Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

AMELOBLASTOMA

A. Definisi
Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di
mandibula dan maksila. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses
pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum
diketahui dengan pasti. Secara mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas pulau-pulau
epitelium di dalam stroma jaringan ikat kolagen. Ameloblastoma juga mempunyai beberapa
variasi dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe
folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya asimptomatik,
tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang (Arif, 2001).
Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa
atau gengivomaxillary yang muncul pada gigi. Ameloblastoma sebelumnya disebut
adamtinoma, suatu jinak epitehelial local penyerbuan odontogenik tumor, tumbuh perlahan,
dan relative jarang terjadi sekitar 1 % dari semua tumor (Price, Sylvia A, 2006).

B. Klasifikasi
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe solid/multikistik,
tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal. Smeltzer & Bare. (2002).
1. Konvensional solid/multikstik (86%)
Tumor ini akan menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada
usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukkan angka prevalensi yang sama pada usia
dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada prediksi jenis kelamin yag signifikan.
Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering terjadi pada daerah molar di
sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio
posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan
atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat
membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesis jarang terjadi bahkan pada
tumor besar. Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak mempengaruhi perawatan maupun prognosis.
Tipe silod atau multikistik tumbuh vasif secara lokal memiliki angka kajadian rekuransi
yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki
kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis. Ameloblastoma tipe solid/multikistik
ini ditandai dengan agka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan.
Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal
(reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.
2. Unikistik (13%)
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma
unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior. Ameloblastoma tipe unikistik
umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis
walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang erupsi.
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen
kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio
parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma
unikistik pertama kali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka
melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyerang enukleasi simple
pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukkan angka rekurensi yang tinggi
yaitu sekitar 60% dengan demikian enukleasi simple merupakan  perawatan yang tidak
sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau
terapi kiro dengan cairan atau dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk
tumor ini.
3. Periferal/Ekstraosseous (1%)
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma
atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar.
Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada
keterlibatan tulang dibawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit,
sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2% sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma
yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9
sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria
daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian
ramus. Dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena.
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe
lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak
superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan
mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior
harus diikutkan periosteoum untuk meyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak
terjadi.

C. Etiologi
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi dari riwayat infeksi gigi,
infeksi gusi, trauma gusi, setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal
dalam rongga mulut. Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak
dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi prediksi pada
golongan penderita kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun
maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah mandibula;
60% terjasi di regio molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis. Tumor ini
tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini
belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari :
1. Sisa-sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari
beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk
kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami
degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.
2. Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
3. Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus
yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma
yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang
terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi
menjadi ameloblastoma Bruner & Suddarth. (2001).

D. Patofisiologi
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih
dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya
kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang
disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap Price,
Sylvia A. (2006):
1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat
Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan (poliferasi). Interleukin yang dikeluarkan oleh sel system immune yaitu
interleukin 8 dapat menginduksi perkembangan tumor.
3. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu
atau lebih karakteristik neoplasma ganas.

E. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini
jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun
Smeltzer & Bare. (2002).
1. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan
deformitas wajah.
2. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
3. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
4. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
5. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor telah
mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
6. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan
disertai rasa nyeri.
7. Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi
oleh karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar.
8. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan
9. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.

F. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
1. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu
mencari daerah yang tidak normal pada rahang.
2. CT scan (computed tomography scan)
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat
mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain. 
3. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3
dimensi yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga
menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke
rongga mata atau sinuses.
4. Tumor marker (penanda tumor)
Pada umumnya tumor marker merupakan molekul glikoprotein larut darah, dan dapat
dideteksi menggunakan antibody monoclonal. Petanda tumor dapat dideteksi melalui
serum penderita atau melalui specimen jaringan tumornya secara radioimmuassai. Arif.
(2001)
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini
radioresisten. Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir 50%
kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan secara
rutin. Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang
terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif
tapi dengan terapi X-ray dan radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan
lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
a. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada
suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang
paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir
tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda
mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang
yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya
dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret dengan tarikan
yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak
berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus
diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak
diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik
sebelum operasi dapat dilakukan.
b. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan
apabilah ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang
meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang
dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada
outline osteotomi, denganbur leher panjang henahan. Oesteotomi digunakan untuk
melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segen tulang yang terlibat tumor dibuang
dengan tepi yang aman dari tulang normal dan tanpa merusak border tulang. Setelah
melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan
posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga
sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang
bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.

c. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump Deformity”
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila
diperluka) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir
bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke dagu.
Insisi itu kemudain dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah border
bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus bahwa mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.

LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA


d. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal
dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari
maksila dan dari ethmoid.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan
lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
ascillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju
kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar
ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan
lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan
menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat
diperlukan untuk mengontrol perdarahan.
2. Rekontruksi pasca bedah
a. Pemakaian obturator
Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standar setelah
dilakukan maksilektomi dan palaktetomi, kecuali digunakan rekontruksi free plap.
Tujuan dari rekontruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi
pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi. Pasien yang menjalani
reseksi maksila dan direhabilitasi dalam tiga fase masing-masing fase memerlukan
protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien antara lain :
i. Obturator bedah
Obturator yang dimasukan pada waktu bedah untuk membantu
mempertahankan packing, mencegah kontaminasi oral, dari luka bedah dan
skin graft dan memungkinkan pasien untuk berbicara dan menelan selama
periode post operasi inisial. Protesa ini akan digunakan kurang lebih 5-10 hari.
ii. Obturator intermin
Tujuan dari obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara dengan
mengembalikan kontur palatal, dan digunakan sekitar 2-6 bulan.
iii. Obturator definitive
Obturator ini akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah
selesai. Pembuatan protesa definitive sebelum kontur jaringan stabil
memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian
terhadap bagian perifer protesa. (Ivana. 2009)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:


A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Tanda : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Gejala : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Tanda : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Gejala : Perubahan pola nafas.
Tanda : Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris
9. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsionogen
Tanda : demam dan ruam kulit
10. Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya : dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan dan herpes genetal
11. Interaksi social
Gejala : ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan,
masalah tentang fungsi/ tanggung jawab peran

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kerusakan komunikasi verbal
4. Hambatan mobilitas fisik
5. Gangguan pola tidur
DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 
Ivana. 2009. Prevalensi Ameloblastoma pada Rahang yang Dilakukan Terapi
Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan
Mulut RSUP H. Adam Malik Dari Tahun 2007-2008. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Diakses tanggal 22 juni 2016
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Nurarif, A.H dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC.Edisi Revisi Jilid 3.Jogjakarta: Medi Action
Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Konsep-Konsep Penyakit Edisi 6. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson. J.M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai