Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No.

30
SINERGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MELALUI SISTEM
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (KASUS PADA USAHATANI BAWANG
MERAH)
1 1 2
Andjar Astuti , Nanang Krisdianto , Ayu Nurjannah
1
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2
Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa e-mail : andjarastuti@yahoo.co.id

ABSTRAK
Sumber daya alam lingkungan yang disiapkan oleh sumber daya non-biologis atau abiotik, biotik atau
biologis, dan sumber daya manusia yang dibagi bersama digabung menjadi sumber daya budaya
buatan. Untuk itu perlu dilakukan manajemen secara sinergis antara ketiga komponen ini, dan
diharapkan berdampak positif pada masyarakat yang akan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Bentuk Pengelolaan Lingkungan yang dilakukan secara sinergis dapat berupa penerapan
teknologi Manajemen Hama Terpadu (PHT), yang menggabungkan beberapa cara untuk
mengendalikan akuntabilitas ekonomi, ekologi dan sosial. Penelitian ini menerapkan PHT pada
pertanian bawang merah, karena bertani banyak mengalami masalah, termasuk serangan Hama dan
Penyakit. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis keberhasilan teknis dan ekonomi dari
implementasi IPM. Di Kecamatan Babakan, Cirebon. Responden dengan metode se nsus membuat
sebanyak 45 orang, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, data ditabulasikan
dan dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya bawang merah
menerapkan teknologi PHT lebih menguntungkan dan lebih ef isien, jika dibandingkan dengan
pertanian konvensional yang dilakukan.

Kata kunci: Manajemen Lingkungan, Manajemen Hama Terpadu, Bawang Pertanian

ABSTRACT
Environmental natural resources prepared by non -biological or abiotic, biotic or biological
resources, and human resources shared resources are merged into artificial cultural resources. For
that management needs to be done in synergy between these three components, and is expected to
impact positively on communities around the neighborhood in particular and society in general, which
ultimately is slowly but surely will be able to improve the welfare of the community. Forms of
Environmental Management conducted in synergy can be the technology im-plementation of
Integrated Pest Management (IPM), which combine some way to control the economic, ecological and
social accountability. This research implement IPM on a red onion farming, because farming is a lot
to experience problems, including the attack Pests and Diseases. The purpose of research is to analyze
the technical and economic success of the implementation of IPM. In District Babakan, Cirebon.
Respondents with census method making as many as 45 people, data used are primary data and
secondary data, the data is tabulated and analyzed quantitatively. Results of the analysis showed that
the red onion farming implement IPM technology is more advantageous and more efficient, when
compared to conventional farming is done.

Keywords: Environmental Management, Integrated Pest Management, Farm Onions


Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

31

1. PENDAHULUAN Pada kenyataannya budidaya bawang


Indonesia merupakan Negara dengan merah mempunyai tantangan dan kendala
iklim tropis yang cocok untuk kegiatan yang tidak sedikit, diantaranya yang sering
pertanian serta didukung dengan adanya terjadi adalah disamping adanya masalah
lingkungan hidup yang memadai untuk ketidaksesuaian antara lahan dan
aktifitas usahatani, karena lingkungan varietasnya, karena adanya serangan hama
hidup disusun oleh sumber daya alam non dan penyakit, juga karena kondisi lahan
hayati atau abiotik, sumberdaya alam yang semakin rusak akibat penggunaan
hayati atau biotik, dan sumberdaya pestisida dan obat-obatan yang berlebihan.
manusia bersama sumberdaya buatan yang Hal ini terjadi karena pada usahatani
digabung menjadi sumberdaya kultural. bawang merah yang dilakukan secara
Sektor pertanian menjadi sektor strategis konvensional, biasanya petani akan
dalam pembangunan perekonomian menitik beratkan terhadap pemberantasan
nasional, seperti dalam hal penyerapan hama, yang dilakukan dengan
tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi menggunakan pestisida untuk
mayoritas masyarakat Indonesia. Pertanian pengendaliannya. Karena petani
dapat dikelompokan dalam beberapa beranggapan bahwa keberhasilan usahatani
Subsektor, diantaranya adalah perkebunan, ditentukan oleh keberhasilan pengendalian
peternakan, perikanan, tanaman pangan, hama dan penyakitnya, maka agar hama
dan hortikultura. dan penyakit bawang merah ini cepat dapat
Salah satu komoditas yang termasuk dikendalikan atau teratasi mereka akan
dalam subsektor hortikultura adalah melakukan peningkatan takaran, frekuensi
Bawang merah, yang merupakan salah satu dan komposisi jenis pestisida yang
komoditas sayuran unggulan dalam digunakan, sehingga lambat laun ini akan
produksi nasional di Indonesia, karena mengakibatkan rusaknya lahan akibat
masuk dalam kategori rempah yang tidak adanya residu dari pestisida tersebut,
bersubstitusi, sehingga mempunyai nilai tentunya juga akan berdampak terhadap
ekonomis yang tinggi. Kegiatan usahatani kualitas lahan, disamping itu juga akan
Bawang merah ini tentunya tidak akan berakibat bertambahnya biaya untuk
lepas dengan adanya kebutuhan akan keperluan penggunaan pestisida ini hingga
faktor produksi, yang di dalam mencapai 30 – 50 % dari total biaya
pemanfaatannya perlu adanya sinergitas produksi per hektar.
terhadap lingkungan hidup yang ada di Hal ini akan berpengaruh terhadap
sekitarnya. tingkat efisiensi dan tingkat pendapatan
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

