Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN ANALISIS NOVEL SEJARAH

“SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN”

Penyusun :

Adinda Meriayusti

XII IPS 2

01

SMA Negeri 1 Sidoarjo

Tahun Pelajaran 2018-2019


A. Sinopsis
Ada dua orang pemikul singkong yang hendak menuju ke tempat truk-truk dari
kota. Mereka berhenti di sebuah beranda pondok karena merasa kelelahan. Setelah
minum, merokok, dan istirahat mereka melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian, si
pemilik pondok datang. Saat Ranta hendak masuk ke pondok, dia mendapati pintu
pondoknya dikunci dan segera memanggil Ireng (istri Ranta) dari luar pondok. Ireng
membukakan pintu mempersilahkan suaminya masuk. Lalu, datang juragan Musa. Salah
satu orang yang memiliki kekuasaan. Juragan Musa menyuruh Ranta mencuri bibit karet
untuknya. Dia memberikan uang pada Ranta sebagai upah awal lalu pergi. Ranta masuk
ke dalam pondok dan memberikan upah itu pada istrinya. Upah yang tentu tidak sepadan
dengan resiko pekerjaan yang akan dilakukan Ranta.
Malam harinya, dua orang pemikul singkong datang lagi. Mereka hendak
menginap di pondok Ranta karena hujan. Namun, Ranta tidak membukakan pintu.
Mereka memutuskan tidur di beranda pondok. Setelah dua orang itu tidur, Ranta diam-
diam pergi dari pondoknya. Berangkat untuk mencuri bibit karet. Saat menjelang pagi,
Ireng keluar rumah dan mendapati dua orang pemikul singkong tadi sedang tidur di
beranda pondoknya. Mereka bangun meminta izin untuk mandi dan memberikan
singkong sebagai balas jasa. Ireng mengambil singkong itu. Memasak untuk dimakan
bersama dua orang pemikul singkong itu. Beberapa saat kemudian, Ranta pulang. Juragan
Musa tidak mau memberi upah tambahan, merampas hasil curian Ranta, dan menyiksa
Ranta lalu menyuruhnya pulang. Begitu cerita dari Ranta. Ireng dan kedua orang pemikul
singkong pun mengajak Ranta untuk makan bersama. Ireng merasa sedih melihat keadaan
suaminya. Namun, Ranta tetap menyuruh Ireng untuk bersabar karena dia percaya, suatu
hari nanti keadaan dan kondisi mereka akan menjadi lebih baik ketika tentara Darul Islam
(DI) itu pergi dari tanah mereka.
Mereka mengobrol bersama tentang Darul Islam (DI) dan zaman penjajahan yang
sebelumnya. Dari obrolan itu, mereka menyadari bahwa juragan Musa memiliki
hubungan dekat dengan tentara Darul Islam (DI). Tiba-tiba, salah satu dari orang pemikul
singkong menampakkan ekspresi terkejut diwajahnya. Dia melihat juragan Musa berjalan
menuju pondok Ranta. Mereka pergi bersembunyi karena takut. Ireng mangajak
suaminya masuk ke dalam rumah, namun dia menolak. Ternyata, juragan Musa hanya
sekedar lewat tanpa melihat sedikit pun kearah Ranta dan istrinya. Mengetahui juragan
Musa sudah lewat. Dua orang pemikul singkong keluar dari persembunyiannya. Lalu,
pamit untuk pulang.
Ranta, Ireng, dan dua orang pemiul singkong ditambah satu teman dua orang itu
mengetahui bahwa juragan Musa memang memiliki hubungan dekat dengan tentara
Darul Islam (DI). Mereka memutuskan untuk melaporkan hal tersebut kepada Komandan
Banten Selatan. Lalu, Komandan membawa para prajurit Banten Selatan mendatangi
rumah juragan Musa. Mereka mengintrogasi juragan Musa dan istrinya di sana.
Komandan mendapatkan bukti pertama berupa pengakuan dari Nyonya (istri juragan
Musa) yang mengatakan bahwa juragan Musa termasuk ke dalam pembesar atau anggota
Darul Islam (DI). Bukti kedua, tas juragan Musa yang berisi surat-surat Darul Islam (DI).
Namun, juragan Musa tidak mau megakui bukti-bukti itu. Tiba-tiba datanglah Pak Lurah.
Komandan, Ranta, dan yang lain segera bersembunyi dan mengancam juragan Musa agar
tidak memberitahu Pak Lurah akan keberadaan mereka. Disitulah, Komandan
mendapatkan bukti ketiga. Pak Lurah melaporkan persipana rencana untuk menyerbu
markas Komandan dan memanggil juragan Musa dengan sebutan “Pak Residen”, sejenis
