Anda di halaman 1dari 30

PEMANFAATAN KULIT PISANG SEBAGAI CUKA

ORGANIK PADA OLAHAN ACAR

A. Latar Belakang

Keanekaragaman suku dan etnis menjadikan Indonesia sebagai negara

yang kaya akan budayanya. Corak khas dari budaya yang ada di Indonesia

dapat dilihat dari bahasa, kesenian, rumah adat, makanan khas, dan masih

banyak lagi. Salah satu perbedaan yang unik adalah lidah orang Indonesia

yang mampu menciptakan cita rasa yang beragam, baik itu manis, asin, gurih,

pahit, asam, maupun kombinasi dari ke-5 rasa tersebut dan hal itu

menghasilkan sebuah karya berupa makanan khas dari beberapa daerah yang

ada.

Makanan-makanan daerah mulai menyebar ke seluruh penjuru

Indonesia seiring dengan bercampurnya suku dan etnis. Banyak orang

menciptakan inovasi-inovasi baru yang dituangkan dalam sebuah masakan.

Salah satu contoh adalah olahan acar yang menjadi kondimen untuk makanan

seperti bakso, nasi goreng, dsb.

Acar adalah jenis awetan makanan yang memakai cuka dan air garam.

Bahan-bahan acar terdiri dari timun, wortel, cabai, bawang, tomat, dan

sebagainya. Acar umumnya disajikan sebagai hidangan pelengkap, dimakan

bersama hidangan utama.

1
2

Tidak sedikit orang yang menyukai acar, rasa yang khas dari olahan

acar mampu mengundang minat orang banyak untuk mencoba olahan ini

terutama bagi mereka yang memang menyukai masakan dengan rasa asam

yang kuat sehingga mampu menciptakan sensasi tersendiri bagi para

penikmatnya. Cita rasa khas dari olahan acar ini adalah rasa asam yang

dihasilkan oleh cuka yang menjadi salah satu bahan dasar dari acar.

Cuka adalah suatu kondimen yang dibuat dari berbagai bahan yang

bergula atau berpati melalui fermentasi alkohol yang diikuti dengan

fermentasi - fermentasi asetat. Produk ini merupakan suatu larutan asam

asetat dalam air yang mengandung cita rasa, zat warna dan substansi yang

terekstrak, asam buah, esterester, garam-garam organik dari buah, yang

berbeda-beda sesuai dengan asalnya (Desrosier, 1988).

Perlu diketahui bahwa pada awalnya cuka bukanlah digunakan untuk

menambahkan rasa asam pada makanan (Institut Teknologi Sepuluh

November n.d.). Cuka ditemukan pada abad ke-3 sebelum masehi dengan

tujuan untuk memberi warna pada logam. Namun, seiring berjalannya waktu,

pada tahun 1847, ahli kimia yang berasal dari Jerman, Hermann Kolb

mensintesis asam asetat dari zat anorganik yaitu zat yang berasal dari sumber

daya alam mineral non-makhluk hidup. Pada tahun 1910, asam asetat dapat

dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu, yang

saat ini lebih dikenal sebagai cuka industri (FPMIPA Universitas Pendidikan

Indonesia n.d.). Sejak itu, cuka lebih mudah didapatkan dan sering digunakan

sebagai bahan tambahan makanan yang dikonsumsi. Namun, sebuah surat

kabar mengatakan bahwa cuka industri merupakan salah satu cairan yang
3

dapat digunakan untuk membersihkan noda atau kerak yang terdapat pada

keramik kamar mandi (Wardhani 2014). Tidak sekedar itu saja, sekarang

sudah banyak sumber yang mengatakan bahwa cuka merupakan pembersih

yang efektif, seperti di situs vinegarworkswonders.com (2010) dan

vinegartips.com (2014). Cuka industri merupakan bahan yang dapat

digunakan sebagai alat kebersihan rumah tangga, secara logis, dampaknya

jika dikonsumsi oleh tubuh manusia tidaklah baik. Meskipun demikian, saat

ini belum ada banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti apakah benar

bahwa cuka industri berbahaya bagi tubuh manusia jika dikonsumsi. Belum

ada bukti nyata yang serius akan bahaya yang ditimbulkan oleh cuka industri

sehingga bahaya cuka industri belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Terlepas

dari bahaya atau tidaknya cuka industri bagi tubuh manusia, perlu diketahui

bahwa cuka industri hanya sekedar memberi rasa asam, bukan sebagai

penambah vitamin dan mineral yang signifikan. Hal ini disebabkan

kandungannya semata-mata hanya air dan asam asetat murni, yang berisi

kandungan mineral yang sangat sedikit dengan ketiadaan vitamin di dalamnya

(USDA n.d.). Adapun alternatif bagi cuka industri yang dapat

dipertimbangkan, yakni cuka buah, dikatakan memiliki vitamin dan mineral

yang utuh dari buah yang menjadi bahannya, sekaligus memberi rasa asam

dari asam asetat yang juga dimiliki oleh cuka industri.

Selain itu, jika ditelusuri, ternyata ada beberapa buah yang

pemanfaatannya hanya terfokus pada isi nya saja, namun sebagian yang lain

tidak dimanfaatkan dengan maksimal dan berakhir hanya menjadi limbah

saja. Salah satu contoh adalah buah pisang. Kenyataannya, kulit pisang
4

ternyata memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi pada

kulit pisang tidak kalah banyaknya dari buah pisang. Kandungan gizi yang

tedapat pada kulit pisang per 100 gram. Nutrisi yang terkandung di dalam

kulit pisang tergantung pada tingkat kematangan buah dan jenis pisangnya.

Di sebagian daerah kulit pisang dibuang begitu saja, karena dianggap

sebagai sampah dan limbah yang tak bermanfaat. Padahal jika ditelisik, kulit

pisang yang dibuang berjumlah sangat banyak. Dengan demikian, sangat

disayangkan jika jumlah kulit pisang yang banyak ini hanya dibuang dan tak

digunakan kembali. Saat ini memang pemanfaatan kulit pisang secara nyata

masih sedikit. Hanya dijadikan limbah organik atau pakan ternak. Jumlah

kulit pisang yang banyak ini sebenarnya akan menguntungkan jika

dimanfaatkan dengan benar.

Dibutuhkan langkah awal untuk mulai memanfaatkkan limbah kulit

pisang sekaligus menghindari resiko yang dapat mengganggu keseimbangan

kondisi tubuh. Pada kesempatan ini penulis akan mencoba menggunakan kulit

pisang sebagai bahan pembuatan cuka organik dan untuk membuktikannya,

maka penulis akan melakukan eksperimen dengan judul “Pemanfaatan Kulit

Pisang Sebagai Cuka Organik pada Olahan Acar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah menjadi 3

point, yaitu:

1. Apakah cuka kulit pisang dapat mempengaruhi kualitas olahan acar ?


5

2. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara olahan acar yang

menggunakan cuka dapur dengan olahan acar yang menggunakan cuka

kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma, dan rasa ?

3. Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap olahan acar yang

menggunakan cuka kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma, dan

rasa?

C. Batasan Masalah

Pada eksperimen ini, penulis membatasi masalah hanya pada:

1. Kulit pisang yang akan digunakan yaitu kulit pisang kepok kuning

2. Tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa yang dihasilkan oleh acar

yang menggunakan cuka kulit pisang kepok kuning.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui kualitas olahan acar yang menggunakan cuka kulit

pisang.

2) Untuk mengetahui perbedaan antara olahan acar yang menggunakan cuka

dapur dengan olahan acar yang menggunakan cuka kulit pisang ditinjau

dari aspek warna, aroma, dan rasa.


6

3) Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap olahan acar

yang menggunakan cuka kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma,

dan rasa.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:

1) Bagi peneliti, memberikan pengetahuan tentang pembuatan cuka dari

limbah kulit pisang.

2) Bagi Peneliti lain, diharapkan dapat memberikan gambaran dan

menjadi bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut mengenai masalah

yang sama tentang pembuatan cuka yang menggunakan bahan dasar

limbah dari alam.

3) Bagi masyarakat, memberikan informasi tentang pemanfaatan kulit

pisang yang bisa digunakan sebagai bahan baku organik pembuatan

cuka.

F. Landasan Teori

1. Acar
7

Sumber: https://brilicious.brilio.net

Gambar 1 Acar

Di dalam ensiklopedia bebas Wikipedia dijelaskan bahwa acar

(pickle) adalah cara mengawetkan makanan dengan menggunakan cuka

dan/atau brine. Biasanya yang dibuat adalah timun, tapi juga cabai, bawang,

tomat, dan sebagainya. Acar disajikan sebagai hidangan sampingan,

dimakan bersama dengan hidangan utama. Berbagai daerah di dunia

memiliki jenis acar tersendiri.

