Anda di halaman 1dari 31

Gangguan Refraksi Mata

Fallentino Christman Leuhery (102015038), Dian Anugrah Palin (102016025), Jhordy


Christanto Seleng (102016178), Natalia Tambunan (102013275), Yulia Silvi Rahmatika
(102016027), Jesicca Nathalia (102016087), Resmi Suci Euis Kartini (102016149), Dwi
Vernia S. Paranna (102016221), Nor Zulaikha binti Zulkifli (102016262)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Abstract

The eye is one of the most important and vital senses for human beings. Eyes are round and
oval placed in the eye socket and protected by the skull and eye muscles that serve to move
the eyeball. Refractive abnormality is a condition in which a firm shadow does not form on
the retina (macula lutea). In refractive anomaly occurs the optical system imbalance in the
eye, resulting in blurred shadow. In the normal eye, the cornea and lens deflect light at the
correct focal point on the central retina. This state of the cornea and lens arrangement
corresponds to the length of the eyeball. In refractive disorders, the rays are not biased
precisely on the lutea macula, but can be in front of or behind the macula. See also various
disorders / diseases that can interfere with the work of our eyes, for example is presbyopia,
hipermetropi, myopia and others. The disturbances of course allow different things to keep
the work and functions back to normal.

Keywords: Presbyopia, hipermetropi, myopia, vision

Abstrak

Mata merupakan salah satu indera yang sangat penting dan vital bagi manusia. Mata
berbentuk bulat lonjong dan terletak di dalam rongga mata dan dilindungi oleh tulang
tengkorak serta otot mata yang berfungsi untuk menggerakan bola mata. Kelainan refraksi
adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada
kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan
bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus
yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang
sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat
pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Terdapat juga berbagai
macam gangguan / penyakit yang dapat menganggu kerja mata kita, contohnya adalah
1
presbiopia, hipermetropi, myopia dan lain-lain. Gangguan- gangguan tersebut tentu saja
memiliki penyelesaian yang berbeda-beda agar kerja dan fungsi mata dapat kembali seperti
semula.

Kata kunci: Presbiopia, hipermetropi, myopia, penglihatan

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera yang sangat penting dan vital bagi manusia. Mata
berbentuk bulat lonjong dan terletak di dalam rongga mata dan dilindungi oleh tulang
tengkorak serta otot mata yang berfungsi untuk menggerakan bola mata. 1 Dengan mata kita
dapat melihat berbagai hal dan dapat menikmati berbagai keindahan yang ada di dunia. Mata
mempermudah dan membantu kita untuk melakukan berbagai aktivitaskarena tanpa mata
kita tidak dapat melihat apapun. Karena begitu penting dan berguna nya mata bagi
kehidupan manusia, jika terjadi gangguan pada organ ini maka aktivitas manusia sehari-hari
akan sangat terganggu. Terdapat berbagai macam gangguan yang dapat menyerang mata
kita, contohnya adalah hipermetropi, miopi, astigmatisma, dan lain-lain. Tujuan dari
pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui bagian-bagian apa saja yang terdapat di
mata, mekanisme penglihatan dari awal masuknya cahaya hingga penglihatan tersebut
1
ditafsirkan, serta gangguan-gangguan pada mata dan cara untuk mengatasinya.

PEMBAHASAN

1. ANAMNESIS
 Keluhan utama
Pasien dengan keluhan pengelihatan jarak jauh makin lama makin kabur dan perlu
memicingkan mata agar dapat melihat dengan jelas atau memajukan badan.
 Riwayat penyakit sekarang
Perlu kita tanyakan bagaimana kondisi/aktivitas pasien sehari-hari. Menanyakan
bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula pengelihatan terganggu terjadi,
sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna karena kebanyakan
penyakit kelainan mata megalami beberapa fase sebelum menjadi semakin parah

2
 Riwayat penyakit dahulu

Menanyakan apakah pasien pernah mengalami gangguan pengelihatan sebelumnya,


apakah pernah memiliki riwayat trauma pada mata, riwayat penyakit dahulu yang dapat
memicu terjadinya gangguan pengelihatan seperti demam tinggi,kejang demam riwayat
trauma kepala dan riwayat mengkonsumsi obat-obatan steroid dalam jangka waktu lama.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Apakah keluarga ada yang memiliki riwayat atau pernah mengalami keluhan yang
sama. Apakah ada keluarga yang berkacamata.
 Riwayat pribadi
Apakah sudah pernah diobati, apakah memiliki riwayat alergi terhadap
makanan,minuman, hewan, tumbuhan dan udara.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus merupakan salah satu cara pemeriksaan subjektif
penglihatan sentral. Dapat dilakukan dengan kartu snellen dan bila penglihatan kurang maka
tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan jumlah jari (hitung jari ataupun
proyeksi sinar). Pemeriksaan tajam penglihatan untuk dewasa berbeda dengan untuk anak-
anak. Pada dewasa tes standar yang digunakan adalah kartu snellen, sedangkan untuk anak
memerlukan cara khusus.2
Prinsip pemeriksaan refraksi adalah sinar harus datang dari jarak lebih dari 5-6 meter karena
akan berupa sinar parallel, bila kurang dari 5 meter akan berupa sinar divergen.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata
membaca huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan dengan
angka pecahan seperti 6/6 atau 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini mata dapat
melihat huruf pada jarak 6 m atau 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.
Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 atau 20/15-20/20 kaki.
Bila visus tidak dapat mencapai 6/6 harus dikoreksi dengan lensa sferis +/- atau lensa
silinder +/-. Bila huruf terbesar pada kartu snellen tak dapat terlihat, maka penderita diminta

3
menghitung jari pemeriksa yang diletakkan pada dasar yang putih. Normal finger counting
dapat dilihat pada jarak 60 m. bila penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 3 m,
maka visusnya 3/60. Bila pada jarak yang dekatpun tak dapat menghitung jari, maka
penderita harus dapat mengatakan arah dari gerakan tangan pemeriksa dengan benar, yang
digerak-gerakkan didepannya. Bila penderita tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 m,
maka dilakukan pemerksaan lambaian/gerakan tangan. Dalam keadaan normal gerakan
tangan dapat dilihat pada jarak 300 m. bila dapat ditentukan arahnya dengan baik pada jarak
1 meter, maka visusnya 1/300. Bila gerakan tangan tidak dapat dilihat, maka dilakukan
penyinaran pada satu mata, mata yang lain ditutup dan penderita harus dapat menentukan
arah datangnya sinar berasal dari suatu lampu senter yang disinarkan pada matanya dari
bermacam-macam arah. Bila dapat menentukan adanya sinar maka visus 1/~. Bila dapat
menentukan arah datangnya sinar dengan baik, visus 1/~ dengan proyeksi baik. Bila tidak
dapat menentukan arah datangnya sinar dengan baik maka visus 1/~ dengan proyeksi buruk.
Bila tidak dapat melihat maka visusnya 0.1
a. Pemeriksaan myopia
Tujuan : pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang
diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan
menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan yang baik.

b. Pemeriksaan pin hole


Tujuan : pemeriksaan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tajam penglihatan
turun akibat kelainan refraksi atau kelainan media penglihatan atau saraf optic
Dasar : kelainan refraksi apapun akan membaik tajam penglihatannya bila diberi
pinhole di depan mata tersebut.

c. Pemeriksaan jarak pupil


Jatuhkan sinar senter pada kedua mata, sinar harus berasal dari depan pasien, pasien
diperintahkan untuk melihat dahi pemeriksa atau melihat pada sinar senter, ukur jarak
bayangan sinar pada kornea antara mata kanan dan kiri dan dinyatakan sebagai jarak
pupil untuk penglihatan dekat, sedangkan untuk jarak jauh tambahkan 2 mm untuk
jarak pupil kurang dari 60 mm dan 3 mm untuk jarak pupil lebih dari 60 mm.1
4
PEMERIKSAAN REFRAKSI SECARA OBJEKTIF
Pemeriksaan refraksi secara objektif tidak selalu dilakukan beberapa keadaan yang
mengharuskan dilakukannya pemeriksaan refraksi secara objektif adalah :
1. Bila refraksi subjektif belum maksimal
2. Pasien anak-anak
3. Pasien tidak kooperatif
4. Ambliopia
5. Strabismus
Pemeriksaan refraksi secara objektif sebaiknya dalam keadaan pupil lebar.

Refraktometer
Dalam melakukan pemeriksaan objektif dengan menggunakan alat refraktometer, maka
penentuan keadaan status refraksi pasien akan dengan sangat mudah dilakukan. Tetapi
memerlukan biaya yang sangat besar untuk alat refraktometer automatik. Dengan
menggunakan alat tersebut, dapat secara lengkap kita dapatkan kekuatan sferis, silindris dan
aksis kelainan refraksi pasien. Pengoperasian dengan alat ini sangat mudah karena sudah
memakai sistem komputerisasi.1
Komponen yang harus diperhatikan pada resep kacamata adalah mata yang diperiksa
od/os/ods, kekuatan lensa+/- aksis, adde, jarak pupil (jauh dan dekat), nama penderita.
Terdapat berbagai macam jenis kacamata yaitu monofokal, bifokal dan progresif.
Yang harus diperhatikan pula adalah adanya kemungkinan anisometrop. Anisometrop
merupakan keadaan dimana kekuatan refraksi kedua mata tidak sama, bila perbedaan antara
2 mata kurang dari 2,5 Dioptri penglihatan binokular masih dapat tercapai karena masih
dapat melakukan fusi, tetapi bila perbedaan lebih atau sama dengan 2,5 Dioptri akan terjadi
kesulitan fusi sehingga tidak akan terjadi penglihatan binokular, mata yang lemah akan
disupresi dan terjadi ambliopia. Selain anisometropia juga harus diperhatikan keadaan
aniseikonia yaitu adanya perbedaan ukuran bayangan antara mata kanan dan kiri.1

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5
 Oftalomoskop

Oftalomoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaanya dinamakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi dibedakan dalam oftalmoskopi
langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan dengan kedua jenis oftalmoskopi ini adalah
bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudia bagian yang terang didalam fundus okuli
dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada oftalmiskopi langsung dan dengan kedua
mata dengan oftlamoskopi tidak langsung. Perbedaan kedua cara ini, dengan oftalmoskopi
langsung daerah yang dilihat , paling perifer sampai bidang ekuator atau tidak stereoskopis,
berdiri tegak atau tidak terbalik dan pembesaran 15kali. Sedangkan oftalmoskopi tidak
langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8kali diameter pupil, dapat terliha sampai daerah
ora serata, karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek steroskopik dan dengan
pembesaran 2-4kali. Kedua pemeriksaan ini dilakukan dikamar gelap.1

4. ANATOMI MATA

Terdapat tiga lapisan pada bola mata, lapisan terluar/tunika fibrosa, lapisan tengah/tunika
vaskulosa, dan lapisan terdalam/tunika nervousa. Tunika fibrosa terdiri dari kornea, limbus
kornea dan sclera. Lapisan tengah atau tunika vaskulosa terdiri dari iris, korpus siliaris, dan
koroidea. Sedangkan lapisan dalam atau tunika nervousa terdiri dari pars seka retina dan pars
2
optika retina.

Kornea merupakan jaringan berwarna bening yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata
dengan diameter sekitar 11 mm. Di kornea tidak terdapat pembuluh darah (avaskular) tetapi
kornea mengandung banyak serabut syaraf. Kornea merupakan kelanjutan dari sclera dan
pertemuan antara kornea dan sclera dinamakan limbus. Pemberian nutrisi pada kornea
diberikan melalui humour aqeous dan air mata. Kornea tersusun atas 5 lapisan yaitu lapisan
epitel, membrana bowman, stroma, membrana descemet dan endothelium. Epitel merupakan
lapisan yang sangat peka terhadap sentuhan dan berfungsi sebagai proteksi. Jika terjadi
kerusakan pada epitel, maka epitel akan sembuh dengan segera. Membrana bowman terletak
di bawah epitel. Bila terjadi kerusakan pada membrana bowman, maka membrana bowman
akan sembuh dengan jaringan parut (sikatrik). Stroma merupakan jaringan fibrosa bening
6
yang juga merupakan lapisan kornea yang paling tebal, meliputi 90% tebal kornea.
Membrana descemet terletak persis di bawah stroma dan merupakan lapisan tipis yang kuat
tetapi sangat lentur. Endotelium hanya mempunyai selapis sel yang berfungsi untuk
mengatur jumlah cairan di dalam kornea.2

Sklera dikenal dengan sebutan putih mata. Sklera membentuk 5/6 bagian dinding luar bola
mata dengan ketebalan sekitar 1 mm. Sklera memiliki struktur yaitu jaringan fibrosa yang
kuat dan tidak elastis yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola mata dan sebagai
proteksi bangunan-bangunan halus di bawahnya. Permukaan luar sclera ditutupi oleh
3
jaringan vascular longgar.

Konjungtiva adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak dan melipat
ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai ke limbus. Terdapat dua
konjungtiva yaitu konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan konjungtiva bulbi (menutupi
bagian depan bola mata). Fungsi konjungtiva yaitu sebagai pelindung pada sclera dan untuk
memberi pelumasan pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah
(vascular).3

Traktus uvealis (uvea) merupakan lapisan tengah bola mata yang terdiri atas 3 bagian yaitu
iris, badan siliaris, dan koroid. Iris merupakan membrana sirkuler yang berwarna dan terletak
di belakang kornea dan tepat di depan lensa. Pada bagian pusat iris terdapat lubang yang di
sebut pupil. Iris membagi ruangan yang berisi humour aqeous antara kornea dan lensa
menjadi dua yaitu kamera anterior dan kamera posterior. Iris juga terdiri dari jaringan halus
yang mengandung sel-sel pigmen, otot polos, pembuluh darah dan saraf. Warna iris
tergantung pada susunan pigmen iris. Otot pada iris adalah otot polos yang tersusun sirkuler
dan radier. Otot sirkuler bila kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya
sehingga melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier dari tepi pupil bila
berkontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan berkontraksi
sehingga pupil dilatasi untuk memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi dari iris adalah
untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dan juga untuk pengendalian oleh saraf
otonom. Badan siliar merupakan penghubung antara koroid dengan iris. Badan siliar

7
tersusun dalam lipatan-lipatan yang berjalan radier ke dalam, menyususn prosesus siliaris
yang mengelilingi tepi lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf.
Badan siliar juga menghasilkan humour aqeous. Koroid adalah membrane berwarna coklat
yang melapisi permukaan dalam sclera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah dan
sel-sel pigmen yang member warna gelap. Fungsi dari koroid adalah untuk member nutrisi
ke retina dan humour vitreous dan juga untuk mencegah refleksi internal cahaya.3

Humour Vitreous dan Humour Aqeous mempengaruhi tekanan mata. Tekanan mata
dipengaruhi oleh tekanan humour vitreous pada posterior mata dan humour aqeous yang
mengisi kamera anterior (bilik depan). Humour aqeous bertanggung jawab mengatur tekanan
intraokuler. Perubahan kecepatan masuknya humour aqeous ke dalam mata dari prosesus
siliaris atau kecepatan keluarnya humour aqeous dari sudut filtrasi dapat mempengaruhi
tekanan intraokuler. Humour vitreous merupakan jaringan albuminosa setengah cair yang
berwarna bening, yang mengisi ruang antara lensa dan retina. Humour vitreous juga mengisi
4/5 bagian belakang bola mata dan mempertahankan bentuk bola mata dan juga
mempertahankan retina untuk mengadakan aposisi dengan koroid. Humour vitreous tidak
mengandung pembuluh darah sehingga mengandalkan jaringan disekitarnya untuk
mendapatkan nutrisi. Humour vitreous dapat mengalami kekeruhan dikarenakan oleh sisa-
sisa pembuluh darah yang ada di dalam bola mata selama perkembangan janin. Sedangkan
humour aqeous adalah cairan yang diproduksi secara terus menerus oleh kapiler venosa
dalam prosesus siliaris. Humour aqeous berjalan dari kamera posterior melewati pupil ke
kamera anterior lalu meninggalkan mata melalui trabekula menuju ke kanalis schlemm
(suatu sinus yang berjalan melingkar, di perbatasan kornea dan sclera) lalu melewati
3
sekeliling mata dan kemudian melewati vasa-vasa kecil menuju vena di permukaan mata.

Lensa terletak di depan humour vitreous dan di belakang iris. Lensa merupakan bangunan

lunak, bening dan berbentuk bikonveks (cembung) yang dilapisi oleh kapsul tipis yang

homogen. Lensa dibungkus suatu kapsul yang mirip membran bening yang menutup lensa

dengan erat dan tebal pada permukaan anterior. Fungsi kapsul tersebut adalah untuk

8
mengubah bentuk lensa dan melindungi dari humour vitreous dan humour aqeous, serta

berperan pada proses akomodasi. Lensa dipertahankan pada posisinya karena dari depan

lensa ditekan oleh humour aqeous sedangkan dari belakang ditekan oleh humour vitreous

dan zonula (ligamentum suspensorium) yang merupakan membrane tipis yang menutupi

permukaan badan siliar, prosesus siliaris dan lensa.3

Retina merupakan lapisan paling dalam pada mata dan juga sebagai lapisan penerima
cahaya. Retina merupakan membran yang lunak, rapuh dan tipis. Retina berwarna merah
keunguan karena mengandung rodopsin. Terdapat bintik kuning (makuna lutea) pada retina.
Retina merupakan elemen yang peka terhadap cahaya karena mengandung sel-sel batang dan
kerucut.3

Bintik kuning (fovea centralis) merupakan daerah yang peka terhadap rangsangan cahaya
karena banyak mengandung sel-sel saraf berbentuk kerucut. Bayangan benda yang dilihat
akan jatuh tepat pada daerah tersebut.5

Saraf optik terletak di belakang retina, tepatnya di belakang bintik buta. Bintik buta adalah
tempat di mana saraf optik menembus bagian belakang bola mata. Tempat tersebut disebut
bintik buta karena di sana saraf optik tidak memiliki bagian yang menangkap rangsang
cahaya. Saraf optik hanya bertugas untuk meneruskan rangsang cahaya yang telah diterima
ke susunan saraf pusat yang berada di otak.5 (lihat gambar 1)

9
3
Gambar 1.Anatomi Mata

Pada mata terdapat berbagai macam otot untuk menggerakkan mata, yaitu rektus medialis
untuk membalik mata kearah dalam, rektus lateralis membalik mata kearah luar, rektus
superior untuk memutar mata keatas dan kedalam, rektus inferior memutar mata kebawah
dan kedalam, oblikus superior memutar mata kebawah dan keluar, dan oblikus inferior
memutar mata keatas dan keluar. Sebagian besar otot-otot mata dipersarafi oleh saraf cranial
ketiga (okulomotor). Rektus lateral dipersarafi oleh saraf cranial keenam dan oblikus
6
superior oleh cranial keempat.

Tulang mata yang melindungi mata mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu saraf optikus
yang membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak.Saraf lakrimal yang
merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata. Saraf lainnya menghantarkan
sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada tulang orbita. Arteri osthalmika
dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari
mata dibawa oleh vena osthalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar
melalui mata bagian belakang.7

10
Pembiasan Cahaya

Lensa berperan penting pada proses pembiasan cahaya (refraksi). Saat cahaya masuk ke
dalam lensa, lensa akan membelokkan cahaya tersebut agar cahaya dapat difokuskan di
retina. Dari retina, cahaya diubah menjadi impuls yang dihantarkan melalui nervus optikus
ke pusat penglihatan di lobus occipitalis otak. Saat cahaya datang di bangunan bening mata
(media refrakta), maka cahaya akan harus dibelokan lagi agar terfokus pada
fotoreseptor.Cahaya akan dibelokan ketika berkas cahaya melewati 2 medium yang berbeda
dengan densitas yang berbeda pula. Semakin besar perbedaan densitas, maka semakin besar
pembelokan cahaya dan juga jika semakin besar perbedaan sudut kedua medium, maka
semakin besar juga pembelokan cahayanya. Contoh dari media refrakta adalah kornea, lensa,
dan badan kaca. Untuk melihat objek dekat dengan jelas, kecembungan lensa berubah
supaya jarak fokusnya juga berubah. Proses ini disebut dengan akomodasi. Bila otot siliaris
berkontraksi, maka ligamentum suspensorium akan ber relaksasi. Jika ligamentum
suspensorium relaksasi, makan hal tersebut akan menambah derajat kelengkungan lensa dan
menyebabkan cahaya melewati bagian sentral lensa. Mata normal dapat melihat objek dekat
2,7
pada jarak kurang lebih sekitar 25 cm.

Mekanisme Penglihatan

Bila sebuah bayangan tertangkap mata, maka berkas-berkas cahaya benda yang dilihat akan
menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus untuk merangsang ujung-ujung
saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju
daerah visual dalam otak untuk ditafsirkan. Kedua daerah visual menerima berita dari kedua
mata sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk. Di sebelah dalam tepi retina, terdapat
lapisan- lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka
terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di antaranya disebut dengan
granula. Ujung proximal batang dan kerucut tersebut membentuk sinapsis (penghubung)
pertama dengan lapisan sel bipolar dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu
adalah membentuk sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, yang juga terdapat di dalam
retina. Axon-axon sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut

11
saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-
badan khusus thalamus, lalu akhirnya mencapai pusat visual khusus dalam lobus oksipitalis
8
otak, dimana penglihatan ditafsirkan.

5. WORKING DIAGNOSIS
a. Astigmatisma Miopia Compositus OD

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh
mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.

Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki
daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika
mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.9
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang horizontal.

ii. Astigmatisme Against the Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

12
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik
B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.

Gambar 2. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hipermetropia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 3. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

13
3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik
A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 4. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hipermetropia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara
titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 5. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus
14
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X
Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau
notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 6. Astigmatisme Mixtus

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala


sebagai berikut :

 Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

 Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

 Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

 Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.10

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejalagejala sebagai
berikut :

15
 Sakit kepala pada bagian frontal.

 Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.11

b. Miopia Simplek OS

Gangguan pembiasan mata, di mana sinar-sinar yang datang sejajar pada mata yang tidak
berakomodasi akan difokuskan di depan retina.12

Gambar 7. Miopia
Klasifikasi miopia :
Berdasarkan kelainan yang mendasarinya :
1. Miopia refraktif, yaitu bertambahnya kemampuan refraktif media penglihatan
a.Miopia kurvatur, terjadi peningkatan kurvatura pada kornea dan lensa misal
pada katarak intumesen
b. Miopia indeks bias, terjadi peningkatan indeks bias dari salah satu atau lebih
media refraksi
2. Miopia aksial
Miopia akibat sumbu bola mata antero-posterior lebih panjang dari normal, dengan
kelengkungan kornea dan lensa normal.
Berdasarkan derajat beratnya:
1. Miopia ringan, di mana miopia sampai 3 dioptri
2. Miopia sedang, dimana miopia lebih dari 3 dioptri, sampai 6 dioptri
3. Miopia berat/tinggi/myopia gravior di mana miopia lebih dari 6 dioptri.
Berdasarkan perjalanan klinisnya :

16
1. Miopia Progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata
2. Miopia Maligna/miopia pernisiosa/miopia Degeneratif, miopia yang berjalan lebih
progresif dan dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Ditandai dengan
adanya kelainan degeneratif pada fundus.
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh
kabur, sehingga disebut rabun jauh. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit
kepala, mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia mempunyai punctum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam posisi konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Sedangkan gejala objektif yang terjadi pada pasien miopia yaitu pada
pemeriksaan funduskopi terdapat myopic crescent yaitu gambaran bulan sabit pada polus
posterior mata, pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
fundus tigroid, degenerasi makula dan degenerasi retina perifer.13

c. Hipermetropia

Gangguan pembiasaan mata, di mana sinar sejajar yang masuk ke dalam mata dalam
keadaan tidak berakomodasi akan difokuskan di belakang retina, sehingga bayangan yang
dihasilkan kabur.14

Gambar 8. Hipermetropia
Klasifikasi hipermetropia :
Berdasarkan kelainan yang mendasarinya :
1. Hipermetropia Kurvatur, keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea lebih datar
dari normal sehingga kekuatan refraksinya turun

17
2. Hipermetropia Aksial, akibat sumbu bola mata antero-posterior lebih pendek dari
normal, dengan kelengkungan kornea dan lensa normal.
Hipermetropia dibagi menjadi :
1. Hipermetropia Manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan
tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang
maksimal.
2. Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata
positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan
hpermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi
sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia
fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.
3. Hipermetropia Fakultatif
Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan
kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat
normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia
manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif
4. Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi (atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi
hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.
18
Selain klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga
kategori:
1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau
refraksi.
2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan
3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.

Klasifikasi Berdasar Berat Ringan Gangguan:


 Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D
 Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D
 Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D.

6. DIAGNOSIS BANDING

 Amblyopia

Ambliopia yaitu suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal
sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Ahli
lain mendefinisikan ambliopia adalah suatu keadaan dimana tajam penglihatan tidak
maksimal tetapi anatomi mata normal disebabkan rangsangan korteks penglihatan tidak
maksimal pada masa periode kritis.15

Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan
karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau keduanya, dimana
tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan
baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan. Biasanya ambliopia disebabkan
oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Hal ini
biasanya disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, strabismus dan kelainan
lain yng menyebabkan gangguan transmisi bayangan ke otak. Penelitian pada binatang
memperlihatkan bahwa bayangan yang kabur pada retina dan strabismus selama awal

19
perkembangan penglihatan dapat menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional nukleus
genikulatum laeral dan korteks oksipital

Diduga terdapat 2 faktor yang dapat merupakan penyebab terjadinya ambliopia yaitu supresi
dan nirpakai (nonuse). Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen
visual retino kortikal pada saat periode kritis dalam perkembangannya terutama sebelum usia
9 tahun. Supresi yang terjadi pada ambliopia dapat merupakan proses kortikal yang akan
mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular atau sebagai
hambatan binokular pada bayangan retina yang kabur. Supresi sama sekali tidak berkaitan
denagn perkembangan penglihatan.11

 Anisometropia

Nama ini diambil dari empat komponen bahasa yunani: an- yang berarti tidak, iso- yang
berarti sama, metr- yang berarti ukuran dan ops yang berarti mata. Secara harfiah
anisometropia berarti ukuran mata yang tidak sama. Lebih jelasnya, anisometropia adalah
suatu kondisi dimana terdapat perbedaan refraksi pada kedua mata. Adanya perbedaan tajam
penglihatan antara mata kanan dan kiri lebih sensitif mempengaruhi penglihatan binokular.2
Perbedaan yang signifikan pada kelainan refraksi antara kedua mata lebih dari 1.00D di
meridian manapun cukup untuk dikategorikan sebagai anisometropia.12

Anisometropia dapat terjadi apabila:

a) Mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia).

b) Mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan yang lain
emetropia.

c) Mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan derajat
refraksi yang tidak sama.

d) Mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi yang tidak
sama.

20
e) Mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan derajat yang
tidak sama.

Klasifikasi Anisometropia

1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan
mata yang lainnya miopia (simple myopic anisometropia) atau hipermetropia
(simple myopic anisometropia).

2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound


hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound myopicanisometropia), tetapi
sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang satunya
lagi.

3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.

4. Simple astigmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik
simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.

5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan


astigmatism tetapi berbeda derajatnya.

Anisometopia dibagi menjadi beberapa tingkatan: pertama perbedaan refraksi antara kedua
mata kurang dari 1,5D dimana kedua mata masih dapat dipakai bersama-sama dengan fusi
yang baik dan stereoskopik, kedua perbedaan refraksi antara kedua mata 1,5D sampai 3D
(perbedaan silinder lebih bermakna dibandingkan sferis) dan ketiga perbedaan refraksi lebih
dari 3D.

7. EPIDEMIOLOGI
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh
dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi. Selain itu, kelainan refraksi
menduduki urutan 1 dari 10 penyakit mata di Indonesia. Berdasarkan data dari WHO pada
2004 prevalensi kelainan refraksi pada umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%),

21
10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Kelainan
refraksi menyumbang 0.14% menyebabkan kebutaan.1

8. ETIOLOGI
Kelainan refraksi atau disebut sebagai ametropia dapat berlaku apabila bayangan sinar
sejajar pada focus yang tidak terletak pada retina.1 Penyebab ametropia adalah:

 Ametropia aksis : artinya sumbu anteroposterior bola mata terlalu pendek


(hipermetropia) atau terlalu panjang (miopia)
 Ametropia refraktif : kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias
kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias
kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropi)
 Ametropia kurvatura : kurvatura lebih melengkung menyebabkan miopia atau
kurvatura kurang melengkung menyebabkab hipermetropia
 Ametropia indeks bias : ametropia yang disebabkan naik turunnya indeks bias di
dalam mata. Indeks bias naik menyebabkan miopias dan indeks bias turun
menyebabkan hipermetropia

Faktor Risiko

 Genetik

Database dari The Online Mendelian Inheritance in Man (OMIM) mencatat 261 kelainan
genetik dengan miopi sebagai salah satu gejala. Miopi dapat ditemukan pada penyakit
jaringan ikat turunan, seperti Knobloch syndrome, Marfan syndrome, dan Stickler syndrome.

 Lingkungan

Pada studi presdiposisi genetik dari kesalahan refraktif, terdapat kaitan antara faktor
lingkungan dan risiko terhadap miopi.

9. MANIFESTASI KLINIS
Ada berbagai tanda dan gejala dari kelainan refraksi. Pandangan kabur adalah gejala paling
umum dari gangguan refraksi.1
22
Beberapa tanda dan gejala umum lainnya dapat meliputi:

 Penglihatan ganda
 Mata seperti terhalang kabut
 Silau atau lingkaran cahaya di sekitar cahaya terang
 Menyipitkan mata
 Sakit kepala
 Mata tegang

10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke
dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi
akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.1,12

11. PENATALAKSANAAN

Gangguan refraksi dapat diperbaiki dengan beberapa perawatan seperti kacamata, lensa
kontak, atau operasi.1

Kacamata adalah cara paling mudah dan aman untuk memperbaiki kelainan refraksi. Dokter
akan memberikan lensa yang tepat untuk memperbaiki gangguan refraksi dan memberikan
penglihatan yang optimal.

Lensa kontak bekerja dengan menjadi permukaan refraksi pertama untuk sinar memasuki
mata, menyebabkan refraksi atau fokus yang lebih tepat. Pada banyak kasus, lensa kontak
memberikan penglihatan yang lebih jelas, luas, dan lebih nyaman. Lensa kontak merupakan
pilihan yang aman dan efektif apabila sesuai dan digunakan dengan benar.

Sangat penting untuk membersihkan tangan dan lensa kontak sesuai petunjuk untuk
mengurangi risiko infeksi. Apabila memiliki kondisi tertentu yang menyebabkan tidak dapat
menggunakan lensa kontak, diskusikan dengan dokter.

23
Operasi refraksi bertujuan untuk mengubah bentuk kornea secara permanen. Perubahan pada
bentuk mata dapat mengembalikan fokus mata dengan membantu sinar cahaya fokus dengan
tepat pada retina untuk penglihatan yang lebih baik. Ada berbagai jenis operasi refraksi,
antaranya adalah:

 Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK). LASIK menggunakan laser guna


membentuk ulang kornea, dengan mengangkat sebagian jaringan kornea. Tujuannya
adalah untuk memperbaiki fokus cahaya ke retina.
 Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK). Pada prosedur ini, dokter bedah
akan mengendurkan lapisan pelindung kornea (epithelium) dengan alkohol khusus,
lalu membentuk ulang kornea menggunakan laser. Setelah itu, epithelium akan
kembali ditempatkan ke posisi awalnya.
 Photorefractive keratectomy (PRK). Prosedur PRK sama seperti LASEK, hanya saja
pada tindakan PRK, epithelium akan diangkat. Epithelium akan kembali terbentuk
secara alami mengikuti kelengkungan kornea yang baru.

12. PENCEGAHAN

Berikut adalah gaya hidup dan perawatan yang dapat lakukan di rumah untuk mengatasi
kelainan refraksi:

 Periksakan mata secara rutin


 Kendalikan kondisi kesehatan kronis. Kondisi tertentu, seperti diabetes dan tekanan
darah tinggi dapat memengaruhi penglihatan apabila tidak mendapatkan perawatan
yang tepat.
 Lindungi mata dari sinar matahari. Kenakan kacamata hitam yang menangkal radiasi
ultraviolet.
 Hindari cedera mata. Gunakan pelindung mata saat melakukan beberapa aktivitas
tertentu, seperti berolahraga, memotong rumput, melukis atau menggunakan produk
lain dengan asap beracun.

24
 Makan makanan sehat seperti makan banyak buah dan sayuran. Buah dan sayuran
umumnya mengandung kadar antioksidan yang tinggi serta vitamin A dan beta
karoten yang penting untuk menjaga penglihatan yang sehat.
 Menggunakan kacamata yang tepat. Kacamata yang tepat dapat mengoptimalkan
penglihatan. Memeriksakan mata secara rutin akan memastikan resep kacamata
sesuai dengan mata.

13. PROGNOSIS

Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang


diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf
optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik.

KESIMPULAN

Kelainan refraksi adalah gangguan pada mata yang sangat umum. Kondisi ini terjadi saat
mata tidak dapat terfokus dengan jelas pada gambar di sekitar. Gangguan refraksi ini
mengakibatkan pandangan yang kabur, kadang sangat parah sehingga menyebabkan
gangguan penglihatan. Kelainan refraksi yang paling umum adalah miopi (rabun jauh),
hipermetropi (rabun dekat) dan astigmatisme. Gangguan refraksi dapat diperbaiki dengan
beberapa perawatan seperti kacamata, lensa kontak, atau operasi.

Daftar Pustaka

1. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu


Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2.
Jakarta.

2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit EGC; 2004 .h. 184-
5

3. Sudibjo P. Anatomi mata. Diunduh dari


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Opthalmologi.pdf , 29 March 2018.
25
4. Aloysius S, Sukirman. Biology for junior high school year IX. Jakarta: Yudhistira;
2008.h.44,46.

5. Tim Matrix Media Literata. Cara mudah menghadapi ujian akhir sekolah 2007.
Jakarta:
PT.Grasindo; 2007.h.164.

6. Cambridge Communication Limited. Anatomi fisiologi: sistem lokomotor dan


penginderaan. Diterjemahkan dari Anatomy & physiology A self-instructional course
3: the locomotor system and the special senses. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.h.49-50,55.

7. Young B, Heath JW. Special sense organs.London: Churchill Livingstone;2005. h.


380- 2.

8. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.h.319-21.

9. Pendit, BU. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-2. Diterjemahkan dari
Sherwood L.Human’s Physiology: From Cell to System. Jakarta: EGC; 2001.h.160-
7.

10. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and


Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.

11. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive


Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

1. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
rd
2. Guyton. Arthur C. Human of physiology and mechanism of disease 3 Ed. Petrus
Adriantro, Penerjemah. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.

3. Amo J, JF et al. care of the patient with hyperopia. In : Optometric Clincival Pratical
Guideline. America Optometric Assocoation. 2012:1-50

26
12. Pendit BU. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury edisi ke 17. Diterjemahkan dari
Eva PR,Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC;2009.h392-4.

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai