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir
sehat sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita
sehat (1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem
reproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan
keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan
asuhan kebidanan, Setiap Bidan harus bekerja Secara profesional dalam melaksanakan
profesi asuhan kebidanan, dan dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja
sesuai standar yang meliputi meliputi : standar pendidikan, standar falsafah, standar
organisasi, standar sumber daya pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan, standar
kurikulum, standar tujuan pendidikan, standar evaluasi pendidikan, standar lulusan, standar
Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar organisasi, standar falsafah, standar sumber daya
pendidikan, standar program pendidikan dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen
penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan, standar pengendalian mutu Standar Pelayanan
Kebidanan, standar falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf Dan
Pimpinan, Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur, Standar
Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar Evaluasi Dan
Pengendalian Mutu, standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar pengkajian,
Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar tindakan, standar partisipasi
klien, standar pengawasan, standar evaluasi, standar dokumentasi.
 
1. Hukum Perundangan di Indonesia
Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah),
pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari
UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.
Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk
dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk
bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat
diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan
langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak
mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti
sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai
tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat
(3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib
menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa
selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki
kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga
diberlakukan terhadapnya UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak
jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib
kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang
perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga
kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua
golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan.
Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi
terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan
yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter,
diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak
diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang
dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang
relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau
mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi
perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak
diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau
pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 4/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga
keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai
golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III
Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena
dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan
bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
8. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
1. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
 Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai
revisi dari SK No.647/MENKES/SK/IV/2000)
1. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
2. Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :Perawat adalah orang yang
telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah
saya).
4. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan
pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya). ketentuan Pidana
yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan pasal 340 KUHP.
Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat (4) Undang-
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1a) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan :“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja :
melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” perorangan/berkelompok (garis bawah
saya).
Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik.
1. BAB III Perizinan, Pasal 8 :
2. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan,
praktek perorangan/atau berkelompok.
3. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan
harus memiliki SIK (garis bawah saya).
4. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP
(garis bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1 SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12 (1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
1. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
Hubungan hukum perundang-undangan dan hokum yang berlaku dengan tenaga kesehatan
adalah: Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan
tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini
mempunyai dasar hokum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa
kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan
kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut adalah:
Hak dan Kewajiban Bidan
1. Hak bidan
 Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya
 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap timgkat jenjang
pelayanan kesehatan
 Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
 Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
maupun pelatihan.
 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan
yang sesuai
 Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
1. Kewajiban bidan
 Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hokum antara
bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
 Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi
dengan menghormati hak-hak pasien.
 Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
 Bidan wajib member kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau
keluarga.
 Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
 Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
 Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan
serta resiko yang mungkin dapat timbul.
 Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas tindakan yang akan dilakukan.
 Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
 Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya
melalui pendidikan formal dan non formal.
 Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
Hak dan kewajiban pasien.
1. Hak pasien
2. Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan
keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya.
3. Pasien berhak memperoleh informasi lengkap dari dokter yang memeriksanya
berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis dalam arti pasien layak untuk
mengerti masalah yang dihadapinya.
4. Pasien berhak untuk menerima informasi penting dan memberikan suatu persetujuan
tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta resiko penting yang kemungkinan
akan dialaminya, kecuali dalam situasi darurat.
5. Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan
diinformasikan tentang konsekuensi tindakan yang akan diterimanya.
6. Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut
program asuhan medis, konsultasi dan pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan
dirahasiakan.
7. Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk komunikasi dan catatan tentang asuhan
kesehatan yang diberikan kepadanya.
8. Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ketempat lain yang lebih
lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan RS
yang ditunjuk dapat menerimanya.
9. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan RS dengan instansi
lain, seperti instansi pendidikan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan
yang diterimanya.
10. Pasein berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai
suatu eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya.
11. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang pemberian delegasi dari
dokternya ke dokter lainnya, bila dibutuhkan dalam rangka asuhannya.
12. Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya yang
diperlukan untuk asuhan kesehatannya.
13. Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau ketentuan RS yang harus dipatuhinya
sebagai pasien dirawat.
14. Kewajiban pasien
15. Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada
diinstitusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya.
16. Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga da, baik dari dokter ataupun perawat
yang memberikan asuhan.
17. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya.
18. Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab terhadapnya berkewajiban untuk
menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan pemeriksaan yang diperlukan selama
perawatan.
19. Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai
dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujuinya.
Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan praktek kebidanan, aparat penegak hukum
lebih cenderung mempergunakan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Sehingga masyarakat sangat berharap adanya pemahaman yang baik dan benar tentang
beberapa piranti hukum yang mengatur pelayanan kesehatan untuk menunjang pelaksanaan
tugas di bidang kebidanan dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai