Anda di halaman 1dari 28

Asuhan Keperawatan Dengan Endometriosis (Peradangan Uterus)

DI SUSUN

OLEH

KELOMPOK 3:

1. MAYSARAH (180204034)
2. ALHAMDIKA ANSYAHRI LUBIS (180204036)
3. RISTINIARTI NAZARA (180204037)
4. REPIANUS GIAWA (180204038)
5. DEAN REX AZRIEL TELAUMBANUA (180204039)
6. WINA SINAGA (180204040)
7. AAN SANITA SINAGA (180204041)
8. ANGELYCA MAWANTI MANULLANG (180204042)
9. AYU ASHARI SARUKSUK (180204043)
10. NOVIA THRESIA SITOMPUL (180204045)
11. SRINOVA NINGSIH (180204046)
12. MELLY TRESIA BR BANGUN (180204047)
13. ALDRY ELIESER TARIGAN (180204049)
14. DIAN FREDERICA HALOHO (180204120)
15. SONYA DHARMA PUTRI WARUWU (180204121)
16. MAULAYANI (180204015)

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa Karna Kasih-Nya, dan
Perlindungan-Nya kami bisa menyelasaikan makalah kami ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Dengan Endometriosis atau Peradangan Uterus“, dimana untuk memenuhi tugas
Keperawatan Maternitas II, jurusan S1 Keperawatan. Dalam penulisan makalah ini kami
berterimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah, Ns.Lasmarina Sinurat,M. Kep yang telah
membimbing, memotivasi dan mendampingi kami dalam proses belajar.
Meskipun banyak hambatan yang kami laluidalam proses pembuatan makalah ini tentang
Asuhan Keperawatan Dengan Peradangan Uterus Namun kami mampu menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan yang masih banyak
kekurangan dalam penulisan.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun dari teman - teman semua. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2020

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Tujuan ....................................................................................... 1
C. Manfaat ..................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ............................................................... 2

BAB II Tinjauan Teori ............................................................................... 3

A. Konsep Dasar Penyakit ........................................................... 3


1. Pengertian .......................................................................... 3
2. Anatomi dan Fisiologi ......................................................... 4
3. Etiologi ............................................................................... 7
4. Klasifikasi ........................................................................... 8
5. Patofisiologi ........................................................................ 9
6. Tanda dan Gejala ............................................................... 10
7. Penatalaksanaan ................................................................ 11
8. Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 12

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ....................................... 12


1. Pengkajian .......................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................... 14
3. Rencana Keperawatan ....................................................... 14

BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan ................................................. 16


1. Pengkajian .............................................................................. 16
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 18
3. Intervensi Keperawatan .......................................................... 18

BAB IV Penutup........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia


untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam
kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau
gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan
keduanya, mengalami gangguan seksual. Jika tidak segera diobati,
masalah tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan
dalam rumah tangga. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila kita
dapat mengenal organ reproduksi dengan baik sehingga kita dapat
melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan pada organ
reproduksi.

Menurut (Winkjosastro, Hanifa. Hal. 396,2007) prevalensi


peradangan uterus di Indonesia sebesar 1 : 1000 wanita dan rata-
rata terjadi pada wanita yang sudah pernah melakukan hubungan
seksual.peradangan uterusbila tidak ditangani dengan baik akan
menyebar ke organ lain di sekitarnya seperti misalnya ruptur
piosalping atau abses ovarium, dan terjadinya gejala-gejala ileus
karena perlekatan, serta terjadinya appendisitis akut dan salpingo
ooforitis akut. Maka dari itu sangat diperlukan peran tenaga
kesehatan dalam membantu perawatan klien peradangan uterus
dengan baik agar radangnya tidak menyebar ke- organ lain dan para
tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Beberapa peran perawat diantaranya yaitu peran
perawat sebagai pengelola dimana perawat memiliki beberapa tugas
salah satunya tugas kolaborasi. Didalam kolaborasi ini perawat harus
menerapkan manajemen keperawatan pada setiap asuhan
keperawatan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga serta memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan tim medis lain.
(Soepardan,Suryani.Hal 38.2008). Oleh karena itu pada kesempatan
kali ini kami akan membahas secara lebih dalam tentang adnexitis
dan penatalaksanaannya dengan konsep asuhan keperawatan.

1
B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi peradangan uterus


2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari peradangan uterus
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi terjadinya peradangan
uterus akut dan kronik
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari peradangan
uterus akut dan kronik
5. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi dari peradangan
uterusMahasiswa dapat memahami penatalaksanaan jika wanita
menderita peradangan uterus
6. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan dari
peradangan uterus
C. Manfaat

1. Untuk pendidikan keperawatan


Bagi pendidikan keperawatan, bermanfaat sebagai bahan
referensi mengenai asuhan keperawatan pasien dengan adnexitis.
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dalam bidang perawatan diri khususnya dengan
melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada
pasien karena penyakitnya.
2. Bagi pasien
Meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bantuan seminimal
mungkin.
3. Bagi keluarga pasien
Keluarga mampu memberikan dukungan sosial dalam merawat
anggota keluarganya

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan dan manfaat serta
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI


Bab ini berisi konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan pasien dengan peradangan uterus.

2
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan kasus pasien dengan peradangan
uterus.

BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

peradangan uterus adalah inflamasi yang mengenai adnexa


yaitu salah satu atau kedua tuba falopii dan ovarium. Radang tuba
falopii dan radang ovarium (adnexa) biasanya terjadi bersamaan.
Oleh sebab itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau peradangan
uterus untuk radang tersebut.

Tuba dan ovarium (adneksum) berdekatan, dan dengan


perabaan tidak dapat dibedakan apakah suatu proses berasal dari
tuba atau dari ovarium, maka lazim digunakan istilah kelainan
adneksum. Istilah tumor adneks digunakan apabila pembesaran
terdapat di sebelah uterus, dan tidak diketahui apakah itu berasal
dari tuba atau dari ovarium, serta tidak atau belum diketahui pula
apakah itu proses peradangan atau neoplasma. Apabila itu jelas
proses peradangan, maka istilahnya diubah menjadi peradangan
uterus (akuta atau kronika).

3
Pada peradangan uterusdi samping cukup banyaknya durasi
nyeri juga menyebabkan keterbatasan yang nyata pada aktifitas,
peran dan fungsi biologis wanita. peradangan uterus terutama
terjadi pada wanita usia 16-35 tahun dan berbahaya bagi wanita
karena dapat menimbulkan infertilitas karena adanya
pembengkakan dan jaringan parut yang lengket pada tuba falopii
sehingga menyebabkan tuba non patten (tidak berlubang).

Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa


peradangan uterus hanya menyerang kaum wanita, karena
merekalah yang memiliki rahim, sedangkan pria tidak. Penyakit ini
dapat membawa dampak yang serius jika tidak segera ditangani,
seperti kemandulan, kehamilan diluar rahim, keluarnya nanah dari
vagina, dan nyeri panggul kronis.

2. Anatomi dan Fisiologi

Tulang dan sendi pelvic

Pelvic di bentuk oleh 4 buah tulang yaitu 2 buah tulang pangkal


paha (coxae) yang terletak di sebelah depan dan samping tulang
coxae sendiri merupakan pertautan antara tulang usus, tulang
duduk dan tulang kemaluan. 1 buah tulang belangkang (sacrum)
di sebelah belakang, 1 buah untaian tulang ekor (coccygeus) di
sebelah belakang bersambung dengan sacrum. Rongga Pelvic
dibagi dua yaitu pelvic mayor dan pelvis minor. Ada 4 buah sendi
yang penting antara lain: artc. sacro iliaca 2 buah masing-masing
kiri dan kanan (berkapsul), artc. Symphisis pubis (tanpa kapsul),
artc. sacro coccygeus dan artc. lumbosacral.

Otot-otot pelvic

4
Dasar panggul adalah “diagfragma muscular” yang memisahkan
rongga pelvic di sebelah atas dengan ruang perineum di sebelah
bawah. Jadi dasar panggul sepenuhnya terdiri atas sejumlah otot
panggul yang sangat penting fungsinya. Otot-otot tersebut antara
lain: m. levator ani (m. pubo coccygeus, pubo vaginalis dan pubo
rectalis), m. sphincter ani externus, m. bulbo cavernosus dan m.
ischio coccygeus. Bagian dari pintu bawah panggul adalah
diagfragma pelvis yang dibentuk oleh m. levator ani dan m.
coccygeus. Lapisan paling luar (di atas dasar panggul) dibentuk
oleh otototot bulbo cavernosus, yang melingkari genitalia externa,
otot perinea transversus superfisialis, otot ischio cavernosus dan
sphincter ani externus. Dinding abdomen terdiri atas kulit, lemak
dan otot-otot diantaranya mm. Rectus obliqus externus dan
internus, transversus abdominalis dan apponeurosis. M. rectus
abdominalis berpangkal di depan coxae 5, 6, 7 berjalan ke bawah
symphisis, bersama dengan otot yang lain berjalan miring dan
melintang membentuk suatu system sehingga dinding abdomen
menjadi lebih kuat. Salah satu fungsi dinding abdomen yang
sangat penting ialah bersama dengan diagfragma mengecilkan
rongga perut dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut,
sebagai salah satu fungsi yang penting pada persalinan,
sebaliknya jika otot tersebut lemah maka dapat mengganggu
persalinan serta membuat seseorang gampang terkena nyeri
pinggang.

Persarafan dan pembuluh darah pelvic

Pembuluh darah pada pelvis berasal dari: a. ovarica melalui


cabang aorta abdominalis ke L2, a. haemoridalis/rectalis superior
yaitu lanjutan a.mesenterica inferior ke L3, a. iliaca interna dan a.
iliaca externa keduanya merupakan cabang a. Iliaca communis
dan cabang-cabangnya antara lain: a. iliaca interna (a. ilio
lumbalis, a. sacralis lateralis, a. glutea superior), a. obturatoria, a.
vesicalis superior dan inferior, a. uterina, a. rectalis/haemoridalis
media, a. pudenda interna dengan cabang a. rectalis inferior, a.
perineae, a. Clititoris Persarafan pada pelvic yaitu n. pudendus
yang terdiri dari n. haemoridalis inferior, n. perinea dan n. dorsalis
clitoris. Di dalam panggul berisi: sistima urinaria yang tediri dari
ureter, uretra, dan vesica urinaria, sistima genetalia pada wanita

5
terdiri dari uterus, tuba falopii, ovarium dan vagina dan sistima
digestive yaitu rectum.

Vagina

Bentuknya seperti tabung, berotot dan dilapisi membran. Bentuk


bagian dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Vagina berguna
sebagai saluran keluar untuk darah haid, merupakan bagian
kaudal “terusan lahir”(birth canal), dan menerima penis sewaktu
bersenggama. Ke arah kranial vagina berhubungan dengan servix
uteri dan ke arah kaudal dengan vestibulum vagina. Dinding
ventral dan dinding dorsal vagina saling bersentuhan, kecuali
pada ujung kranialnya yang terpisah oleh servix uteri. Vagina
berada dorsal terhadap vesica urinaria dan rectum, dinding kiri
dan kanan vagina berhubungan dengan m. levator ani. Pembuluh
darah yang mengantar darah kepada bagian kranial vagina
berasal dari arteria uterina. Arteria vaginalis yang memasok darah
kepada bagian tengah dan bagian vagina lainnya berasal dari
arteria rectalis media dan arteria pudenda interna. Sedangkan
vena vaginalis membentuk plexus venosus vaginalis pada sisi-sisi
vagina dan dalam membran mukosa vagina. Vena-vena ini
mencurahkan isinya ke dalam vena iliaca interna dan
berhubungan dengan plexus venosus vesicalis. Saraf-saraf vagina
berasal dari plexus uterovaginalis yang terletak antara kedua
lembar ligamentum latum uteri bersama arteria uterina.

Uterus

Uterus adalah sebuah organ muskular yang berdinding tebal,


berbentuk seperti buah pir, dan terletak di dalam pelvis antara
vesika urinaria dan rektum. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm,
lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, dan berat 50 gram. Pada wanita dewasa
yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8
cm, dan beratnya 30-60 gram. Uterus terapung di dalam pelvis
dan terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan servix uteri. Dinding
uterus terdiri dari endometrium, myometrium dan lapisan serosa.
Lapisan ini terdiri atas ligamen yang menguatkan uterus yaitu:
ligamentum kardinale, ligamentum sakro uteri, ligamentum
rotundum, ligamentum latum dan ligamentum infudilo pelvik.
Susunan otototot penopang uterus yaitu mm. Levatoris ani yang

6
merupakan lapisan otot-otot yang melintang di dalam rongga
panggul bersama dengan fascia diapraghmatis pelvis superior
yang menahan alat-alat cavum pelvis dan tekanan intra abdominal
yang diteruskan ke kaudal, ke rongga panggul. Pembuluh darah
arteria uterus terutama terjadi melalui arteria uterina, dan juga
dari arteria ovarica. Sedangkan vena uterina memasuki
ligamentum latum uteri bersama arteria uterina, dan membentuk
plexus venosus uterina di kedua sisi cervix uteri. Venavena dari
plexus venosus uterina bermuara dalam vena iliaca interna.

Persarafan uterus berasal dari plexus hypogastricus inferior


(plexus pelvixus), terutama melalui plexus uterovaginalis. Serabut
parasimpatis berasal dari nervi splanchnici pelvici (S2-S4), dan
serabut simpatis dilepaskan dari plexus uterovaginalis. Serabut
viseroaferen terbanyak menaik melalui plexus hypogastricus dan
memasuki medulla spinalis melalui nervi thoracici X-XII dan nervus
subcostalis (LI). Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang
telah dibuahi selama perkembangan, sebutir ovum yang telah
keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterina ke uterus.

Tuba falopii

Tuba falopii merebak ke arah lateral dari cornu uteri dan terbuka
ke dalam cavitas peritonealis di dekat ovarium. Tuba uterina
terletak dalam mesosalpink yang dibentuk oleh tepi-tepi bebas
ligamentum latum uteri. Ke arah dorsolateral tuba falopii
mencapai dinding-dinding pelvis lateral untuk menaik dan
membelok ke atas ovarium. Tuba falopii terdiri dari tuba kiri dan
kanan. Panjang kira-kira 10- 12 cm dengan diameter 3 mm.
Menurut R. Daiser, A. Pfleiderer bahwa adnexa kanan berukuran
1,25 x ukuran normal. Secara deskriptif tuba falopii terdiri atas,
pars interstitialis yang merupakan bagian yang terdapat di dinding
uterus, pars isthmus ismika yang merupakan bagian medial tuba
yang sempit seluruhnya, pars ampullaris yang merupakan bagian
yang berbentuk saluran agak lebar, tempat terjadinya konsepsi,
infundibulum merupakan bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk
menangkap telur kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba.
Fungsi tuba falopii adalah sebagai saluran yang dilalui ovum dari
ovarium ke uterus.

7
Sistem pembuluh darah

Aliran darah arteri untuk tuba falopii dilepaskan dari arteria


uterina dan arteria ovarica. Vena-vena tuba falopii mencurahkan
isinya ke dalam vena uterina dan vena ovarica.

Sistem persarafan

Persarafan tuba falopii sebagian besar berasal dari plexus ovaricus


dan untuk sebagian dari plexus uterina. Serabut aferen disalurkan
ke dalam nervi thoracici XI-XII,dan nervus lumbalis 1.

Ovarium

Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri


dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah
belakang oleh ligamentum latum uterus. Ovarium kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm,
lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Ovarium mempunyai tiga fungsi
yaitu memproduksi ovum, memproduksi hormon estrogen dan
memproduksi hormon progesteron.

3. Etiologi

Peradangan uterus terutama disebabkan oleh infeksi bakteri


dan jarang oleh virus. Sebagian besar kasus infeksi disebabkan
oleh gonococcus, streptococcus, staphylococcus, E. coli, chlamydia
trachoma, dan clostridium, di mana bakteri-bakteri tersebut hidup
tanpa oksigen. Faktor air sangat dicurigai sebagai faktor penyebab
peradangan uterus, hal ini dikarenakan air mengandung bakteri
yang dapat masuk ke dalam tuba falopii melalui vagina. Begitu
pula dengan pembalut wanita yang kurang steril dan
micobacterium tuberculosa juga dapat menimbulkan peradangan
uterus.

Peradangan uterus dapat dengan mudah terjadi pada wanita


saat dan setelah menstruasi, setelah aborsi dan setelah
melahirkan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran zat horsestyle
yang ikut keluar pada saat menstruasi, saat aborsi dan saat

8
melahirkan. Zat tersebut berfungsi sebagai daya tahan tubuh
terhadap mikroorganisme atau benda asing yang akan
menyebabkan terjadinya suatu penyakit atau radang. Dengan
berkurangnya zat tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh
menurun. Sehingga mikroorganisme atau benda asing dapat
dengan mudah masuk ke tubuh melalui organ genitalia eksterna
dan menimbulkan reaksi berupa penyakit atau radang.

4. Klasifikasi

a) Salpingo-ooritis akut

Salpingo-ooritis akut yang disebabkan oleh gonorrhea


sampai ke tuba sampai uterus melalui mukosa . Pada
endosalping tampak oedema serta hyperemia dan infiltrasi
leukosit, pada infeksi yang ringan, epitel masih utuh, tapi pada
infeksi yang lebih beratkelihatan degenerasi epitel yang
kemudian menghilang pada daerah yang agak luas, dan ikut
juga terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini
dijumpai eksudat purulen yang dapat keluar melalui ostium
tuba abdominalis dan menyebabkan peradangan di sekitarnya
(peritonitis pelvika).

Salpingitis akut piogenik banyak ditemukan pada infeksi


puerperal atau pada abortus septic, akan tetapi dapat
disebabkan pula sebagai akibat berbagai tindakan, seperti
Streptococcus ( aerobic dan anaerobic ), stafilococcus, E.coli,
Klostridium welchii, dan lain-lain. Infeksi ini menjalar dari
serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke
parametrium terus ke tuba, dan dapat pula ke peritoneum
pelvic. Di sini timbul salpingitis interstisialis akuta, mesosalping
dan dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit
tetapi mukosa seringkali normal. Hali ini merupakan perbedaan
yang nyata dengan salpingitis gonoroika, di mana radang

9
terdapat terutama pada mukosa dengan dengan sering terjadi
penyumbatan lumen tuba. Dalam hubungan ini, dalam
salpingitis piogenik kemungkinan lebih besar bahwa tuba
terbuka setelah penyakitnya sembuh.

Ovarium biasanya ikut dalam salpingitis. Kadang-kadang


ovarium tidak ikut meradang, sebaliknya biarpun jarang bisa
terjadi radang terbatas pada ovarium, bahkan bisa terjadi
abses ovarium.

b) Salpingo-ooritis kronik

Dapat dibedakan antara,

1) Hidrosalping, terdapat penutupan ostium tuba abdominalis.


Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan
mengeluarkan cairan dengan akibat retensi cairan tersebut
dalam tuba. Hidrosalping dapat berupa hidrosalping
simpleks dan hidrosalping folikularis. Pada hidrosalping
simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang
hidrosalping folikularis terbagi dalam ruangan-ruangan kecil.
2) Piosalping, dalam stadium menahun merupakan kantong
dengan dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping
biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan di sekitarnya.
3) Salpingitis interstisial kronika, pada salpingitis interstisial
kronika dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat
pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit-sedikit di
tengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula perlekatan
dengan jaringan-jaringan di sekitarnya, seperti ovarium,
uterus dan usus.
4) Kista tubo-ovarial, pada kista tubo ovarial, hidrosalping
bersatu dengan kista folikel ovarium, sedang pada abses
tuboovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses
ovarium yang jarang terdapat sendiri, daru stadium akut
dapat memasuki stadium menahun.
5) Abses ovarial.
6) Salpingitis tuberculosis.

5. Patofisiologi

10
Perjalanan infeksi pada adneksitis yaitu faktor penyebab tiba di
ovarium dan tuba falopii dengan cara yang berbeda, tergantung
pada tempat daerahnya. Bisa dari asenden dan desenden. Jika
faktor penyebab tiba di peredaran darah ovarium dan tuba falopii
maka disebut infeksi haematogen. Pada infeksi asenden faktor
pencetus adnexitis bergerak ke lapisan atas dan uterus masuk ke
tuba falopii. Faktor pencetus infeksi asenden antara lain: air,
pembalut wanita yang kurang steril, selama dan setelah
menstruasi, setelah melahirkan, setelah aborsi, gangguan-
gangguan uterus misalnya adanya spiral, perubahan membran
mucus dalam servix oleh karena keluarnya nanah yang mengalir
dari tuba falopii dan ovarium, adanya myoma atau polips serta
tumor.

Pada infeksi desenden ini terjadi jika ada inflamasi pada organ
sekitar misalnya appendicitis atau proctitis atau adanya radang
usus besar yang menyebar ke tuba falopii. Infeksi haematogen
merupakan infeksi pada peredaran darah dan termasuk jenis
peradangan uterus micobacterium tuberculosa yang berhubungan

11
dengan tuberculosa. Untuk mengetahui adanya peradangan
uterus diperlukan suatu pemeriksaan antara lain: anamnesa,
pemeriksaan gynekologi dan pemeriksaan darah lengkap. Pada
anamnesa biasanya penderita mengeluh nyeri hebat di daerah
perut bagian bawah, nyeri saat menstruasi, nyeri saat
berhubungan sexual dan kadang penderita mengeluh nyeri
pinggang. Pada saat dilakukan palpasi pada abdomen ditemukan
ketegangan pada dinding abdomen oleh karena adanya kontraksi
otot abdominalis sebagai reaksi proteksi terhadap radang,
terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah. Pada
pemeriksaan gynekologi saat uterus di palpasi (dengan tussue)
juga dirasakan nyeri. Dan pada pemeriksaan darah lengkap LED
meningkat. Nyeri meningkat pada saat kegiatan naik turun tangga
dan mengangkat barang-barang berat.

6. Tanda dan Gejala

Gambaran klinis salpingo-ooforitis akut ialah demam,


leukositosis dan rasa nyeri di sebelah kanan atau kiri uterus,
penyakit tersebut tidak jarang terdapat pada kedua adneksa.
Setelah lewat beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas
yang tidak jelas dan yang nyeri tekan.Pada torsi adneksa timbul
rasa nyeri mendadak dan apabila defence musculiare tidak teralu
keras, dapat diraba tumor nyeri tekan dengan batas nyeri tekan
yang nyata. Suhu dan leukositosis juga tidak seberapa tinggi.
Ruptura tuba pada kehamilan ektopik terganggu disertai dengan
gejala-gejala yangmendadak, sangat nyeri, dan anemi. Umumnya
peristiwa ini tidak menimbulkan banyak kesukaran dalam
diagnosis dferensial. Yang lebih sulit ialah diagnosis abortus tuba.
Umumnya pada abortus tuba suhu tidak naik atau hanya naik
sedikit, dan leukositosi juga tidak seberapa tinggi.