panggilan untuk orang penting yang tergabung dalam Darul Islam (DI). Komandan,
Ranta, dan yang lain keluar dari persembunyiannya setelah Pak Lurah meninggalkan
rumah juragan Musa. Tapi, juragan Musa masih tidak mau mengakui semua bukti itu.
Lalu, datanglah Pak Kasan, bawahan juragan Musa. Pak Kasan menambahkan bukti
bahwa juragan Musa memang bekerjasama dengan Darul Islam (DI). Atas perintah
juragan Musa, Pak Kasan dan orang-orangnya hendak membunuh Ranta karena Ranta
memegang bukti berupa tas yang berisi surat-surat Darul Islam (DI). Namun, gagal
karena Ranta tidak di rumah. Atas perintah juragan Musa pula, Pak Kasan dan orang-
orangnya membakar rumah Ranta. Begitulah percakapan juragan Musa dan Pak Kasan
yang menjadi bukti bahwa juragan Musa adalah anggota Darul Islam (DI). Bukti yang
lagi-lagi didengar langsung oleh Komandan, Ranta, dan yang lain selama bersemunyi
ketika juragan Musa mengobrol dengan Pak Kasan.
Banyaknya bukti tersebut membuat juragan Musa benar-benar tidak bisa lari lagi
dan menjadi tahanan Komandan. Semua itu berkat laporan dari Ranta, Ireng, dan yang
lain. Dari sanalah, sebagai ucapan terimakasih, Ranta diangkat menjadi lurah Banten
Selatan secara langsung oleh Komandan menggantikan Pak Lurah sebelumnya yang juga
menjadi tahanan.
Setelah peristiwa penangkapan juragan Musa itu. Ranta, Ireng, dan Rodjali
(bawahan juragan Musa) yang ternyata ada di pihak Ranta dan Komandan tinggal di
rumah Nyonya Musa. Keadaan masyarakat Banten Selatan yang sudah membaik tidak
membuat Ranta lantas bersantai sebagai lurah. Gerombolan pemberontakan Darul Islam
(DI) sudah datang kembali untuk balas dendam. Sebelum gerombolan pemberontak itu
menyerbu, Ranta memiliki strategi menyatukan seluruh masyarakat Banten Selatan untuk
membantu Komandan dan pasukannya dalam melawan penyerbuan itu. Pertama, Ranta
memanggil pimpinan di setiap desa. Ranta mengatakan rencana menyatukan seluruh
masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong melawan gerombolan pemberontak.
Kedua, Ranta memerintahkan untuk menyiapkan jebakan dan senjata dari barang apapun
yang bisa digunakan seperti bamboo dan sebagainya. Ketiga, Ranta melarang semua
warga untuk tidak meninggalkan Banten Selatan karena pasti aka nada penyerangan
mendadak dari pihak gerombolan pemberontak. Pertempuran itu pun terjadi. Dua diantara
dari anggota gerombolan pemberontak bahkan sampai menyerang ke rumah Nyonya
Musa. Namun, Rodjali dan Ireng berhasil melawan dan membunuh dua orang itu.
Rencana Pak Lurah Ranta menyatukan seluruh masyarakat Banten Selatan untuk gotong
royong melawan pemberontak menghasilkan kemenangan.
Tiga bulan kemudian, keadaan masyarakat dan kondisi Banten Selatan semakin
membaik. Di daerah tempat Ranta tinggal sudah dibangun sekolah untuk anak-anak dan
Nyonya Musa menjadi salah satu guru yang mengajar baca tulis. Laki-laki perempuan,
tua-muda, anak-anak, semuanya belajar baca tulis. Lalu, dibangun pula waduk untuk
mengelola ikan sebagai salah satu bahan makanan. Mereka juga akan memiliki ladang
untuk ditanami pohon kelapa dan durian. Keadaan yang sudah lama dinantikan oleh
Ranta, Ireng, dan seluruh masyarakat Banten Selatan itu datang karena kemauan
masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong. Bekerjasama melawan gerombolan
pemberontak Darul Islam (DI). Setelah itu, mereka bisa hidup dengan layak di tanah
sendiri yang subur. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup
tak boleh redup. Karena semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan
terus bekerja.
B. Unsur Sejarah
Unsur sejarah dari novel Sekali Peristiwa Di Banten Selatan adalah menceritakan
kondisi wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan
pembunuhan pada jaman penjajahan Jepang. Tanah yang subur tapi masyarakatnya
miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh daya kerjanya.

C. Unsur Intrinsik
1. Tema
Menceritakan sejarah masyarakat kecil yang ada pada waktu itu ditindas oleh
kaum kolonial dan juga kaum pemberontak. Dalam novel ini penulis
berkecenderungan menceritakan mengenai politik dan ideologinya. Penulis juga ingin
memberikan sebuah keyakinan yang meneguhkan dan bertekad kuat mengorbarkan
semangat dalam menjalani kehidupan.
2. Jenis dan Struktur Alur
a. Jenis Alur
Alur  di novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan adalah alur maju karena
setiap peristiwanya dijelaskan secara runtut atau bisa disebut kronologis.
b. Struktur Alur
a) Orientasi
Ranta dan Ireng dalam kondisi serba kekurangan. Ranta diperintah secara
paksa oleh Juragan Musa dengan dijanjikan imbalan bayaran yang tinggi,
namun ternyata tidak seperti yang diharapkan. Ranta malah mendapat hadiah
pukulan yang membabibuta.
b) Pengungkapan peristiwa
Suatu keadaan dimana pasar rakyat kecil dirusak oleh kaum pemberontak
serta pemaksaan dari Juragan Musa kepada Ranta untuk menjadi maling.
Juragan Musa menyuruh mencuri bibit karet onderneming. Kemudian Ranta
membawakan dua kali balik, tapi ketika Ranta menanyakan upah yang
diterima hanyalah pukulan rotan dan dirampas pikulan serta goloknya.
c) Menuju konflik
Juragan Musa datang ke rumah Ranta. Dia memanggil-manggil Ranta, tapi
dari dalam rumah tak ada jawaban. Dengan nada marah Juragan Musa terus
memanggil Ranta, tapak tangan kanannya menjinjing aktentas. Akhirnya
Ranta keluar dengan bahu tertarik ke atas dan matanya terpusat pada wajah
Juragan Musa. Melihat Ranta yang seperti itu Juragan Musa menjadi takut,
kemudian dia lari dan meninggalkan aktentas serta tongkatnya jatuh ke tanah.
Tanpa di duga datang Yang Pertama dan yang Kedua dengan membawa Yang
Ketiga. Yang Ketiga tahu bahwa isi aktentas itu karena tiap Rabu malam
Juragan Musa berunding dengan DI. Kemudian Yang Ketiga memberi tahu
kalau Ranta dan Ireng dalam bahaya. Dengan segera Ireng ke dalam, dia
keluar dengan membawa bungkusan kecil sedangkan Ranta memungut
aktentas dan cepat-cepat mereka pergi meninggalkan beranda. Malam harinya
rumah Ranta dibakar oleh pesuruh Juragan Musa.
d) Puncak konflik
Ranta mulai berani melawan penindasan yang dilakukan oleh Juragan
Musa. Perlawana Ranta dan beberapa orang pemikul singkong yang mampir
ke rumahnya membuauhkan hasil. Juragan Musa mendapat ganjaran setimpal
atas perbuatannya setelah berulang kali mengingkari berbagai fakta dan bukti
bahwa dia terlibat dalam kegiatan Darul Islam (DI). Istri Juragan Musa pun
harus menerima kenyataan bahwa ia harus ditinggalkan suaminya yang
ditangkap tersebut, bahkan dia harus mengalami nasib buruk sepeninggal
suaminya tersebut.
e) Resolusi
Komandan menyergap anggota Darul Islam (DI) dan akhirnya menangkap
Juragan Musa karena terbukti menjadi golongan pemberontak Darul Islam
yang selalu menindas rakyat kecil. Ranta kemudian ditawari menjadi lurah
sementara di daerah Banten Selatan oleh Komandan. Walaupun berpendidikan
rendah, namun Ranta dipercaya oleh orang-orang di sekitarnya karena
tekadnya yang kuat untuk melepaskan diri dari ketidakadilan. Bersama para
penduduk desa yang mempercayainya, Ranta dibantu Komandan berupaya
membangun kembali tempat tinggal mereka menjadi tempat yang lebih
nyaman dan terus berkembang.

3. Latar

Jenis Latar Uraian Latar Bukti


Waktu a) Siang a) “Siang hari menjelang dhuhur di
suatu desa Banten Selatan. Langit
amat cerah dan terik.”
Tempat a) Beranda pondok a) “Sampai di beranda pondok Ranta
mereka berhenti. Salah seorang
daripadanya mengambil gendi dari
cagangnya dan minum.”
a) Ruang tamu b) “Ruang tamu lebar yang terang
benderang. Sepasang sice tua
setengah antic yang terpelihara baik
terpasang di dekat dinding.”
Suasana a) Gugup a) “Ireng menyingkir ke pojok bale.
Rahang bawahnya bergerak-gerak
gugup, sedang kedua belah
tangannya nampak mencari-cari
sesuatu untuk dipegangnya dalam
usahanya untuk menekan
kegugupannya. Tenang sejenak dan
bunyi air beserta kicau burung
terdengar myata.”

4. Tokoh

No. Tokoh Peran Tokoh Karakter Bukti


1 Ranta Tokoh utama Pekerja keras “Tak lama kemudian datang
dan kuat Ranta. Ia berumur kurang lebih
tiga puluh sembilan tahun.
Tubuhnya tinggi lagi besar, penuh
dengan otot-otot kasar,
menandakan, bahwa ia banyak
bekerja keras tapi sebaliknya
kurang mendapat makan yang
baik”
2 Juragan Tokoh utama Licik dan “Awas, Juragan Musa datang.
Musa suka Semua nampak kaget dan cemas”
menindas
rakyat kecil
3 Ireng Tokoh Patuh kepada “Kalau dipukuli orang banyak
pembantu suami, pak, dipukuli penjaga onderming”
penakut, dan
pasrah
4 Yang Tokoh Pasrah dan “Tadinya aku mau bunuh dia. Tapi
pertama pembantu penakut lama kelamaan niatku menjadi
lemah. Akhirnya aku lupakan.”
5 Yang Tokoh Baik dan “Siapa tahu dia mau berbuat keji
Kedua pembantu sopan lagi? Jadi kami memutar ke
belakang rumah. Kalau ada apa-
apa kami bisa segera membantu,
kan?”
6 Nyonya Tokoh Penurut dan “Antara sebentar ia mengawasi
pembantu mudah pintu depan. Ia nampak agak
gelisah gelisah. Sejenak kemudian ia
bangkit dan meninjau-ninjau
pelataran melalui pintu depan
nampak benar ia tak dapat
menguasai kegelisahannya.”
7 Rodjali Tokoh Jujur, sigap, “....sedang pada matanya
pembantu cerdas tergambar kesigapan dan
kecerdasan.”
8 Komandan Tokoh Pemberani, “Ayoh, siapa punya usul yang
pembantu tegas, dan baik?”
bijaksana

5. Sudut Pandang Penceritaan


Sudut pandang yang terdapat dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga
serba tahu. Disini penulis mengetahui setiap peristiwa yang terjadi secara terperinci.
Bukti:
“Langit bermendung. Udara berwarna kelabu. Dari jarak dekat, pegunungan di
depan desa itu, yang dirimbuni berbagai pepohonan hutan, berwarna kelabu
hitam.”

6. Kearifan Unsur Sejarah


Dalam novel ini menggambarkan bagaimana kesengsaraan rakyat di wilayah
Banten Selatan. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam
tindihan rasa takut yang memiskinkan. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak,
tapi semangat hidup tak boleh redup. Semangat hidup itulah yang membuat seseorang
bisa hidup dan terus bekerja. Bertolak dari situ, bertekad kuat mengorbankan
semangat untuk tidak ongkang-ongkang kaki menanti ajal melumat.

7. Kebahasaan

No. Kaidah Bahasa Bukti (Kutipan Teks) Halaman/Paragraf


1 Penggunaan bahasa a) Abdi dengar, Pak Halaman
daerah/asing Lurah. Tapi abdi 77/paragraf 1
lebih percaya pada
kebenaran. Halaman
b) Menginap sini aja. 21/paragraph 10
Minta ijin, gé Halaman
c) Jaman Jepang dia 81/paragraf 11
jadi wérek
roomusya.
2 Penggunaan makna kias a) Seperti binatang Halaman
(majas/ungkapan/peribahasa) buas kehilangan 69/Paragraf 10
senjatanya, ia
jatuh tak berdaya
di pojokan dan
tinggal saja pada
keadaannya,
dengan nafas
terengah-engah
dan terdengar Halaman
nyata. 81/paragraf 11
b) Ternyata cap
jempol itu
merampas
tananhnya.
3 Penggunaan kata kerja Nyonya Juragan Musa Halaman
material menghampiri Komandan 59/paragraf 7
dan meminta dengan
amat sangatnya.
4 Penggunaan kata kerja Djali, maafkan Halaman
mental kekhilafanku. 75/paragraf 2
5 Penggunaan kalimat Tiba-tiba Pak Kasan Halaman
langsung dapat menguasai dirinya 68/paragraf 5
kembali dan berkata
dalam sikap resmi: Pak
Residen, tugas akan kami
dahulukan. Laporan:
Ranta tidak ada di rumah.
Tas dan tongkat Pak
Residen tak ada di sana.
Rumah yang
berkepentingan telah
kami……
6 Penggunaan dialog Dari rumah Ranta? Saya, Halaman
Juragan. Tidak lihat tasku 47/paragraf 2
ketinggalan di sana?
Tidak, Juragan.
7 Penggunaan konjungsi yang Setelah memberi salam Halaman
menyatakan urutan waktu secara militer kepada 52/paragraf 14
Juragan Musa, Pak Kasan
pergi meninggalkan ruang
tamu.
8 Penggunaan kata sifat Dengan kata-kata keras Halaman
tetapi masih tetap sopan 59/paragraf 13
ia berkata:..

D. Unsur Ekstrinsik
1. Biografi Pengarang
Pramoedya Ananta Noer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.
Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara - sebuah wajah semesta yang
paling purba bagi manusia-manusia bermartabat: 3 tahun dalam penjara kolonilal, 1
tahun di orde lama, dan 14 tahun yang melelahkan di orde baru (13 Oktober 1965-
Juli 1969, pulau Nusaa-kambangan Juli 1969-16 Agustus 1969, pulau Buru Agustus
1969-12 November, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979) tanpa proses
pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979 Pramoedya Ananta Noer mendapat surat
pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S PKI tetapi
masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999
dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih 2
tahun. Beberapa karyanya yang lahir di tempat purba ini, diantaranya Tetralogi Buru
(Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca)
2. Pandangan Pengarang
Pandangan pengarang tentang novel ini merupakan hasil reportase singkat di
wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan.
Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin-miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh
daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam tindihan
rasa takut yang memiskinkan.

Anda mungkin juga menyukai