Penyusun :
Adinda Meriayusti
XII IPS 2
01
C. Unsur Intrinsik
1. Tema
Menceritakan sejarah masyarakat kecil yang ada pada waktu itu ditindas oleh
kaum kolonial dan juga kaum pemberontak. Dalam novel ini penulis
berkecenderungan menceritakan mengenai politik dan ideologinya. Penulis juga ingin
memberikan sebuah keyakinan yang meneguhkan dan bertekad kuat mengorbarkan
semangat dalam menjalani kehidupan.
2. Jenis dan Struktur Alur
a. Jenis Alur
Alur di novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan adalah alur maju karena
setiap peristiwanya dijelaskan secara runtut atau bisa disebut kronologis.
b. Struktur Alur
a) Orientasi
Ranta dan Ireng dalam kondisi serba kekurangan. Ranta diperintah secara
paksa oleh Juragan Musa dengan dijanjikan imbalan bayaran yang tinggi,
namun ternyata tidak seperti yang diharapkan. Ranta malah mendapat hadiah
pukulan yang membabibuta.
b) Pengungkapan peristiwa
Suatu keadaan dimana pasar rakyat kecil dirusak oleh kaum pemberontak
serta pemaksaan dari Juragan Musa kepada Ranta untuk menjadi maling.
Juragan Musa menyuruh mencuri bibit karet onderneming. Kemudian Ranta
membawakan dua kali balik, tapi ketika Ranta menanyakan upah yang
diterima hanyalah pukulan rotan dan dirampas pikulan serta goloknya.
c) Menuju konflik
Juragan Musa datang ke rumah Ranta. Dia memanggil-manggil Ranta, tapi
dari dalam rumah tak ada jawaban. Dengan nada marah Juragan Musa terus
memanggil Ranta, tapak tangan kanannya menjinjing aktentas. Akhirnya
Ranta keluar dengan bahu tertarik ke atas dan matanya terpusat pada wajah
Juragan Musa. Melihat Ranta yang seperti itu Juragan Musa menjadi takut,
kemudian dia lari dan meninggalkan aktentas serta tongkatnya jatuh ke tanah.
Tanpa di duga datang Yang Pertama dan yang Kedua dengan membawa Yang
Ketiga. Yang Ketiga tahu bahwa isi aktentas itu karena tiap Rabu malam
Juragan Musa berunding dengan DI. Kemudian Yang Ketiga memberi tahu
kalau Ranta dan Ireng dalam bahaya. Dengan segera Ireng ke dalam, dia
keluar dengan membawa bungkusan kecil sedangkan Ranta memungut
aktentas dan cepat-cepat mereka pergi meninggalkan beranda. Malam harinya
rumah Ranta dibakar oleh pesuruh Juragan Musa.
d) Puncak konflik
Ranta mulai berani melawan penindasan yang dilakukan oleh Juragan
Musa. Perlawana Ranta dan beberapa orang pemikul singkong yang mampir
ke rumahnya membuauhkan hasil. Juragan Musa mendapat ganjaran setimpal
atas perbuatannya setelah berulang kali mengingkari berbagai fakta dan bukti
bahwa dia terlibat dalam kegiatan Darul Islam (DI). Istri Juragan Musa pun
harus menerima kenyataan bahwa ia harus ditinggalkan suaminya yang
ditangkap tersebut, bahkan dia harus mengalami nasib buruk sepeninggal
suaminya tersebut.
e) Resolusi
Komandan menyergap anggota Darul Islam (DI) dan akhirnya menangkap
Juragan Musa karena terbukti menjadi golongan pemberontak Darul Islam
yang selalu menindas rakyat kecil. Ranta kemudian ditawari menjadi lurah
sementara di daerah Banten Selatan oleh Komandan. Walaupun berpendidikan
rendah, namun Ranta dipercaya oleh orang-orang di sekitarnya karena
tekadnya yang kuat untuk melepaskan diri dari ketidakadilan. Bersama para
penduduk desa yang mempercayainya, Ranta dibantu Komandan berupaya
membangun kembali tempat tinggal mereka menjadi tempat yang lebih
nyaman dan terus berkembang.
3. Latar
4. Tokoh
7. Kebahasaan
D. Unsur Ekstrinsik
1. Biografi Pengarang
Pramoedya Ananta Noer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.
Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara - sebuah wajah semesta yang
paling purba bagi manusia-manusia bermartabat: 3 tahun dalam penjara kolonilal, 1
tahun di orde lama, dan 14 tahun yang melelahkan di orde baru (13 Oktober 1965-
Juli 1969, pulau Nusaa-kambangan Juli 1969-16 Agustus 1969, pulau Buru Agustus
1969-12 November, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979) tanpa proses
pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979 Pramoedya Ananta Noer mendapat surat
pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S PKI tetapi
masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999
dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih 2
tahun. Beberapa karyanya yang lahir di tempat purba ini, diantaranya Tetralogi Buru
(Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca)
2. Pandangan Pengarang
Pandangan pengarang tentang novel ini merupakan hasil reportase singkat di
wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan.
Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin-miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh
daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam tindihan
rasa takut yang memiskinkan.