2. Pisang

Sumber: https://manfaat.co.id
Gambar 2 Pisang

Menurut Sutowijoyo (2013), pisang mempunyai kandungan gizi

sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan

dengan buah-buahan lain. Selain memberikan kontribusi gizi lebih tinggi

dari pada apel, pisang juga dapat menyediakan cadangan energi dengan
8

cepat bila dibutuhkan. Termasuk ketika otak mengalami keletihan. Pisang

kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang

juga mengandung vitamin, yaitu C, B kompleks, B6, dan serotonin yang

aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak.

Menurut Humairani (2007), beberapa jenis senyawa antioksidan yang

dapat diisolasi dari kulit pisang yaitu asam amino dan peptida, flavonoid,

katekolamin, dopamin dan polimer dopamin.

Secara garis besar Cahya Saparinto dan Rini Susiana (2016:265)

menyatakan bahwa buah pisang (Musa Paradisiaca) adalah buah yang

sangat populer, murah, dan banyak mengandung vitamin. Pisang merupakan

salah satu jenis buah tropis yang banyak dikembangkan di Indonesia.

Tumbuhan ini memiliki toleransi lingkungan yang luas dan mudah

dibudidayakan. Buah pisang dalam bentuk sisir, yang mana setiap sisir

berisi 10-20 pisang. Pisang merupakan sumber gizi yang hampir sempurna.

3. Tinjauan umum tentang kulit pisang

Sumber: http://health.liputan6.com

Gambar 3 Kulit Pisang


9

Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang

cukup banyak jumlahnya. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan

secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan

sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Kulit pisang

dapat diolah berbagai macam produk yaitu krupuk kulit pisang, selai kulit

pisang, kripik kulit pisang. Jumlah dari kulit pisang cukup banyak yaitu 1/3

dari buh pisang yang belum dikupas. Sering kali pisang dianggap sebagai

barang tak berharga atau sampah. Ternyata dibalik anggapan tersebut, kulit

pisang memiliki kandungan vitamin C, B, Kalsium, Protein dan Lemak yang

cukup baik. Produktivitas buah pisang di Indonesia semakin meningkat dari

5.037.472 ton pada tahun 2006, menjadi 6.004.615 ton pada tahun 2008, dan

6.373.533 ton pada tahun 2009. Khusus Jawa Tengah pada tahun 2006

sebanyak 499.217 ton, menjadi 831.158 ton pada tahun 2008, dan semakin

meningkat menjadi 965.389 ton pada tahun 2009 (BPS, 2008; BPS, 2009).

Dari potensi yang ada perlu dimanfaatkan dan dikembangkan lagi menjadi

produk inovasi yang baru dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat seperti

pembuatan dari cuka kulit pisang. Karakteristik kulit pisang yaitu tebal,

berserat (Ida Ayu P.D. Saraswati, 2015:36-37).

Tabel 1

Kandungan Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan

No. Zat Gizi Kadar


10

1 Air 68.90

2 (g) Karbohidrat 18.50

3 (g) Lemak 2.11

4 (g) Protein 0.32

5 (g) Kalsium 715

6 (mg) Serat 2.75

7 (g) Fosfor 117

8 (mg) Zat besi 1.60

9 (mg) Vitamin B 0.12

10 (mg) Vitamin C 17.50

(mg)
Sumber: Munadjim (1998).

4. Pisang kepok

Sumber: http://www.seputarbuah.com

Gambar 4 Pisang Kepok Kuning


11

Menurut Ida Ayu P. D. Saraswati (2015:38), Pisang kepok adalah

salah satu jenis pisang berbentuk cukup besar dan gempal, serta

mengandung antasida alami yang mampu menetralkan gangguan

pencernaan. Pisang ini bermanfaat untuk orang dengan masalah sembelit,

sakit maag, ataupum diare. Ciri-ciri kulit pisang kepok adalah berwarna

kuning, kulitnya halus, aromanya khas pisang kepok, tekstur agak keras.

Tanaman pisang termasuk dalam family Musaceae, pisang yang dapat

dikonsumsi dan berasa manis termasuk kedalam spesies Musa sapienta dan

Musa nana.

Tabel 2

Kandungan Zat Gizi Kulit Pisang Kepok per 100 gram bahan

No. Zat Gizi Kadar


1 Lemak (%) 1.80

2 Serat kasar (%) 2.81

3 Kalsium (mg) 498.56

4 Fosfor (%) 0.05


Sumber: Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (2015)

a. Ciri-ciri pisang kepok

Menurut Bambang Cahyono (2016:24), pisang kepok memiliki ciri berikut:

1) Pisang kepok memiliki banyak jenis namun yang terkenal adalah pisang

kepok kuning dan kepok putih.


12

2) Daging buah kepok kuning bewarna kuning sedangkan pisang kepok

putih bewarna putih.

3) Daging buah bertekstur agak keras.

4) Pisang kepok kuning lebih manis dan enak dibanding kepok putih.

5) Buah pisang kepok tidak beraroma harum.

6) Kulit buah sangat tebal, yang sudah masak bewarna hijau kekuningan.

7) Dalam satu tandan bisa terdapat hingga 16 sisir dan setiap sisirnya

berisi hingga 20 pisang. Berat setiap tandannya sekitar 14-22 kg.

8) Cocok disantap dalam bentuk olahan.

5. Cuka

Sumber:
http://industriubikayu.blogspot.co.id

Gambar 5 Cuka Industri


13

Sumber: http://healthycornersby.com
Gambar 6 Cuka Organik

Menurut Desrosier (1988) dalam Rudi, Tri, dan Duwi (2014), cuka

adalah suatu kondimen yang dibuat dari berbagai bahan yang bergula atau

berpati melalui fermentasi alkohol yang diikuti dengan fermentasi

fermentasi asetat. Produk ini merupakan suatu larutan asam asetat dalam air

yang mengandung cita rasa, zat warna dan substansi yang terekstrak, asam

buah, esterester, garam-garam organik dari buah, yang berbeda-beda sesuai

dengan asalnya.

Kata Vinegar (cuka) berasal dari bahasa Perancis, vin aigre, yang

berarti “anggur masam”.

Menururt The American Heritage Dictionary dalam Cal Orey

(2008:9), Vinegar: 1. Cairan campuran tidak murni dari asam asetat yang

dihasilkan melalui fermentasi yang melebihi tahap alkohol dan digunakan

sebagai bahan rempah atau pengawet; 2. Masamnya ucapan atau suasana

hati, perangai buruk; 3. Kegairahan atau semangat hidup.

Menurut Cal Orey (2008:10), cuka dapat dibuat dari jenis buah-

buahan apapun, seperti apel atau anggur, atau apapun yang mengandung

gula. Jenis-jenis cuka berikut ini digolongkan menurut bahan pembuatnya

dan cara pembuatannya.


14

Tabel 3

Rangkaian Cuka

Jenis Bahan pembuat Cara pembuatan


Cuka sari apel Apel, jus apel Fermentasi ganda
Cuka anggur Buah anggur, persik, Fermentasi ganda

dan Berry
Cuka malt Malt Barley atau Fermentasi ganda

sereal lain yang

tepungnya telah

diubah menjadi

maltosa
Cuka gula Cairan gula, sirup, Ferentasi ganda

atau sirup tebu


Cuka yang disuling Alkohol yang dibuat Fermentasi asam dari

atau yang dibuat dari produk biji- alkohol sulingan

minuman keras bijian yang dicampur air


Sumber: The Vinegar Institute

6. Cuka Organik

Menurut Cal Orey (2008:11), cuka organik dibuat dari buah-buahan

dan biji-bijian yang tidak disemprot insektisida atau pestisida kimiawi.

Sebagai gantinya adalah berbagai jenis pengusir serangga dan pupuk alami

tanpa bahan kimia, serta mengandung sulfida dalam jumlah yang lebih

sedikit. Cuka itu juga bebas dari bahan kimia dan bahan tambahan. Lebih
15

dari itu, cuka alami pun bebas dari pewarna buatan, penambah rasa atau

pengawet.

7. Cuka Kulit Pisang

Cuka pisang merupakan cuka yang dibuat dari kulit buah pisang. Cuka

ini banyak digunakan sebagai bahan penyedap rasa pada acar, bakso, sambal

dan sebagainya. Sering juga digunakan sebagai bahan penyerap lemak dan

bau langu pada pengolahan ikan laut dan daging ayam potong. Ciri- ciri

cuka buah pisang adalah: Warna keabu- abuan, Kenampakan sedikit

berselaput, Aroma : bau dan rasa asam yang khas, Rasa : rasa asam yang

khas dan Keasaman total : 3,8 – 4,7%.

8. Khasiat Cuka Organik

Menurut Cal Orey (2008), cuka telah dikenal sejak ribuan tahun yang

lalu. Cairan ini dihasilkan dari fermentasi buah yang kaya akan gula.

Diantaranya cuka apel, cuka anggur merah, cuka malt, dan cuka beras. Zat-

zat yang terkandung di dalamnya dipercaya dapat mencegah dan

menyembuhkan berbagai penyakit, seperti kanker, jantung, arthritis,

pengeroposan tulang, alergi dan gangguan pencernaan. Cuka juga telah

terbukti membantu menurunkan berat badan. Bahkan, selain sebagai

campuran makanan yang melezatkan, cuka merupakan cairan pembersih dan

pengawet makanan alami yang ramah lingkungan.


16

9. Proses permbuatan acar

Menurut Tim Tujuh Sembilan Tujuh (2015:381), proses pembuatan

acar yaitu:

Bahan:

 3 sdm gula pasir

 3 bh cabe merah/ cabe rawit

 2 sdm cuka makanan

 1 sdt garam

 1 siung bawang putih

 3 bh bawang merah

 2 bh wortel, kupas kulitnya

 1 kg mentimun

Cara Membuat :

1. Step pertama kita kupas kulit wortel sampai bersih.

2. Kemudian kita cuci sampai bersih wotel dan mentimun.

3. Setelah itu kita potong-potong wortel dan mentimun berbentuk korek

api namun agar besar sedikit.

4. Di lanjutkan dengan mengiris bawang merah dan putih dan cabe

merah juga.

5. Step kedua kita rebus semua bahan yang sudah di potong dan di iris

sampai matang.
17

6. Angkat dan tiriskan. Taruh kedalam wadah yang sedang bahan yang

sudah di rebus.

7. Kemudian kita tuangkan semua bahan-bahan penyedap lainya.

8. Aduk-aduk sampai tercampur merata.

9. Acar Mentimun Dan Wortel telah siap

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dappat disusun sebuah kerangka

pemikiran teoritis sebagai berikut:

Kerangka Pikir

Acar Menggunakan Cuka


Industri

Penilaian Acar dari


Warna, Aroma, Rasa

Acar Menggunakan Cuka


Organik

Peneliti melakukan eksperimen dengan membuat acar berbahan cuka

industri dan acar berbahan cuka organik. Dari hasil tersebut, peneliti memberikan

dua sampel masing-masing kepada responden untuk dinilai berdasarkan warna,

aroma, dan rasa dari acar-acar tersebut.

H. Penelitian Terdahulu
18

Dalam penelitian ini tidak terlepas dari penelitian - penelitian

sebelumnya sebagai bahan acuan bagi penulis. Penelitian sebelumnya

mengenai:

1) Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca)

sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cuka Organik dengan Penambahan

Acetobacter aceti dengan Konsentrasi yang Berbeda (Wahyu

Ni’maturrohmah, 2014). Berdasarkan judul ini, penelitian tersebut

menggunakan cuka kulit pisang sebagai sampel penelitian.

Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh penambahan konsentrasi inokulum induk cuka Acetobacter

aceti yang berbeda terhadap kadar asam asetat yang dihasilkan. Dalam

penelitian tersebut dilakukan fermentasi alcohol selama 2 hari

menggunakan Saccharomyces cereviseae, dilanjutkan fermentasi asam

asetat selama 30 hari menggunakan induk cuka Acetobacter aceti.

Pengamatan dilakukan setiap 5 hari sekali hingga hari ke-30, dan

diakhir penelitian untuk menguji kadar asam asetat asam cuka yang

sudah matang.

Uji kuantitatif dilakukan dengan pengujian kadar asam asetat yang

terkandung dalam larutan cuka organik yang sudah matang. Hasil

analisis uji kadar asam asetat yang diperoleh dalam perlakuan J0, J1, J2,

dan J3 masing-masing 0,65%, 9,53%, 13,06% dan 11,33%. Asam asetat

yang dihasilkan tertinggi pada perlakuan dengan penambahan

konsentrasi Acetobacter aceti sebanyak 10%. Hal ini disebabkan

Acetobacter aceti akan bereaksi secara optimal pada kondisi


19

penambahan konsentrasi 10% dari jumlah bahan baku yang

difermentasikan. Suppli (2002), menyatakan bahwa untuk mendapat

hasil asam cuka optimal konsentrasi Acetobacter aceti yang baik untuk

diinokulasikan adalah 10% dari jumlah larutan. Menurut Desrosier

(1988) menjelaskan bahwa suatu larutan dapat dikatakan cuka jika

mengandung minimal 4% asam asetat atau 4 g/100mL. Data yang

diperoleh diuji menggunakan analisis varian satu jalur (one way anova)

dengan taraf signifikan 0,05.

Hasil analisis kadar asam asetat menyatakan bahwa cuka yang

diberi perlakuan menunjukkan adanya pengaruh antara cuka kontrol

tanpa penambahan induk cuka dengan cuka perlakuan dengan

penambahan induk cuka. Konsentrasi inokulum yang berbeda (0%, 5%,

10%, dan 15%) akan berpengaruh pada kadar asam asetat yang

dihasilkan. Kadar asam asetat yang dihasilkan terbanyak pada

perlakuan J2 yaitu dengan pemberian Acetobacter aceti sebanyak 10%.

Kadar asam asetat terendah pada perlakuan J1 yaitu dengan pemberian

Acetobacter aceti sebanyak 5%. Sedangkan untuk cuka kontrol atau

cuka dengan konsentrasi Acetobacter aceti 0% tidak dapat disebut cuka

karena tidak memenuhi syarat kandungan minimal asetat yaitu 4%.

2) Pembuatan Asam Cuka Pisang Kepok (Musaparadisiaca L.) dengan

Kajian Lama Fermentasi dan Konsentrasi Inokolum (Acetobacteracetii),

(Rudi Nurismanto, Tri Mulyani dan Duwi Indra Ning Tias, 2014).
20

Metode penelitian yang digunakan yaitu melakukan eksperimen

langsung dengan membuat asam cuka pisang kepok.

Hasil dari penelitian tersebut yaitu

1) Cuka (buah pisang, kulit pisang kepok dan daun melinjo) dengan

perlakuan perbedaan inokulum cuka 5%,10%,15% dan lama

fermentasi 5, 10, 15 hari tidak terjadi interaksi yang nyata terhadap

pH dan total padatan terlarut tetapi terjadi interaksi yang nyata

terhadap kadar asam asetat, total gula, dan kadar alkohol.

2) Cuka (buah pisang, kulit pisang kepok dan daun melinjo) dengan

perlakuan konsentrasi inokulum 15% dan lama fermentasi 10 hari

merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kadar asam asetat

4,325%, pH 3,350%, kadar alkohol 0,380%, total gula 0,255%, dan

total padatan terlarut 4,6500 Brix.

I. Hipotesis

Hipotesis merupakan sarana yang ampuh dalam penelitian ilmiah.

Hipotesis memberi peluang pada peneliti untuk mengaitkan teori dengan

observasi dan observasi dengan teori (Nyoman, 2012:28). Hipotesis

merupakan hasil pemikiran rasional yang dilandasi oleh teori, dalil, hukum,

dan sebagainya yang sudah ada sebelumnya. Menurut Sugiyono (2011:159),

hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian. Hipotesis dari suatu penelitian harus diuji kebenarannya. Dengan

kata lain, hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin
21

salah yang membutuhkan pembuktian atau diujji kebenarannya.

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah

dikemukakan, maka penulis memberikan hipotesis sebagai berikut:

HO1 : Diduga tidak ada pengaruh penggunaan cuka kulit pisang terhadap

kualitas acar.

HO2 : Diduga tidak ada perbedaan antara acar berbahan cuka industri

dengan acar berbahan cuka kulit pisang ditinjau dari aspek warna,

aroma, dan rasa

J. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Menurut

Sugiyono (2011:72), metode penelitian eksperimen adalah metode

penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan eksperimen terhadap

acar berbahan cuka industri dan acar berbahan cuka organik yang ditinjau

dari segi warna, aroma, dan rasa. Eksperimen akan dilakukan oleh

peneliti dan penilaian akan dilakukan oleh responden.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian “Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai Cuka Organik pada

Olahan Acar” akan dilakukan di Kitchen STP AMPTA Yogyakarta yang


22

bertempat di Jl. Laksda Adisucipto KM 6, Tempel, Caturtunggal, Depok,

Sleman, DI Yogyakarta. Peneliti akan melakukan eksperimen di Kitchen

STP AMPTA Yogyakarta dikarenakan peralatan yang lengkap dan

memadai.

Waktu penelitian akan dilakukan selama tiga bulan dimulai dari

bulan Februari 2018 sampai dengan bulan April 2018.

3. Populasi dan Sampel Penelitian :

a. Populasi

Menurut Sugiyono (2013: 119), populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: Obyek atau subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.

Pada Penelitian “Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai Cuka

Organik pada Olahan Acar” populasi yang digunakan oleh penulis

adalah seluruh mahasiswa STP AMPTA Yogyakarta.

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2011:81), sampel adalah sebagian jumlah

dan karakteristik yang dimiliki populasi. Adanya populasi yang

besar serta tidak memungkinkan bagi peneliti untuk mempelajari

semua populasi dikarenakan keterbatasan dana, tenaga, dan waktu.


23

Sehingga peneliti dapat mengambil beberapa sampel dari populasi.

Maka, sampel yang diambil harus benar-benar mewakili.

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan oleh

peneliti dalam penelititan ini adala metode sampling insidental.

Sugiyono (2011:85) mengatakan bahwa sampling insidental

merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, yaitu siapa

saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan

ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Sampel dalam teknik sampling insidental ini adalah seluruh

mahasiswa STP AMPTA Yogyakarta yang kebetulan nantinya

bertemu dengan penulis di lingkungan STP AMPTA Yogyakarta.

4. Variabel dan Indikator

a. Variabel

Menurut Sugiyono (2011:38), variabel penelitian adalah suatu

atribut atau sifat atau nilai orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah:

1) Variabel Independen
24

Variabel Independen atau disebut variabel bebas

merupakan variabel yang dapat mempengaruhi terhadap

adanya perubahan pada variabel dependen (Sugiyono,

2011:39).

Variabel Independen pada penelitian ini adalah:

X1 = Acar berbahan cuka dapur

X2 = Acar berbahan cuka organik

2) Variabel Dependen

Variabel Dependen atau variabel terikat adalah variabel

yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel

bebas (Sugiyono, 2011:39).

Pada penelitian ini yang akan menjadi variabel dependen

(Y) adalah penilaian responden terhadap acar berbahan cuka

dapur dan acar berbahan cuka organik ditinjau dari aspek

warna, aroma, dan rasa.

b. Indikator

5. Metode Pengumpulan Data

a. Jenis Instrumen Penelitian


25

1) Observasi

2) Kuesioner

Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data

dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dimintakan jawabannya

kepada responden (Sugiyono, 2011:142).

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan kuesioner,

yaitu dengan memberikan sejumlah daftar pertanyaan terbuka

kepada responden untuk memberikan penilaian terhadap acar

berbahan cuka industri dan acar berbahan cuka organik.

3) Eksperimen

Penelitian eksperimen adalah suatu cara untuk mencari

hubungan sebab akibat (hubungan casual) antara dua faktor

yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi

atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang

mengganggu (Arikunto, 2006:3)

Eksperimen ini akan dilakukan untuk mengetahui suatu

dampak dari perlakuan terhadap acar berbahan cuka dapur dan

acar berbahan cuka organik.

6. Metode Analisis Data


26

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data

kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif dan

menggunakan parameter organoleptik uji hedonik.

Teknik analisis data deskriptif merupakan tekhnik analisis yang

dipakai untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data-data yang sudah dikumpulkan seadanya tanpa

ada maksud membuat generalisasi dari hasil penelitian. Statistik

deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang tekumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

umum atau generalisasi.