32

petani. Oleh karena itu untuk dengan adanya data pada table 1 dan table
pengelolaannya perlu dilakukan secara 2, berikut ini.
sinergi antara sumber daya alam hayati, Tabel 1. Produksi Bawang Merah di
Kabupaten Cirebon tahun 2013
sumber daya alam non hayati maupun Kecamatan Produksi (Ton)
sumber daya manusianya, dan ini 1. Pabedilan 106.510
2. Gebang 64.355
diharapkan dapat berdampak positif 3. Losari 56.040
4. Babakan 42.895
terhadap masyarakat sekitar lingkungan 5. Pangenan 35.380
6. Waled 17.415
tersebut yang merupakan petani bawang 7. Pabuaran 12.650
8. Ciledug 12.510
merah khususnya dan masyarakat lain pada
9. Astanajapura 3.150
umumnya, yang akhirnya secara perlahan 10. Karangsembung 2.480
Sumber: Dept. Pertanian Kab. Cirebon,
tetapi pasti akan dapat meningkatkan 2014
kesejahteraan masyarakat tersebut. Tabel 1. Menunjukkan bahwa salah
Bentuk Pengelolaan Lingkungan hidup satu Kecamatan yang dapat dikatakan
yang dilakukan secara sinergi tersebut sebagai daerah sentra produksi Bawang
dapat berupa penerapan teknologi Merah adalah Kecamatan Babakan, daerah
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu tersebut merupakan penghasil Bawang
dengan mengkombinasikan beberapa cara Merah pada urutan ke 4 terbesar di
pengendalian yang secara ekonomi, Kabupaten Cirebon.
ekologi dan sosial dapat Tabel 2. Produksi Bawang Merah di
dipertanggungjawabkan. Kecamatan Babakan tahun 2013.
Dengan diterapkannya Sistem Desa Produksi (Ton)
1. Karangwangun 16.405
Pengendalian Hama Terpadu ini, 2. Paksamben 11.703
3. Sumber Kidul 9.022
diharapkan dapat lebih menguntungkan 4. Babakan 2.062
5. Bojong Gebang 2.328
secara finansial maupun secara ekologis, 6. Kudumulyo 963
karena disamping penggunaan biaya yang 7. Kudukeras 238
8. Sumberlor 75
lebih sedikit juga dapat membantu menjaga 9. Gembongan Meka 68
10. Babakan Gebang 41
kelestarian keragaman organisme serta Sumber: UPT. Tanbunakhut Kec. Babakan
akan dapat mengurangi pencemaran 2014
lingkungan akibat residu bahan kimiawi Data pada Tabel 2 menunjukkan
yang ada dalam kandungan pestisida. bahwa produksi Bawang merah terbesar
Desa Karangwangun Kecamatan dihasilkan atau berasal dari Desa
Babakan Kabupaten Cirebon dapat Karangwangun, dengan demikian Desa
dikatakan sebagai daerah sentra usahatani Karangwangun dapatlah dikatakan sebagai
bawang merah, hal ini dapat ditunjukkan daerah sentra produksi Bawang merah,
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

33

yang sekaligus merupakan salah satu desa sekunder. Penentuan responden dilakukan
percontohan dalam penerapan teknologi dengan metode sensus, yaitu sebanyak 30
sistem Pengendalian Hama Terpadu orang petani bawang merah yang
(PHT), namun demikian masih ada juga menggunakan pengendalian hama dengan
petani bawang merah yang dalam sistem PHT dan 15 orang petani bawang
pengendalian hamanya masih secara merah yang pengendalian hamanya tidak
konvensional (menggunakan pestisida), menggunakan sistem PHT.
oleh karena itu perlu dikaji apakah Analisis data dilakukan secara
pengendalian hama dengan sistem PHT kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
yang juga merupakan bentuk pengelolaan digunakan untuk mengetahui gambaran
Lingkungan Hidup secara sinergi ini dapat umum dan menjelaskan serta
menekan biaya produksi dan meningkatkan mendiskripsikan mengenai teknologi
pendapatan petani dibandingkan dengan sistem pengendalian hama terpadu yang
pengendalian hama dengan sistem yang diuraikan secara diskriptif, sedangkan
konvensional. analisis kuantitatif digunakan untuk
Permasalahan Penelitian menganalisis besaran biaya, pendapatan
Untuk menganalisis secara teknis dan serta efisiensi kegiatan usahatani bawang
ekonomis keberhasilan penerapan merah, baik pada petani yang
Pengendalian Hama Terpadu pada menggunakan sistem PHT maupun petani
usahatani Bawang merah di Kecamatan yang tidak menggunakan sistem PHT.
Babakan, Kabupaten Cirebon
3. HASIL PENELITIAN DAN
2. METODOLOGI PENELITIAN PEMBAHASAN
Metode penelitian yang digunakan Desa Karangwangun terletak di
adalah metode survey. Penentuan lokasi Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon,
dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu dengan topografi berupa dataran serta
di Desa Karangwangun, Kecamatan ketinggian 10 meter dari permukaan laut,
Babakan, Kabupaten Cirebon, karena desa suhu udara rata-rata 300 C, curah hujan
tersebut merupakan sentra usahatani berkisar 3.000 mm per tahun. Luas lahan
bawang merah dan sekaligus merupakan yang ada mencapai 184,354 Ha, dari luas
salah satu desa percontohan dalam tersebut hampir 74 % merupakan area
penerapan teknologi sistem Pengendalian persawahan, dan sebagaian dari area sawah
Hama Terpadu (PHT). Data yang yang ada digunakan untuk budidaya
digunakan adalah data primer dan data bawang merah.
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

34

Budidaya bawang merah dilakukan dinyalakan pada saat satu minggu


dengan berbagai tahap kegiatan, yaitu sebelum tanam sampai dengan
diawali dengan pengolahan lahan, menjelang panen (60 hari). Tinggi
persiapan bibit, penanaman, penyu-laman, pemasangan lampu antara 10 - 15 cm
pemupukan, pemberantasan/pengendalian diatas bak perangkap, dengan ketentuan
hama, penyiangan, pengairan, panen dan bahwa mulut bak perangkap tidak boleh
pengelolaan pasca panen. Tahapan tersebut lebih dari 40 cm diatas pucuk tanaman
dilakukan oleh semua petani bawang bawang merah.
merah, yang berbeda adalah pada tahap 3. Pengendalian secara bercocok tanam,
pengendalian hama. Petani yang yaitu dengan menggunakan varietas
menggunakan sistem pengendalian hama (vegetasi) yang ditanam dipilih tanaman
terpadu (PHT), melakukan penggabungan yang resisten terhadap hama, yaitu bibit
dari empat (4) cara pengendalian secara tanamannya menggunakan bibit unggul
sinergi, yaitu: dan penanaman dilakukan secara
1. Pengendalian secara fisik, yaitu serentak. Pengendalian dengan
merupakan pengendalian hama secara bercocok tanam juga sering dilakukan
langsung dengan cara rambas atau dengan cara menggunakan pergantian
membuang bagian tanaman yang tanaman, sehingga siklus hidup dari
terkena Organisme Pengganggu hama dapat terputus.
Tanaman (OPT) atau penyakit, juga 4. Pengendaliandengankimiawi,
termasuk penyiangan dan pemetikan pengendalian dengan cara ini,
daun yang terserang hama. merupakan pengendalian yang terakhir
2. Pengendalian secara mekanik, yaitu dipilih dalam sistem pengendalian hama
bentuk pengendalian hama dengan terpadu. Sistem ini akan menyebabkan
menggunakan bantuan alat, dengan cara efek atau pencemaran lingkungan akibat
memasang perangkap dengan zat-zat kimia yang tidak dapat diurai
menggunakan lampu neon (TL. 10 oleh alam.
watt), yang dinyalakan dari pukul 18.00 Petani yang melakukan pengendalian
- 05.00, waktu ini dianggap paling hamanya tidak menggunakan Sistem
efisien untuk menangkap imago dan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), akan
menekan serangan Spodoptera exigua. melakukan pengendalian dengan
Perangkap dipasang dengan jarak menggunakan sistem konvesional, dalam
sekitar 5 - 10 meter pada sisi panjang hal ini maka penggunaan pestisida masih
bedengan. Alat ini dipasang dan lampu menjadi andalan utama, karena mereka
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

35

beranggapan bahwa pengendalian dengan hama ini umumnya menyerang pada


pestisida akan cepat dapat berhasil. Pada musim kemarau yang terik dan pada
sistem pengendalian hama secara kondisi lahan yang kekurangan air, gejala
konvensional, Petani melakukan serangan ditandai dengan adanya daun-
penyemprotan (pengendalian hama dengan daun berwarna putih berkilau seperti perak.
pestisida) secara berkala antara 3 - 4 hari Sedang pada musim penghujan OPT
sekali, sehingga dalam satu musim tanam yang ada biasanya adalah Antraknosa,
dilakukan penyemprotan sebanyak 12 - 15 penyakit ini sangat ditakuti oleh petani,
kali. Selain penggunaan pestisida, para karena dapat menyebabkan gagal panen,
petani ini juga masih melakukan penyakit ini disebabkan oleh cendawan
penyiangan dan pemetikan daun yang C.gloesporioides, gejala awal ditandai
terserang hama maupun penyakit seperti dengan terbentuknya bercak putih pada
yang dilakukan petani dalam pengendalian daun, selanjutnya akan terbentuk lekungan
hama dengan sistem PHT, namun tidak yang menyebabkan patahnya daun-daun
banyak dilakukan. bawang secara serentak. Penyakit lain yang
Dari hasil pengamatan dapat sering timbul adalah bercak ungu atau
diketahui bahwa Organisme Pengganggu trotol, penyakit ini disebabkan oleh
Tanaman (OPT) pada usahatani bawang cendawan A.porri, yang ditularkan melalui
merah berbeda pada musim yang berbeda. udara dan berkembang apabila kelembaban
Pada musim kemarau OPT yang ada udara tinggi, dengan suhu rata-rata 26 0 C ,
biasanya adalah ulat bawang (S.exigua), gejala serangannya ditandai dengan
ngengat ini berwarna kelabu dengan sayap terdapatnya bercak kecil melekuk
depan berbintik kuning, gejala serangan berwarna putih sampai kelabu, ujung daun
pada tanaman bawang merah ditandai yang terserang menjadi kering. Satu lagi
dengan timbulnya bercak-bercak putih penyakit di musim penghujan yaitu layu
transparan pada daun, lamanya daur hidup fusarium, penyakit ini disebabkan oleh
sekitar 15-17 hari pada suhu 30-330C cendawan F.oxysporum, dan ditularkan
(Smith 1987). orong-orong atau anjing melalui umbi bibit, udara, tanah dan air,
tanah (Gryllotalpa sp.), hama ini gejala serangannya ditandai dengan daun
menyerang tanaman yang berumur 1-2 menguning dan terpelintir yang kemudian
minggu setelah tanam, gejala serangan menjadi layu.
ditandai dengan layunya tanaman karena Secara ekonomis, besaran biaya yang
akar tanaman rusak (Moekasan dan diperlukan dan hasil yang diperoleh dari
Prabaningrum 1977), dan Trips (T.tabaci), kegiatan usahatani bawang merah dengan
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

36

upaya pengendalian hama secara belakang, yaitu pada penggunaan sistem


konvensional dan dengan menggunakan PHT justru diperoleh nilai penerimaan
sistem PHT dapat dilihat pada table 3. yang lebih besar dibandingkan dengan nilai
Hasil dari analisis data pada table 3. penerimaan pada usaha tani yang
Tersebut menunjukan bahwa secara pengendalian hamanya secara
ekonomis biaya yang diperlukan untuk konvensional, tidak hanya itu, tetapi juga
pengendalian hama secara konvensional nilai pendapatannya, ternyata pada
(menggunakan pestisida) memerlukan kegiatan usahatani bawang merah yang
biaya yang lebih besar dibandingkan pen-gendalian hamanya menggunakan
dengan kebutuhan biaya pada sistem PHT di-peroleh pendapatan yang
pengendalian hama dengan sistem PHT, lebih besar dibandingkan dengan yang
sedang penerimaan yang diperoleh petani secara konvensional.
menunjukkan kondisi yang bertolak
Tabel 3. Analisis ekonomis kegiatan Usahatani bawang merah pada sistem
Pengendalian hama yang berbeda. (Ha.)
URAIAN PHT KONVE NSI O NA L
(Rp.) (% ) (Rp.) (% )
BIAYA TETAP
Sewa lahan 3.733 .8 82 ,5 2 6 3.689.111,75 5,60
Penyusutan 201.0 99 ,3 9 0,30 114.111,72 0,17
Jumlah (1) 3.934.981,91 3.803.223,47
BIAYA TIDAK TETAP
Bibit 36.883.810,89 58,40 37.184.813,75 56,80
Pupuk 4.457 .2 71 7,07 4.644 .6 99 ,1 4 7,08
Pestisida 1.437 .7 86 ,5 3 2,28 2.943 .0 51 ,5 8 4,42
Listrik 473.496 0,75
Pengairan 287.607,45 0,46 294.412,61 0,50
Tenaga kerja 15.710.207,74 24,76 16.678.653,30 25,50
Jumlah (2) 59.092.676 100 61.745.630,40 100
TOTAL BIAYA (1+2) 63.027.657 65.548.854,84
PENERIMAAN (3) 183.112.46 4 156.590.258
PENDAPATAN(3- 120.198.77 5 91.041.404
(1+2))

Untuk mengetahui tingkat efisiensi Tabel 4. Analisis efisiensi ekonomis usaha


secara ekonomis dalam usahatani bawang tani bawang merah
merah ini, digunakan indikator besaran URAIAN SISTEM PHT KONVENSION
(Rp) AL (Rp)
R/C rationya, hasil analisis dapat dilihat Penerimaan 183.112.464 156.590.258
Total biaya 63.027.657 65.548.854,84
pada Tabel 4.
R/C ratio 2,90 2,38
Sumber: analisis data primer
Jurnal Agribisnis Terpadu, Juni 2018 Vol. 11 No. 1

37

Analisis menghasilkan, nilai R/C pada Firdaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis.


PT. Bumi Aksara, Jakarta
usahatani bawang merah yang
Laba, I. W., D. Kilin & D. Soetopo. 1998.
pengendalian hamanya menggunakan Dampak Penggunaan Insektisida
dalam Pengendalian Hama, Jurnal
sistem PHT ternyata memiliki nilai yang
Penelitian dan Pengembangan
lebih besar dari pada yang pengendalian Pertanian: Bogor.
Laba, I.W. 1999. Aspek Biologi dan
hamanya secara konvensional, yaitu
Potensi beberapa Predator Hama
masing- masing dengan nilai R/C sebesar Wereng pada Tanaman Padi, Jurnal
Penelitian dan Pengembangan
2,90 dan 2,38, artinya bahwa kegiatan
Pertanian: 56-62 Bogor.
usahatani dengan pengendalian hama Moekasan, T. et al. 2005. Penerapan THP
pada sistem Tanaman Tumpang Gilir
dengan sistem PHT lebih efisien
Bawang merah dan Cabai. Balai
dibandingkan dengan pengendalian hama Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung
Mubyarto. 1979. Pengantar Ekonomi
secara konvensional.
Pertanian., LP3ES, Jakarta.
Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Usahatani.
BPFE, Yogyakarta
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Rahayu, E. dan V.A.N. Berlian, 1998.
Kesimpulan Bawang Merah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hasil analisis menunjukan bahwa
Soehardjan, M. 1990. Perkembangan
usahatani Bawang merah yang menerapkan Pendekatan Pengendalian Hama
Terpadu Wereng Coklat. Jurnal
teknologi Pengen-dalian Hama Terpadu
Penelitian dan Pengembangan
(PHT) ternyata lebih menguntungkan dan Pertanian: 65-68. Bogor.
Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani,
lebih efisien, jika dibandingkan dengan
Penebar Swadaya, Jakarta.
usahatani yang dilakukan secara Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan
konvensional Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Yasin, M. & Ms. Saenong. 2004. Prospek
Pengelolaan Organisme Pengganggu
DAFTAR PUSTAKA
Tanaman dengan Memanfaatkan
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Perstisida Biologi: Prosiding Seminar
Pertanian. PT. Bumi Aksara, Jakarta Prospek Sub Sektor Pertanian
Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2014. menghadapi Era AFTA tahun 2003.
Produksi Bawang Merah per Malang, 4 Juni 2003. Pusat Penelitian
Kecamatan tahun 2008 – 2013 : dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Cirebon. Departemen Pertanian Pertanian
Kabupaten Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai