Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN OBAT BERBAHAYA DAN BENAR LOKASI PEMBEDAHAN

A. MANAJEMEN OBAT BERBAHAYA

1. Manajemen Obat

Manajemen obat yang baik menjamin selalu tersedianya obat setiap saat
diperlukan, dalam jumlah yang cukup dan mutu yang terjamin, untuk mendukung
pelayanan yang bermutu di rumah sakit. Obat yang diperlukan adalah obat-obat
yang secara medis memang diperlukan sesuai dengan keadaan pola penyakit
setempat, telah terbukti secara ilmiah bahwa obat tersebut bermanfaat dan aman
untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan. Manajemen obat menyangkut
berbagai tahap dan kegiatan yang saling terkait antara satu dengan yang lain.
Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap dan kegiatan akan membawa
konsekueensi tidak efisiennya sistem suplai dan penggunaan obat yang ada,
mempengaruhi kinerja rumah sakit baik secara medik, ekonomi dan sosial.
Dampak negatif lainnya, akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
layanan rumah sakit (Satibi, 2015).
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam
fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidakefisienan akan
memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit secara medis maupun secara
ekonomi. Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang
diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang
terjamin dan harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun
berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. (Liliek,
1998).
Menurut Quick, dkk (2012), siklus manajemen obat mencakup empat
tahap yaitu: selection (seleksi), procurement (pengadaan), distribution (distribusi),
dan use (penggunaan). Masing-masing tahap dalam siklus manajemen obat saling
terkait, sehingga harus dikelola dengan baik agar masing-masing dapat dikelola
secara optimal. Tahapan yang saling terkait dalam siklus manajemen obat tersebut
diperlukan suatu sistem suplai yang terorganisir agar dapat terjamin yang

mendukung pelayanan kesehatan, dan menjadi sumber pendapatan rumah sakit


yang potensial. Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung
manajemen (management support) yang meliputi organisasi, administrasi dan
keuangan. Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sumber Daya Manusia
(SDM). Setiap tahappan siklus manajemen obat harus selalu didukung oleh
keempat management support tersebut sehingga pengelolaan obat dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.

Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert) :


1.   Kebijakan & prosedur memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan
penyimpanan obat high alert
2.   Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis
4.   Elektrolit konsentrat di unit pelayanan harus diberi label dan disimpan pada
area yang dibatasi ketat (restricted).
Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event).
Terdiri dari obat High-Alert & LASA (Look Alike Sound Alike).

Assessmen Jatuh Rawat Inap :


 Anak < 10 thn Resti
 Anak 10- 18 thn : Humpty Dumpty
 >18 - 60 thn : Morse Falls Scale
 > 60 Thn : Geriatric Scale
Pengecekan obat dilakukan dengan 5 Benar :
1) kebenaran nama obat
2) Kebenaran dosis
3) Kebenaran rute
4) penandaan
5) perhitungan dosis sesuaian dengan instruksi pengobatan (nama lengkap pasien,
nomor rekam medik, tanggal lahir/umur)

Assessmen Jatuh Rawat Jalan :


 Menggunakan Get Up and Go Test
 Dilakukan oleh perawat Rajal
 Penandaan dengan pita kuning
 Anak dibawah usia < 10 tahun termasuk resiko tinggi
Assessmen diulang setiap shift atau jika ada perubahan pengobatan/tindakan
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names)
2. Pastikan Identifikasi Pasien
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube)
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial
hasil pemeriksaan penunjang yang abnormal harus segera disampaikan kepada
petugas terkait melalui lisan atau telepon, tidak harus menunggu hasil pemeriksaan
tertulisnya jadi terlebih dahulu.

2. Pengelolaan Obat

Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh


karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara
berkesinambungan. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat
dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai
kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang
meliputi tahap seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian
dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia.
(BPOM, 2001).
1) Seleksi

Seleksi merupakan proses pemilih sejumlah obat dengan rasional di rumah


sakit dengan tujuan untuk menghasilkan penyediaan/pengadaan yang lebih baik,
penggunaan obat yang lebih rasional, dan harga yang lebih rendah. Pedoman
seleksi obat yang dikembangkan dari WHO (1993), yaitu: dipilih obat yang secara
ilmiah, medik dan statistik memberikan efek terapi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan resiko efek sampingnya, diusahakan jangan terlalu banyak
jenis obat yang akan di seleksi (boros biaya), khususnya obat-obat yang memang
bermanfaat untuk jenis penyakit yang banyak diderita masyarakat agar di hindari
duplikasi dan kesamaan jenis obat yang di seleksi, jika memasukan obat–obat
baru, harus ada bukti yang spesifik bahwa obat baru yang akan dipilih tersebut
memang memberikan efek terapetik yang lebih baik dibanding obat
pendahuluhnya, sediaan kombinasi hanya dipilih jika memang memberikan efek
terapetik yang lebih baik dari pada sediaan tunggal, jika alternatif pilihan obat

banyak, supaya pilih drug of choice dari penyakit yang memang relevansinya
tinggi, pertimbangkan administratif dan biaya yang ditimbulkan, misalnya biaya
penyimpanan, kontak indikasi, peringatan, dan efek samping juga harus
dipertimbangkan, dipilih obat yang standar mutunya tinggi, didasarkan pada nama
generiknya dan disesuaikan dengan formularium.
2) Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah


dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan angaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi konsumsi yang disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan, meliputi: DOEN, formularium
rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data
catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan, data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan
(Depkes, 2004).
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Perencanaan pengadaan obat perlu
mempertimbangkan jenis obat, jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat dengan
mengacu pada misi utama yang diemban oleh rumah sakit. Untuk menentukan
beberapa macam obat yang harus direncanakan, fungsi kebijakan rumah sakit
sangat diperlukan agar macam obat dapat dibatasi. Penetapan jumlah obat yang
diperlukan dapat dilaksanakan berdasarkan populasi yang akan dilayani, jenis
pelanyanan yang diberikan, atau berdasarkan data penggunaan obat yang
sebelumnya (Depkes, 2002). Pedoman perencanaan menurut Kepmenkes adalah
DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, dan ketentuan
setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetepan
prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu,
rencana pengembangan.
Tujuan perencanaan obat yaitu: mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat
sesuai kebutuhan, menghindari kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat

secara rasional, meningkatkan efesiensi penggunaan obat. Kriteria pemilihan obat


meliputi (Depkes, 2004) jenis obat yang di pilih seminimal mungkin dengan cara
menghindari kesamaan jenis, menghindari penggunaan obat kombinasi kecuali
jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik di banding obat tunggal,
apabila jenis obat banyak maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

3) Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang


telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, baik secara langsung atau
tender dari distributor, produksi/pembuatan sedian farmasi yang berasal dari
sumbangan/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang yang
terjamin tepat waktu, proses perjalanan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta
waktu yang berkelebihan. Secara umum, pengadaan obat di rumah sakit dapat
dilakukan dengan cara tahunan, triwulan, minggguan. Dalam menentukan jumlah
pengadaan perlu diketahui adanya stock minimum dan stock maksimum, stock rata-
rata, stock pengaman, reordering level, economic order quantity, waktu tunggu
dan batas kadarluwarsa. Beberapa jenis obat dan bahan aktif yang mempunyai
kadarluwarsa relatif pendek harus diperhatikan waktu pengadaannnya, untuk itu
harus dihindari pengadaaan dalam jumlah yang besar (Depkes, 2014). Dalam
proses pengadaan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu: Pengadaan
yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi, penyusunan dan
persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan
pengadaan terjamin mutu (misalnya persyaratan masa kedarluwarsa, sertifikat
analis/standar mutu, harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk
bahan berbahaya, khususnya untuk alat kesehatan harus mempunyai sertificate of
origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak dan lain-lain (Satibi, 2015).
4) Penyimpanan

Penyimpanan obat digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku, seperti


bahan padat, dipisahkan dari bahan yang cair atau bahan yang setengah padat.
Pemisahan sediaan farmasi tersebut dilakukan untuk menghindarkan zat-zat yang
bersifat higroskopis, demikian juga halnya dengan bahan yang mudah terbakar.
Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar
disimpan dalam lemari es (Yustina dan Sulasmono, 2007).
5) Pendistribusian

Sistem pendistribusi obat di rumah sakit merupakan tataran jaringan


sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi
penderita dalam kegiatan penyampaian sedian obat berserta informasinya kepada
penderita. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sedian obat yang telah
di-dispensing Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ke daerah tempat perawatan
penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan
jadwal, tanggal, waktu, dan metode pemberian dan ketepatan personel, pemberian
obat kepada penderita serta keutuhan obat (Siregar, 2014).
6) Penggunaan

Penggunaan obat merupakan proses yang meliputi peresepan oleh dokter,


pelayanan obat oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien. Seorang dokter
diharapkan membuat peresepan yang rasional, dengan indikasi yang tepat, dosis
yang tepat, memperhatikan efek samping dan kontra indikasinya serta
mempertimbangkan harga dan kewajarannya. Obat yang ditulis dokter pada resep
selanjutnya menjadi tugas farmasi untuk menyiapkan dan menyerahkan kepada
pasien (Quick et al, 2012). Penggunaan obat yang rasional merujuk pada
penggunaan obat yang benar, sesuai, dan tepat. Menurut WHO (2010),
penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhannya, dengan dosis yang sesuai kebutuhannya, untuk jangka
waktu yang adekuat, dan dengan biaya serendah mungkin bagi pasien dan
komunitasnya. Langkah dalam melakukan tindakan pengobatan yang rasional
yaitu mengidentifikasi masalah pada pasien, mengidentifikasi penyebab kasus dan
faktor pemicunya, menyusun tindakan yang dapat dilakukan, mengkaji
sumber/referensi untuk dapat melakukan tindakan tersebut, memilih terapi yang
paling sesuai untuk pasien (Quick et al, 2012).

B. Benar Lokasi Pembedahan


Ketepatan lokasi, ketepatan prosedur dan ketepatan pasien adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit untu menjamin pasien
yang akan menjalani suatu tindakan operasi mendapatkan tindakan operasi yang
sesuai dengan lokasi keadaan yang perlu d tindak, prosedur yang tepat untuk
melakukan tindakan dan di berikan pada pasien yang benar membutuhkan tindakan
operasi Salah lokasi,salah prosedur dan pasien salah pada operasi adalah suatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.Selain hal
tersebut,assessment pasienyang tidak adekuat,budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,permasalahan yang berhubungan
dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian
singkatan merupakan factor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut di atas agar menjamin sisi
operasi yang tepat, prosedur yang tepat, serta pasien yang tepat dengan penerapan
checklist keselamatan pasien/ tindakan berisiko maka sebelum pasien di lakukan
tindakan akan melalui prosedur Check In, Sign In, Time Out, Sign Out dan Check
Out.
Rumah sakit menyusun pendekatan untuk memastikan lokasi pembedahan
yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar.

Maksud dan Tujuan


Lokasi pembedahan yang salah, prosedur yang salah, pembedahan pada
pasien yang salah adalah peristiwa mengkhawatirkan yang sangat umum terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini diakibatkan komunikasi yang tidak efektif atau tidak
memadai antara anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien pada pemberian
tanda pada lokasi pembedahan, dan kurang memadainya prosedur verifikasi lokasi
operasi. Di samping itu, faktor-faktor yang sering kali turut berkontribusi adalah:
kurangnya keterlibatan pasien dalam menilai, kurangnya pengkajian terhadap
rekaman medis, budaya yang tidak mendukung komunikasi secara terbuka antara
anggota tim bedah, masalah akibat tulisan tangan yang tak terbaca, dan penggunaan
singkatan-singkatan.
Rumah sakit harus secara kolaboratif menyusun kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif untuk menghilangkan masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan ini mencakup definisi pembedahan yang di dalamnya terkandung
setidaknya prosedur yang menyelidiki dan/atau menyembuhkan penyakit dan
gangguan tubuh manusia melalui pemotongan, pengangkatan, pengubahan atau
pemasukan alat diagnostik/terapi. Kebijakan ini berlaku untuk segala lokasi di
rumah sakit, di mana prosedur itu dilakukan.
Praktik berbasis bukti (evidence, based, practices) dibahas dalam The (US)
Protokol Universal Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong
Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.™
Proses-proses penting dalam Protokol Universal itu adalah
·         Menandai lokasi pembedahan
Menandai lokasi pembedahan melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang
mudah dan langsung dikenali.
 Tanda itu harus konsisten di seluruh rumah sakit
 Harus dibuat oleh mereka yang melaksanakan prosedur
 Harus dilakukan ketika pasien masih dalam keadaan sadar dan terjaga jika mungkin
 Harus terlihat setelah pasien selesai dipersiapkan.
Dalam semua kasus yang melibatkan ke-lateral-an, struktur ganda (jari, jari kaki,
lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang) lokasi pembedahan harus ditandai.

·         Proses verifikasi sebelum operasi sesaat sebelum memulai prosedur


Tujuan dari proses verifikasi praoperasi:
 Memverifikasi lokasi yang benar, prosedur yang benar, dan pasien yang benar
 Memastikan bahwa semua dokumen, gambar atau citra, dan studi yang relevan
telah tersedia, sudah diberi labekian ditampilkan
 Memverifikasi peralatan khusus / implan yang diperlukan.
 Jeda merupakan peluang untuk menjawab semua pertanyaan yang belum terjawab
atau meluruskan kerancuan. Jeda dilakukan di lokasi tempat prosedur akan
dilakukan, tepat sebelum memulai prosedur, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Rumah sakit menentukan bagaimana proses jeda didokumentasikan.

Prinsip aturan prosedur operasi :


a. Semua pasien yang menjalani suatu tindakan prosedur operasi, harus di
identifikasi dan di jamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang tepat serta
pasien yang tepat sebelum, saat dan setelah menjalani suatu operasi.
b. Menggunakan tanda yang mudah di kenali untuk identifikasi lokasi
operasi dan menigkut sertakan pasien dalam proses penandaan.
c. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat,
prosedur yang tepat sebelum operasi dan seluruh dokumen serta peralatan
yang di butuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
d. Seluruh tim tenaga kesehatan yang ikut dalam operasi melakukan,
membuat dan mendokumentasikan prosedur, Sign In, sesaat sebelum
pasien di induksi, Time Out sesaat sebelum prosedur operasi di mulai serta
Sign Out sebelum menutup luka operasi.

Prosedur umum :
a. Tandai lokasi operasi (marking), terutama :
 Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri
 Multiple structures (jari tangan, jari kaki)
 Multiple level (operasi tulang belakang : servikal, thorakal,
lumbal)
 Multiple lesi yang pengerjaannya bertahap
b. Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
 Gunakan tanda yang telah di sepakati
 Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian
tanda (site marking)
 Tanda di buat pada atau dekat daerah incise
 Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus (contoh : spidol)
 Gunakan tanda berupa garis lurus (—)
 Daerah yang tidak di operasi jangan di tandai kecuali sangat di
perlukan
c. Lakukan proses verifikasi sebagai berikut :

(Daftar Tilik Keselamatan Operasi Terlampir)


1. Pra operatif (check in) tempat penerimaan pasien
 Lokasi ,prosedur dan pasien yang benar
 Dokumen (Surat Ijin Operasi, inform consent), foto
(imaging), hasil pemeriksaan yang berkaitan tersedia, di
beri label dengan baik dan di pampang
 Ketersediaan peralatan khusus dan atau implant yang di
butuhkan
2. Sing In (sebelum tindakan anestesi)
 Identiras, lokasi, dan prosedur yang benar
 Penandaan area operasi apakah telah sesuai
 Apakah ada riwayat alergi obat
 Apakah ada resiko penyulit/aspirasi
 Jika terjadi antisipasi penangannyan
 Resiko kehilangan darah
 Jika terjadi akses akan di pasang dimana
 Apakah kesiapan alat dan obat anestesi sudah lengkap
3. Time Out (sebelum incisi)
 Dilakukan ditempat tindakan yang dilakukan operasi
 Tepat sebelum tindakan pembedahan dimulai
 Melibatkan seluruh tim operasi
 Didokumentasikan secara ringkas dengan menggunakan
checklist
 Konfirmasi secara verbal (identitas, lokasi, tindakan, dan
rencana tindakan)
 Penayangan hasil penunjang (rontgen, ct-scan, MRI)
dengan benar
 Apakah diberikan antibiotic profilaksis intra operasi
 Perkiraan lamanya operasi
 Apakah ada perhatian khusus
 Perkiraan kehilangan darah dan antisipasinya
4. Sign Out (sebelum menutup luka operasi)
 Perawat melakukan konfirmasi secara verbal tentang
kelengkapan alat dan bahan untuk operasi
 Apakah spesimen telah diberi label
 Apakah telah ada formulir untuk pengantar pemeriksaan
 Peninjauan kembali kegiatan pembedahan, anestesi, dan
OK
 Perhatian khusus fase pemulihan di RR
5. Check Out (serah terima pasien dari RR ke perawat ruangan)
 Perawat melakukan serah terima secara verbal berupa
keadaan umum pasien, keasdaran, tanda-tanda vital (TD, N,
P)
 Skala nyeri
 Dokumen pendukung (foto rontgen, EKG, USG, CT-Scan,
dan MRI)
 Skor Alderete
 Golongan darah dan berapa labu yang sudah diberikan
 Jenis infuse, tetesannya, dan antibiotic yang sudah
diberikan
 Instruksi post op dokter bedah dan dokter anestesi
 Catheter urine, volume urine
 Posisi area luka ada tidaknya jaringan PA yang harus
diperiksa

Ref :
 Anief M, 2007, Manajemen Obat. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY
PRESS.
 Dwi, F.Y. 2010. Efek samping obat. Jakarta: Hilal Ahmar.
 Ikawati, Z. 2010. Pengelolaan obat. Yogyakarta: Kanisius
 Komalawati, Veronica. 2010. Medicine&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
 Lestari, Trisasi. Ketepatan lokasi pembedahan operasi . IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Anda mungkin juga menyukai