Gejala-gejala salpingo-ooforitis kronik tidak selalu jelas,


penyakit bisa didahului oleh penyakit-penyakit akut dengan panas,
rasa nyeri yang cukup kuat di perut bagian bawah, akan tetapi
bisa pula dari permulaan sudah subakut atau menahun. Umumnya
penderita merasa nyeri di perut bagian bawah sebelah kiri atau
kanan, yang bertambah keras pada pekerjaan berat, disertai
dengan penyakit pinggang. Leukorea sering terdapat disebabkan
oleh servisitis kronik. Haid umumnya lebih banyak dari biasa

12
dengan siklus yang seringkali tidak teratur. Penderita sering
mengeluh tentang dispareunia dan infertilitas, disminore dapat
ditemukan juga pada kasus ini.

7. Penatalaksanaan

Terapi pada salpingo-ooforitis akut terdiri atas istirahat baring,


perawatan umum, pemberian antibiotik dan analgetik.Dengan
terapi tersebut, penyakit dapat menjadi sembuh atau menjadi
menahun. Jarang sekali terapi salpingo-ooforitis akut memerlukan
pembedahan. Pembedahan perlu dilakukan :

a) Jika terjadi rupture piosalping atau abses ovarium


b) Jika terdapat gejala-gejala ileus karena perlekatan
c) Jika terdapat kesukaran untuk membedakan antara apendisitis
akuta dan salpingo-ooforitis akut

Pada salpingo-ooforitis kronik, jika penyakitnya msaih dalam


keadaan subakut, penderita harus diberi terapi dengan antibiotik
dengan spectrum luas. Jika keadaan sudah tenang, dapat diberi
terapi diatermi dalam beberapa seri dan penderita dinasehatkan
supaya penderita jangan melakukan pekerjaan yang berat-berat.
Dengan terapi ini, biarpun sisa-sisa peradangan masih ada,
keluhan – keluhan penderita seringkali hilang atau sangat
berkurang.

Terapi operatif mempunyai tempat pada salpingo-ooforitis


kronika. Indikasi untuk terapi ini adalah ;

1) Apabila setelah berulang kali dilakukan terapi diatermi,


keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
2) Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang.
3) Apabila ada tumor di sebelah uterus, dan setelah dilakukan
beberapa terapi diatermis tumor tidak mengecil, sehingga
timbul adanya dugaan hidrosalping, piosalping, kista tuba
ovarial dan sebagainya.
4) Apabila ada infertiitas yang sebabnya terletak pada tuba,
dalam hal ini sebaiknya dilakukan laparoskopi dahulu
apakah ada harapan yang cukup besar bahwa dengan

13
pembedahan tuba dapat dibuka dengan sempurna dan
perlekatan dapat dilepaskan.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang penderita adneksitis khususnya


pemeriksaan darah lengkap akan ditemukan leukositosis akibat
adanya peradangan yang ditimbulkan.

Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti Ultrasonografi


(USG). Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer)
digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara
frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor.

Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk


memastikan keadaan adneksa, ada atau tidaknya tumor di bagian
tuba maupun ovarium ibu.
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan
melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat
ovarium, mengambil bahan percontoh untuk biopsi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1) Identitas

Wanita yang mengalami adneksitis bisa saja wanita yang sudah


menikah ataupun yang belum menikah. Semua wanita berpotensi
untuk mengalami peradangan uterus, terutama wanita pada usia
subur, mulai dari wanita yang baru mengalami menstruasi hingga
yang menjelang menopause ataupun wanita yang sudah
menopause sendiri.

2) Keluhan utama

Sebagian besar adneksitis menimbulkan gejala berupa nyeri, dan


bila sudah dalam tingkatan yang tinggi akan menjadi nyeri yang

14
sangat tajam. Perlu diperhatikan bila pasien yang datang dengan
adneksitis biasanya mengeluh: merasa nyeri di perut bagian
bawah sebelah kiri atau kanan, yang bertambah keras pada
pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang. Leukorea
sering terdapat disebabkan oleh servisitis kronik. Haid umumnya
lebih banyak dari biasa dengan siklus yang seringkali tidak teratur.
Penderita sering mengeluh tentang dispareunia dan infertilitas,
disminore dapat ditemukan juga pada kasus ini.

3) Riwayat kesehatan

Peradangan uterus bisa dialami oleh setiap wanita, terutama


wanita yang menderita PMS dalam hal ini kaitannya adalah
dengan penyakit Gonorhea.Wanita dengan penyakit gonorrhea
lebih berpotensi mengalami peradangan uterus dibandingkan
dengan wanita yang sehat.Peradangan uterus juga dapat
disebabkan oleh karena peradangan yang meluas dari organ lain,
appendiks misalnya, sehingga ibu dengan appendiks juga berisiko
mengalami peradangan uterus.

4) Riwayat penyakit sebelumnya

Wanita yang mengalami adneksitis bisa yang sudah pernah


menggunakan alat kontrasepsi maupun yang belum pernah
menggunakan alat kontrasepsi. Namun, pemasangan IUD
merupakan salah satu fator penyebab dari terjadinya peradangan
uterus, sehingga perlu dikaji adakah riwayat penggunaan alat
kontrasepsi berupa IUD sebelumnya bagi ibu yang pernah
menggunakan alat kontrasepsi.

5) Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan leher


Hasil pada pemeriksaan pada kepala dan leher akan mengikuti
hasil pemeriksaan umum. Bila keadaan umum klien tampak
anemis maka keadaan wajah akan menunjukkan tanda-tanda
anemis seperti pucat dan konjungtiva berwarna pucat pula.

b. Abdomen

15
Pada penderita peradangan uterus, pada pemeriksaan
abdomen akan ditemukan nyeri tekan pada bagian perut
bawah di tempat terjadinya peradangan uterus. Setelah lewat
beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas yang tidak
jelas dan yang nyeri tekan.Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri
mendadak dan apabila defence musculiare tidak teralu keras,
dapat diraba tumor nyeri tekan dengan batas nyeri tekan yang
nyata.

c. Ekstremitas
Pada penderita peradangan uterus umumnya tidak mengalami
masalah pada ekstremitasnya, namun pada beberapa kasus
peradangan uterus ada pula yang mengalami oedema. Hanya
saja pada kejadian anemis, maka dapat dilihat perubahan dari
warna kuku jari tangan dan kaki ibu.

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra,


kandung kemih dan struktur traktus lain.
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kegiatan perioperatif.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi.

Rencana Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra,


kandung kemih dan struktur lain

Kriteria hasil : tidak ada nyeri didaerah panggung


Intervensi :
- Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran nyeri
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
penyebab nyeri

16
- Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung,
lingkungan istirahat
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan
otot
- Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam
Rasional ; membantu mengarahkan kembali perhatian dan
untuk relaksasi otot
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi
keberhasilannya
Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
mengurangi nyeri

2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


tentang kegiatan perioperatif
Tanda :
a) Mengungkapkan rasa takut pembedahan
b) Menyatakan kurang pemahaman
c) Meminta informasi

Kriteria hasil :

1) Sedikit melaporkan kecemasan berkurang


2) Mengungkapkan pemahaman tentang prosedur pembedahan

Intervensi :
- Memberikan dukungan moral
Rasional : secara psikologis dapat meningkatkan rasa aman
dan meningkatkan rasa saling percaya
- Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baik nya
Rasional : meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan atau
persepsi pasien

17
- Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien
Rasional : meningkatkan rasa nyaman dan memungkinkan
pasien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih
akurat

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi
Kriteria evaluasi : Menyatakan mengerti tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan
perawatan diri preventif.
Intervensi :
- Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
- Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk
mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik,
pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Dapat megurangi ansietas dan membantu
mengembankan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
- Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan untuk
mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
Rasional : Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga.

18
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Nama Klien : Ny. F Nama Suami : Tn. R
Umur : 27 Th Umur : 30 Th

19
Suku : Banjar Suku : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Arjuna I Rt. 40 No. 4 Alamat : Jl. Arjuna I Rt 40 No. 4

B. ANAMNESE
Tanggal : 15 Maret 2016 Pukul: 10.00 WIB
1. Alasan kunjungan : Ingin memeriksakan diri
Keluhan : Ibu cemas karena sejak 10 hari yang lalu terasa sakit
pada perut bagian bawah sebelah kiri dan nyeri ini bertambah sewaktu
haid, serta dengan pengeluaran darah haid yang banyak hingga ganti
3-4x pembalut/hari, keputihan berbau dan gatal, Ibu mengatakan
suami apabila BAK mengeluarkan nanah dan merasa nyeri pada saat
buang air kecil

2. Penyakit yang pernah dialami


Ibu tidak pernah mengalami penyakit yang serius
3. Riwayat obstetric
Ibu belum memiliki anak dan tidak ada memiliki gangguan reproduksi

4. Riwayat menstruasi
 Menarche : 12 Tahun
 Siklus : 28 Hari
 Lama : 6 Hari
 Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut/hari
 HPHT : 3 September 2010

5. Riwayat kontrasepsi
Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
6. Riwayat kesehatan keluarga

20
Suami mengeluh bila BAK keluar nanah. Dalam keluarga tidak ada
riwayat penyakit menular dan riwayat penyakit gangguan system
reproduksi.
7. Keadaan psikososial
Ibu tinggal dirumah
8. Data biologis
a. Pola Nutrisi
Ibu makan 3 kali sehari dengan selera makan baik, terdiri dari nasi,
lauk pauk, dan buah.
b. Pola Eliminasi
 BAB : 1–2 kali sehari
 BAK : 4-5 kali sehari
c. Pola Istirahat
 Siang :  1-2 jam
 Malam :  7-8 jam
d. Pola Seksual
Kegiatan seksual dilakukan 2 kali seminggu dan akhir-akhir ini sering
terasa nyeri.
e. Personal Hygiene
Ibu mandi 2 kali sehari

C. DATA FISIK
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 T : 37,5oC N : 84 x/mnt R : 20x/mnt
BB : 55 Kg TB : 155 cm
2. Pemeriksaan Khusus
a. Inspeksi

21
1. Mata :
- Kelopak Mata : Tidak tampak oedema
- Sklera Mata : Tidak tampak ikterik
- Konjungtiva : Tidak tampak anemis
2. Hidung : Tampak normal, tidak tampak ada
pengeluaran secret yang berlebihan
3. Muka ( expresi wajah ) : Tampak agak cemas
4. Mulut dan gigi : Tampak lembab, kemerahan, gigi
tampak lengkap, dan tidak ada karies
dentis
5. Leher : Tidak tampak adanya pembesaran
6. Dada : Tampak simetris
b. Palpasi : Adanya nyeri tekan pada daerah perut bagian bawah
sebelah kiri

3. Pemeriksaan Ginekologi
Periksa Dalam
Inspeksi Inspekulo
- Vulva : Tidak tampak oedema, tidak tampak adanya varises.
- Portio : Tidak tampak adanya erosi, tampak pengeluaran sekret
kental dan berbau.
- Vagina : Tidak ada kelainan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra dan
kandung kemih.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN

22
4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra,
kandung kemih dan struktur lain

Kriteria hasil : tidak ada nyeri didaerah panggung


Intervensi :
- Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran nyeri
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
penyebab nyeri
- Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung,
lingkungan istirahat
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan
otot
- Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam
Rasional ; membantu mengarahkan kembali perhatian dan
untuk relaksasi otot
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi
keberhasilannya
Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
mengurangi nyeri

5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi
Kriteria evaluasi : Menyatakan mengerti tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan
perawatan diri preventif.
Intervensi :
- Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan berdasarkan informasi

23
- Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk
mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik,
pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Dapat megurangi ansietas dan membantu
mengembankan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
- Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan untuk
mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
Rasional : Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peradangan uterus adalah radang pada tuba falopi dan radang ovarium
yang terjadi secara bersamaan, biasa terjadi karena infeksi yang menjalar ke atas
sampai uterus, atau akibat tindakan post kuretase maupun post pemasangan alat
kontrasepsi (IUD). Salah satu tenaga kesehatan yang dapat memberikan asuhan secara
komprehensif yaitu perawat melalui asuhan keperawatan yang sudah dimilikinya.
Beberapa peran perawat diantaranya yaitu perannya sebagai pengelola dimana
memiliki beberapa tugas salah satunya tugas kolaborasi. Didalam kolaborasi ini
perawat harus menerapkan manajemen keperawatan pada setiap asuhan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan pasien dan keluarga serta memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan tim medis lain.

24
B. Saran
Lakukan pencegahan peradangan uterus dengan melakukan pencegahan
seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. Ida Bagus Gde. 2001. Penatalaksaan rutin obstetric ginekologi dan KB. Jakarta:
EGC

http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2012/05/penanganan-
ft-pada-nyeri-adnexitis.html

https://books.google.co.id/books?
id=FH_OCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=obstetrics+and+gynecology
&hl=en&sa=X&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=obstetrics%20and
%20gynecology&f=false

https://books.google.co.id/books?
id=0flWgd3OJLEC&printsec=frontcover&dq=obstetrics+and+gynecology
&hl=en&sa=X&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=obstetrics%20and
%20gynecology&f=false

25

Anda mungkin juga menyukai