Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KONDISI KRITIS

GANGGUAN BLOK JANTUNG


Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Cipto Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Essha Amanda Yudhistira 1711011048
Liara Ayu Rahma Dania 1711011053
Nur Fatimah Fit Asma 1711011056
M. Rifki Hamdani 1711011075
Bella Puspita Hayuning Tyas 1711011076
Rahmah Naufal Bafadhal 1711011080
Ristanti Nurin Aqua Rini 1711011086
Zunanda Handrie Lukman 1711011088

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu
dilimpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah keperawatan kritis yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Kondisi Kritis Gangguan Blok Jantung” namun demikian sangat
disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, yang tak lepas dari
kesalahan dan kekurangan.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Cipto Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kep selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Keperawatan Kritis atas segala wawasan, ide, serta dengan sabar memberikan
bimbingan, masukan dan saran dalam proses pembelajaran.
2. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini yang
telah banyak memberikan bantuan baik material maupun spiritual, demi
selesainya proyek usaha kelompok ini.
Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri
penulis sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Jember, 26 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. LatarBelakang........................................................................................4
..................................................................................................................
B. Tujuan Penulisan....................................................................................5
1. Tujuan Umum..................................................................................5
2. Tujuan Khusus.................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

A. Pengertian...............................................................................................6
B. Klasifikasi..............................................................................................6
C. Etiologi...................................................................................................7
D. Manifestasi Klinis..................................................................................8
E. Patofisiologi.........................................................................................10
F. Pemeriksaan Diagnostic.......................................................................10
G. Penatalaksanaan...................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................14

BAB IV PENUTUP...............................................................................................24

A. Kesimpulan..........................................................................................24
..................................................................................................................
B. Saran.....................................................................................................24
..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan konduksi jantung adalah gangguan yang terjadi pada sistem
konduksi jantung sehingga aliran listrik jantung tidak berjalan lancar atau
berhenti di tengah jalan. Sistem konduksi jantung terdiri atas SA node, AV
node, berkas His, Bundle Branch, dan serabut purkinje. AV block
merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi jika
jalur SA node ke AV node terhambat. Waktu yang dibutuhkan impuls listrik
untuk menjalar dari atrium sampai ventrikel akan terekam di EKG sebagai
interval PR. Jika aliran ini terhambat, maka interval PR menjadi lebih
panjang. Interval PR yang normal berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Berdasarkan pemeriksaan EKG, AV block dibedakan menjadi 3 yaitu AV
block tingkat 1, AV Block tingkat 2, dan AV Block tingkat 3 (total AV
block).
AV Block derajat 1 memiliki interval PR memanjang lebih dari 0,2 detik.
Pada AV block derajat 2, terjadi kegagalan impuls dari atrium untuk
mencapai ventrikel secara intermitten sehingga denyut ventrikel berkurang,
sedangkan total AV block merupakan keadaan darurat jantung yang
membutuhkan penanganan segera. Block ini biasanya merupakan
perkembangan dari block 1 atau 2, namun bisa juga terjadi tanpa block parsial
sebelumnya. Pada keadaan ini, terjadi blok total di nodus AV sehingga
impuls dari atrium sama sekali tidak dapat sampai ke ventrikel. Ventrikel
akan berdenyut sendiri dari impuls yang berasal dari dirinya sendiri.
AV blok adalah hasil dari beragam keadaan patologis yg menyebabkan
infiltrasi, fibrosis, atau kerusakan di sistem konduksi. AV blok derajat tiga
bisa ditemukan secara kongenital ataupun di sebabkan oleh faktor lainnya.

4
Penyebab tersering dari kejadian AV blok adalah proses degeneratif,
peradangan, intoksikasi digitalis, infark miokard akut.
Serupa dengan insidensi dari pada penyakit jantung iskemik, insidensi
abnormalitas dari AV konduksi meningkat pada usia lanjut. AV blok yang
ditemui pada masa kanak-kanak adalah total AV blok kongenital, dimana
terkadang tidak di ketahui di usia kanak-kanak dan bahkan sampai masa
dewasa muda.
Dari uraian di atas, maka perlu kiranya pembahasan lebih sistematik dan
detail terkait AV block yang dalam hal ini lebih khusus membahas tentang
total AV block.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mempelajari tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan kondisi kritis gangguan blok jantung.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan Pengertian Gangguan Blok Jantung
b. Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Blok Jantung
c. Menjelaskan Etiologi Gangguan Blok Jantung
d. Menjelaskan Manifestasi Klinis Gangguan Blok Jantung
e. Menjelaskan Patofisiologi Gangguan Blok Jantung
f. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostic Gangguan Blok Jantung
g. Menjelaskan Penatalaksanaan Gangguan Blok Jantung
h. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Gangguan Blok Jantung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

5
Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah diinisiasi

oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA node

(nodus sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan

normal, SA node berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi

miokardium. Selanjutnya potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan

menyebabkan kontraksi atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium,

impuls juga menyebar ke AV node (nodus atrioventrikular) melalui traktus

internodal, kemudian ke berkas his dan selanjutnya ke sistem purkinje.

Penyebaran impuls pada sistem purkinje menyebabkan kontraksi ventrikel.

Gambar 1. Komponen sistem konduksi jantung

6
(Gambar 3: Right bundle branch block) (Gambar 4: Leftbundle branch block)

Sistem konduksi terdiri dari sel-sel otot jantung, yang terdiri atas:

1. Nodus Sinoatrial (SA)

Nodus SA merupakan pacemaker jantung yang terletak di bagian sudut

kanan atas atrium kanan. Nodus SA bertugas mengatur ritme jantung sebanyak

60-100x per menit dengan cara mempertahankan kecepatan depolarisasi dan

mengawali siklus jantung yang ditandai dengan sistol atrium. Impuls listrik dari

7
nodus SA ini akan menyebar ke atrium kanan, lalu diteruskan ke atrium kiri

melalu berkas Bachmann dan selanjutnta dibawa ke nodus atrioventrikular (AV)

oleh traktus internodal.

2. Nodus Atrioventrikular (AV)

Nodus AV terletak di dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus

koronarius dan di belakang katup trikuspid. Nodus AV berfungsi memperlambat

kecepatan konduksi sehingga memberi kesempatan atrium mengisi ventrikel

sebelum sistol ventrikel. Sehingga ventrikel akan terlindungi dari stimulasi

berlebihan dari atrium. Impuls yang dihasilkan nodus AV adalah sebesar 40-60x

per menit. Impuls ini selanjutnya akan diteruskan ke berkas His.

3. Sistem His-Purkinje

Berkas His terbagi menjadi berkas kanan yang menyebarkan impuls listrik

ke ventrikel kanan dan berkas kiri yang menyebarkan impuls listrik ke septum

interventrikel dan ventrikel kiri dengan kecepatan konduksi 2 meter per detik.

Impuls listrik dari berkas tersebut bercabang menjadi serabut purkinje yang

tersebar dari septum interventrikel sampai ke muskulus papilaris dan

menghasilkan impuls 20-40 kali per menit dan menyebar mulai dari endokardium

sampai terakhir ke epikardium. Otot jantung akan bergerak memompa darah

keluar dari ruang ventrikel ke pembuluh darah arteri.

B. Pengertian
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut
mengakibatkan tidak adanya aliran implus yang sampai bagian miokardium
yang seharusnya menerima implus untuk dimualinya kontraksi. Blok ini dapat

8
terjadi pada setiap bagian sistemkonduksi implus mulai dari nodus sino-atrial
(SA), nodus atrioatrial (AV), jaras his dan cabang-cabang samai pada serabut
purkinje dalam miokardium.
Gangguan pada nodus AV dan/atau system konduksi menyebabkan
kegagalan transmisi gelombang P ke ventrikel (Davey, 2005). AV block
merupakan komplikasi infark miokardium yang sering terjadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system
konduksi AV yang menyebabkan transmisi gelombang P ke ventrikel dan
ditimbulkan sebagai bagian komplikasi IMA.

C. Klasifikasi
1. AV block derajat pertama
Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi
semua impuls akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan
mendahului tiap-tiap QRS dengan perbandingan 1:1, interval PR konstan
tetapi durasi melebihi di atas batas 0,2 detik.
2. AV block derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat
secara progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke
ventrikel diblok secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan
sendirinya.
Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan
QRS di dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif
memanjang pada tiap-tiap denyut sampai kompleks QRS tidak
dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai bentuk yang sama seperti irama
dasar. Interval antara kompleks QRS berturut-turut memendek sampai
terjadi penurunan denyut.
3. AV block derajat kedua Mobitz II
AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi
AV sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR
fixed jika konduksi AV ada dan gelombang P tidak dikondusikan saat
blok terjadi.

9
Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola
konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1, karena tidak ada gangguan pada
nodus sinus, interval PP teratur. Sering kali ada bundle branch block
(BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai sehingga QRS akan
melebar.
4. AV block derajat ketiga (komplit)
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan
secara normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel
dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu
(frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40
denyut/menit) tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG
gelombang P dan kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara
keduanya. Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi.
Jika pacu jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil.
Pacu jantung idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang
lebar.

D. Etiologi
1. AV blok derajat I
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung.
PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-
obatan seperti digitalis, ß blocker, penghambatan saluran kalsium, serta
penyakit arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital.

2. AV blok derajat II
a. AV blok derajat II Mobitz I (Wenckebach)
Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His.
Demikian juga beberapa obat atau proses penyakit yang
mempengaruhi nodus AV seperti digitalis atau infark dinding
inferior dari miocard dapat menghasilkan AV blok tipe ini.
b. AV blok derajat II Mobitz II

10
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini
terlihat pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit
jaringan konduksi.
3. AV blok derajat III (komplit)
Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat
yang lebih kecil. Blok jantung lengkap atau derajat tiga bisa terlihat
setelah IMA. Dalam irama utama ini, tidak ada koordinasi antara
kontraksi atrium dan ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar
20 sampai 40 kali permenit, maka sering penderita menyajikan tanda-
tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan perfusi serebrum
yang buruk.

E. Manifestasi klinis
1. AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan kelainan fungsi nodus SA.
2. Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat
menyebabkan kematian mendadak.
3. AV blok derajat I
a. Sulit dideteksi secara klinis
b. Bunyi jantung pertama bisa lemah
c. Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
4. AV blok derajat II
a. Denyut jantung < 40x/menit
b. Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga
kompleks QRS menghilang.
c. Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih
sering menyebabkan kompleks QRS menghilang. Penderita blok
Mobitz tipe II sering menderita gejala penurunan curah jantung dan
akan memerlukan atropine dalam dosis yang telah disebutkan
sebelumnya.
5. AV blok derajat III (komplit)

11
a. Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang
kontraksi saat katup tricuspid sedang menutup. Darah tidak bisa
keluar dari atrium dan malah terdorong kembali ke vena leher,
sehingga denyut tekanan vena jugularis (JVP) nampak jelas seperti
gelombang “meriam (cannon)”.
b. Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan
perfusi serebrum yang buruk.
Cara membaca gelombang EKG :
N GELOMBANG GAMBARAN NORMAL
O
1 Gelombang P Depolarisasi atrium < 0.12 s dan , 0.3
mV
2 QRS kompleks Waktu depolarisasi 0.06 – 0.12 s
ventrikel Gel. Q = < 0.04 s
& <1/3R
3 Gelombang T Repolarisasi ventrikel
4 Segmen ST Akhir depolarisasi Isoelektris
ventrikel – awal
repolarisasi ventrikel
5 PR Interval Awal depolarisasi 0.12 – 0.20 s
atrium – awal
depolarisasi ventrikel
6 QT Interval Awal depolarisasi 0.38 – 0.42 s
ventrikel – akhir
repolarisasi ventrikel

Menghitung HR :
Metode Cara menghitung
KOTAK  BESAR 300 / ?? KOTAK BESAR R – R
KOTAK KECIL 1500 / ?? KOTAK KECIL R – R
IRAMA IREGULER ?? QRS X 10 selama 6 detik

F. Patofisiologi

12
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara
atrium dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus
sinus, mengikuti jalur internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20
detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10
detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung yang berturut-
turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat satu semua impuls
dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang.
Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel
tetapi beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung
derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang
waktu penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai
puncaknya bila denyut tidak dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan
panghantaran sebagian impuls dengan waktu hantaran AV yang tetap dan
impuls yanglain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke
ventrikel, terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel
ataupun sambungan atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang
adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang memperpanjang waktu
depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik.

G. Pemeriksaan diagnostic
1. EKG
Pada EKG akan ditemukan adanya AV blok sesuai dengan derajatnya

2. Foto dada
Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel dan katup.

H. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
1. Obat anti aritmia

13
Reseptor Klas Obat Cara kerja obat
Saluran 1A Procainamide, Mencegah masuknya Na ke
      

Na+, K+ Quinidine, dalam sel


Amiodarone Menghambat konduksi,
      

Saluran 1B Lidocaine,
memperlambat masa
Na+ Phenitoin
pemulihan (recovery) dan
mengurangi kecepatan otot
jantung untuk discharge
secara spontan
Class 1A memperpanjang
      

aksi potensial
ß- 2 Esmolol, Anti simpatetik, mencegah
      

adrenergik Metoprolol, efek katekolamin pada aksi


Propanolol, potensial
Sotalol*, Termasuk golongan ß-
      

Amiodarone adrenergik antagonis


Saluran K+ 3 Sotalol*, Memperpanjang waktu aksi
Bretylium, potensial
Ibutilide,
Dofetilide
Saluran 4 Verapamil, Mencegah masuknya Ca ke
      

Ca+ Diltiazem, dalam sel otot jantung


Amiodarone Mengurangi waktu plateau
      

aksi potensial, efektif


memperlambat konduksi di
jaringan nodal.

2. AV blok derajat I
a. Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
b. Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih
lanjut.
c. Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
3. AV blok derajat II Molitz I

14
a. Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat
jika ini merupakan agen pengganggu.
b. Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
c. Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS
menghilang dengan akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan
perfusi serebrum. Bila ada gejala ini maka pada penderita bisa
diberikan 0,5 sampai 1,0 mg atropine IV sampai total 2,0 mg.
4. AV blok derajat II Molitz II
a. Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat
III.
b. Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin
diperlukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok
terjadi dalam situasi IMA akut pada dinding anterior.
5. AV blok derajat III (komplit)
a. Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila
tidak ada kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka
bisa dimulai tetesan isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan
tetesan keciluntuk meningkatkan kecepatan denyut ventrikel.
Penderita yang menunjukkan blok jantung derajat tiga memerlukan
pemasangan alat pacu jantung untuk menjamin curah jantung yang
mencukupi.
b. Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara

6. Implantasi pacu jantung (pace maker)


Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu
jantung permanen adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan
impuls regular untuk mendepolarisasi jantung melalui electrode yang
dimasukkan ke sisi kanan jantung melalui system vena.
Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel
kanan atau atrium kanan. Pacu jantung dua bilik memberikan impuls ke
atrium dan ventrikel melalui dua electrode dan bisa menghasilkan impuls

15
yang sinkron pada ventrikel setelah tiap gelombang P yang terjadi di
atrium. Sehingga timbul impuls yang mendekati depolarisasi fisiologis
pada jantung, dan memungkinkan jantung berdenyut sesuai dengan nodus
sinus.
Nomenklatur pacu jantung :
a. Huruf pertama -- rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D :
keduanya)
b. Huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
c. Huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas
listrik jaunting (I : diinhibisi, T : dipicu, D : keduanya)
d. Huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi
lebih cepat saat aktivitas fisik yang disimbolkan dengan huruf R,
artinya denyut responsive (misal VVI-R) (Davey, 2012).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

A. PENGKAJIAN

IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. B Umur : 58 Tahun
Agama : Islam Pendidikan : SD

16
Status : Menikah Pekerjaan : Petani
Tgl masuk : 20 Maret 2020 No reg :-
Alamat : Jl. Sukosari, Kab. Jember

IDENTITAS PENANGGUNGJAWAB
Nama : Ny. I
Pendidikan : SD
Hubungan
dgn klien : Istri
Alamat : Jl. Sukosari, Kab. Jember

1. Keluhan utama:
Sesak
2. Alasan masuk ICU/ICCU:
Ingin menjalani perawatan intensif
3. Riwayat kesehatan:
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan dialami sejak tadi pagi SMRS, pasien sedang
berada di dalam wc kemudian terjatuh seketika dan kehilangan
kesadaran, setelah itu pasien merasa badannya lemah sehingga
dibawah ke rumah sakit. Nyeri kepala (+) Muntah (+) Sesak Napas
(-) Nyeri dada (-) Nyeri ulu hati (+) sebelumnya pasien
mengeluhkan lemah badan sejak 1 tahun yang lalu, riwayat demam
(+) 1 minggu yg lalu, nyeri saat BAK, Riwayat muntah darah
disangkal, riwayat BAB hitam disangkal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat DM (+) namun tidak teratur
berobat, riwayat hipertensi disangkal, riwayat Asma disangkal,
riwayat operasi disangkal.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengeluhkan sakit yang sama

17
4. Primery survey
a. Airway :
Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada trauma cervical atau
fraktur wajah.

b. Breathing :
Frekuensi nafas 38x/menit, irama teratur, gerakan dada simetris,
suara nafas vesikuler, tidak ada tanda jejas, hasil thorax foto kesan
tidak ada pembesaran pada jantung. Tindakan keperawatan yang
telah dilakukan adalah memberikan posisi fowler, memberikan
oksigen nasal 3 liter/menit, melakukan thorax foto.
c. Cirkulation :
Teraba nadi 35x/menit, irama teratur, denyutan lemah, tidak ada
ketegangan pada vena cordis, tekanan darah 80/40 mmHg, suhu 36,1
C, ektremitas dingin, tak ada edema pada ekstremitas bawah,
capirally refill kanan dan kiri 2 detik, tidak ada perdarahan, kulit
elastis, hasil EKG TAVB dan STEMI Inferior. Tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah memberi posisi fowler,
kolaborasi untuk pemberian cairan,pemasangan infus RL ,melakukan
EKG, memberi injeksi nitrat sub lingual.
d. Disability :
GCS 15 (E4 V5 M6), pada ekstremitas tidak terjadi fraktur, kondisi
kulit tidak ada lesi, turgor elastis. Keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, tampak klien memegangi dada sebelah kiri, posisi
klien duduk dengan 2-3 bantal. Klien mengatakan nyeri dada kiri
sampai uluhati menyebar ke punggung sejak 1hari SMRS. Keluhan
dirasakan secara tiba- tiba.
e. Exposure :

5. Sekudery survey
a. Kepala :

18
Warna rambut hitam agak keputihan, kulit dan wajah tidak sembab,
tidak ada lesi
b. Mata :
Bulat, isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, sklera tidak ikterik
c. Hidung :
Simetris
d. Telinga :
Simetris
e. Leher:
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Dada :
Simetris
g. Paru :
1) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot napas tambahan tidak ditemukan.
2) Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-).
3) Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
4) Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan.
h. Jantung :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
2) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur(-).
3) Perkusi : Batas jantung kanan : linea parasternalis kanan,
Batas jantung kiri : linea aksilaris anterior kiri, SIK 6.
4) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIK 6 linea aksilaris
anterior.
i. Abdomen
1) Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-), scars (-).
2) Auskultasi : bising usus (+), 8x/m.
3) Perkusi : Timpani di seluruh abdomen.
4) Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba.

19
j. Genetalia : Bersih
k. Kulit : Akral hangat, capillary refill time <2 detik.
l. Ekstrimitas :
Atas : Edema (-/-)
Bawah : Edema (-/-)

6. Tertiery survey
Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tgl 20/3/2020
Hemoglobin : 13,6 g/dl Ureum : 49 mg/dL
Hematocrit : 38,9% Kreatinin : 3,3 mg/dL
Leukosit : 14.400 CKMB : 131
Trombosit : 319.000 Ul Troponin : 50
GDS : 319 PTTK : 34,8
Kalium : 3,4 mmol/L Kontrol : 33,3
Natrium : 125 mmol/L
Calsium : 1,94 mmol/L
Magnesium : 0,80 mmol/L
b. EKG tgl 20/3/2020 jam 09.30 WIB
Hasil : ST elevasi pada lead II, III, AVF ( Kesan STEMI Inferior)
AV Blok derajat III (Total AV blok).
c. Foto Thorak
Hasil : corakan vaskuler bersih, tidak ada udem pulmo, tidak ada
pembesaran jantung.
d. Data therapy
1) Loading kristaloid 3 liter
2) Dopamine 5 mcg/bb/menit
3) Nitrat 5 mg sublingual
4) Aspilet 80 mg
5) Morphine 2 mg intravena
6) Clopodogrel 300 mg
7) Oksigen 3 liter/ menit

20
8) Insulin 4 unit/ jam

B. ANALISA DATA
N DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
O
1. DS : Klien mengatakan sesak nafas Inadekuat pompa Ketidakefektifan pola
jantung nafas
DO :
 klien tampak sesak nafas
 tampak retraksi dinding dada
 suara nafas ronkhi
 nafas cepat dan dangkal
 akral teraba hangat
 ictus cordis terlihat
 PMI teraba di midclavicula ics
6
 bunyi jantung murmur
 konjungtiva anemis
 klien menggunakan oksigen
nasal kanul 2 lpm
 hasil TTV :
TD : 13/80 MmHg
R : 28x/menit
N : 132x/menit
T : 36,2ºC
Spo2 : 98%
 Pemeriksaan EKG
ST elevasi pada lead II, III,
AVF ( Kesan STEMI Inferior)
AV Blok derajat III (Total AV
blok)

2. DS : klien mengatakan nyeri pada Peningkatan asam Nyeri akut


perut kiri, nyeri seperti ditusuk- lambung
tusuk dengan waktu terus menerus

DO :
 Klien tampak meringis
 Klien tampak memegangi perut
pada kuadran kiri atas
 Problem nyeri klien karena
agen cedera biologis, dengan
skala nyeri 3 sedang (0-5).

3. Kelemahan Fisik Intoleransi aktifitas


DS :
Klien mengatakan cepat lelah
ketika berjalan dari tempat tidur
menuju toilet

DO :
 K.U lemah

21
 Klien hanya berbaring di
tempat tidur
 Aktifitas klien dibantu oleh
keluarga dan perawat
 Skala aktifitas 2 (Perlu
pengawasan dan bantuan)
 hasil TTV :
TD : 13/80 MmHg
R : 28x/menit
N : 132x/menit
T : 36,2ºC

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan inadekuat pompa
jantung.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam lambung.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

D. RENCANA KEPERAWATAN
NO HARI TUJUAN INTERVENSI TTD
DX TANGGA
L
1. Jum’at/ 20 Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara nafas dan bunyi
Maret 2020 tindakan keperawatan jantung,
selama 1x perawatan 2. Posisikan klien untuk
klien menunjukkan memaksimalkan ventilasi
keefektifan pola 3. Berikan O2
nafas, dengan criteria 4. Monitor tanda-tanda vital
hasil : 5. Observasi tanda tanda
- Suara nafas yang hipoventilasi

22
normal, tidak ada 6. Monitor pola pernafasan abnormal
dyspneu. 7. Monitor suhu, warna dan
- Menunjukan jalan kelembaban kulit.
nafas yang paten 8. Batasi minum klien
(klien tidak 9. Diet rendah garam
merasa tercekik, 10. Kolaborasi anti diuretik dan Ace
irama nafas, Inhibitor
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal.
- Tanda- tanda vital
sign dalam
rentang normal
(tekanan darah,
nadi, pernafasan). 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
2. Jum’at/ 20 komprehensif termasuk lokasi,
Maret 2020 karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan kualitas dan factor prepitasi.
tindakan keperawatan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
selama 1x perawatan ketidaknyamanan
klien tidak 3. Observasi tanda vital
mengalami nyeri, 4. Ajarkan tentang tehnik
dengan criteria hasil : nonfarmakologi
 Mampu 5. Tingkatkan istirahat.
mengontrol nyeri 6. Kolaborasi pemberian obat-obatan
(tahu penyebab : Omeprazol
nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
 Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
 Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang 1. Monitor tanda-tanda vital
 Tanda vital sebelum dan sesudah aktifitas,
3. Jum’at/ 20 dalam rentang khusus nya bila klien
Maret 2020 normal menggunakan vasodilator
Tidak mengalami diuretic penyekat beta.
gangguan tidur 2. Catat respon kardiopulmonal
terhadap aktivitas (catat
Setelah dilakukan takikardia, dispnea, berkeringat,
tindakan keperawatan pucat)
selama 2 x 24 jam 3. Kaji skala aktivtas klien
klien bertoleransi 4. Kaji skala otot klien
terhadap aktivitas, 5. Evaluasi peningkatan intoleransi
dengan criteria hasil : aktiitas
 Berpartisifasi 6. Bantu klien untuk

23
dalam aktivitas mengidentifikasi aktivitas yang
fisik tanpa mampu dilakukan
disertai 7. Berikan bantuan dalam aktifitas
peningkatan bila perlu dalam aktifitas
Tekanan darah, perawatan dini sesuai medikasi
nadi dan RR selingi periode istrahat. (libatkan
 Mampu keluarga pasien)
melakukan
aktivitas sehari-
hari (ADLs)
secara mandiri
 Tanda-tanda
vital normal
 Status
kardiopulmonari
adekuat
 Keseimbangan
istirahat dan
aktivitas

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


NO HARI IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
DX TANGGA
L
1. Jum’at/ 20 1. mengauskultasi suara S : Klien mengatakan sesak
Maret 2020 nafas

24
nafasdan bunyi jantung
2. memposisikan klien untuk O:
memaksimalkan ventilasi:  klien tampak sesak nafas
semifowler  klien menggunakan o2 2
3. memberikan O2 lpm
4. memonitor tanda-tanda  tampak retraksi dinding
vital dada
5. mengobservasi tanda tanda  suara nafas ronkhi
hipoventilasi  nafas cepat dan dangkal
6. memonitor pola pernafasan  akral teraba hangat
abnormal  ictus cordis terlihat
7. memonitor suhu, warna  PMI teraba di
dan kelembaban kulit. midclavicula ics 6
8. Batasi minum klien  bunyi jantung murmur
9. Diet rendah garam  konjungtiva anemis
10. Berkolaborasi anti diuretik  klien menggunakan
dan Ace Inhibitor (lasix oksigen nasal kanul 2
5mg, concor 2,5mg, lpm
candesartan 8mg
 hasil TTV :
TD : 13/80 MmHg
R : 28x/menit
N : 132x/menit
T : 36,2ºC
Spo2 : 98%

A : inefektif pola nafas


belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
1,2,4,5,6,7,8

2. Jum’at/ 20 1. melakukan pengkajian


S : klien mengatakan nyeri
Maret 2020 nyeri secara komprehensif
pada perut kiri, nyeri seperti
termasuk lokasi, ditusuk-tusuk dengan waktu
karakteristik, durasi, terus menerus
frekuensi, kualitas dan
factor prepitasi. O:
P : Agen cedera biologis  Klien tampak meringis
Q : Nyeri seperti ditusuk-  Klien tampak
tusuk memegangi perut pada
R : Abdomen kuadran kuadran kiri atas
kanan atas  Problem nyeri klien
S : Skala nyeri 3 (0-5) karena agen cedera
T : terus-menerus biologis, dengan skala
2. mengobservasi reaksi nyeri 3 sedang (0-5).
nonverbal dari
ketidaknyamanan A: nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
3. mengobservasi tanda vital
1,2,3,4
4. mengajarkan tentang
tehnik nonfarmakologi

25
5. Meningkatkan istirahat.
6. berkolaborasi pemberian
obat-obatan : Omeprazol
40mg

3. Jum’at/ 20
Maret 2020 S:
1. Memonitor tanda-tanda
Klien mengatakan cepat
vital sebelum dan sesudah
lelah ketika berjalan dari
aktifitas, khusus nya bila
tempat tidur menuju toilet
klien menggunakan
vasodilator diuretic
O:
penyekat beta.
2. mencatat respon  K.U lemah
kardiopulmonal terhadap  Klien hanya berbaring di
aktivitas (catat takikardia, tempat tidur
dispnea, berkeringat,  Aktifitas klien dibantu
pucat) oleh keluarga dan
3. mengkaji skala aktivtas perawat
klien  Skala aktifitas 2 (Perlu
4. mengkaji skala otot klien pengawasan dan
5. mengevaluasi peningkatan bantuan)
intoleransi aktiitas  hasil TTV :
6. membantu klien untuk TD : 13/80 MmHg
mengidentifikasi aktivitas R : 28x/menit
yang mampu dilakukan N : 132x/menit
memberikan bantuan dalam T : 36,2ºC
aktifitas bila perlu dalam
aktifitas perawatan dini sesuai A: intoleransi aktifitas belum
medikasi selingi periode teratasi
istrahat. (libatkan keluarga
pasien) P: lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7

BAB IV
PENUTUP

26
A. Kesimpulan
Gangguan konduksi jantung adalah gangguan yang terjadi pada sistem
konduksi jantung sehingga aliran listrik jantung tidak berjalan lancar atau
berhenti di tengah jalan. Sistem konduksi jantung terdiri atas SA node, AV
node, berkas His, Bundle Branch, dan serabut purkinje. AV block
merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi jika
jalur SA node ke AV node terhambat. Waktu yang dibutuhkan impuls listrik
untuk menjalar dari atrium sampai ventrikel akan terekam di EKG sebagai
interval PR. Jika aliran ini terhambat, maka interval PR menjadi lebih
panjang. Interval PR yang normal berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Berdasarkan pemeriksaan EKG, AV block dibedakan menjadi 3 yaitu AV
block tingkat 1, AV Block tingkat 2, dan AV Block tingkat 3 (total AV
block).
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut
mengakibatkan tidak adanya aliran implus yang sampai bagian miokardium
yang seharusnya menerima implus untuk dimualinya kontraksi. Blok ini dapat
terjadi pada setiap bagian sistemkonduksi implus mulai dari nodus sino-atrial
(SA), nodus atrioatrial (AV), jaras his dan cabang-cabang samai pada serabut
purkinje dalam miokardium.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system
konduksi AV yang menyebabkan transmisi gelombang P ke ventrikel dan
ditimbulkan sebagai bagian komplikasi IMA.
B. Saran
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat mengerti
bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kondisi kritis gangguan
blok jantung dan paham bagaimana patofisiologi yang terjadi pada pasien
yang mengalami penyakit tersebut sehingga bisa berpikir kritis dalam
melakukan tindakan keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

ACC/AHA/HRS. 2008. Guidelines for Device Based Therapy of Cardiac Rhythm

Ganong F. William, 2014, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 24, EGC,
Jakarta.

Abnormalities. Circulation; 117:2820-2840.

Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current

Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill;

2009:51-72.1.

Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

Davey. 2012. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com/article/155919.htm.

Verdy. 2012. Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block. CDK

189/vol 39 no 1.

28

Anda mungkin juga menyukai