Anda di halaman 1dari 7

~ Metode Dakwah ~

A. Pengertian Dakwah

Secara etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u, da’wan, du’a,
yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan dan permintaan.
Istilah dakwah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf dan nahi
mungkar, mau’idzhoh hasanah, tabsyir, indzar, washiyah, tarbiyah, ta’lim dan khotbah. Setelah
mendata seluruh kata dakwah dapat didefinisikan bahwa dakwah Islam adalah sebagai kegiatan
mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah
dan istiqoamah dijalaNya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah. Oleh karena itu,
secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan
kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan definisi
yang bervariasi mengenai kata dakwah, antara lain :

1. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman
kepada Allah dan kepada apa yang dibawa oleh para RasulNya dengan cara membenarkan apa
yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan.

2. Syaikh Muhammad Ash-Shawwaf mengatakan, ”Dakwah adalah risalah langit yang


diturunkan ke bumi, berupa hidayah sang khaliq kepada makhluk, yakni dien dan jalan-Nya yang
lurus yang sengaja dipilih-Nya dan dijadikan sebagai jalan satu-satunya untuk bisa selamat
kembali kepada-Nya.”

3. Ahmad Ghalwasy dalam bukunya ”ad dakwah al-Islamiyah” mengatakan bahwa, ilmu dakwah
adalah ilmu yang dipakai untuk mengetahui berbagai seni menyampaikan kandungan ajaran
Islam, baik itu akidah, syariat, maupun akhlak.

4. Drs. Muhammad Al-Wakil mendefinisikan, ”Dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam


kebaikan dan menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf dan nahi munkar.”

Dari beberapa definisi di atas dengan redaksi yang berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa
esensi dakwah bukan hanya terbatas pada penjelasan dan penyampaian semata, namun juga
menyentuh pada pembinaan dan takwin (pembentukan) pribadi, keluarga, dan masyarakat Islam.
B. Metode Dakwah

Metode adalah suatu cara yang di tempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk
mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia .Metode dakwah
adalah jalan atau cara yang di pakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah
islam. Secara garis besar ada tiga pokok metode dakwah, yaitu:

1. Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah
dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga mudah di mengerti dan mereka
tidak merasa bosan dan apa yang da’i sampaikan.

2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau


menyampaikan ajaran islam dengan rasa kasih sayang (lemah lembut), sehingga apa yang
disampaikan dai tersebut bisa menyentuh hati si madu.

3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar fikiran atau tanya jawab.
Dengan ini dai bisa mengetahui apa yang menjadi pertanyaan oleh sekelompok orang/individu
tentang suatu masalah dalam kehidupan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, telah diketahui


bahwa dakwah mempunyai kedudukan yang amat penting. Dengan dakwah, dapat disampaikan
serta dijelaskan mengenai ajaran Islam kepada masyarakat dan umat sehingga mereka dapat
mengetahui mana yang benar (haq) dan mana yang salah (batil). Peranan dakwah bukan hanya
sebatas agar umat dapat mengetahui dan membedakan tetapi dakwah juga dapat mempengaruhi
masyarakat untuk bisa melaksanakan hal-hal yang baik serta dapat menjauhi apa saja yang tidak
benar yang terjadi dalam masyarakat. Sekiranya ini dapat diwujudkan dalam masyarakat Islam,
sudah tentu hasrat kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat dapat dicapai. Sala satu
contohnya adalah:

 Dakwah Terhadap Orang ramai

Kalau kita memberikan dakwah kepada orang ramai, maka tugas kita jauh lebih sulit dari
memanggil orang – orang. Kalau dalam fasal yang lalu telah dikemukakan bahwa pembicaraan
mudah dapat diduga, bahwa didalam menghadapi orang banyak akan sekian banyak
predisposition pendengar, yang harus kita hitungkan . Untunglah yang demikian itu tidak perlu
dilakukan.

Dalam hal predisposition, kita cukup membagi golongan pendengar menurut dugaan dalam
pembagian besar saja, dan pembicaraan lalu disesuaikan menurut keadaan golongan dalam
pembagian besar itu. Dan kalau pembagian besar itu terlalu banyak dapat dicukupkan dalam 3
golongan saja yaitu : tingkatan yang terendah pengalamanya, sedang dan yang tinggi.

metode dakwah dilakukan berdasarkan pada obyek mad’u (sasaran dakwah). Jika mad’u itu dari
golongan orang yang mengetahui maka perlulah penjelasan yang terperinci dan tegas besertakan
dalil yang lengkap. Jika mad’u dari golongan orang yang kurang memahami Islam yang
sebenarnya maka barulah digunakan cara yang lembut. Akan tetapi jika mereka itu telah
memeluk Islam maka tidak boleh lari dari apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya
karena itu adalah tuntutan agama.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu prinsip utama yang fundamental dalam ajaran
Islam adalah “lakum dinukum waliyadin” memberikan pilihan kepada setiap umat manusia
untuk menentukan urusan agamanya (menjadi muslim atau orang kafir). Namun seseorang
dituntut bila menjadi Muslim maka hendaklah bersyukur serta tunduk dan patuh akan ketentuan
Allah SWT. Hal ini sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam al-Qur’an surah al-Insaan:
3: “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur, ada pula
yang kafir”.

Bahkan ketika Rasulullah SAW. memiliki keinginan kuat agar setiap orang beriman kepada
Allah SWT, menjadi Muslim yang baik, dan bila perlu dengan pemaksaan dan tekanan, maka
Allah SWT. langsung mengingatkannya, dengan firman-Nya dalam Surah Yunus: 99-100: “Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin
Allah dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan
akalnya.
Juga firman-Nya dalam Qur’an Surah Al Baqarah: 256: “Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Dengan demikian Supaya proses dakwah berjalan dengan sempurna maka seorang dai
harus menggunakan metode,materi serta Media yang tepat. Seorang Dai harus mempunyai
Materi yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u, yang mana dalam Penyampaian materi, si
Dai hendaklah menggunakan metode-metode pokok bagi seorang Dai. Setelah Proses Penentuan
materi serta Metode-metodenya terlaksana maka seorang Dai Bisa melaksanakan Dakwahnya
melalui media, Baik itu Media lisan tulisan dan sebagainya. Apabila seorang dai telah melakukan
tahapan-tahapan di atas maka yang terakhir adalah Proses Evaluasi terhadap dakwah yang di
sampaikannya, bagaimana respon ataupun Feedback dari madu. Evaluasi dan koreksi terhadap
efek dakwah harus dilaksanakan secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial
atau setengah-setengah. Seluruh kompenen sistem (unsur-unsur) dakwah harus di evaluasi secara
keseluruhan. Para dai harus mempunyai jiwa terbuka untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan. Jika proses evaluasi telah menghasilkan beberapa keputusan, maka segera diikuti
dengan tindakan korektif (corrective action). Dan jika proses ini telah dapat terlaksana dengan
baik, maka terciptalah mekanisme perjuangan dalam bidang dakwah, dan inilah yang di sebutkan
dalam agama dengan sebutan ikhtiar insani .

Jadi, dalam proses penyampaian ajaran agama islam maka si dai harus sangat
memperhatikan unsur-unsur dakwah guna mewujudkan efektifitas dalam penyampaian supaya si
madu bisa menerima dan mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang telah di sampaikan oleh si
Dai tersebut dalam kehidupannya.

C. Tujuan Dakwah

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia
dan di akhirat yang diridhai oleh Allah. Nabi Muhamad SAW mencontohkan dakwah kepada
umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan, dan perbuatan. Dimulai dari istrinya,
keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara
raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium,
Mukaukis dari Mesir, Kista dari Persia, dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

D. Jenis – Jenis Dakwah

dapat dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan kemampuan masing-masing jurudakwah.
Yang pasti, setiap Muslim wajib melaksanakannya karena seorang Muslim berkewajiban
menyebarkan kebenaran Islam kepada orang lain.

1. Dakwah Fardiah

Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain
(satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah
fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori
dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk
dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat),
dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).

2. Dakwah Ammah

Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media
lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada
mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau
ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh
organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-soal dakwah.

3. Dakwah bil-Lisan

Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah
atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). Dakwah jenis ini akan menjadi
efektif bila disampaikan berkaitan dengan hari ibadah, seperti khutbah Jum’at atau khutbah hari
Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram,
disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

4. Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini
dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad’ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da’i
(juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah.
Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-
Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin
dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

5. Dakwah bit-Tadwin

Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah
melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-
tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari
dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang da’i, atau penulisnya sudah wafat.
Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya tinta para
ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada”.

6. Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif atau bijak, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.

Dalam kitab Al-Hikmah Fi Al Dakwah Ilallah Ta’ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian Al-Hikmah. Menurut bahasa, Al-Hikmah artinya adil,
ilmu, sabar, kenabian, dan Al-Qur’an; memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan
terhindar dari kerusakan; ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang
utama; obyek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal; serta pengetahuan atau
ma’rifat.

Menurut istilah syar’i, Al-Hikmah artinya valid (sah) dalam perkataan dan perbuatan,
mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara’ dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada
tempatnya, dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulakan bahawa metode dakwah dilakukan berdasarkan
pada obyek mad’u (sasaran dakwah). Jika mad’u itu dari golongan orang yang mengetahui maka
perlulah penjelasan yang terperinci dan tegas besertakan dalil yang lengkap. Jika mad’u dari
golongan orang yang kurang memahami Islam yang sebenarnya maka barulah digunakan cara
yang lembut. Akan tetapi jika mereka itu telah memeluk Islam maka tidak boleh lari dari apa
yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya karena itu adalah tuntutan agama.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu prinsip utama yang fundamental dalam
ajaran Islam adalah “lakum dinukum waliyadin” memberikan pilihan kepada setiap umat
manusia untuk menentukan urusan agamanya (menjadi muslim atau orang kafir). Namun
seseorang dituntut bila menjadi Muslim maka hendaklah bersyukur serta tunduk dan patuh akan
ketentuan Allah SWT. Hal ini sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam al-Qur’an surah al-
Insaan: 3: “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur, ada
pula yang kafir”.

Anda mungkin juga menyukai