Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat


dan Kritis

Disusun Oleh:
RENY AYU NISA

NIM:
11194691910052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1.Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang
bersifat liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2.Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna
putih karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan serebrospinal (CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi
CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, aneurisma,
stroke).
3.Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan
yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.

Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu:


1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian, dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi,
mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka
pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.

Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.


1. Talamus : Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
2. Hipotalamus :Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan
suhu tubuh. Sebagai pusat lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur,
tekanan darah, perilaku agresif, seksual, respon emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah
hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior
memproduksi hormon pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH.
Lobus posterior berisi hormon ADH.
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan diencephalon
dan pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak yang
berhubungan dengan pergerakan otot, penglihatan dan pendengaran.
2. Pons: Menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi
involunter seperti pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva,
muntah.
Serebrum: merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap
koordinasi gerak, keseimbangan, posisi.

Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini
sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini
dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula,
sepasang pembuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan
bercabang menjadi tiga:
a. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
b. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
c. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut
arteri komunikan posterior.
2. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak
dapat diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian
samping tulang leher, pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan
kedua otak kecil, kedua pembuluh darah tersebut akan saling
berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut
anastomosis.

Suplay darah ke Medula Spinalis


Menerima nutrisi melalui cabang-cabang arteri vetebralis melalui cabang
aorta thorakalis dan aorta abdominalis. Arteri medula spinalis dan sistem
vena berjalan secara paralel satu dengan lainnya dan mempunyai hubungan
percabangan yang luas untuk mencukupi suplay darah ke jaringan-jaringan.
Dibentuk oleh pleksus koroideus, dan bersirkulasi dalam ventrikel-ventrikel
dan ruang subaraknoid. CSF terdiri dari air, elektrolit, oksigen,
karbondioksida, glukosa dan sedikit protein, serta konsentrasi kalium dan
klorida yg tinggi. Produksi dan reabsorbsi CSF berlangsung konstan serta
volume total CSF sekitar 125 cc dengan kecepatan sekresi CSF perhari 500 –
750 cc. Tekanan dalam cairan CSF sekitar 5 sampai 12 cm H2O.
B. DEFINISI
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala
adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam
yaitu :
1. Cidera otak primer adalah kelainan patologi otak yang timbul segera
akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar
otak, laserasi.
2. Cidera otak sekunder adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan
biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
1. Kejang-kejang
2. Gangguan saluran nafas
3. Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
a. edema fokal atau difusi
b. hematoma epidural
c. hematoma subdural
d. hematoma intraserebral
e. over hidrasi
4. Sepsis/septik syok
5. Anemia
6. Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak
dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan
kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya .
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur
ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau
orang lain (secara paksaan).

Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala, antara lain :


1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak,
misalnya tertembak peluru atau benda tajam
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya
3. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun bukan dari pukulan
4. Kontak benturan (Gonjatan langsung)
a. Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
b. Kecelakaan lalu lintas
c. Jatuh
d. Kecelakaan industri
5. Serangan yang disebabkan karena olah raga
Perkelahian
D. KLASIFIKASI
Cedera kepala dibagi menjadi:
1. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya
tengkorak atau luka penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak
juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam
jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka memungkinkan kuman
pathogen memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat,
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: komusio (gegar otak), kontusio
(memar), dan laserasi.
3. Berdasarkan Tingkat Keparahan
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya
didasari atas GCS. Dimana GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
a. Reaksi membuka mata (E)

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4


Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2


Tidak membuka mata dengan rangsangan
1
nyeri
b. Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan 4
ruang
Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2


Tidak keluar suara dengan rangsangan 1
apapun
c. Reaksi Gerakan lengan / tungkai

Reaksi Motorik Nilai


6
Mengikuti perintah
Melokalisir rangsangan nyeri 5

Menarik tubuhnya bila ada rangsangan 4


nyeri
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan 3
nyeri
Reaksi ekstensi abnormal dengan 2
rangsangan nyeri
Tidak ada gerakan dengan rangsangan 1
nyeri

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan


menjadi :
a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai
dengan nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada
fraktur tengkorak, kontusio/hematoma
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat
mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio
serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.
Tingkat kesadaran dibedakan menjadi:

a. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik

terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab

pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik Nilai GCS (15-14).

b. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh

terhadap lingkungannya Nilai GCS (13-12) : Apatis.

c. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan,

siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau,

disorientasi serta meronta-ronta Nilai GCS (11-10).

d. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat

sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali

Nilai GCS (9-7).

e. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih

dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,

tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan

dengan baik Nilai GCS (6-5).

f. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons

terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons

terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil

masih baik Nilai GCS (4)


g. coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan

respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons

terhadap rangsang nyeri Nilai GCS (3).

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera
pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala. Pada trauma
kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan
otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada
duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Akselerasi-deselerasi terjadi karena
kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan
otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (countrecoup).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade,
yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit
hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf
mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat
diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.
Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan,
kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada
dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan
pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak,
bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam
bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik
bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi
otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya
kontinuitas jaringan Terputusnya Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang

Gangguan suplai -Perubahan outoregulasi


darah Resiko Nyeri -Odem cerebral
infeksi
-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipok perfusi
sia jaringan

Perubahan sirkulasi Gangg. fungsi 1.Bersihan jln.


CSS otak Gangg. nafas
Neurologis 2.Obstruksi jln.
fokal nafas
Mual – muntah
3.Dispnea
Peningkatan
Papilodema 4.Henti nafas
TIK
Pandangan kabur Defisit 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi Neurologis nafas
pendengaran
Nyeri kepala
Girus medialis lobus
temporalis tergeser
Gangg. Resiko tidak
persepsi efektifnya jln.
Resiko sensori nafas
kurangnya
Herniasi volume cairan
unkus Tonsil cerebelum Kompresi medula
tergeser oblongata

Mesesenfalon Resiko
Resiko
tertekan injuri
gangg.
Immobilisasi integritas

Gangg. kesadaran Kurangnya


Cemas perawatan diri
F. MANIFESTASI KLINIK
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f. Edema jaringan otak
g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
1) kacau mental → koma
2) gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3) pupil isokhor → anisokhor
b. Hematoma subdural
1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidura
3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5) perluasan massa lesi
6) peningkatan TIK
7) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8) disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1) Nyeri kepala hebat
2) Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial.

G. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan
hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak Edema
serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi
kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan
tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh
pembengkakan otak diakibatkan trauma. Sebagai akibat dari edema dan
peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal
otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi
kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang
terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible,
kematian.
Defisit neurologik dan psikologik Pasien cedera kepala dapat
mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau
bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia,
defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami
sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu,
emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
2. Hemorarghi
3. Kegagalan nafas
4. Diseksi ekstrakranial