Analisis deskriptif sebaiknya digunakan dalam (Setyaningsih,

Dwi, Apiyantono, Anton, dan Sari, MP 2010:73):

a. Mendefinisikan sifat sensori dari suatu produk target dalam

pengembangan produk baru

b. Mendefinisikan karakter dan spesifikasi dari kontrol atau standar

dalam penjaminan mutu (quality assurance), pengawasan mutu atau

aplikasi dari hasil litbang (R&D)

c. Dokumentasi atribut dari suatu produk sebelum uji penerimaan

konsumen guna membantu dalam pemilihan atribut yang akan

dimasukkan dalam kuesioner dan membantu dalam penjelasan hasil

dari kuesioner

d. Melacak perubahan sensori suatu produk dari waktu ke waktu guna

memahami problema selama masa simpan


27

e. Pemetaan atribut yang diamati dengan tujuan menghubungkannya

dengan sifat-sifat instrumental, kimia, dan fisika.

Untuk metode pencarian dan penelitian ini dengan menggunakan

Uji Inderawi (Organoleptik), penilaian menggunakan kemampuan

sensorik. Dalam uji penyicipan ini termasuk uji hedonik (kesukaan)

yang dilakukan oleh responden sehingga responden akan dimintai

pendapatnya mengenai suka atau tidaknya. Uji kesukaan akan meminta

responden untuk memilih satu pilihan di antara yang lain. Maka dari itu,

produk yang tidak dipilih dapat menujukkan bahwa produk tersebut

disukai ataupun tidak disukai (Setyaningsih, Dwi, Apiyantono, Anton,

dan Sari, MP 2010:59). Uji hedonik paling sering digunakan untuk

menilai komoditi sejenis atau produk pengembangan secara

organoleptik. Jika uji pembedaan banyak digunakan dalam program

pengembangan hasil-hasil baru atau hasil bahan mentah maka uji

hedonik banyak digunakan untuk menilai hasil akhir produksi.

Selain tanggapan terhadap suka atau tidaknya, responden juga

diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaannya (skala hedonik).

Dalam penganalisaan, sekala hedonik diubah menjadi skala numerik

berdasar pada tingkat kesukaan sehingga dengan data numerik tersebut

dapat dilakukan analisa statistik.

Berikut tabel instrumen skor dan skala hedonik dengan skala

numerik dengan kriteria:


28

Tabel 4

Item instrumen Skor


Sangat suka 4
Suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1

7. Uji Kelayakan Metode Analisis

Untuk mengetahui analisis tingkat kesukaan responden terhadap

acar berbahan cuka industri dengan acar berbahan cuka organik, perlu

dilakukan uji friedman untuk dua sampel penelitian.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


k
12
x 2= ∑ ¿i(Rj)2 −3 N (k +1)
Nk ( k +1 ) j

Keterangan:

N = banyak baris dalam tabel

K = banyak kolom

Rj = jumlah ranking dalam kolom


DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah


Muchji Mulyohardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Sebuah Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Setiawan, A. 1999. Manfaat Pohon Pisang. Bandung: Angkasa.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business Metodologi Penelitian


Untuk Bisnis. Edisi 4. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Orey, Cal. 2007. The Healing Power of Vinegar. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT. Mizan Publika.

Dewati, Retno. 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok sebagai Bahan Baku
Pembuatan Etanol. UPN “Veteran” Jawa Timur.

Lesman. 2008. Bahan Organik. http://www.lestarimandiri.org/id/pupuk-


organik/156-bahan-organik.html. Diakses 1 Juni 2017.

Sofiah, B. D., Achyar, T. S. 2008. Penilaian Indera. Bandung: Jurusan Teknologi


Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas
Padjadjaran.

Sriharti dan Takiyah Salim. 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembutan
Kompos Menggunakan Komposer Rotary Drum. LIPI, Vol -, hal : 68.

Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyantono, dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan Argo. Bogor: IPB Press.

Nuraini, Dini Nuris. 2011. Aneka Manfaat Biji-bijian. Yogyakarta: Gava Media.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D. Bandung:


Alfabeta.

Dantes Nyoman, Prof., Dr. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: CV Andi Offset

Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Wijaya. 2013. Manfaat Buah Asli Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

29
Cahyono, Bambang. 2016. Sukses Budi Daya Pisang di Pekarangan dan
Perkebunan. Yogyakarta: Lily Publisher.

Poerba, Yuyu Suryasari. 2016. Katalog Pisang. Jakarta: LIPI Press.

Saparinto, Cahyo dan Rini Susiana. 2016. Grow Your Own Fruits. Yogyakarta:
Lily Publisher.

Anda mungkin juga menyukai