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spinal X ray, Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek
yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan, Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya
secara pasti.
3. Myelogram, Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya
bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance), Dengan menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan
otak.
5. Thorax X ray, Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan, Mengukur volume maksimal dari inspirasi
dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala
dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah, Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera
dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara
berjalan tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma
ortopedi, kehilangan tonus otot.
b. Sirkulasi
Gejala :Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi
jantung (bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala:Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam
penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain
lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status
mental, Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk
simetris, Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi
sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya
lama
Tanda: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri, nyeri
yang hebat,merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak,ronkhi,mengi.
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda:Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit:laserasi, abrasi,
perubahan warna, tanda batle disekitar telinga, adanya aliran cairan
dari telinga
atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan
atau vena terputusNyeri
2. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisikKebersihan jalan nafas tidak efektif
3. Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri
J. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI KEPERAWATAN
O (NOC)
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC : NIC :
(spesifik serebral) b.d aliran arteri Status sirkulasi Perfusi jaringan Monitor Tekanan Intra Kranial
dan atau vena terputus. serebral 1. Catat perubahan respon klien
Setelah dilakukan tindakan terhadap stimulus / rangsangan
keperawatan selama ….x 24 jam, 2. Monitor TIK klien dan respon
klien mampu men-capai : Status neurologis terhadap aktivitas
sirkulasi dengan indikator: 3. Monitor intake dan output
Tekanan darah sis-tolik dan 4. Pasang restrain, jika perlu
diastolik dalam rentang yang 5. Monitor suhu dan angka leukosit
diharapkan Tidak ada ortostatik 6. Kaji adanya kaku kuduk
hipotensi Tidak ada tanda tanda 7. Kelola pemberian antibiotik
PTIK Perfusi jaringan serebral, 8. Berikan posisi dengan kepala
dengan indikator : elevasi 30-40O dengan leher
1. Klien mampu berkomunikasi dalam posisi netral
dengan jelas dan sesuai 9. Minimalkan stimulus dari
kemampuan klien. lingkungan
2. Klien menunjukkan perhatian, 10. Beri jarak antar tindakan
konsentrasi, dan orientasi keperawatan untuk
Klien mampu memproses meminimalkan peningkatan TIK
informasi 11. Kelola obat obat untuk
3. Klien mampu mem-buat mempertahankan TIK dalam
keputusan dengan benar batas
4. Tingkat kesadaran klien spesifik
membaik Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan,
reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala,
mual, dan muntah
5. Monitor respon klien terhadap
pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan agen injuri NOC: NIC:
fisik. 1. Nyeri terkontrol Manajemen nyeri
2. Tingkat Nyeri 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
3. Tingkat kenyamanan karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya
Setelah dilakukan asuhan nyeri.
keperawatan selama …. x 24 jam, 2. Observasi respon
klien dapat : ketidaknyamanan secara verbal
1. Mengontrol nyeri, dengan dan non verbal.
indikator: 3. Pastikan klien menerima
- Mengenal faktor-faktor perawatan analgetik dg tepat.
penyebab 4. Gunakan strategi komunikasi
- Mengenal onset nyeri yang efektif untuk mengetahui
- Tindakan pertolong-an non respon penerimaan klien
farmakologi terhadap nyeri.
- Menggunakan anal-getik 5. Evaluasi keefektifan
- Melaporkan gejala-gejala penggunaan kontrol nyeri
nyeri kepada tim kesehatan. 6. Monitoring perubahan nyeri baik
- Nyeri terkontrol aktual maupun potensial.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, 7. Sediakan lingkungan yang
dengan indikator: nyaman.
- Melaporkan nyeri 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat
- Frekuensi nyeri menambah ungkapan nyeri.
- Lamanya episode nyeri 9. Ajarkan penggunaan tehnik
- Ekspresi nyeri; wa-jah relaksasi sebelum atau sesudah
- Perubahan respirasi rate nyeri berlangsung.
- Perubahan tekanan darah 10. Kolaborasi dengan tim
- Kehilangan nafsu makan kesehatan lain untuk memilih
3. Tingkat kenyamanan, dengan tindakan selain obat untuk
indicator : meringankan nyeri.
- Klien melaporkan 11. Tingkatkan istirahat yang
kebutuhan tidur dan istirahat adekuat untuk meringankan
tercukupi nyeri.

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat yang dibutuhkan
klien dan cara mengelola sesuai
dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek
samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga
cara mengatasi efek samping
pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan
yg dapat mempengaruhi gaya
hidup klien.

Pengelolaan analgetik
1. Periksa perintah medis tentang
obat, dosis & frekuensi obat
analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan
beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM
untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda dan
gejala efek samping, misal
depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk
obat, dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5
benar
a. 11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan
3 Defisit self care b.d kelelahan, NIC: NIC :
nyeri. Self care: activity of daily living Membantu perawatan diri klien
(ADLs) Mandi dan toiletting
Setelah diberi motivasi perawatan Aktifitas: Tempatkan alat-alat mandi
selama….x24 jam, mengerti cara di tempat yang mudah dikenali dan
memenuhi ADL secara bertahap mudah dijangkau klien Libatkan klien
sesuai kemam-puan, dengan dan dampingi Berikan bantuan
kriteria : selama klien masih mampu
1. Mengerti secara seder-hana mengerjakan sendiri
cara mandi, makan, toileting, NIC: ADL Berpakaian
dan berpakaian serta mau Aktifitas: Informasikan pada klien
mencoba secara aman tanpa dalam memilih pakaian selama
cemas perawatan Sediakan pakaian di
2. Klien mau berpartisipasi tempat yang mudah dijangkau Bantu
dengan senang hati tanpa berpakaian yang sesuai Jaga privcy
keluhan dalam memenuhi ADL klien Berikan pakaian pribadi yg
digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
Anjurkan duduk dan berdo’a
bersama
teman Dampingi saat makan Bantu
jika klien belum mampu dan beri
contoh Beri rasa nyaman saat
makan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.
Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC.

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008.
Jakarta: EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes
. 4th. Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC.

Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical–
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.

Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai